Fanfiction : Rolling – ttoreureu [또르르]
Author : NnPark17
Main Cast : Park Jiyeon, L Infinite
Other Cast : JB Got7, Yoo Seung Ho, Krystal F(x), Sung Jong Infinite etc.
Leght : Chapter
Rating : +17
credit poster: Arin Yessy @ Indo Fanfictions Arts
-------------------------
Anyeong readers~~
Chapter 4 imnida..
Banyak yang menginspirasi author di chapter ini.
Dari lagunya Lee Hi yg berjudul Rose,
Salah satu ost Heartstring di episode akhir *lupa judulnya*,
Sampai kutipan dari K-Drama Surplus Princess.
Makasih juga buat hopeng ku -Nurfitri Rakhmawati- yg menginspirasi dengan memberikan pendapat about Love Definition.
Khamsahamnida for all^^
This is it >> Rolling chapter 4
Happy Reading^^
-----------------
**Don't be silent readers.thx before after**
Please read, like, share and comment~
Gomawooo^^
------------------------------
Di sebuah Coffe Shop..
Park Jiyeon nampak sibuk dengan kegiatannya menulis di selembar foto yang kemudian ia tempel di dinding cafe yang penuh dengan foto selfie para pelanggan café beserta tulisan mereka di dalamnya.
Jiyeon tersenyum melihat fotonya bersama seorang namja dengan seragam sekolah yang sangat ia rindukan. Kini ia kembali duduk di posisinya semula. Menunggu seseorang yang sangat berarti baginya.
".....jangan membuatnya menunggu terlalu lama atau yeoja lain akan merebutnya dari mu."
Kata-kata Yoo Seungho terus berputar di dalam pikirannya. Haruskah ia mencoba memulainya dengan Myungsoo? Membiarkan perasaanya mengalir begitu saja tanpa perlu rasa takut akan kekecewaan dan perpisahan? Dan haruskah ia katakan semua yang ada di benaknya pada Myungsoo? Oneul do?
"Kau sudah menunggu lama?" Myungsoo yang langsung mengambil tempat di hadapan Jiyeon membuat Jiyeon kembali tersadar dari lamunannya.
"Aniyo~ aku baru saja tiba."
Myungsoo memperhatikan tiap sudut café dengan saksama
"Café ini tidak berubah. Masih sama seperti saat terakhir kita kesini." Gumam Myungsoo.
"Ada apa meminta ku kesini? Bukankah kita akan mencari kostum untuk babak final nanti?" tanya Myungsoo kemudian setelah puas menikmati setiap bagian dari café -tempat yang sering ia kunjungi bersama Jiyeon dulu- tampak masih sama seperti perasaannya pada Jiyeon yang juga tidak berubah. Masih sama seperti dulu. Bahkan makin bertambah. Ia makin mencintai Jiyeon dan tak ingin merelakan Jiyeon untuk namja lain lagi. Takan pernah (lagi).
"Aku hanya merindukan tempat ini." Jawab Jiyeon sebelum meraih cangkir coklat hangat di hadapannya dan kemudian meminumnya.
"Juga merindukan kenangannya... Kenangan yang tak kau ketahui Myungie-ya." Lanjut Jiyeon dalam hati.
Flashback
To : Myungie pabbo
- Datanglah ke Coffe Shop langganan kita setelah latihan band mu selesai. Ada yang ingin aku katakan. -
Jiyeon tersenyum merona membaca pesan singkat yang ia kirimkan untuk Myungsoo. Matanya tak lepas memandang lalu lalang orang-orang yang lewat di depan Coffe Shop langganan mereka-Myungsoo dan Jiyeon-dari tempat duduk favorite nya bersama Myungsoo. Meja paling ujung dekat jendela juga dinding café yang penuh dengan foto setiap pelanggan juga harapan mereka di dalamnya.
Senyuman Jiyeon tak pernah lepas dari sebuah surat dengan amplop merah muda yang ada di genggamannya. Seolah membayangkan reaksi si penerima surat saat membaca perasaan Jiyeon yang ia tumpahkan di surat itu. Senyuman Jiyeon semakin merekah ketika sosok yang ia tunggu menampakan batang hidungnya dari luar jendela. Hari ini adalah moment yang tidak boleh Jiyeon lewatkan. Dia harus mengungkapkan perasaanya pada Myungsoo sebelum ia pindah ke Busan.
Namun senyumannya luntur ketika ada sosok yeoja yang tiba-tiba datang dan merangkul lengan Myungsoo kemudian mengecup pipi Myungsoo singkat sebelum akhirnya melangkah pergi dengan lambaian tangan yang tak kunjung henti pada Myungsoo yang entah bagaimana ekspresinya saat ini. Jiyeon tak tahu, karena posisi Myungsoo membelakanginya.
Dia hanya tersenyum miris dan kemudian meletakan surat yang sebelumnya ia genggam, di antara selipan sofa café yang ia duduki saat ini.
Ingatannya kembali pada peristiwa di pantai Gyeongpo. Saat Myungsoo memberikan setangkai bunga juga coklat pada Yeoja yang menjadi rivalnya.
Mungkin mereka sudah resmi berpacaran. Pikir jiyeon. Lalu Myungsoo muncul dari pintu café dan melambaikan tangan padanya. Jiyeon membalas lambaian tangan Myungsoo dan berusaha menunjukan senyum terbaiknya.
Flashback end~
"Ada yang ingin aku tanyakan." Kata Jiyeon setelah Myungsoo duduk kembali di hadapannya dengan sepiring cheese cake dan Americano di atas nampan yang ia bawa.
"Mwonde?"
"Aku mendengar percakapan kalian." Kata Jiyeon lagi menghentikan pergerakan Myungsoo yang akan menyuapkan sepotong Cheese cake ke dalam mulutnya.
"Mwo?"
"Kau dan Krystal... di Kirin. Saat sesi latihan. Aku mendengar semuanya." Jiyeon menatap Myungsoo lekat seolah menuntut jawaban lewat tatapan matanya. Pergerakan Myungsoo pun benar-benar terhenti. Ia letakan kembali garpu yang sebelumnya ia pegang di atas piring. Dan kemudian ia beranikan membalas tatapan Jiyeon padanya.
"Apa yang ingin kau katakan sebenarnya?" kata Myungsoo akhirnya.
"Jelaskan semuanya padaku. Aku yakin kau tahu apa yang akan ku tanyakan padamu mengenai pembicaraan kalian saat itu."
Myungsoo menghela nafas cukup panjang sampai akhirnya mulai bersuara kembali.
"Geurae.. arraseo. Akan ku jelaskan semuanya." Katanya mantap.
-Myungsoo POV-
"Aku mendengar percakapan kalian." Kata Jiyeon yang membuatku menghentikan pergerakan ku yang akan menyuapkan sepotong Cheese cake ke dalam mulut ku.
"Mwo?"
"Kau dan Krystal... di Kirin. Saat sesi latihan. Aku mendengar semuanya." Jiyeon menatap ku lekat seolah menuntut jawaban lewat tatapan matanya. Pergerakan ku pun benar-benar terhenti. Ku letakan kembali garpu yang sebelumnya ku pegang di tempatnya semula. Dan kemudian ku beranikan diriku membalas tatapan Jiyeon pada ku.
"Apa yang ingin kau katakan sebenarnya?" tanyaku kemudian.
"Jelaskan semuanya padaku. Aku yakin kau tahu apa yang akan ku tanyakan padamu mengenai pembicaraan kalian saat itu."
Aku hanya dapat menghela nafas cukup panjang sampai akhirnya mulai bersuara kembali.
"Geurae.. arraseo. Akan ku jelaskan semuanya." Kata ku mantap.
Flashback
Setelah kejadian di pantai Gyeongpo. Entah kenapa satu sekolah terasa seperti sedang mendekatkan ku pada Soo Jung. Termasuk Lee-saem. Ia sering membuatku berada dalam group vocal yang sama dengan Soo Jung. Juga Kang Seonsaengnim-guru olahraga- kita, dia sering membuatku berada dalam kelompok yang sama dengan Soo Jung. Soo Jung yang lemah dalam olahraga membuatku harus terus-terusan memperhatikannya. Dan sikapku yang ramah padanya itu membuat Soo Jung menjadi semakin salah paham pada ku.
Hari itu, hari dimana kau berkelahi dengan para seonbae kita. Adalah hari dimana ku katakan hal yang sebenarnya pada Soo Jung.
"Myungsoo? Kau kah itu?" Soo Jung keluar dari gedung SMEnt tempatnya menjalani latihan sebagai trainee. Dia tampak tersenyum senang melihat kehadiranku di sana. Aku pun hanya membalasnya dengan senyuman tipis.
"Ada yang ingin ku bicarakan padamu." Kata ku to the point.
"Bisa kah kau ikut sebentar dengan ku?" tanyaku yang menerima anggukan cepat dari nya. Kemudian aku segera melangkah di ikuti Soo Jung yang sebelumnya menawarkan tangannya ke udara untuk ku genggam. Namun aku mengabaikannya dan terus berjalan melewatinya. Aku tak mau membuatnya semakin salah paham dengan sikapku yang hanya menganggapnya sebagai seorang teman.
Sesampainya di salah satu food court dekat gedung SMEnt, aku tak lagi membuang waktuku dan langsung mengatakan yang sebenarnya pada Soo Jung.
"Mianhae Soo Jung-ah. Seharusnya sejak awal ku katakan yg sebenarnya pada mu."
"Mwo? Musun Suriya?" Soo Jung mengernyitkan dahinya tak mengerti. Dia menatapku lekat. Menuntut jawaban dari ketidakmengertiannya lewat tatapan matanya.
"Coklat dan bunga itu. Sebenarnya...."Myungsoo member jeda sesaat untuknya mengambil nafas sebelum melanjutkannya kembali. "Untuk Jiyeon."
"Sung Jong salah menempelkan memo yang harusnya ia letakan di tasnya Jiyeon. Aku minta maaf. Aku tak ingin kau salah paham lagi atas sikapku padamu. Aku...."
"Arra.."
"Mwo?" dia tahu? Apa maksdunya? Batin ku tak mengerti.
"Aku tahu. Sung Jong sudah mengatakannya padaku." Ucapnya memberiku penjelasan.
"Mwo?" aku benar-benar terkejut di buatnya. Dia sudah tahu dan bersikap seolah-olah tidak tahu? Geu yeoja jinjja..
"Nan arrayo. Keundae.. kau sudah terlanjur membuatku berharap padamu. Kecelakaan kecil yang Sung Jong ciptakan, merupakan takdir yang membawa ku kepadamu. Dan kau tak mungkin bisa menghindari takdir yang sudah menghubungkanmu dengan ku." Kata Soo Jung datar.
"Neo.... Micheoseo? Bagaimana bisa kau menentukan takdir seseorang? Kalau kau sudah tahu bahwa bukan kau wanita yang ku sukai, harusnya kau mengatakannya pada ku dan bukan berpura-pura berperan sebagai korban yang tidak tahu menahu tentang masalah ini." Ucapku dengan nada tinggi yang membuatnya beralih menatap ku tajam.
"Memangya kenapa jika bukan aku wanita yang kau sukai? Aku akan membuat kau menyukaiku dengan mudah. Lihat saja nanti." Ucapnya mengancam kemudian pergi meninggalkan ku yang masih terpaku disana. Gadis itu nampak sangat ambisius dan menyeramkan. Tapi, hal ini juga bukan sepenuhnya salahnya.
Jika saja saat itu aku yang meletakan memo itu sendiri di tas milik Jiyeon dan bukannya meminta Sung Jong yang melakukannya. Mungkin kejadian seperti ini tak perlu terjadi.
Haaahh... aku mengacak rambutku frustasi. Hal ini lebih rumit ketimbang harus menerima reaksi Soo Jung yang kecewa dan menangis. Kini, ia justru tidak mau melepaskan aku.
**
"Eoh? Jeongmalyo? Algesseo. Aku akan menjemputnya sekarang."
Aku memperhatikan eomma yang nampak gusar setelah menerima telfon dari seseorang.
" Nugu?" tanya ku pada eomma yang kini nampak panik meraih tas kulit kesayangannya yang ada di samping ku.
"Jiyeon eomma."
"Tae Hee eommonim?"
"Ne.. dia memintaku untuk menjemput Jiyeon di kantor polisi."
"Mwo? Kantor polisi? Wae geurae?" tanyaku cemas. Segera ku ambil handphone ku yang ku letakan di nakas dekat televisi untuk segera menyusul eomma yang sudah keluar menuju basemant untuk mengambil mobil. Namun getaran di hp ku dan isi pesan di dalamnya menghentikan langkahku.
From : Jung Soo Jung
- kita harus bicara. Ini tentang Jiyeon. –
Dengan sigap langsung ku hubungi si pengirim pesan.
"Yeobeoseyo?"
..
"eoh. dimana kau sekarang?"
..
"baiklah aku akan segera menemuimu."
..
Segera ku ambil kunci motor yang tergantung di atas televisi dan menemui yeoja ambisius yang menyeramkan itu.
**
"Apa yang kau lakukan pada Jiyeon?" tanya ku sesampainya di Sungai Han, tempat yeoja itu menunggu ku.
"Eoh? Waseo? Kemarilah.. jangan jauh-jauh dariku." Ucapnya santai melambaikan tangan memintaku datang menghampirinya.
"Aku tak melakukan apapun Myungsoo-ya.. aku hanya memberitahu Eunjung Seonbae juga Hyomin seonbae begitu pula seonbae-seonbae yang lain bahwa penyebab batalnya pementasan mereka sebagai wakil dari sekolah kita adalah karena haksaeng tingkat 1 Park Jiyeon." Katanya memberi penekanan pada nama Jiyeon dan itu membuat darah ku mendidih.
"Apa kau gila? Apa yang sebenarnya kau inginkan?" akhirnya ku hampiri yeoja gila ini dan mencengkram kedua bahunya kencang.
"Ah.. kau menyakitiku Myungsoo-ya." Ucapnya meringis. Aku hilang kendali dan menyakitinya.
"Mianhae." Kataku akhirnya melepaskan cengkraman ku.
"Jadilah kekasihku. Berusahalah untuk menyukaiku. Itulah yang aku inginkan."
"Mwo?" aku tersentak, keinginannya membuatku terkejut.
"Sebenarnya apa kesalahan Jiyeon padamu? Meskipun kalian rival dalam bidang akademik. Tapi Jiyeon tidak pernah mengusik atau mengganggu kehidupanmu. Lagi pula bukan Jiyeon yang menjadi penyebab gagalnya para seonbae kita untuk menjadi perwakilan dari sekolah kita di festival music seoul saat itu. Tapi karena keinginan kepala sekolah agar para seonbae tingkat 3 fokus pada ujian akhir mereka." Kata ku pelan namun penuh emosi di dalamnya.
"Aku tak peduli kebenarannya." Kata Soo Jung dingin.
"Dan kau benar. Bukan Jiyeon yang salah disini. Tapi kau! Kau lah yang salah disini." Lanjut Soo Jung penuh penekanan dengan linangan air mata yang sudah membanjiri ke dua pipinya.
Myungsoo hanya dapat menghela nafas panjang dang mengacak rambutnya gusar.
"Baiklah! Aku akan mencoba untuk menyukaimu. Tapi jika nanti aku tetap tidak bisa menggantikan posisi Jiyeon di hatiku. Ku mohon lepaskan dan lupakan aku. Jebal." Ucapku akhirnya.
Flashback end-
"Jadi.. Krystal yang membuat ku harus pergi ke Busan dan berpisah darimu?" Gumam Jiyeon pelan.
"Jangan terlalu di pikirkan, yang sudah berlalu biarlah berlalu." Ku genggam ke dua tangannya yang mengepal di atas meja. Kulihat iya beralih dari posisi menunduknya kini menatap ke dua tangannya yang ku genggam.
"Jangan terlalu stress. Uisa bilang kau tidak boleh terlalu stress. Mian karena harus menceritakanmu tentang hal ini." Sekarang aku lah yang menundukan kepalaku merasa bersalah.
"Gwaenchana. Ini bukan salahmu."
Aku mendongak seketika. Aku benar-benar terkejut dengan apa yang sekarang terjadi. Jiyeon membalas genggaman tanganku. Ya Tuhan.. Jiyeon benar-benar menggenggamnya. Apa dia sudah mulai menerima hati dan perasaanku?
"Myungi~~~~" Jiyeon melambaikan tanganya tepat di depan wajahku.
"Neo gwaenchana? Sudah ku bilang itu bukan salahmu. Kau tak perlu minta maaf dan merasa bersalah pada ku. Nan jeongmal gwaenchana."
"Eoh?... ye.." Jawabku yang sudah tersadar dari keterkejutan ku. Kulihat tangan mungil Jiyeon masih menggenggam ke dua tangan ku. Sampai ringtone handphone nya membuatnya beralih dan melepaskan genggaman tangannya dariku.
"Yeobeoseyo?"
..
"Sora-ya??? Wae Geurae??." Raut wajah Jiyeon berubah panik.
..
"MWO?.. JB wae irae??" Jiyeon tiba-tiba bangkit dari duduknya dengan gusar. JB? Ada apalagi dengan namja itu? tak bisakah ia memberi kami waktu berdua lebih lama? Selalu saja mengganggu.
..
"Tenanglah dulu dan katakan lokasi kalian saat ini." Jiyeon nampak gusar meraih slink bag nya yang ia letakan di atas meja.
..
"Arraseo. Aku segera kesana? Jeongmal gidaryeo!"
..
Jiyeon bergegas pergi setelah menutup sambungan telfonya dan memasukannya ke dalam slink bag milik nya. Aku tahu siapa yang tadi menelfonya. Kang Sora. Entah apa yang dia katakan pada Jiyeon. Aku yakin itu tentang JB.
"Jangan pergi!." Ku tahan pergelangan tangannya yang hendak pergi melewatiku.
"Myungie~~" lirih Jiyeon.
"Tteonakajima!" Jiyeon hanya menatapku sendu. Seolah memohon pada ku untuk membiarkannya pergi lewat tatapan matanya.
" Jebal! Jebal nal tteonakajima!" Pinta ku memohon.
"Myungie mianhae." Jiyeon melepaskan genggaman tangan ku perlahan.
"Jeongmal mianhae." Katanya lagi mengecup singkat puncak kepala ku lembut sebelum akhirnya benar-benar pergi meninggalkan ku yang tengah tertunduk menyembunyikan air mata yang sudah mengalir entah sejak kapan.
Park Jiyeon. Kau meninggalkan ku lagi.
"Kim Myungsoo?" sapa seseorang yang ku kenal membuatku mendongakan kepalaku menatap sosoknya.
"Sung Jong?"
"Ternyata benar kau. Apakah wanita yang tadi itu Park Jiyeon?" nampaknya Sungjong sudah memperhatikan kami sejak tadi. Ia langsung mengambil tempat duduk di hadapanku. Di tempat yang sebelumnya Jiyeon duduki.
"Eoh." Jawabku datar dan mengalihkan pandanganku ke luar jendela mencari bayangan dari sosok yang ku cintai. Dia sudah benar-benar pergi.
"Aku melihat kalian di tv....di audisi Star Competition. Kau.... masih menyukainya?" tanya Sungjong kemudian.
Aku tak menjawab. Hanya memberikan senyuman getirku padanya. Mungkin lebih tepatnya senyuman mirisku.
**
-Author POV-
Tepat 1 minggu sebelum final Star Competition.
Sekaligus hari kelulusan Myungsoo sebagai mahasiswa terbaik milik Kyunghee. Myungsoo bahkan lulus dengan predikat Cumlaude dalam kurun waktu yang terbilang singkat. Otak jeniusnya mampu membuatnya mengenakan topi toga hanya dalam waktu 3 tahun saja.
Myungsoo yang sudah nampak rapih dengan setelan jas dan dasi yang terpasang sempurna di kerahnya nampak cemas di kursi para mahasiswa yang menunggu giliran untuk di panggil ke depan rektor untuk menerima piagam kelulusan disana.
Namun bukan cemas karena menunggu giliran dipanggil. Melainkan Myungsoo nampak berulang kali menoleh ke arah pintu utama aula Kyunghee yang tak menunjukan sosok yeoja yang ia cari.
Ya, Kim Myung Soo menunggu kehadiran Jiyeon datang di acara kelulusannya. Sebelumnya, eomma Myungsoo sudah mengatakan padanya bahwa Jiyeon tidak dapat hadir hari ini karena ada urusan penting yang ia urus. Urusan apa yang lebih penting dari kelulusannya? Bukankah Jiyeon pernah berjanji akan datang pada hari Myungsoo wisuda? Lalu sejak kapan Park Jiyeon menjadi seorang pembohong yang mengingkari janjinya? .
-Krieeekkkk-
Pintu Aula nampak terbuka. Besar harapan Myungsoo bahwa yang masuk kali ini adalah yeojanya. Tapi pupus pula harapan Myungsoo ketika sosok yeoja yang terlihat kini adalah Krystal yang tengah melambaikan tangan padanya. Dan kemudian duduk di samping eomma Myungsoo juga para undangan yang lain.
Hati Myungsoo terasa sakit dan hampa. Jiyeon benar-benar mengingkari janjinya. Senyuman sumbang nampak menghiasi wajah tampan milik Myungsoo sebelum langkah kakinya berjalan menghadap rektor yang telah memanggil nama Myungsoo sebagai mahasiswa berikutnya yang akan diberikan piagam kelulusan.
Flashback
"Kenapa kau tak mendaftar di Kyunghee saja?" ujar Myungsoo setelah meletakan kardus terakhir milik Jiyeon di dalam apartment.
"Shireo! Aku tak mau menjadi hoobae mu disana!" sahut Jiyeon tanpa menoleh dan tetap pada kegiatannya merapihkan barang-barang nya. Ya, hari ini adalah kepindahan nya kembali ke Seoul setelah beberapa tahun tinggal di Busan. Kini Jiyeon akan melanjutkan pendidikannya yang terhenti untuk mengikuti pelatihan trainee sebagai anak asuh Q Ent setelah ia lulus SMA. Lebih tepatnya pelatihan trainee yang terpaksa ia ikuti karena tak lolos dalam ujian masuk Yonsei University bersama Seungho dan Pul Ip.
"Yaaakk... seharusnya kau senang jika pria tampan seperti ku menjadi seonbae mu." Sungut Myungsoo tak terima.
"Tch? Tampan?" Cibir Jiyeon
"...... Boleh lah untuk ukuran kutu buku yang suka belajar seperti mu. Kau lumayan juga." Lanjut Jiyeon setelah berpura-pura berpikir lama.
"Yaak!! Apa maksudmu?? Aku ini memang tampan tahu!" Sahut Myungsoo yang entah sejak kapan sudah ada di hadapan Jiyeon, mencubit kedua pipi Jiyeon yang juga memberikan perlawanan dengan mencubit hidung mancung milik Myungsoo, hingga akhirnya mereka berdua terjatuh di sofa cream yang masih tertutupi kain putih.
Gelak tawa menggema di seluruh penjuru ruangan yang hanya ada mereka berdua saat ini ketika Jiyeon dan Myungsoo menyadari betapa kekanak-kanakannya tingkah mereka. Tawa mereka terhenti ketika manik mata Jiyeon dan Myungsoo saling terperangkap dalam tatapan mata masing-masing.
Beberapa detik berlalu. Jiyeon dan Myungsoo hanya saling menatap tanpa interaksi apapun sampai getaran handphone Jiyeon di meja kaca dekat sofa menyadarkan mereka kembali. Myungsoo langsung beranjak dari posisi yang sebelumnya ada diatas Jiyeon. Membiarkan Jiyeon bangkit untuk meraih ponselnya. Dan Myungsoo melanjutkan kembali kegiatannya membantu Jiyeon mengeluarkan barang-barang yeoja itu dari dalam kardus besar. Walaupun sebenarnya ekor mata dan telinganya masih nampak mengawasi pembicaraan Jiyeon dengan seseorang di telfon.
..
"Nde~ yeobeoseyo JB-ah... "
..
"Eoh ? kau juga sudah berada di Seoul?"
..
" Jinjjayo?..."
..
"arra. Besok aku akan membantumu merapihkan apartment mu."
..
"Nde.. gwaenchana." Suara Jiyeon terdengar sangat manis pada seseorang yang ia panggil JB itu. Hah. Menyebalkan sekali bagi Myungsoo. Walaupun Jiyeon sudah kembali ke Seoul, ia masih dipisahkan oleh status Jiyeon yang merupakan kekasih dari namja lain. Tapi Myungsoo tak akan menyerah. Sebelum sebuah cincin melingkar di jari manis Jiyeon, maka masih banyak kesempatan untuknya. Tekad Myungsoo bulat.
**
"Myungsoo-ya.. panggil Jiyeon kemari nak!. Makan malam sudah siap." Perintah Eomma Myungsoo yang nampak sibuk menata meja makan di ruang tamu apartmen Jiyeon kepada putranya yang masih sibuk berkutat dengan barang-barang Jiyeon yang masih berada di dalam kardus.
"Ne, eomma." Sahut Myungsoo setengah berteriak.
Malam ini adalah pesta penyambutan kembalinya Jiyeon ke Seoul. Ny Kim sangat senang akan hal itu. Jiyeon sudah ia anggap seperti anak perempuannya sendiri, semenjak Tae Hee sahabatnya menitipkan Jiyeon padanya. Tae Hee masih tak sanggup melihat wajah Jiyeon yang mengingatkan Tae Hee pada ayah Jiyeon yang sudah mengkhianatinya dengan wanita lain yang merupakan rekan bisnisnya.
Tak lama, Jiyeon dan Myungsoo datang dan mengambil tempat duduk berdekatan.
"Woaah... aroma masakan eommoni,...... aku sangat merindukannya." Ucap Jiyeon antusias menatap semua jenis makanan yang telah tertata rapih diatas meja. Membuat Jiyeon berulang kali menelan salivanya karena tak tahan untuk segera melahap semuanya. Ia sangat merindukan masakan Ny Kim yang sudah ia anggap seperti eommanya sendiri.
"Kau yakin tidak ingin mendaftar di Kyunghee saja?" pertanyaan Ny Kim yang sebelumnya sudah Myungsoo tanyakan.
"Mmm.. keuge... Kim Sajangnim memerintahkan kami untuk mendaftar di Kirin. Aku tak bisa menolaknya karena itu merupakan syarat untuk debut kami nanti." Jawab Jiyeon setelah berhasil menelan kunyahan pertamanya. Myungsoo hanya mengangguk saja mendengar percakapan dua wanita yang sangat berharga baginya itu, sembari terus memasukan suap demi suap makanan ke dalam mulutnya.
Jiyeon memang tak punya pilihan lain. Mungkin karena rektor dari Universitas Kirin merupakan adik kandung dari CEO Q Ent yang membuat presdirnya itu memerintahkan para traineenya termasuk Jiyeon untuk melanjutkan pendidikan mereka disana.
"Sayang sekali. Padahal eomma akan sangat tenang jika kalian satu sekolah lagi. Karena ada Myungsoo yang akan menjagamu." Kata Ny Kim pelan.
"Tenang lah eomma. Aku akan tetap menjaga Jiyeon meski kami tidak satu universitas." Sahut Myungsoo yang sudah menyelesaikan makan malamnya.
"Eoh. Tenanglah eommoni. Dia bahkan lebih protektif dari dirimu." Sahut Jiyeon berpura-pura berbisik namun terdengar jelas di telinga Myungsoo.
"Yakk! Mworago?" Myungsoo melingkarkan lengan kirinya di leher Jiyeon dan menjitak pelan kepala Jiyeon yang di sambut Jiyeon dengan rintihan yang diselipkan gelak tawa.
"Ampuun Myungie~ appo."
Ny Kim tertawa geli melihat kelakuan anak-anaknya yang sangat akrab itu. dia berharap mereka akan terus seperti itu dan tak akan terpisah lagi. Myungsoo berubah menjadi sosok yang agak pendiam setelah kepergian Jiyeon ke Busan. Ia tak ingin hal itu terjadi lagi pada putranya.
"Cepatlah lulus dan bangun studio musikmu sendiri Soo-ah! Supaya kau bisa fokus untuk menjaga Jiyeon." Ujar Ny Kim menghentikan candaan kecil Myungsoo pada Jiyeon.
"Geureomyo eomma. Aku akan lulus lebih cepat dan mendapatkan predikat Cumlaude untukmu." Myungsoo menepuk dadanya yakin.
"Kalau kau benar-benar mendapat predikat cumlaude. Maka aku akan datang di acara wisuda mu dengan 100 bucket bunga mawar untuk hadiah kelulusanmu." Kata Jiyeon mengejek.
"Yaksok?!" Myungsoo menyodorkan jari kelingkingnya yang langsung di sambut jari kelingking milik Jiyeon.
"Yaksok!." Kata Jiyeon menunjukan deretan gigi putihnya.
Flashback end-
"Kenapa kau kemari? Aku tidak mengundangmu." Kata Myungsoo pada yeoja yang tengah memberikan selamat padanya.
"Jiyeon yang memberi undangan ini pada ku." Krystal menunjukan sebuah undangan di hadapan Myungsoo.
Myungsoo meraih undangan yang di tunjukan Krystal padanya. Menatap nanar undangan yang ia kirimkan ke apartment Jiyeon minggu lalu. Yeoja itu! Dia tak datang dan malah memberikan undangannya pada yeoja lain?
"Jiyeonmu datang." Ujar Ny Kim seakan mengetahui pemikiran putranya itu.
" Seratus bucket mawar itu adalah tanda kedatangannya." Ny Kim menunjuk ke seratus bucket mawar yang berjejer rapih dengan tatapan matanya. Kemudian memberikan surat bersampul merah muda pada putra kesayangannya. Yang ia yakini adalah dari Jiyeon.
Pemikiran buruk Myungsoo terhenti ketika manik matanya menangkap jejeran bucket mawar bertuliskan ucapan selamat untuk kelulusan Kim Myungsoo di sepanjang lorong Universitas Kyunghee.
"Kau datang Jiyeon-ah? Jeongmalyo?" batin Myungsoo lirih.
Disisi lain seorang yeoja nampak bersandar pada dinding Universitas Kyunghee dengan wajah sendunya. Park Jiyeon datang. Dengan seluruh perasaan bersalahnya.
Semenjak peristiwa di Coffe Shop waktu itu. Saat Kang Sora menghubunginya dan ia terpaksa meninggalkan Myungsoo dengan segala perasaan yang belum ia ungkapkan pada sahabat kecilnya itu, untuk menemui JB yang sedang membutuhkan bantuannya. Ia tak pernah datang lagi untuk menemui Myungsoo ataupun menunjukan batang hidungnya pada Myungsoo.
Di ruang latihan Kirin. Di Q Ent Building. Bahkan di apartment nya. Myungsoo tak pernah melihat Jiyeon lagi. Final Star Competition yang semakin dekat membuat Myungsoo makin cemas untuk mencari keberadaan Jiyeon yang tak ia ketahui. Bahkan ia tak bisa memberitahukan perihal menghilangnya Jiyeon yang tiba-tiba menjelang final kepada Kim-sajangnim. Karena hal itu akan berdampak buruk bagi karir Jiyeon di Q Ent nanti. Maka Myungsoo bertekat sekuat tenaga untuk mencari yeoja yang merupakan rekan duet sekaligus yeoja yang sangat ia cintai itu. Sebelum final star competition. Myungsoo harus sudah menemukan Jiyeon!
Sementara Park Jiyeon. Yeoja yang sedang ia cari-cari, sedang di hadapkan pada pilihan yang sangat sulit. Antara namja yang sedang membutuhkan bantuannya. Dan namja yang begitu ia butuhkan untuk terus berada disisinya.
**
"Park Jiyeon?"
Jiyeon menoleh ke arah suara yang memanggil namanya.
"Nugu?"
Si pemilik suara melepas kacamata hitam yang menutupi matanya.
"Sung Jong?" Jiyeon menegakkan badannya dari dinding Universitas Kyunghee.
"Yeogiseo mwohae?"
"Aku datang untuk memberi ucapan selamat pada teman lama ku..."
"Rekan duet mu." lanjut Sungjong memperjelas.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Sung Jong pada Jiyeon yang nampak sedang mengalihkan pandangannya pada namja yang sedang menatap 100 bucket mawar pemberiannya. Namja yang di maksud Sung Jong. Dan kemudian beralih menatap Sung Jong untuk menyetujui permintaannya dengan anggukan lemah.
**
Myungsoo menatap ke seratus bucket mawar merah yang Jiyeon kirimkan padanya dengan tatapan yang tak bisa author artikan. *kalian bisa membayangkannya sendiri yaa readers^^
Tangannya mengepal kuat. Meremas sepucuk surat bersampul merah muda yang sebelumnya diberikan Ny Kim pada nya. Yang sepertinya adalah surat dari Jiyeon.
Sebuah tangan menyentuh pundaknya lembut. "Bukankah sudah ku bilang? Jiyeon akan mengabaikan perasaan mu demi namja lain. Sama seperti dirimu yang mengabaikan perasaan ku demi dirinya."
Myungsoo membalikan badanya menghadap yeoja yang sedari tadi menemaninya.
"Haengbokhae? Apa kau puas melihatku bernasib sama seperti dirimu?" Tanya Myungsoo sarkastis. Krystal tak menjawab. Hanya menatap manik mata Myungsoo yang setajam elang kini tengah berkaca-kaca. Hanya karena seorang Park Jiyeon?
Benarkah ia senang melihat Myungsoo mengalami cinta sepihak seperti dirinya? Benarkah ia puas melihat Myungsoo merasakan hal yang sama seperti saat perasaanya di abaikan oleh Myungsoo? Krystal tak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Yang jelas ia merasakan sesak di dadanya melihat namja yang masih ia sukai menangisi wanita lain. Ia tak tega melihat manik mata Myungsoo yang berkaca-kaca karena Jiyeon.
Krystal memandang sendu punggung tegap milik namjanya itu. Yang kini semakin menjauh dari pandangannya. Dan menghilang di lorong Universitas Kyunghee.
Flashback
"Ini adalah daftar obat yang harus kau tebus agashi."
"Eoh? Nde.. khamsahamnida." Jiyeon membungkuk sopan setelah menerima selembar daftar obat-obatan yang harus ia tebus dari seorang perawat yang baru saja datang untuk memeriksa keadaan pasien.
Jiyeon menatap iba namja yang masih terbaring lemah dengan banyak selang yang terpasang di hampir sebagian wajahnya. Sebelum melangkah keluar meninggalkannya sendiri.
Langkah Jiyeon kembali terhenti melihat seorang yeoja yang bersandar di dekat pintu kamar pasien yang baru saja ia tutup.
"Mwohaeyo?" tanya Jiyeon ketus. Yang di tanya hanya tersenyum kecil sebelum menegakkan badanya dan menatap mata Jiyeon tajam.
"Bukankah hari ini adalah hari terpenting untuk sahabatmu sendiri? Dan kau malah disini mengurus pacar orang lain yang hampir mati?"
-PLAKK-
Tamparan yang tidak begitu keras mendarat di pipi mulus seorang personil F(x). Krystal tertawa kecil sambil memegangi pipinya yang di tampar oleh Jiyeon.
"Kau begitu bermurah hati Nona Park! Bahkan tamparanmu tidak membuat pipiku merasakan sakit seperti yang kurasakan disini." Krystal menepuk-nepuk dadanya kasar.
Jiyeon menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan melihat reaksi yeoja yang ada di hadapannya saat ini. Ia tahu benar Krystal sangat peduli pada Myungsoo-sahabatnya-. Tingkah lakunya yang sangat menyebalkan pada dirinya adalah semata-mata karena Myungsoo. Karena cemburu pada kedekatan Myungsoo dengannya. Dan karena Myungsoo menyukainya.
Ya. Jiyeon mengetahuinya setelah mendengar cerita Myungsoo di Coffe Shop langganan mereka. Coklat dan mawar yang Myungsoo berikan pada Krystal saat di Gyeongpo seharusnya adalah untuk Jiyeon. Krystal pasti sangat kecewa saat mengetahui yang sebenarnya. Jiyeon dapat memaklumi hal itu. Karena ia juga pernah merasakan cinta sepihak seperti yang Krystal alami.
"Geurae arraseo. Apa yang kau inginkan dariku.?"
Krystal nampak merogoh sesuatu dari dalam tas miliknya.
"Igeo! Ini seharusnya untuk mu." Krystal meletakan sebuah bingkai kaca yang berisi setangkai mawar yang sudah kering beserta bungkus coklat yang sudah tidak utuh lagi isinya di kedua telapak tangan Jiyeon.
"Aljanhi ! Seharusnya kau sudah mengetahuinya. Geutchi?"
Jiyeon tak menjawab. Hanya memandang nanar pemberian Krystal yang ada di tangannya saat ini.
Kau begitu mencintai Myungsoo ya? Aku bahkan hanya bisa membuat Myungsoo kecewa. Aku tak pantas menjadi sahabatnya lagi. Myungsoo selalu berada disisiku dan selalu ada untuk melindungiku. Tapi apa yang ku lakukan? Aku justru mengabaikan perasaannya dan bahkan mengingkari janjiku sendiri. Batin Jiyeon lirih.
"Pergilah ke acara kelulusan Myungsoo, Jebal!" Jiyeon sontak mendongakan kepalanya saat mendengar Krystal memohon padanya. Yeoja seangkuh Krystal bahkan rela memohon pada rivalnya demi Myungsoo. Yeoja ini lebih peduli pada Myungsoo ketimbang dirinya.
"Apalagi yang kau tunggu?! Cepat temui Myungsoo di acara terpenting untuknya. Dia pasti sedang menunggu kehadiranmu!." Krystal mengguncang-guncangkan tubuh Jiyeon yang tak bergerak sama sekali dari posisinya.
Bukannya berlari keluar rumah sakit untuk menuju Universitas Kyunghee, Jiyeon justru masuk kembali ke dalam kamar pasien dan keluar dengan membawa sesuatu di tangan kanannya.
"Pergilah temui dia." Krystal membulatkan matanya tak percaya. Park Jiyeon justru memberikan undangan wisuda Kim Myungsoo padanya. Jiyeon meraih tangan Krystal dan meletakan undangan itu di genggamannya.
"Sampaikan maafku padanya. Dan gantikan aku untuk memberinya ucapan selamat..."
"Geurigo... terimakasih sudah mengembalikan apa yang seharusnya menjadi milikku." Lanjut Jiyeon, mengangkat bingkai kaca yang Krystal berikan padanya.
Flashback end-
**
......................................................
Kepada : Myungie ku
–sahabat yang begitu ku cintai-
Mianhae....
Mian, untuk janji yang telah ku ingkari.
Mian, untuk membuat mu kecewa.
Mian, untuk perasaan yang telah kau buang sia-sia hanya untuk nappeun yeoja seperti ku.
Jangan menatapku dengan tatapan penuh harap.
Jangan berbicara tentang cinta pada ku dengan mudahnya.
Jika kau ingin hatiku, kau perlu mengambil rasa sakitku juga.
Karena kau akan tertusuk oleh duriku suatu hari nanti.
Jangan mencintaiku!
Kau belum begitu tahu tentang diriku.
Pergi saja dari ku.
Dan jangan mencari ku.
Jangan datang pada ku lagi.
Cintaku seperti 100 bucket mawar merah yang ku kirimkan padamu.
Memang terlihat cantik.
Tapi duri tajamku akan menyakitimu.
Cintaku seperti 100 bucket mawar merah yang penuh duri.
Ya, itu memang harum.
Tapi semakin kau dekat, semakin aku akan menyakitimu.
Melihat kepercayaan dirimu padaku,
Membuatku merasa begitu buruk untukmu.
Kepercayaan dirimu padaku membuatku merasa sedih dan terbebani.
Cinta? Itu sia-sia bagiku.
Bagiku cinta merupakan teman terbaik dari sebuah obsesi.
Jadi lari saja dari ku!
Karena perasaanmu untuk ku harus berakhir disini.
Aku tak ingin duriku menyakitimu lebih dalam lagi.
Jadi, pergi saja dariku.
Hiduplah dengan baik,
Dan temukan yeoja yang baik untuk mu.
Sahabat yang selalu menyayangimu,
-Park Ji Yeon-
.....................................................
Kim Myung Soo mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangan kekarnya. Meski telah membacanya berulang kali, ia masih tidak bisa menerimanya begitu saja.
Benarkah Jiyeon memintanya untuk pergi? Meninggalkannya? Dan tak boleh menemuinya lagi?
Keundae wae?? Apa salah Myungsoo padanya? Apa karena Myungsoo menyatakan perasaannya? Kalau begitu Jiyeon bisa menolaknya saja dan mereka bisa bersikap seperti biasanya lagi.
Tapi benarkah Myungsoo bisa bersikap biasa saja jika nanti Jiyeon menolaknya? Setidaknya itu lebih baik ketimbang harus menjauhi Jiyeon dan tak bisa bertemu dengannya lagi.
Myungsoo menatap nanar lampu yang tergantung di atas tempat tidurnya. Membayangkan cahaya lampu itu adalah wajah yeojanya yang sedang menangis. Entah kenapa hati Myungsoo seperti teriris jika mengingat wajah Jiyeon yang sedang menangis. Bagaimana jika Myungsoo menjadi salah satu penyebab air mata Jiyeon yang mengalir.
Terbebani? Benarkah perasaan yang Myungsoo milikki untuk Jiyeon membuat yeoja itu terbebani?
Myungsoo bangkit dari tempat tidurnya dan meletakan sepucuk surat yang sudah tidak begitu jelas bentuknya-karena telah di buang dan di pungut berulang kali olehnya- di atas nakas dekat tempat tidurnya. Ia meraih handuk yang di gantung di dekat lemari pakaiannya sebelum memasuki kamar mandi.
Myungsoo memutuskan untuk tetap mempercayai Jiyeon sampai Final Star Competition nanti. Myungsoo tak akan pergi begitu saja sebelum mendengar penjelasan langsung dari bibir Jiyeon sendiri. Dia tetap akan menunggu Jiyeon.
**
-JIYEON POV-
Aku berlari menyusuri lorong Rumah Sakit Hanshin dengan gusar. Mencari kamar pasien yang sebelumnya di beritahu Sora lewat telfon.
[ A 212 ]
Ah cham, aku menemukannya. Ku buka pintu nya perlahan. Sosok seorang namja yang penuh dengan selang di bagian hidung dan mulutnya membuat ku tak tahan untuk menahan air mata yang sudah di pelupuk mata.
Ku tutup mulut ku dengan kedua tangan yang bergetar agar isakan tak terdengar dari bibirku. Perlahan dengan langkah kaki yang ikut bergetar, ku dekati sosok namja yang tengah berbaring di ranjang Rumah Sakit Hanshin. Dada bidangnya yang turun naik menandakan bahwa ia masih bernafas. Dahaengida! Setidaknya tuhan masih memberinya kesempatan sekali lagi.
Aku memang masih membencinya, dan berharap dia akan merasakan sakit yang ku rasakan. Geuraedo.. bukan hal ini yang ku inginkan. Aku tak sungguh-sungguh membencinya. Aku hanya marah. Kesal, juga iri pada yeoja yang namja ini cintai saat ini. Tapi aku sungguh tak mengharapkan ini semua terjadi.
Jamkanman! Sora eodiga? Kenapa JB di tinggal seorang diri? JB eomma tinggal di Jeju bersama halmeoni dan harabeoji nya JB. Jadi mereka tidak akan tiba di Seoul dalam waktu dekat. Lalu dimana yeoja itu? bukankah dia yang memberitahu Jiyeon keadaan JB?
-kaotalk-
1 pesan masuk dari Kang Sora.
-Seonbae. Jwesonghaeyo. Jebal! jaga JB untukku. Anhi.. untuk mimpinya. Jebal bantu dia mewujudkan mimpinya untuk segera debut menjadi seorang Idol. Aku harus pergi. Dengan tidak adanya diriku disisinya, aku yakin akan mudah baginya untuk mengejar mimpinya. Aku percayakan JB pada mu seonbae. Mianhamnida telah merepotkanmu. Khamsahaeyo untuk kemurahan hatimu.-
Aku tak mampu untuk berkata-kata lagi. Tawa sumbang dan air mata ku tak dapat lagi ku tahan. Gadis ini sungguh keterlaluan.
"I Bwa !! inikah gadis yang kau perjuangkan sampai rela mengorbankan impian terbesarmu? Pabo !" maki ku pada namja bodoh yang masih belum tersadar. Menunjukan layar handphone ku yang berisi kakao talk dari Sora pada JB yang ku yakin tak dapat mendengar apalagi membacanya.
Michigetda. Ku rasa aku benar-benar akan gila. Batin ku. Mengusap wajahku kasar. Air mata ku lolos lagi, mengalir semakin deras di kedua pipi ku.
**
Hari ini adalah hari yang penting. Ku tandai tanggal hari ini dengan bentuk hati di kalender handphone ku.
"Mian. Aku melanggar janjiku sendiri." Ku pandangi foto namja yang tengah menunjukan deretan gigi putihnya dengan seragam Jaekyung School yang sangat ku rindukan. Aku tersenyum kecil. Sebelum beralih pada bingkai kaca di atas nakas dekat jendela rumah sakit.
"Mawar dan coklat ini sudah berada ditangan pemiliknya. Gomawo." Ku peluk bingkai kaca yang berisi mawar kering itu juga bungkus coklat yang tidak utuh lagi isinya. Ku pejamkan mataku, merasakan kehadiran namja yang seharusnya memberikan benda-benda ini pada ku.
"Mian." Kata itu lagi yang mampu keluar dari bibirku. Kali ini aku mampu menahan air mata yang sebenarnya kurasa sudah mengering. Mungkin sudah benar-benar habis.
Ku alihkan lagi pandanganku, menatap namja yang kini sudah bebas dari semua jenis selang yang sebelumnya terpasang di wajah tampannya.
...
"Musun suriya uisa?" tanyaku pada pria paruhbaya yang menangani operasi dan perawatan pemulihan JB.
"Dia harus berhenti menari, nona. Bila di paksakan....." Dr.Choi menghentikan sejenak penjelasannya. " bila di paksakan kakinya bisa mengalami kelumpuhan total." Lanjutnya yang membuatku lemas seketika
...
Bagai mana bisa? Menari. Dance. Music. Semua itu adalah duniannya JB. Bagaimana bisa aku memintanya untuk berhenti dari semua itu. Maldeo andwae. Nan jeoldae mothae. Aku sungguh tak bisa melakukannya. Eotheokkae? Myungie-ya?
Hassh jinjja. Pada akhirnya hanya nama itu yang mampu ku sebut. Mengingatkanku kembali pada rasa bersalahku.
Ku raih slink bag diatas nakas yang sama tempat ku meletakan bingkai kaca. Membawa nya keluar rumah sakit.
"Mian. Aku hanya pergi sebentar. Ada yang harus ku lakukan." Kataku pada JB yang masih belum tersadar dari tidur panjangnya. Setelah itu benar-benar pergi ketempat seseorang yang membuat bibir ku selalu memanggil namanya.
**
Deretan mobil mewah nampak berjajar rapi di depan gedung Universitas Kyunghee. Ratusan bucket bunga berisikan selamat untuk para mahasiswa yang lulus tahun ini sudah berjajar di sepanjang lorong Universitas Kyunghee, menandakan tengah berlangsungnya acara wisuda.
Pintu utama aula yang besar hanya mampu ku pandangi tanpa mampu untuk membukanya.
Aku dapat merasakan senyum tipis mengembang di wajahku membayangkan sosok namja itu berdiri di depan pintu aula untuk menyambut pelukanku.
Tapi, tidak. Itu hanya imajinasi egoisku saja.
"Chukkaehamnida." Ucapku pelan pada sosok bayangan yang sangat ingin ku peluk saat ini. Kemudian ku tatap 100 bucket mawar yang sudah ikut berjejer rapih dengan bucket bunga lainya sebelum ku langkah kan kaki ku kembali menjauhi area aula milik Universitas Kyunghee ini.
**
"Kenapa kau kemari? Aku tidak mengundangmu." Suara namja yang sangat ingin ku temui saat ini namun tak bisa.
"Jiyeon yang mengundang ku." Sahut seorang yeoja yang juga ku kenali suaranya. Aku tak sanggup lagi bersembunyi di balik dinding. Ingin sekali melihat wajah namja itu sebelum benar-benar meninggalkan Universitas Kyunghee, juga Kim Myungsoo.
Ku urungkan niat ku untuk melihat wajahnya. Karena jika ku lakukan, maka akan berat bagiku untuk bisa meninggalkanya.
"Park Jiyeon?" aku menoleh ke pemilik suara yang memanggil nama ku.
"Nugu?" aku seperti mengenal sosok namja berkacamata hitam di depan ku ini.
Si pemilik suara melepas kacamata hitam yang menutupi matanya.
"Sung Jong?" kataku seraya menjauhkan punggung ku dari dinding Universitas Kyunghee.
"Yeogiseo mwohae?"
"Aku datang untuk memberi ucapan selamat pada teman lama ku..." katanya menunjuk Myungsoo-yang tengah berdiri menatap 100 bucket mawar yang ku bawa- dengan dagunya.
"Rekan duet mu." lanjut Sungjong memperjelas.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Sung Jong kemudian.
Karena namja ini, pada akhirnya aku benar-benar melihat wajah Myungsoo lagi setelah berhari-hari menghilang dari hadapannya. Dan tepat. Semakin berat bagiku untuk menjauhinya. Tapi aku tak bisa egois. Ada seseorang yang lebih membutuhkan diriku saat ini. Meskipun diriku sendiri masih membutuhkan seseorang untuk tetap berada disisiku. Dan orang itulah yang harus ku jauhi.
Ku alihkan kembali pandanganku pada teman yang sudah lama tak ku temui. Menjawab pertanyaannya dengan anggukan pelan.
**
"Kau tumbuh menjadi gadis yang cantik Jiyeon-ah." Ucap Sung Jong mengawali pembicaraan kami. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi pujian Sung Jong. Mataku masih sibuk memandang hamparan rumput di halaman Universitas Kyunghee yang luas.
"Apa yang ingin kau bicarakan pada ku Sung Jong-ah?" Tanya ku datar tanpa mengalihkan pandanganku.
Ku rasakan Sung Jong tengah tertawa kecil mendengar pertanyaanku. Membuatku menoleh padanya dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Apa yang salah dengan pertanyaanku?
"Haha Jiyeon-ah. Sikapmu masih belum berubah rupanya." Masih dengan tatapan penuh tanda tanya. Kini Sungjong yang beralih menatapku dengan senyumannya.
"Kau masih dingin seperti dulu. Tak pernah mau berbasa basi dan langsung ke pokok permasalahan jika sedang berbicara pada orang lain." Lanjutnya masih dengan sisa-sisa tawa yang menunjukan deretan gigi putih nya.
"eoh." Terjawab sudah pertanyaan dalam benakku.
"Arratda. Aku akan langsung ke pokok permasalahannya." Sung Jong menepuk kedua tangangannya. Kemudian merubah ekspresi wajahnya menjadi lebih serius.
"Kami sedang mencari member baru untuk visual group kami."
"kami?"
"Ya. Kami." Sung Jong menegaskan pertanyaanku.
"Kau tahu kan bahwa aku tengah bergabung dengan salah satu agency terkenal di Korea?"
"Woollim Entertaintment?" tanyaku memastikan.
"Majjayo." Sung Jong menjentikan jarinya di depan wajahku.
"Aku tergabung dalam Boygroup baru asuhan Woollim. Kami membutuhkan seseorang yang mampu menjadi The face of group. Atau visual group kami."
"Geuraeso?"
"Geuraeso.. aku membutuhkanmu untuk meyakinkan Myungsoo menerima tawaran ini."
DEG. Nama itu lagi. Nama yang sedang ku coba untuk ku hindari, bahkan ku lupakan. Kini Sung Jong malah memintaku untuk meyakinkannya. Haruskah? Mungkin dengan Myungsoo bergabung dalam boygroup asuhan Woolim, ia tak perlu lagi melanjutkan duet mereka. Atau melanjutkan menerima tawaran kontrak kerja dengan Q Ent.
"Eotte? Kau mau membantuku?" tanya Sung Jong lagi menunggu jawabanku dengan tatapan penuh harap.
"Kenapa tak kau katakan sendiri?" akhirnya hanya pertanyaan ini yang bisa keluar dari mulutku.
"Aku sudah memintanya saat bertemu di coffe shop beberapa hari yang lalu. Tapi dia menolaknya dengan alasan..." perkataan Sung Jong terhenti. Ku lihat ia tengah melirikku ragu untuk melanjutkannya.
"Kami sudah berakhir. Dia bukan pasangan duetku lagi. Kau bisa memintanya sekali lagi untuk bergabung dengan Woolim." Kata ku setelah mengerti maksud Sung Jong.
"Sudah kan? Geurido.. na kalkkae." aku berdiri dari kursi panjang yang sebelumnya ku duduki.
" Aku masih ada urusan...... bye!" lanjut ku melambaikan tangan pada Sung Jong yang tengah menatapku bingung . Berbalik pergi meninggalkannya duduk seorang diri di taman Universitas Kyunghee yang luas.
**
Setiap orang memiliki definisi berbeda tentang cinta.
Bagi seseorang..
Cinta adalah 'melepaskan meski terasa menyakitkan'