home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Cherry Blossom

Cherry Blossom

Share:
Author : nonakarang
Published : 19 Jan 2016, Updated : 28 Apr 2016
Cast : Junior, Kim Sohyun, Lee Taemin
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |1429 Views |2 Loves
Cherry Blossom
CHAPTER 4 : Ombak Pantai

Sudah dua jam Sohyun duduk di taman Yongdusan dengan Bungeoppangnya yang masih utuh dan belum berpindah tempat dari pangkuannya. Ia sengaja menunggu Taemin di sana karena janjinya sebelumnya untuk menemaninya ke sanggar tari. ( *Bungeoppang atau bongeobbang adalah kue kecil berbentuk ikan yang memiliki berbagai macam isian seperti pasta kacang merah, ubi manis, chestnut, coklat, dll. )

Ia masih saja kepikiran dengan ucapan Jinyoung dua jam yang lalu. Bengong, diam terpaku tanpa ekspressi apapun.

“Sebenarnya apa maksud perkataannya tadi? Dia bermaksud mengancamku, memperingatiku atau justru mengutarakan perasaannya padaku? Ah~ apa yang sedang kupikirkan sebenarnya? Sadarlah Kim Sohyun…!” Rutuknya sambil menggeleng-gelengkan kepala dan menepuk-nepuk kedua pipinya.

Tiba-tiba saja di tengah lamunannya itu ia dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang sudah sejak tadi tak juga muncul. Ya, Lee Taemin datang dengan tatapan heran melihat sikap Sohyun yang sejak tadi diperhatikannya tampak aneh sejak ia turun dari bus.

“Ya, Kim Sohyun, gwaenchannie?” Sapa Taemin yang muncul dari arah samping dengan sentuhan lembut di bahu kiri Sohyun. Siapa sangka Sohyun malah memberikan respond amat sangat terkejut dengan sikapnya itu.

“Oh my God! Kau rupanya.”

“Mworaguyo? Apa ada yang mengganggumu? Aku perhatikan sejak turun dari halte kau terlihat aneh. Katakan padaku, siapa yang sudah berani mengganggumu? Katakan, siapa? Siapa?”

“Yaa Lee Taemin! Kau sudah gila, eoh?” Timpal Sohyun yang beranjak berdiri dari tempat duduknya. Tanpa sadar ia menjatuhkan Bungeoppangnya. Taemin yang melihatnya langsung memungutnya lalu bergegas mengejar Sohyun.

“Aish… Ya Kim Sohyin-ssi. Kidaryo!” Teriaknya yang tak dihiraukan sedikitpun oleh Sohyun.

“Bungeoppangmu boleh buatku?” Tanyanya yang asik membuka bungkus bungeoppang sambil mendaratkan lengannya ke bahu Sohyun seraya merangkul. Dia mencoba menyodorkan bungeoppangnya tepat di depan mulut Sohyun melalui rangkulan itu.

“Ayo buka mulutmu, aaaa…..”

“Cepat lepaskan tanganmu dari bahuku sebelum kau menyesal!” Sinis Sohyun. Namun Taemin tetap tak bergeming.

“Iya, tapi buka mulutmu dulu! Ayo katakan aaaa….”

Bbuukk!

Sebuah sikutan kasar dari Sohyun sukses mengenai perut Taemin.

“Aaauuww… apa yang kau lakukan Kim Sohyun? Appo! Aaarrgghhh…” rintih Taemin sembari memegangi perutnya dan masih memegang erat bungeoppang di tangan kanannya.

“Wae? Kan sudah kuperingatkan tadi! Kalau kau tak ingin mendapatkannya lagi, maka jangan melakukannya lagi. Arrachi? Kau pikir aku ini apamu?”

“Ah… jinja. Kau benar-benar keterlaluan. Noe… noeya, uri manura!”

“Mwo? Tsk! Huh… Apa katamu barusan?”

“Kau kan istriku. Bukankah sejak SMP kita sering memainkannya? Aku sebagai suami dan kau sebagai istri, eoh?”

“Yaish! Kau…”

Kini serangan kedua dari Sohyun. Kali ini ia menginjak dengan tanpa ampun kerasnya ujung kaki Taemin sampai-sampai ia berteriak kesakitan. Dengan acuh Sohyun meninggalkan Taemin sambil menghentakkan langkah kakinya sebagai luapan kekesalannya pada sahabatnya yang satu itu.

Rupanya Taemin diam-diam terkekeh kegirangan melihat sikap Sohyun padanya. Dia hanya berpura-bura kesakitan untuk mencari perhatian Sohyun saja. Dan dia akan merasa puas apabila ia berhasil menggoda Sohyun dan membuatnya jengkel karena ulahnya.

“Hah… kau benar-benar manis saat sedang marah, Kim Sohyun.” Gumamnya. Taemin pun mengejar Sohyun dan berjalan beriringan.

*****

“Aku sudah datang. Di mana kau?”

“Mian. Aku tidak bisa datang hari ini. Lain kali saja kita bertemu. Oke?”

Rangkaian pesan singkat antara Park Jinyoung dengan seseorang yang mengaku dirinya adalah Mr. X. Yaitu orang yang mengetahui maksud kedatangannya ke Busan dan sempat mengungkit tentang masa lalunya bersama Cherry.

“Apa apaan ini? Dia mencoba mempermainkanku rupanya. Brengsek!”

Adalah Menara Busan yang ada di Gwangbok-dong, yang merupakan pusat kota Busan. Tempat yang dimana ia dan si Mr. X mengatur waktu pertemuan. Jinyoung berusaha sebisa mungkin mengontrol emosinya agar tetap tampak tenang karena ia tak ingin terpengaruh banyak dengan teror yang diterimanya. Ia pun memutuskan meninggalkan tempat pertemuan itu.

Rupanya di seberang jalan dari menara busan terdapat sebuah toko CD yang dari dalamnya keluarlah Taemin dan Sohyun. Sohyun bermaksud mencari album terbaru dari GOT7.

“Akhirnya aku mendapatkannya juga. Gomawoyo, Taemin-ah. Umm… ” seru Sohyun sembari memeluk gemas tas kecil berisi album GOT7.

“Aigooo… Sudah berapa banyak hutangmu padaku,  Kim Sohyun? ” sindir Taemin.

“Molla. Tapi kau tak perlu khawatir, aku akan membayarnya nanti setelah aku menerima uang gajiku bulan ini,  oke? ”

“Aku bisa saja mengikhlaskannya untukmu.  Tapi asalkan kau membeli CD SHINee. Kenapa kau tak menyukainya?”

“Sebenarnya aku suka mereka. Tapi dulu.  Sekarang aku suka GOT7. ”

“Waeyo? Apa mereka tidak seperti dulu lagi? ”

“Anni. Keunyang,  mereka sudah bertambah tua. Aku suka generasi muda. Thehe.. ”

“Tapi kan si maknae juga masih muda! ”

“Yaa! Apa urusanmu aku suka siapa. Kenapa kau sibuk mengurusiku sih,  Lee Taemin?  Huh… ”

“Annigodeun! ”

Sohyun yang kesal dengan sikap Taemin kemudian mempercepat jalannya bermaksud mendahului Taemin. Taemin pun merasa bersalah dan berusaha mengejar Sohyun. Namun ia hanya membuntutinya dan memastikan untuk tidak mengganggunya lebih jauh.  Namun saat mereka sampai di depan gedung sanggar,   mereka tanpa sengaja berpapasan dengan Jinyoung.

Tampaknya Jinyoung pun ingin memasuki sanggar itu.

“Park Jinyoung? ” ceplos Sohyun heran. Kenapa dia ada di sini,  pikirnya. Merasa tak mendapatkan sabutan Taemin pun mencoba menyapanya.

“Annyeong? ” lambainya sambil menunjukkan senyum bersahabat. “Kau mau ke dalam juga? ” tanyanya mencoba memastikan.

Tanpa menghiraukan dua manusia yang berdiri tepat di hadapannya itu,  Jinyoung berlalu begitu saja tanpa menjawab pertanyaan Taemin sepatah katapun. Dengan berseragam sekolah dan menggendong ranselnya dengan hanya menggunakan sebelah bahunya,  ditambah aura angkuh yang dimilikinya entah kenapa justru itulah yang menarik perhatian Sohyun padanya.

Diam-diam Taemin memperhatikan Sohyun yang tanpa sadar terhanyut dalam pesona Jinyoung. Ia pun menyadarinya. Namun ia tak ingin membiarkan Sohyun terus terbawa oleh perasaan alaminya itu. Wajah lesu yang muncul menutupi aura ceria yang dimiiki Taemin.

“Apa kau hanya mai berdiri seharian di sin,  Kim Sohyun? ” ucapnya seloroh mendahului Sohyun dan menyadarkannya dari lamunan semunya.

“Yaa,  kidaryo! ” susul Sohyun.

Sohyun yang setia menemani Taemin berlatih dance sejak mereka memasuki ruang latihan hingga satu jam kemudian Taemin menyelesaikan latihannya untuk hari ini.

“Kau hebat sekali,  Lee Taemin. Pantas saja Kau selalu mejadi pusat perhatian gadis-gadis centil di sekolah. ”

“Hah… Aku lelah! “keluh Taemin yang barusaja menyadarkan kepalanya di bahu kanan Sohyun.

“Ini,  minumlah! ” Sohyun menyodorkan air mineral untuk Taemin. Teaemin pun segera menyambutnya dengan riang.

“Gomawoyo,  manura! ” senyum girang Taemin karena mendapatkan perhatian dari Sohyun.

“Yaa! Apa kau mau mati saat ini juga,  eoh?” Gurau Sohyun.

Dari sela pintu ruang latihannya ada yang diam-diam menyaksikan kejadian itu dengan pemikirannya sendiri. Orang itu adalah Jinyoung. Tanpa kata dan masih dalam diamnya Jinyoung pergi meninggalkan gedung sanggar tari itu.

*****

Indahnya pemandangan sunset tampak sangat jelas terlihat dari tepi dermaga yang ada di sudut pelabuhan busan. Di bagian tepi terdapat bongkahan karang-karang besar yang biasa dijadikan tempat mencurahkan hati bagi Sohyun saat dirinya dalam keadaan sedih ataupun gundah.

Begitupun hari ini, setelah pulang dari kerja paruh waktunya ia menyempatkan diri mampir untuk menghibur dirinya dengan melihat pemandangan sunset dari atas bebatuan karang. Perlahan ia menikmati tiap detiknya saat matahari menenggelamkan dirinya dan berselimut lautan dan langit berganti malam.

“Kenapa kau hilang?  Apa kau juga merasa lelah? Kemana pergimu saat hari berganti malam?  Tak bisakah kau bertahan 24 jam di atas sana?  Kau saja tak mampu,  bagaimana bisa aku yang lemah ini bertahan? Hehe” kekehan putus asa menjadi akhir dari rutukan Sohyun kemudian akhirnya ia memutuskan untuk terjun ke dalam laut telah berganti warna menjadi gelap.

“Kenapa denganku?  Tak bisa kah aku menemukan kebahagiaanku sendiri?  Akupun ingin bertemu dengan seseorang yang tak membuatku bertepuk sebelah tangan. Bahkan hingga akhir hidupku pun aku tetap tak menemukannya. Eomma,  Appa,  bogoshipposeo… Jebal mianhaeyo! ”

Dalam kelamnya air laut dan gemuruh suara ombak yang menabarak karang,  mungkinkah itu menjadi penghantar akhir kehidupan Sohyun?

Dalam bayangannya saat ini entah kenapa Sohyun merasa ia melihat sosok seorang anak laki-laki yang mengikutinya terjun dan menggapai tangannya.  Ia mengenali anak itu.  Ingatanya bertuju pada seseorang yang sudah lama sekali ia rindukan kedatangannya.  Seseorang yang sangat ingin ditemuinya bahkan dalam urutan kedua setelah kedua orang tuanya. Ia sepintas melihat wajah Junior.

“Junior… Kaukah itu? Jinja,  ige noeya? Bayangan hanyalah bayangan.  Tak mungkin nyata. Mungkin ini memang akhir dari hidupku.”

Masih belum. Karena akhirnya ada seseorang yang dengan hati mulia rela menyeburkan diri menyusul Sohyun untuk menyelamatkannya. Ya,  rupanya lagi-lagi Park Jinyoung yang tanpa sengaja melihat saat Sohyun terjun.

Rupanya Jinyoung pun berada di lokasi yang sama dengan Sohyun. Bermaksud sama invin melihat pemandangan sunset langsung dari tepi laut. Hanya saja rupanya ia sudah datang sepuluh menit lebih awal daripada Sohyun.  Ia pun memilih karang yang posisinya lebih rendah yang ada tepat di bawah daripada tebing karang yang Sohyun pilih. Jadi dia pasti akan langsung tahu saat Sohyun terjun.  Ungtunglah saat itu ia masih menunggu matahari hingga benar-benar tenggelam ke dalam lautan.

*****

Jinyoung POV

Kuberjalan seorang diri di senja hari setelah akhirnya aku berhasil dipermainkan dengan orang yang mengaku dirinya adalah Mr. X. Siap ssbenarnya orang itu? Tepat dua minggu setelah aku berada di Busan,  aku mendapatkan SMS darinya. Ia mengaku mengetahui tujuan dan maksudku datang ke Busan.  Bahkan ia tahu hubunganku dengan Cherry.

Pesan pertama ia menyalamiku dengan mengatakan ‘selamat datang kembali Junior’. Lalu pada pesan kedua ia mengirimkannya saat aku baru saja selesai jam olah raga. Dia mengatakan ‘apa kau lelah?  Mungkin lelahmu akan mulai hilang saat aku menceritakan padamu tentang gadis yang sering kau panggil Cherry itu?’.  Kemudian pada pesan ketiga dia mengatakan bahwa dia ingin berbicara empatmata denganku hari ini setelah aku pulang sekolah di tempat yang dia pinta,  dan dia memilih menara Busan sebagai lokasi pertemuan kami.  Tapi akhirnya dia malah membatalkannya begitu saja.

Aku benar-benar merasa dipermainkan oleh orang itu. Aku berdumpah tak akan mempedulikannya lagi. Jika saja ada Jin hyung saat ini,  aku pasti tak akan seputus asa ini.  Aku pun mencoba mengambil ponselku dan menekan kontak Jin hyung bermaksud menelponnya.  Tapi akhirnya aku batalkan begitu saja dan malah menekan tobol power off dan langsung memasukkannya ke dalam tasku.

Aku bingung dengan diriku sendiri.  Aku pasti sudah gila karena tak bisa melupakan Cherry. Tapi sungguh,  aku tak meminta lebih. Aku hanya ingin melepaskan rasa bersalahku padanya. Aku hanya ingin meminta maaf padanya.

Karena frustasi akupun melakukan hal yang biasa kulakukan untuk menghibur diriku. Kuputuskan mencari tempat penyewaan sanggar tari atau semacamnya. Aku ingin menari dan meluapkan perasaanku saat ini.

Lelah, kulampiaskan amarahku dengan gerakan tari dan mencoba mencari gerakan-gerakan baru yang kiranya bisa kugunakan saat kompetisi di Seoul nanti. Sialnya jangankan inspirasi, bahkan aku sendiri tak tahu apa yang kucoba lakukan. Gerakan yang selama ini kupelajari dan kukuasai malah berantakan tak karuan.

Keringat yang bercucuran dan letih yang kurasakan cukup membantu menghilangkan penatku hari ini. Aku tak tahu jika aku tidak bisa menari seperti hari ini. Akan jadi seperti apa nantinya.

Kubaringkan tubuhku dan kucoba memejamkan mataku sejenak untuk merilekskan tubuhku. Namun terdengar suara canda tawa seseorang dari ruang sebelah.

Akupun beranjak dari tempatku dan membereskan tasku. Kuputuskan untuk kembali ke rumah. Begitu aku melewati ruang tari yang bersebelahan denganku, dari selah pintu yang tampak sedikit terbuka, kulihat seorang yeoja dan namja yang sedang asik bersenda gurau bersama.

“Jika memang mereka tidak menjalin hubungan bersama, mereka bahkan tanpak lebih masra dibanding dengan mereka yang sedang berhubungan. Tsk!”

Masa bodoh. Aku hanya berlalu dan melanjutkan perjalanannku ke rumah.

Jalan yang kususuri tiap kali aku berangkat ataupun pulang sekolah adalah jalan setapak yang luas. Aku sengaja berjalan kaki dari halte ke rumah karena aku menyukai pemandangan yang kulalui itu. Sebuah dermaga yang berada di bibir pantai, dengan deretan perahu layar yang berjejer, yang terkadang terombang karena benturan ombak. Anginnya yang sepoi-sepoi sangat membuatku nyaman dan bersahabat.

Kali ini kuputuskan untuk mampir sejenak ke tepi pantai. Beberapa batu karang besar yang terukir alami dengan indahnya di bawah tebing. Aku penasaran sekali. Aku ingin sekali ada di bawah sana dan menyelam sebentar untuk menghilangkan ketegangan di kepalaku.

Kumulai langkah demi langkah aku menuruni tepi tebing yang cukup licin. Untunglah kemiringannya tak begitu curam. Sekitar 10° mungkin besar sudutnya, namun agak terlalu panjang.

Karang demi karang kulompati hingga aku mendekati karang yang menjadi pilihanku untuk dituju yang berada dua meter di depan sana. Dengan gigih akhirnya aku pun berhasil mencapainya.

“Hah… syukurlah!” Rasa puasku pun tersampaikan. Aku pun duduk di atasnya. Kulonjorkan kakiku hingga menyelam ke dalam air hingga betis. Kunikmati pemandangan matahari yang mulai menyelimuti dirinya dengan selimut malam. Warna jingga, merah, kuning dan ungu berpadu menjadi kesatuan warna yang penuh keajaiban. Aku beruntung bisa melihatnya dengan puas dengan mata telanjang ini. Dan aku seolah ikut merasakan rona merahnya memantul ke wajahku. Aku menikmatinya. Senyumku mengembang seakan tak ingin kuncup. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk kembali pulang ke rumah.

Baru saja aku beranjak dari tempatku berdiri, begitu aku membalikkan badan, di saat yang hampir bersamaan kulihat sosok seseorang yang jatuh dari atas tebing di hadapanku. Dengan kepala yang terlebih dahulu membentur air laut. Aku pun tercengang karenanya. Setengah tak percaya, aku shock dan kaget. Tanpa pikir panjang aku lalu meninggalkan tasku dan ikut terjun menyusul orang itu. Dia sepertinya yeoja, batinku. Entah yeoja ataukah namja, aku harus menyelamatkannya.

Dengan kecepatan penuh aku menyelam ke arah orang itu. Entah kenapa orang itu cepat sekali tenggelamnya. Karena air laut yang mulai gelap aku mulai kesulitan melihat lebih jauh. Untunglah saat itu lampu dari mercusuar membantu penglihatanku. Dengan segera aku menemukannya dan bergegas menarik lengannya ke permukaan.

“Rupanya yeoja.” Pikirku terlihat dari rambutnya yang panjang dengan. Tapi aku belum bisa melihat wajahnya karena terhalau helaian rambutnya yang menutupi.

Kubawa yeoja itu ke tepi pasir pantai. Singsingkan rambut yang menutupi wajahnya. Dan ternyata yeoja itu adalah “Kim Sohyun-ssi?” Aku pun terkejut setengah mati.

Buru-buru aku melakukan pertolongan pertama padanya. Kutiup mulutnya berulang intuk memberikan nafas buatan. Kupompa dadanya agar air yang masuk segera keluar. Aku mulai cemas karena ia tak memberikan reaksi sama sekali.

“Eottoke? Eottokaji? Bukankah yang kulakukan ini sudah benar?”

Kucoba berteriak meminta bantuan orang sekitar yang kiranya sedang berada di lokasi yang sama dengan kami.

“Tolong… tolong kami! Siapapun tolong!” Tak ada seorangpun di sana.

Aku semakin panik. Tapi aku tak menghentikan usahaku. Setelah lima menit berlangsung, akhirnya Sohyun terbatuk. Ia memuntahkan air yang banyak ditelannya.

“Kwaeonchana? Eotte, neo kwaeonchana?” Aku membantu mendudukkannya. Dia tak menjawab pertanyaanku sama sekali, justru malah mengigau yang tidak-tidak.

“Aku dimana? Dimana Appa dan Eommaku? Bukankah ini di syurga?” Katanya sambil memulihkan pernafasannya.

“Mwo? Syurga? Pabo!” Karena kesal aku pun pergi meninggalkannya seorang diri. Namun setelah beberapa langkah aku berjalan dia memintaku berhenti.

“Ya! Eodiga?” Kuhentikan langkahku. Aku pun mulai berpikir, jika aku meninggalkannya mungkinkah ia akan mencoba terjun lagi? Lalu aku mencoba membalikkan tubuhku. Kulihat wajahnya tertunduk lesu. Wajah penuh rasa putus asa dan memancing rasa ibaku padanya.

“Jebal… kidaryo… Jeongmal, tolong aku!”

Tubuhnya sangat basah kuyup. Pakaian seragamnya yang berwarna putih terlihat tembus pandang olehku. Aku pun membuka jaketku dan memakaikannya padanya.

Tak ada suara, tak ada kata, aku diam, ia pun diam. Hanya suara desiran air laut saja yang terdengar. Karena hari sudah gelap dan gelombang pasang pun mulai naik, aku mulai berpikir. Aku harus segera pergi dari sini atau nanti aku juga akan terkena flu karena angin yang kencang itu.

Kuputuskan meninggalkan tas dan sepatuku. Aku pun langsung membopong tubuh Sohyun dengan kedua tanganku. Tanpa sedikitpun aku menatap wajahnya, aku sengaja melakukannya agar ia merasa bersalah dengan perbuatannya sendiri. Ia pun reflek berpegangan padaku dengan mengalungkan lengannya ke leherku meski awalnya ragu.

Kami pun berjalan meninggalkan pantai dengan menyisakan tapak kakiku. Menggendongnya tak begitu merepotkanku karena kupikir beratnya tak seberapa. Walaupun tadinya aku sempat mengkhawatirkan berat tubuhnya.

******
Sohyun POV

Sebuah minimarket menjadi tujuan akhir sementara kami. Di dalam sana terlihat sekali bagiku bahwa Jinyoung berusaha merawatku seperti pasiennya, meskipun caranya masih belum 100% benar dan sama dengan perawat yang umumnya memperlakukan pasiennya dengan sangat baik tutur kata yang ramah. Itu semua tak kudapat darinya. Tapi aku cukup sadar diri. Justru aku tidak pantas mendapatkan servis darinya meski dengan caranya saat ini.

“Bogo!” Katanya sambil menyodorkan mie instan yang sudah selesai diraciknya dan siap santap itu.

“Gomawo…” ucapku lirih, dan sudah kuduga dia tak akan membalasnya.

Kulihat ia menyatap mie bagiannya dengan lahapnya. Mungkin ia lelah karena harus menggendongku sejauh 1 km. Karena minimarket ini berada agak jauh dari tempat kami tadi.

“Waeyo? Di saat seperti ini kau masih ingin pilih-pilih makanan, eoh?” Tukasnya sengit sambil mengunyah makanannya.

Aku hanya menatap mieku dan meratapi kesalahan yang barusaja kubuat. Aku benar-benar bodoh. Bahkan seorang Jinyoung yang di mataju tampak tak memiliki dunianya saja masih bisa menyantap makanannya dengan lahap. Sementara aku.. aku…

“Mianhaeyo… Gomawoyo… Jeongmal kamsahamnida…” tak terasa air mataku jatuh dengan derasnya disusul isakan tangisku hingga membuatku sulit bernafas.

Kutahu dia memperhatikanku yang menutupi wajah menyedihkanku dengan merunduk. Aku benar-benar malu padanya. Tapi kuberanikan diri bercerita sedikit tentang diriku padanya.

“Aku adalah anak yatim piatu. Kedua orang tuaku meninggal saat usiaku 6 tahun. Ditengah jalan mobil Kami mengalami kecelakaan sepulang tamasya dari pulau Jeju. Tapi akibat kecelakaan itu Ibuku yang juga pengasuhku mengatakan bahwa aku mengalami amnesia. Sampai detik ini pun aku masih belum bisa mengetahui dengan jelas kecelakaan itu. Hanya saja entah darimana sampai saat ini aku memiliki phobia dengan hujan. Ibuku bilang saat kejadian itu aku ditemukan terkapar dalam suasana hujan deras. Mungkin benar itu penyebabnya tapi aku masih bisa membuktikannya sampai saat ini. Jika hujan datang, aku merasa selurih tubuhku seperti ditusuk dengan ribuan jarum. Aneh kan? Tapi itulah yang kurasakan.

Sejak kecil aku diuris dan dibesarkan oleh pengasuhku. Tapi bagiku beliau seperti seorang ibu. Ibuku masih menyimpan foto kami bertiga, aku, Appa dan Eomma. Tapi entah kenapa aku tidak memiliki perasaan apapun saat melihatnya. Smentara tadi sore aku seolah melihat wajah mereka di langit karena. Mereka memanggilku berulang kali. Jau tahu, mungkin mereka merindukanku…”

“Kau salah!” Potong Jinyoung. “Mereka bukan ingin bertemu denganmu karena rindu. Tapi karena mereka membencimu.”

“Mworagu?” Tanyaku penasaran.

“Ne. Mereka membencimu karena kau membiarkan dirimu hidup dalam kesulitan dan dengan keadaan yang menyedihkan. Karena jarak kalian yang terlalu jauh, seharusnya jau tidak akan membiarkannya memikirkan nasibmu yang menyedihkan itu. Intuk membuat mereka tersenyumpun kau tak bisa?”

Yang dikatakannya benar. Kali ini aku..  Aku benar-benar merasa bersalah… Eomma, jeongmal mianhaeyo…”

*****

Lagi meriang nih... maaf ya kalau mungkin agak kacau atau typo. Soalnya meski sakit inspirasinya tetp manggil sih. kekeke...

gak banyak omong lagi deh.. met baca aja ya.. jangan lupa kasih lope n komennya ya..>-<

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK