home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Cherry Blossom

Cherry Blossom

Share:
Author : nonakarang
Published : 19 Jan 2016, Updated : 28 Apr 2016
Cast : Junior, Kim Sohyun, Lee Taemin
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |1429 Views |2 Loves
Cherry Blossom
CHAPTER 3 : My Feeling

Junior, annyeong? Apakah kau tidur dan makan dengan baik di sana?

Sepenggal pesan singkat yang baru sempat dibuka setelah keesokan harinya. Dengan mata setengah mengantuk Park Jinyoung membacanya. Tanpa menuliskan balasan ia hanya menutup layar ponselnya dan meninggalkannya di atas tempat tidur. Ia lantas pergi ke kamar mandi dan bersiap ke sekolah.

Sementara gadis belia yang juga seumuran dengannya dan menjadi tetangga satu-satunya selama ia berada di Busan, saat ini pun tengah melakukan hal yang sama. Namun nampaknya ia akan mendapatkan sebuah kejutan kecil dari seseorang pagi hari ini.

“Eomma, aku berangkat!” Teriaknya sambil bergegas menyelesaikan ikatan tali sepatunya.

“Ne… hati-hati di jalan, Sayang…”

“Arraseo…”

Mengawali hari dengan semangat baru, berharap agar hari ini dirinya mendapat keberuntungan setelah mengingat hari-hari menjengkelkan yang barusaja dilaluinya. Begitulah yang saat ini dipikirkan oleh Sohyun.

“Yosh! Aku harus semangat. Hwaiting!”

Sohyun pun berjalan dengan langkah tegap dan pasti. Senyumnya tak luput ikut mengembang selaras dengan pikirannya yang positif. Namun baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba saja langkahnya dipaksa berhenti oleh seseorang. Orang yang dengan sengaja menyekap kedua matanya dengan telapak tangannya yang cukup besar dan nyaris menutup penuh bagian wajahnya.

“Nugu?” Tanyanya sambil meraba jemari tangan yang sedang menutupi wajahnya itu.

“Ah ~ molla ah ~ Nuguseo?” Tanyanya lagi namun kali ini ia benar-benar pasrah dan menyerah.

“Ah… kau payah! Masa belum apa-apa sudah menyerah?” Ujar namja yang menyusrukkan kepalanya menyeberangi pundak Sohyun dari punggungnya.

“Ya! Taemin-ah! Kau membuatku jengkel. Ini masih terlalu pagi untuk melakukan lelucon seperti itu, kau tahu?”

“Hehe… mianhae!” Bibir yang merah merekah yang dimiliki Taemin memang sangat menggoda. Niat awal ingin marah kini malah terurung dan sebaliknya menahan.

“Bagaimana bisa aku marah setelah melihat senyumnya itu”, dumelnya.

Bahkan Sohyun pun kalah saing kali ini. Ia merasa senyum Taemin lebih menarik daripada senyumnya. Diam-diam tanpa sepengetahuan Taemin, Sohyun mencuri kesempatan mengambil cermin yang ada di saku bajunya.

“Aigoo…” desah Sohyun lemas sambil memanyunkan bibirnya.

“Waegure? Kau tak apa-apa? Apa kau benar-benar terkejut Hyunie-ah?” Tanya Taemin yang mulai khawatir dan merasa bersalah.

“Aku tidak apa-apa, Taemin-ah.” Balas Sohyun dengan senyum mengembangnya.

“Keunyang… kenapa kau begitu cantik?” Pekiknya.

“Untunglah. Kajja! Nanti kita kesiangan.” Ajak Taemin kali ini sambil merangkul pundak Sohyun. Namun Sohyun tidak keberatan dengan sikap Taemin tersebut karena itu sudah biasa mereka lakukan. Sebab mereka sudah berteman baik sejak di bangku SMP. Jadi mereka sudah saling dekat cukup lama. Karena kebiasaan yang mereka lakukakan itulah yang sering membuat orang-orang salah paham dengan hubungan mereka, terutama yang baru mengenalnya.

Baru beberapa langkah, kini Sohyun dan Taemin pun dipaksa menghentikan langkahnya lagi saat mereka melihat sosok Jinyoung yang baru saja muncul dari dalam rumahnya dan berjalan pasti mendekati mereka.

“OMO! Sejak kapan rumah itu ada penghuninya, Hyunie-ah?” Tanya taemin sedikit berbisik.

“Ya… sejak kau tak pernah pergi sekolah bersamaku lagi. Karena sejak saat itu kau lebih sibuk dengan Yeojamu itu.” Balas Sohyun yang ditanggapi oleh Taemin dengan kekehan.

“Mianhaeyo, Sohyun. Keundae… seragamnya juga sama seperti kita. Itu berarti dia satu sekolahan dengan kita, kan?”

“Umm, geure geurom.”

Setelah selesai asyik berbisik, Jinyoung pun kini telah sampai di hadapan mereka. Namun ia tetap menunjukkan sikap angkuhnya sekalipun tanpa mengucapkan salam kepada Taemin maupun Sohyun. Ia malah melengos dan meninggalkan dua orang itu begitu saja.

“Daebak!” Seru Taemin lirih. Ia bahkan menggeleng-gelengkan kepalanya karena tak percaya dengan apa yang barusaja dialaminya barusan.

“Sudahlah, kau jangan terkejut seperti itu. Dia memang angkuh. Tapi aku berharap semoga ia juga tidak sombong.” Tutur Sohyun.

“Keunyang… aku memberikan senyumku padanya!” keluh Taemin. Sohyun membantu menepuk punggung Taemin pelan mencoba menenangkannya dengan menerima kenyataan.

“Arraseo… Sudah, sudah, lupakanlah, Umm?”

“Aaaahhh….” teriak Taemin jengkel.

Taemin masih tidak percaya karena ternyata ada orang yang tak mempan dengan serangan senyuman miliknya. Bahkan awal harinya ikut menjadi cloudy karena ulah Jinyoung. Melihat ekspresi Taemin saat ini malah membuat Sohyun asyik tertawa geli sendiri.

*****

Berbicara tentang SMA Moorim yang tak pernah sepi dari perbincangan setiap orang. Karena prestasi-prestasi yang berhasil diraih sekolah itu mendulang namanya semakin kian tersohor sampai ke pelosok negeri.

Sebuah sekolah dikatakan baik apabila melahirkan peserta didik yang baik pula. Kualitas mumpuni akan dimiliki setiap murid apabila sekolah mampu menunjang kebutuhan sarana dan prasarana sekolah itu sendiri. Semakin tingginya standar kualitas yang diharapkan pemerintah, maka sekolah pun dituntut untuk bisa melahirkan putera puteri bangsa yang berpendidikan juga berdisiplin tinggi. Namun tanpa disadari, kesenjangan pun akan terjadi apabila tidak semua sekolah mampu memenuhi tuntutan pemerintah. Karena kurangnya sarana penunjang juga biaya sekolah yang tak sanggup dipenuhi setiap orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Rapat komite sekolah SMA Moorim…

“Yang benar saja? Mana mungkin murid-murid kita harus silih berganti melakukan studi banding ke sekolah yang memiliki akreditas jauh di bawah sekolah kita?” Protes salah seorang guru.

“Benar. Kami semua tidak setuju Pak!” Tambah guru yang lain.

“Aigoo… Tapi bagaimanapun juga ini sudah menjadi peraturan baru dari pemerintah kita. Kalau sampai kita tidak melaksanakannya, maka mereka tidak akan menerima proposal yang baru saja kita ajukan.” Sahut Wakil Kepala Sekolah mencoba menengahi.

“Benar juga. Sudahlah… Toh tak ada ruginya bagi kita menerima murid-murid itu. Kita hanya perlu mengajar dan memberi tugas pada mereka seperti biasanya saja.”

“Tapi bagaimana kalau mereka malah mengacau di sini? Tidak semua anak bisa disiplin, kan? Yang ada mereka malah membawa pengaruh buruk untuk murid-murid kita.”

“Betul! Aku pun sependapat dengan Ibu Shin.”

“Aku rasa tidak akan seperti itu. Mereka kan tamu. Pastinya mereka harus bisa menjaga sikap dan perilaku mereka saat di luar. Lagi pula kita hanya menerima 2 murid saja tiap smesternya. Apakah 2 banding seribu murid di sini akan bisa menang?”

Akhirnya semua guru pun menerima kebijakan baru yang dibuat oleh sekolah meskipun dengan terpaksa. Tapi setidaknya mereka bisa mendapatkan jawaban dan hasil rapat hari itu. Setidaknya Wakil Kepala Sekolah bisa memberikan laporannya kepada Kepala Sekolah.

Tanpa buang waktu, para guru pun memberikan tanda tangannya di atas kertas yang terbungkus rapi dengan map hijau sebagai tanda setuju yang akan diberikan kepada Kepala Sekolah dan Donatur-Donatur Yayasan Moorim.

*****

“Aigoo….. Semakin hari aku semakin malas saja menjalani kehidupanku.” Keluh Jia yang langsung merebahkan badannya di atas sofa besar ada di basecame milik Colorbar itu.

Barusaja Sungyeol ingin ikut duduk di sampingnya, tipa-tiba saja Jia mengangkat kedua kakinya lantas buru-buru menyelonjorkan kakinya yang ramping dan mengambil penuh bagian sofa yang terlihat kosong sebelumnya. Sontak Sungyeol pun kesal karenanya.

“Ya!” Serunya.

“Wee ~ ” balas Jia dengan mengejek dan menjulurkan lidahnya.

“Noe..” Sungyeol pun geram dan melampiaskannya dengan dengan mengacak-acak rambut poni Jia yang susah payah ia buat dengan satu jam duduk di depan cermin hanya untuk membuat poni itu.

“Yaaa!!” Kini ganti Jia yang menjerit kesal.

“Kalian ini seperti anak kecil saja. Berhentilah bersikap kekanakan seperti itu. Kalian harusnya malu.” Imbuh Jin menasehati.

“Lalu, haruskah kami bersikap layaknya orang tua? Sepertimu begitu. Hyung? Aku rasa tidak. Hahaha…” balas Sungyeol yang sudah berhasil mendapatkan tempat duduk di sofa yang lebih kecil daripada yang diduduki Jia.

“Sudahlah, Jin. Kau tidak perlu pusing mengurusi mereka. Biarkan saja mereka begitu. Nanti kau cepat tua.” Sambar Minhyuk menanggapi yang sedaritadi hanya diam dan duduk tenang membaca buku.

“Lihat, bahkan Minhyuk pun setuju denganku. Hahaha…”

“Dasar berisik!” Cletuk Jia sambil melempar bantal ke arah Sungyeol dan berhasil mendarat di wajahnya.

“Yang kami butuhkan untuk saat ini adalah mengetahui kabar Junior. Apa kau sudah menghubunginya?” Tambah Jia khawatir.

“Mollado. Aku sudah mengiriminya pesan tapi tidak dibalas olehnya.” Kata Jin sambil menaikkan bahunya.

“Mungkin dia masih marah pada kita?!” Terka Minhyuk.

“Kita? Kau saja! Kan kau yang menyuruhnya untuk memberikan contoh kepada murid-murid di sini tentang aturan baru sekolah yang konyol itu.” Tukas Sungyeol.

“Kalau bukan dia, apa kau mau?” Balas Minhyuk kesal.

“Nega? Kenapa harus aku atau dia? Kenapa bukan kau saja yang pergi?”

“Noe..” gertak Minhyuk menutup halaman bukunya dengan kencang.

“Sudah-sudah, jangan ribut! Kalian ini apa-apaan sih? Aku butuh kabar Jr, bukannya ingin mendengar perdebatan kalian.” Pangkas Jia menengahi Sungyeol dan Minhyuk yang mulai saling bergontokkan.

“Sudahlah kalian. Hah… Kenapa aku menjadi babysiter mereka ya? Hah…” rutuk Jin pada dirinya sendiri.

“Sudah, sudah! Kita biarkan saja dulu Jr di sana. Toh tempat itu kan aman, lagi pula ia tinggal di salah satu rumah hunian keluarganya, jadi menurutku seharusnya tidak ada yang perlu dicemaskan. Tapi biar bagaimana pun kita juga harus tahu dan melihat dengan mata kepala kita sendiri kalau dia memang baik-baik saja. Dia masih punya waktu 2 bulan lebih di sana. Jadi kita akan mengunjunginya saat pertengahan bulan terakhirnya, bagaimana?”

“Apa tak terlalu lama?” Protes Jia.

“Memang. Keunyang… sebenarnya aku sedikit gugup berhadapan dengannya. Aku takut ia masih kesal karena harus di ekspor ke Busan. Aku hanya tidak ingin memancing badmoodnya saja kalau kita terlalu cepat datang menemuinya.”

“Sudahlah… kita pakai rencana awal tadi saja.” Putus Minhyuk.

Akhirnya seluruh member pun menyetujui usulan sang leader team tanpa ada seorang pun yang menentangnya. Kini wajah Jia pun mulai kembali sumringah. Ia sudah tidak sabar menanti perjumpaannya dengan Jr, namja yang diam-diam namanya tercantum lekat di hatinya.

*****

Pelajaran ketiga baru saja berlangsung selama 20 menit. Namun rupanyanya tampak tak seorang pun yang terlihat bersemangat. Mungkin beberapa siswi saja yang masih sibuk berkhayal sambil menikmati pelajaran Matematika dari Pak Cho. Karena sudah pasti, pelajaran itu tidak akan pernah bersahabat baik dengan murid-muridnya.

Dengan wajah tenang dan tetap dalam diam sambil bersedekap lengan, Pak Cho memperhatikan setiap muridnya yang sedang mengerjakan soal-soal ulangan harian yang diberikannya. Sepertinya ia sangat menikmatinya.

“Tersisa waktu 15 menit lagi.” Serunya setelah melihat jam tangannya. Gerutu setiap murid pun mulai menggema. Tapi Pak Cho malah semakin melebarkan senyumnya.

Setelah pelajaran matematika yang dibawa oleh Pak Cho berakhir, lonceng akhir kegiatan belajar mengajar untuk hari itu pun ikut berbunyi. Kegembiraan yang berbuntut keluhan dari murid-murid kelas 2-2 mengiringi kepergian Pak Cho dari kelas itu.

“Ah… akhirnya selesai juga…” keluh Saeron sambil meregangkan kedua tanganny di atas meja.

“Hari ini schedule kita apa ya adeura?”

“Aku mau ke toko buku dulu. Ada yang ingin kucari.” Sahut Yoojung sambil sibuk merapikan buku-buka ke dalam tas.

“Aku ada latihan bela diri hari ini. Tapi…” ujar Sohyun yang tampak gelisah.

“Waegure? Biasanya kau paling semangat, Sohyun ah?” Tanya Saeron kepo.

“Na… takut ketemu Jinki Oppa…” jawab Sohyun tersipu lalu menyembunyikan wajahnya di antara dekapan tangannya.

“Memang ada apa dengan Jinki Oppa? Apa terjadi sesuatu pada kalian?” Tanya Saeron semakin menelisik.

“Ah… aku tidak bisa membayangkannya… rasanya aku mau kabur saja.”

“Kaburlah. Aku tidak punya banyak waktu, aku pergi duluan.” Tukas Yoojung lantas pergi meninggalkan kedua temannya.

“Ya, Joongie ah! Tunggu aku! Maafkan aku Hyunie ah… Aku harus pergi. Pokoknya kau harus semangat ya chingu! Hwaiting!”

“Teganya kalian ah ~ ”

Tak berapa lama kelas pun menjadi kosong. Tak ada lagi murid yang tersisa di kelas kecuali Kim Sohyun. Ia masih saja merutukki dirinya sendiri. Sudah 15 menit ia bertingkah seperti itu. Dari mulai mengeluh, menggerutu bahkan memukuli kepalanya sendiri. Tanpa sepengetahuannya rupanya ada seseorang yang baru datang dan memperhatikan tingkah anehnya itu.

Tanpa suara yang menyadarkan Sohyun akan kehadirannya, Park Jinyoung sibuk menggeledah laci mejanya yang ada di sudut belakang kelas. Namun tiba-tiba saja tanpa disengaja pulpen yang ada di lacinya tersebut pun terjatuh hingga menarik perhatian Sohyun yang sedang duduk di kursinya yang ada di baris paling depan.

“OMO! Apa itu?” Serunya terkejut setengah mati.

“Rupanya kau? Apa yang kau lakukan di situ? Kau membuatku kaget, Park Jinyoung!”

Jinyoung tak menjawab pertanyaan Sohyun sepatah katapun. Ia hanya melanjutkan pencarian di lacinya. Namun sikap diamnya itu justru memancing kecurigaan Sohyun terhadapnya.

“Astaga! Sejak kapan ya dia di situ? Jangan-jangan sedari tadi dia melihat perbuatanku barusan? OMO!” Benaknya.

“Ya, Park Jinyoung. Sejak kapan kau ada di situ, hah?”

Lagi-lagi Jinyoung hanya diam tanpa menggubris Sohyun sedikitpun.

“Ya! Apa kau tuli? Kau sama sekali tidak menjawab pertanyaanku? Aku sedang bertanya padamu!”

“Ketemu!” Ucap Jinyoung dengan wajah sumringah. Rupanya ia sedang mencari sebuah kertas kecil bertuliskan nomor telepon seseorang.

“Ya!”
Habis kesabaran, Sohyun pun berjalan mendekati meja Jinyoung.

Jinyoung yang menyadari kedatangan Sohyun bergegas berbalik badan. Begitu ia hendak melangkahkan kakinya ia pun dipaksa berhenti oleh perkataan Sohyun. Sebuah kalimat yang cukup memancing emosinya yang sedang dalam bad mood.

“Noe, namja sombong yang pernah kukenal sepanjang hidupku. Kau juga satu-satunya manusia yang membuatku menyesal karena telah diperkenalkan olehmu. Noe… aku bersumpah tidak akan ada satu yeoja pun yang akan menikah denganmu…”

“…”

Dengan cepat Jinyoung meraih tangan Sohyun. Cengkramannya yang kuat cukup membuat Sohyun takut. Hatinya kenjadi gugul dan lemas salah tingkah. Namun Jinyoung yang tidak sedang dalam perasaan hati yang baik malah semakin membuatny semakin tertekan. Bahkan amarahnya pun mulai memuncak seketika itu.

“Noe… berani mengutukku? Kita lihat, kutukan siapa yang akan terwujud. Aku pastikan kau akan menarik perkataanmu tadi. Karena kelak, kau akan hanya melihatku dan menyukaiku, Kim Sohyun ssi!”

*****

JR POV

Terkadang aku iri dengan burung-burung yang bisa dengan bebasnya berpacu di udara kapanpun dia mau. Bahkan yang bisa kulakukan di kelas ini hanya memandang langit cerah dari balik jendela kelas yang tampilannya amat berdebu. Jika aku menulis kalimat di jendela itu dengan jariku pasti akan tampak dengan sangat jelas.

Entah kenapa aku malah merindukan teman-temanku di Seoul. Bahkan aku ingin sekali membalas pesan singkat dari Jin Hyung tadi pagi. Tapi aku tidak ingin melakukannya. Aku juga ingin mereka tahu kalau aku keberatan dengan keputusan sepihak mereka.

Sudahlah, aku tak ingin ambil pusing. Yang penting aku juga punya misi pribadi sini. Aku harap aku bisa menyelesaikannya tepat waktu. Aku hanya ingin mendapatkan jawaban pasti darimu, Cherry. Jika memang kau sudah melupakan janji kita, maka aku rela melepasmu. Tapi jika memang kau masih menungguku, aku tidak akan pernah melepasmu lagi.

Akhirnya pelajaran Matematika pun berakhir. Dengan sigap aku bergegas membereskan mejaku lalu pergi. Bahkan salam perpisahan dari Sungmin pun tak kuhiraukan sedikitpun.

Baru saja aku berjalan menuju lapangan. Tiba-tiba saja aku teringat dengan nomor telepon seseorang yang beberapa waktu lalu pernah menghubungiku. Berdasarkan perkataannya bahwa ia mengenalku, aku sedikit tak percaya. Tapi… jika memang dia bisa membantuku menemukan Cherry, maka aku akan sangat bersyukur dan berterima kasih padanya.

“Di mana aku meletakkannya?” Kucari nomor itu di setiap saku baju dan celana seragamku. Aku yakin tidak membuangnya. Tapi rupanya nomor itu sama sekali tidak ada.

Tiba-tiba saja aku mengingatnya. Nomor itu aku letakkan di dalam laci mejaku di kelas saat aku berganti pakaian olahraga. Akupun memutuskan kembali ke kelas dan mencarinya perlahan.

Kulihat keadaan kelas dengan seksama. Rupanya tersisa satu orang yang masih ada di dalam kelas. Tapi dia sangat aneh. Tadinya kupikir ia sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon. Ternyata ia sibuk berbicara seorang diri sambil merutukki dirinya sendiri.

“Dasar aneh!” Pikirku. Tapi aku tidak ingin membuang waktuku dengan percuma. Aku harus segera mencari nomor itu.

Rupanya selama aku sibuk dengan urusanku, padahal lumayan lama aku di dalam kelas, tapi dia sama sekali tidak menyadari kehadiranku. Ya, aku pun masa bodoh dengannya.

Tanpa sengaja aku menjatuhkan sebuah pulpen yang pernah kusimpan dalam laci mejaku. Dan karenanya akhirnya Sohyun pun mengarahkan perhatiannya ke arah suara berasal. Dilihatnya aku yang sedang berdiri.

“Noe… apa yang kau lakukan di situ?” Tanyanya dengan ekspressi terkejut. Mungkin karena dikiranya hanya ada.dirinya seorang di kelas saat itu. Matanya melotot terlihat seperti ingin keluar dari cangkangnya saking kagetnya.

Berulang kali dia bertanya padaku. Namun aku sama sekali tak menghiraukannya. Maaf, tapi saat ini aku sedang terburu-buru. Tak kusangka dia justru semakin marah padaku bahkan sampai membentakku.

Kesal, panik karena urusanku yang begitu mendesak hingga membuatku bersikap di luar naluriku sendiri. Reflek tanganku mengait dan mencengkeram tanganku dan mengeluarkan kata-kata yang aku sendiri pun tak mengerti kenapa aku bisa mengatakannya. Sontak kalimat itu terlontar dari mulutku dengan sendirinya.

“… Aku pastikan kau akan menarik perkataanmu tadi. Karena kelak, kau akan hanya melihatku dan menyukaiku, Kim Sohyun ssi!”

*****

Ah…. bingung banget…
Baru sekarang aku bisa update lagi. Mianhaeyo, chingudeul.. Tetep nantiin kelanjutan ceritany ya.. jangan lup kasih Love and komentarnya… Saranghaeyo, kamsahamnida…

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK