Tak sulit menemukan seseorang di bawah sana. Ia sangat mencolok. Sendirian. Berdiri di depan mobil porsche merah. Menatap lekat-lekat ke arahku.
Jangan memberitahu apapun Nara. Ucapnya.
Aku mengerutkan dahi. Ini benar-benar sinting. Bagaimana bisa ia melakukan itu?.
Hanya aku yang dapat masuk ke pikiranmu. Jelasnya. Lihat aku, dengar. Apapun yang ada di benakmu sekarang, itu nyata. Itu bukan mimpi. Aku akan menjelaskannya nanti. Kami yang membawamu kesana. Kami bertiga. Kau ingat? Ia benar-benar sudah menyabotase otakku. Tidak ada privasi lagi disana. kau melihatku Nara, aku tahu itu. Ia melanjutkan. Jangan memberitahu siapapun soal mimpimu atau apalah itu. Kami harus membuatmu normal Nara. Jelaskan saja seperti yang mereka inginkan. Kau tidak berbohong. Kau memang telah meminumnya kemarin pagi di restoran itu. Nara?? Kau pasti mendengarku. Ia berkeras. Ku lihat ia menendang bagian depan mobil Porsche-nya itu cukup keras.
Aku menggigit bibir kuat-kuat.
Aku membencinya. Kris. Aku bahkan mengingat namanya. Kurasakan bagian dalam diriku mengerang.
Aku tahu. Aku tahu. Bisikan pria itu terasa tajam di telingaku.
“Hei...” Baekhyun menyentuh pundakku. Ia menyela percakapan internalku. “Apa yang kau lihat?” ia tersenyum.
Aku memilih diam. Aku sedang berjuang mengatasi ketakutan mengenai apa yang sedang terjadi. Aku di kecam oleh mimpi-mimpi sintingku, yang sekarang aku tahu itu benar
Kau berhutang penjelasan padaku. Benakku berteriak pada diriku sendiri.
Yeah.. akan ku jelaskan semuanya.
Ku rasa aku benar-benar gila.
“Kalau begitu sebaiknya kau pergi.” Gertakku lirih. Suaraku menjawabnya pelan. Baekhyun menghampiriku. Tapi aku cepat cepat kembali ke tempat tidur, meletakkan bantal menutupi wajah, dan mencoba untuk tidak memikirkan apa-apa.
Bakhyun mendekatiku,“Kau tidak apa-apa?” ucapnya lirih sekali.
“Siapa yang kau lihat Nara? Kau kelihatan seperti baru melihat hantu.” Ucap Jong hyun curiga. Nada bicaranya menyelidik.
Aku menelan ludah. Aku tahu aku menangis sekarang.
“Kau kenapa Nara? Apa yang terjadi?” kemudian aku melemparkan bantal yang ku gunakan untuk menutupi wajahku jauh-jauh.
“Oppa, keluarkan aku dari sini.”pintaku setengah memohon.
“Nara, kau kenapa?” sorot mata Baekhyun Khawatir. “Kau benar-benar khawatir ya?” tanyanya sembari berdiri sebelum duduk di tepi ranjang.
“Apa ini sering terjadi?” Tanya Jong hyun.
Pandanganku teralih kepadanya, “Apanya?”
“Berhalusinasi.” Jong hyun menatap lurus ke arahku.
“Kau sedang sakit Nara, pikiranmu sedang kacau dan kau tidak bisa keluar dari ruangan ini sebelum kau di nyatakan sehat oleh dokter yang merawatmu.” Ucap Jong hyun tegas. Tidak bisa di ganggu. Artinya tidak ada diskusi lebih lanjut mengenai hal itu.
Aku tidak berhalusinasi! Dan itu bukan mimpi.! Artinya aku-masih-sangat-waras!
“Nara,” ucap Baekhyun. “Aku juga takkan membiarkanmu pergi.”
Aku mendesah dan rasanya itu nyeri sekali.
“Maaf,” katanya lagi. Karena kelihatannya Baekhyun menunggu jawaban, “Aku mengerti, sulit bagimu untuk datang kemari. Kau sangat berharap tak perlu datang ke tempat seperti ini. aku sangat tahu kau membenci rumah sakit Nara,” terdiam sebelum melanjutkan “Aku bersamamu, tidak apa-apa Nara.” Mata coklatnya berkaca-kaca melihatku.
“Maafkan aku,” ujarku menyesal. Aku tidak suka melihat Baekhyun mencemaskanku juga.
Jong hyun menatapku,“Dari semua yang perlu dimaafkan.”
“Apa lagi yang harus kumintai maaf?” balasku.
“Karena halusinasimu?” Jong hyun bertanya. Aku sangat ingin membalas ucapannya. Tapi itu tidak mungkin.
“Maafkan aku,” aku meminta maaf lagi.
Jong hyun mendesah tanpa membalas ucapanku.
“Aku tahu kenapa kau melakukannya.” Suara Jong hyun menentang. “Tentu saja itu masih tidak masuk akal. Kau seharusnya tidak meminum itu, seharusnya kau tahu itu kopi.”
Aku mendesah. Jong hyun tidak akan puas mendebatku. Aku harus memberi penjelasan yang masuk akal baginya.
“Apakah enak Nara?” Baekhyun menyela.
“Tidak juga— tidak lebih baik dari yang ku bayangkan.” Ucapku jujur.
“Haha.. mengapa kau meminumnya?” suaranya sangat lembut- diiringi tawa renyahnya.
“Maafkan aku,” ujarku benar-benar menyesal. “Seseorang menatapku terus, mereka membuatku tidak nyaman. Kemudian pelayan mengantarkan minuman sial itu. Aku sungguh-sungguh tidak tahu itu kopi khyun. setahuku kopi berwarna coklat, dan itu putih.”
“Harus ku akui, itu mungkin saja terjadi hyung.” Baekhyun tidak lagi menyebut nama Jong hyun.
“Dan aku basah, minuman hangat itu menggodaku.” Aku menunggu reaksi Jong hyun dengan sabar. “lalu, aku benar-benar tidak tahu tentang siapa yang mengantarku kemari, aku saat itu sendiri.” sebagian aku berbohong.
Jong hyun mendesah tanpa membalas tatapanku. “Rasanya mustahil....” ia berbisik, “Mustahil, tapi cukup bagiku untuk saat ini.” akhirnya ia memandangku, “Dan, Maafkan aku Nara.”
Aku mengerutkan dahi. Heran.
“Dia disini.” Ia setengah berbisik. Suaranya terdengar menyesal.
“Siapa?” aku bertanya.
“Aku harus melepon Siwon.” Samar-samar aku ingat, bagaimana bisa aku berkompromi dengan Jong hyun akan hal itu. Mustahil baginya untuk tidak menghubungi Siwon.
“Dia disini?!” aku mencoba duduk.
“Sebentar lagi dia sampai,” Jong hyun berjanji “Dan kau belum boleh bergerak.”
“Tapi apa yang kau katakan padanya?” tanyaku panik. Aku sama sekali tidak ingin di tenangkan. Siwon ada disini dan aku sedang menjadi penghuni rumah sakit.
“Kenapa kau memberitahunya aku ada disini?”
“Kau yang memaksaku.” Ia berhenti.
Aku menarik nafas panjang. Aku memandangi tubuhku di balik selimut.
“Seberapa buruk penampilanku?” aku bertanya pada Baekhyun.
“Kau pucat, dan kau baru saja mendapat masalah. Kau melepas slang oksigennya.” Baekhyun menjelaskan situasi yang seharusnya tidak ku lakukan.
Aku mengambil slang oksigen itu, “Bagaimana aku melakukannya?” tanyaku pelan. Baekhyun langsung tahu maksudku.
Ia mengambil alih slang oksigen itu. Menyuruhku berbaring, kemudian berhati-hati memasangkannya kembali ke hidungku. Aku benar-benar benci sensasi yang dibuatnya. Ia mengangkat tanganku yang penuh dengan slang dan menggenggamnya lembut, berhati-hati agar tidak mengenai kabel-kabel yang terhubung dengan monitor.
Beberapa ingatan yang tidak menyenangkan mulai menghantui lagi. Aku merinding, kemudian meringis.
Tak lama kemudian aku bisa mendengar Siwon sekarang. Ia sedang berbicara dengan seseorang, perawat, dan ia terdengar lelah-sedih bercampur khawatir. Ingin rasanya aku melompat dari tempat tidur dan menghampirinya, untuk menenangkannya, mengatakan semuanya baik-baik saja, tapi Jong hyun tidak akan membiarkannku melakukan hal itu. Jadi aku menunggunya dengan tidak sabar.
Terdengar suara pintu di geser dan ia melihatku dari sana.
“Oppa!” aku berbisik. Suaraku pelan.
Siwon berjalan cepat. Ia menunduk dan memelukku lembut, dan aku merasakan air mata hangat menetes di pipiku.
“Nara, aku khawatir sekali.!”
“Maafkan aku oppa, tapi sekarang tidak apa-apa, semua baik-baik saja.” aku mecoba menenangkannya.
“Aku senang melihatmu lagi Nara.” Ia duduk di tepi tempat tidur.
“Bagaimana dengan pekerjaan oppa? Apa yang kau lakukan disini? Ada Jong hyun oppa dan Baekhyun yang menjagaku. Kau tidak perlu jauh-jauh datang.”
“Apa yang kau bicarakan. Aku tidak bisa bekerja lagi. Aku tidak bisa berfikir, apa yang kau lakukan Nara?”
Aku bisa merasakannya, aku pernah melihat raut wajah Siwon yang seperti ini dulu. Dulu sekali. Raut wajah terluka.
“Maafkan aku.” Aku benar-benar menyesal membuatnya khawatir.
“Apa yang sakit?” Siwon bertanya was-was. Menyentuh wajahku kemudian ia menggenggam tanganku.
“Tidak ada,” aku berbohong. Aku meyakinkan mereka. “Aku hanya perlu mengingat kopi tidak melulu berwarna coklat.”
Aku mengambil kesempatan untuk mengalihkan topik. “Bagaimana pekerjaanmu oppa?” tanyaku cepat.
“Di Washington— oh, Nara..! aku sakit kepala di buatnya, tepat sejam setelah aku mendarat di sana, mereka langsung menyeretku ke lokasi.”
“Apakah masalahnya besar dan sulit?” aku menebaknya.
“Ya.! Bagaimana kau tahu?” Siwon menghela nafas.
“Kau pasti bisa, Oppa.” Kataku, berusaha terdengar bersemangat.
Siwon sibuk meracau sementara aku hanya terpaku menatapnya. Maafkan aku oppa, aku berbohong banyak hal denganmu hari ini.
“Nara, sebaiknya kau tinggal di Seoul.”
“Oppa, tunggu sebentar!” selaku. “Apa yang kau bicarakan? Aku takkan tinggal di sana. Aku pulang ke rumahku.”
“Tapi aku tidak akan membiarkanmu sendiri di sana dalam situasi seperti ini.”
Aku menarik nafas panjang. Berharap kali ini bisa berakhir dengan cepat untuk menenangkannya.
“Oppa.” Aku meragu, bertanya-tanya bagaimana bersikap meyakinkan tentang hal ini. “Aku baik-baik saja. aku tidak akan mengulanginya, dan aku punya setumpuk pekerjaan di—” ia melirik ke arah Jong hyun dan Baekhyun. Aku mencoba alasan lain— “Dan Baekhyun bersamaku. Dia sebatang kara di rumah, dan dia tidak ada teman selain aku, dan juga dia sudah berjanji akan menjagaku, ia akan lebih sering berkunjung.” Terdengar hanya seperti sebuah alasan menurutku.
“Kau masih berkeras?” tanyanya. Heran. Lalu matanya melirik Baekhyun.
“Benarkah?”
“Sudah ku bilang— di sana, Baekhyun— Auw..!” aku meringis.
“Ada apa?” Tanya Siwon khawatir. Perhatiannya teralihkan, tapi hanya sedikit.
“Jarum,” aku menjelaskan, ku alihkan pandangan ke Baekhyun, meminta ia meyakinkan Siwon.
“Hati-hati, aku tidak ingin melihatmu kesakitan.”
Tiba-tiba perawat masuk untuk memeriksa semua infusku dan beberapa slang lain yang menempel di tubuhku. Aku bersyukur perawat itu masuk. Memberi jeda bagiku untuk berfikir, bagaimana menjelaskan ke Siwon.
“Maaf, waktunya untuk obat mualmu, sayang?” tanyanya ramah, sambil menepuk-nepuk kantong infus dan kotak besi yang penuh berisi jarum suntik. Aku bergidik melihatnya.
“Bisa nanti?” gumamku, “Aku baik-baik saja” aku tidak bisa mengakhiri pembicaraan ini dengan Siwon begitu saja.
“Kau tidak boleh tegang, sebaiknya kau perlu beristirahat.” Ia menunggu, tapi aku hanya menggeleng.
“Tapi aku baru saja sadar?”
Jong hyun beranjak mendekati Siwon. Menepuk bahunya.
“Aku akan menjelaskannya Siwon. Biarkan Nara mendapatkan pengobatannya dulu.”
“Tidak oppa, aku benar-benar tidak ingin ke Seoul, aku ingin di rumahku saja. ku mohon.” Aku mulai memohon, suaraku mulai parau.
“Kita bicarakan lagi nanti sayang. Kau perlu istirahat. Hmm??” Siwon mengelus pucuk kepalaku.
“Baekhyun, jaga Nara baik-baik. Hmmm?” Siwon menepuk bahu Baekhyun sebelum pergi, ia juga mencium keningku sekilas dan menarik selimut dan merapikannya. “Oppa akan kembali.” Ia tersenyum, wajahnya lelah.
Aku merasakan sakit yang merambat mulai dari bahu perlahan naik ke bagian kiri leherku, rasa terbakar. Aku menahannya.
“Nah, ini obatnya sayang.” Perawat itu tersenyum saat menyuntikkan obat ke tabung infusku. “Kau akan merasa lebih tenang sekarang. Tidak lagi mual.”
Aku pasrah. “Terimakasih,” gumamku datar.
Tapi baru sebentar, aku langsung merasakan kantuk yang sangat berat, perlahan-lahan mulai menarikku.
“Apa ini?” tanyaku ke perawat.
Perawat itu tersenyum lembut. “Kau perlu istirahat sayang, sepertinya obatnya sudah mulai bekerja. Baiklah.. istirahat yang nyaman.” Kemudian ia pergi.
“Khyun... aku tidak ingin ke Seoul. Masih banyak hal yang perlu ku lakukan di rumah.”
“Aku akan membujuk hyung nanti, kau istirahatlah dulu, kau benar-benar terlihat pucat.” Suaranya lembut.
Aku menggerak-gerakkan kepala, “Tidak bisa—,” gumamku.
Baekhyun tertawa, “Sudah, jangan khawatirkan itu. Jika aku tidak bisa membujuknya, kau bisa berdebat lagi dengan hyung ketika kau sudah bangun nanti.”
Ku lihat senyum mengembang di wajah Baekhyun, “Aku janji.”
“Khyu..” aku berusaha mengucapkan namanya dengan jelas, tapi gagal.
“Ya?”
“Aku tidak suka di sini,” gumamku.
“Baiklah, aku akan membicarakannya juga dengan Siwon nanti.”
Rasa terbakar di bahu dan leherku mulai menghilang. Aku kedinginan pikirku.
“Aku akan ada disini” ia berjanji.
“Dingin Khyun,” aku merintih. “Aku tidak ingin bermim..... pi lag...” suaraku mulai hilang.
“Takkan, aku disini.” Kurasakan Baekhyun menarik selimut hingga menutupi sebagian besar tubuhku.
“Aku tidak akan mematikan lampunya Nara, tidurlah.” Aku dapat mendengar nada senyuman di kata-katanya.
aku berusaha keras melawan kantuk itu, tapi gagal.
“Aku disini,” Baekhyun menggenggam tanganku di balik selimut.
Masih banyak hal yang harus ku pikirkan. Namun aku menyerah. Aku tidak bisa melawan kantukku lebih lama.
Kemudian akupun tertidur.
***
==>NEXT
synopsis bab 6 part 1^^
“Nara?” Baekhyun memanggilku. “Kau baik-baik saja kan?” ia memastikan.
“Yeah, tentu.” Balasku bohong. “Tidak pernah sebaik ini.” lanjutku terlihat lebih meyakinkan.
*****