BAB DUA
Tidurku gelisah malam itu, bahkan setelah aku selesai menangis. Hujan masih terus menderu dan angin yang menyapu pantai tak lenyap dari kesadaranku. Aku menarik selimut tebal itu menutupi seluruh tubuhku, dari ujung kaki sampai kepala. Sempurna. kemudian memeluk bantal-bantal, menaruhnya agar tetap dekat dengan tubuhku. Tapi lepas tengah malam barulah aku tertidur, ketika hujan akhirnya perlahan-lahan menghilang, berubah menjadi gerimis kecil.
Paginya kulihat sinar matahari muncul dibalik tirai jendela yang agak sedikit tersingkap. Kusingkap seluruhnya dengan menekan tombol berwarna hijau di remote yang kuletakkan diatas meja baca tadi malam.
Matahari menyambutku dengan ceria. Pemandangan yang indah. Deburan ombak dibibir pantai menyegarkan malamku yang sedikit berantakan.
Sarapanku berlangsung seperti biasanya, ditemani televisi yang menyajikan berita terkini. Tak lama dari itu aku teringat bahwa aku kemarin sore mengirim pesan kepada Baekhyun sewaktu di kapal. Dan oh, my god. Aku bahkan belum mengirim pesan ke Siwon sejak tadi malam. Segera saja aku lari mengacak-acak tempat tidur, mencari telepon genggam. Memeriksanya. 5 panggilan tidak terjawab dan 3 pesan. 3 panggilan dari Siwon, 1 tadi malam, 2 nya baru saja. 2 panggilan lainnya dari nomor tidak ku kenal. Sedangkan pesan, 2 dari Siwon. 1 balasan Baekhyun semalam.
Tanpa menunggu lama, ku hubungi Siwon. Ia jelas khawatir tentangku. Kujelaskan semuanya dengan cepat dan singkat. Ku katakan berulang kali bahwa aku baik-baik saja. Ia berharap aku baik-baik saja selama ia pergi. Aku berterimakasih dan berjanji akan seperti yang diharapkannya, meski aku tidak tahu apa yang akan terjadi denganku nantinya. Karena keberuntungan selalu menjauhiku. Setelah lebih dari 10 menit bercakap-cakap, Siwon kembali bekerja dan aku kembali melanjutkan sarapan.
Setelah telpon dari Siwon usai, aku duduk di meja makan yang terbuat dari kayu ek tua, duduk di salah satu dari empat kursi berlengan yang ada, mengamati sekitar, dengan dinding yang 50% terbuat dari kaca tebal yang langsung menembus pemandangan dunia luar itu, aku menyantap semangkuk sereal yang sudah mulai dingin. Rak-rak putih serta lantai vinyl motif kayu berwarna putih. Tidak pernah ada yang ku ubah dari posisinya. Enam bulan yang lalu Siwon meletakkan rak-rak itu dengan harapan bisa menambah suasana lain di rumah. Di sebelah kiri dari dapur bersebelahan dengan ruang istirahat yang mungil, tampak sederet foto Siwon dan aku yang diambil dari beberapa tahun yang lalu sampai yang paling terakhir sekitar 3 minggu kemarin. Yang paling besar foto kami berdua bersebelahan dengan foto masa kecil, kemudian foto kami di Washington setelah berlibur yang di ambil oleh seorang fotografer, yaitu Jong Hyun teman dekat Siwon, diikuti rangkaiian fotoku semasa sekolah hingga tiga minggu yang lalu. Aku malu melihatnya- terutama ketika melihat foto-foto masa kecilku.
Selesai sarapan, aku tidak ingin terburu-buru ke perpustakaan, tapi aku tidak mau berdiam diri lebih lama lagi. Aku membersihkan meja makan, dan mencuci mangkuk dan gelas. Membuka kulkas, mengambil sebotol air mineral, meneguknya tiga kali kemudian menaruhnya kembali.
Hari di luar masih terlihat cerah, ku putuskan untuk melihat bunga di lantai bawah. Sedikit berbelok dari pintu masuk rumah, Sambil berbelok dan sedikit menunduk, pintu masuk hanya lebar 1 meter serta tinggi 1,50 cm saja. kuturuni tangga berlorong sempit dan terang, yang lurus kedepan. Berdindingkan batu yang agak sedikit lembab dan berembun, mengeluarkan aroma yang khas. Sepanjang 7 meter aku mencium aroma lembab bercampur tanah serta wangi yang semakin aku melangkah maju, semakin jelas tercium.
Lalu aku berbelok- dan berhenti melangkah, terpukau. Selalu terpukau kerap kali melihatnya. Mulai satu meter dihadapanku, tampak hamparan bunga mawar putih setinggi betis melandai sepanjang beberapa meter kedepan. Mereka tengah mekar dengan indahnya. Warna yang berlimpah. Dari warna kuning gading yang paling pucat ke warna kuning lemon yang paling nyata sampai ke warna salmon yang amat terang-gemerlap seperti hamparan permadani dihadapanku. Taman ini. hasil rekayasa teman Siwon yang bekerja di LA. Leo Anston. Ia merekayasa ruang tengah bawah terdalam dirumah ini. mengatur suhu sedemikian mungkin, memastikan sesuai untuk bunga bunga mawar yang akan ditanami. Perpetak tanah, dan perwarna bunga, memiliki kelembaban yang tanah yang berbeda beda. Ruangan ini selalu menjadi peringkat nomor 1 dari seluruh bagian rumah yang didesign oleh Siwon.
Dibagian tengah bunga mawar, tampak hamparan bunga lain. Bunga hyacint ungu. Serta bunga tulip berwarna merah bata. Seakan keceriaan ruangan ini belum cukup. Siwon menaruh pengeras suara di setiap sudut ruang yang telah diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan bunyi siulan burung serta riak air, yang menambah keharmonisan suasana didalamnya.
Bagian langit langit ruangan ini dibuat melambung tinggi seperti ada payung raksasa yang menaunginya. Ketika matahari mengeluarkan sinarnya, maka perlembar bidangnya akan bergeser kekanan. Matahari akan langsung menembus pelapis tipis seperti kaca, langsung memberi kehangatan pada semua bunga. Membiarkannya melalui proses yang alami. Memberi mereka makan. Ketika sudah cukup. Maka lembaran payung tadi akan menutup sempurna. Berpadu warna biru muda dan biru tua mengganti suasana ruangan ini. bermandikan cahaya lampu dari setiap sudutnya.
Keindahan yang tidak bisa dibiarkan berlalu. Aku berfoto, berlatar belakang hamparan bunga. Kemudian mengetik beberapa kata. Oppa, lihat.. mereka menghiburku dengan warna-warni yang riang. Jelas karya terbaik Leo Anston. Mengirimnya segera setelah memastikan bahwa kalimatku tidak ada yang salah. Send. Terkirim.
***
Pagi ini cukup cerah. Meski masih sangat dingin untuk memulai aktifitas. Aku mengenakan celana panjang berpadu dengan sweater putih gading yang cukup tebal untuk menahan udara pagi yang mulai membuat gigiku bergemeletuk. Dengan sepatu berbahan kulit tanpa hak aku melangkahkan kakiku memasuki sebuah gedung bertingkat.
Ruang tunggunya dilengkapi kursi lipat berjok, karpet bersemburat jingga, papan pemberitahuan dan penghargaan bergantungan di dinding, sebuah jam dinding besar berdetak cukup keras. Tanaman bunga ada di mana-mana dalam pot kecil, menambahkan suasana ceria konter itu. Ruangan itu di bagi menjadi empat bagian, yang tiga diantaranya tertutupi oleh bilik-bilik kaca. Sangat terlihat setiap ruangan berantakan karena meja-meja penuh dengan kertas. Pengumuman serta beberapa pamflet-pamflet cerah direkatkan di papan pengumuman.
Ada dua meja dibalik konter, salah satunya dihuni oleh wanita bertubuh mungil dengan rambut berwarna coklat muda dan mengenakan kaca mata. Ia mengenakan dress warna putih gading, yang membuatku merasa pakaiianku terlihat jelek didepannya.
Wanita dengan dress putih itu mendongak. “Bisa kubantu?”
“Aku Kim Nara,” kataku. Kulihat matanya terkejut mendengar namaku. Tak diragukan lagi, ada sesuatu disini. Tadi pagi aku menghubungi kembali nomor panggilan tak dikenal yang masuk ke telpon genggamku. Betapa terkejutnya aku ketika mereka mengatakan ada dokumen yang ditujukan atas namaku. Terlebih mereka meninggalkannya di sebuah gedung perpustakaan?. “Aku ingin mengambil dokumen yang diatas namakan oleh Kim Nara? Apakah kau yang menghubungiku semalam?” aku bertanya ke wanita yang sekarang sudah mulai mengendalikan ekspresi matanya. “Aku yang menghubungi nomor ini tadi pagi,” sambil menunjukkan panggilan terakhir di ponselku.
“oh.. yeah.. tentu,” sambil terbata-bata, wanita tadi berbicara dengan rekan kerja disebelahnya, kemudian wanita lain dengan setelan rok hitam selutut serta mengenakan kemeja biru membawa sesuatu dari dalam.
“Ini nyonya.” Wanita dengan dress putih menyodorkan sebuah amplop coklat kepadaku.
“Ada pesan lain untukku?” di amplop coklat tersebut tidak tertera siapa pengirimnya.
“Tidak ada nyonya.” Wanita itu tersenyum.
“Baiklah, terimakasih.” Aku balas tersenyum. Kemudian berbalik melangkah mendekati pintu, berhenti ketika aku teringat untuk mencari buku tambahan guna referensi malam ini.
“Maaf,” wanita dress putih terkejut dengan sapaanku. Mungkin ia mengira aku sudah pergi dari tadi. “Aku akan kembali setelah melihat-lihat buku yang aku perlukan.” Ku lihat wanita itu menghembuskan nafas lega.
“Tentu nyonya, silahkan.” Ia mengembangkan senyumnya lagi.
Kemudian aku berkeliling sebentar untuk mencari buku tersebut, mengambilnya beberapa setelah memilah-milah buku mana yang paling banyak memberikan informasi tentang itu. Aku mengambil tiga sampai lima buku, sudah merasa cukup. Aku kembali ke meja konter. Memperlihatkan beberapa buku yang ingin ku pinjam. Wanita lain mengaduk-ngaduk tumpukan dokumen di mejanya hingga menemukan apa yang dicarinya. Ia membawa beberapa lembar kertas ke atas meja dan memperlihatkannya kepadaku. Kemudian menjelaskan padaku beberapa buku yang mempunyai batas peminjaman, dan dari buku yang hendak ku pinjam empat diantaranya termasuk ke dalam buku tersebut. Aku harus menandatangani beberapa lembar kertas perjanjian yang tertulis disana bahwa aku akan mengembalikan buku tersebut dalam tiga hari. Mereka pun menyita kartu identitasku selama tiga hari sebagai jaminan. Setelah menjelaskannya semua dan menandatangani kertas yang kuangkap keterlaluan untuk beberapa buku tebal ini, wanita tersebut meminta maaf atas peraturan yang mengharuskannya berbuat demikian terhadapku, kemudian tersenyum. Aku balas tersenyum kepadanya. Wanita dengan dress putih berdiri mengucapkan terimakasih. Ku rasa ia akan terus melihatku untuk memastikan bahwa aku tidak akan kembali untuk yang ketiga kalinya.
Ketika aku keluar menuju mobil, hujan gerimis mulai menghiasi wilayah ini. tentu saja tidak seperti yang diharapkan. Matahari mulai tertutup oleh awan gelap. Hujan masih gerimis, tapi tak sampai membuatku basah kuyup ketika meraih kunci mobil yang selalu ku selipkan disaku celana belakangku. Kubuka pintu mobil, lalu kuselipkan kuncinya dan mesinpun menyala.
Didalam mobil yang nyaman dan kering. Aku membuka amplop coklat yang sedari tadi mengganggu konsentrasiku penuh. Merobek bagian atas amplop. Mengintip terlebih dahulu sebelum membukanya. Hanya sebuah amplop putih kecil didalamnya. Ku buka kembali, dan astaga, aku mempelajari kembali maksud yang tersembunyi dari kalimat itu.
Akulah yang pegang kendali- bahwa akulah yang membuat rasa takut itu menang.
Kau mencariku?.
Kim Nara.
Di balik kertas tersebut terdapat sebuah peta yang menunjukkan seseorang ingin bertemu denganku, di-rumah makan ala eropa yang lokasinya tidak jauh dari gedung perpustakaan ini. Tepat beberapa blok dari sini. Seseorang sedang menungguku.
***
*NEXT
synopsis bab 3 part 1^^
Pria di sofa, dia menyandarkan badannya menjadi setengah terbaring, dengan mata tertutup dan kepalanya disandarkan ke sandaran sofa, tapi dia setengah membuka matanya sekarang dan melirik ke arahku. Dia menggelengkan kepalanya seperti seorang laki-laki yang jauh dari rasa puas.
*****