Entah kenapa Wonbyul merasa akan aman ketika melihat Younghyun duduk di hadapannya.
Kakinya lelah, sekujur tubuhnya mati rasa, irama napasnya berganti dari tarik-buang-tarik-buang yang teratur menjadi hembusan tidak tertata. Wonbyul mengayuh sepedanya dengan cepat menerjangi jembatan Sungai Han dengan sangat bersemangat. Ya, bersepada adalah bagian yang paling disukainya dari dulu.
Wonbyul belum pernah melewati jembatan sungai Han. Baik bersepeda ataupun sekedar untuk jalan-jalan. Itu semua dikarenakan Wonpil bukanlah tipe orang yang suka liburan. Ketika libur dia hanya menghabiskan waktunya untuk tidur. Dikesempatan itu, biasanya Wonbyul hanya bersepeda mengelilingi komplek rumah mereka, tapi kali ini tidak. Meskipun saat ini napasnya sudah tersengal-sengal, kakinya terus mengayuh sepeda dengan semangat.
Setelah memasuki area Sungai Han, Wonbyul memutuskan berhenti untuk beristirahat karena jarak menuju pulang ke rumah masih sangat jauh. Ia menepikan sepedanya di salah satu bangku yang menghadap ke arah sungai. Ia merebahkan tubuhnya ke bangku tersebut sambil menghembuskan napas dengan keras. Kemudian ia meraih botol minumnya dan dengan segera membuka tutup botol air minum tersebut. Ia menyeka peluhnya dengan punggung tangan lalu mendekatkan bibir botol ke mulutnya.
"Sial," gumamnya pelan. Ia mengguncang botol minumnya yang benar-benar sudah kosong total. Dan ia harus puas dengan meneguk dua tetes saja. Dengan sentakan cepat ia membuang botol minumnya.
Karena takut dehidrasi, Wonbyul memutuskan pulang dengan berjalan kaki sambil mengandeng sepedanya.
Sebelumnya Wonpil sangat menentangnya untuk bersepeda jauh-jauh. Karena ia sudah cukup gelisah Wonbyul bersepeda sendirian atau hanya sekedar keluar ke mini market. Tapi kali ini ia berhasil membujuk Wonpil untuk mengijinkannya jalan-jalan dengan sepeda.
Ketika Wonbyul ingin melangkahkan kaki, ia mendengar bariton dari seorang laki-laki di belakangnya.
"Jeogiyo,"
Wonbyul membalikkan tubuhnya perlahan. Di sana ia sudah mendapatkan seorang laki-laki yang tinggi berkisar antara 177-178cm menatapnya sambil tersenyum. Rambutnya basah karena berkeringat dan sudah sangat tepat tebakan Wonbyul jika laki-laki itu sehabis berlari.
"Ye?" sahutnya. Wonbyul mengerjap dua kali.
"Maaf, Nona. Aku hanya ingin mengembalikan botol minummu yang kau tinggalkan. Kebersihan di sini sangat terjaga."
Wonbyul menatap botol minumnya. Lalu beralih ke laki-laki tersebut. Sedetik kemudian ia berhasil mendapatkannya tersenyum malu dan menyeruakkan lesung pipi yang berada di sudut bibirnya.
"Ah, choesonghamnida," ia membungkukkan tubuhnya dan mengambil botol air minum tersebut. "Tadi aku terlalu kesal. Choesonghamnida, kamsahamnida,"
"Kalau begitu aku permisi dulu," laki-laki tersebut tersenyum dan pergi meninggalkan Wonbyul.
Wonbyul juga melanjutkan langkahnya dengan santai. Ia menikmati hembusan angin sore di sungai Han yang menerpa wajahnya. Menyejukkan. Itulah yang ia rasakan. Dan ia berharap itu bisa menghilangkan rasa hausnya. Baiklah, mungkin ia bisa menjadikan ini pelajaran, agar tidak bersepeda jauh-jauh lagi.
** Starlight Becomes You **
Setelah menempuh perjalanan tiga puluh lima menit, Wonbyul tiba di rumahnya. Ia meletakkan sepeda di garasi rumah mereka, lalu berjalan cepat menaiki undakan dan masuk ke rumah.
Wonpil dan Younghyun tengah memasak untuk makan malam menoleh dengan serentak ketika Wonbyul berjalan ke arah dapur.
"Astaga, Wonbyul. Seberapa jauh kau bersepeda? Lihatlah, wajahmu merah seperti kepiting rebus." Wonpil melepas clemek yang melindungi dada hingga pahanya dan dengan cepat merengkuh bahu Wonbyul. "Duduklah dulu!" seru Wonpil khawatir. Ia mengambil air minum untuk Wonbyul.
"Gomawoyo, oppa. Hehee" Wonbyul meraih gelas yang disodorkan oleh Wonpil dan meneguknya hingga habis.
"Seberapa jauh kau bersepeda?" tanya Wonpil sekali lagi sambil duduk di hadapannya dan mengusap-usap tangan Wonbyul dengan lembut.
Younghyun ikut bergabung dan ia juga duduk di hadapan Wonbyul di sebelah Wonpil. Lalu ia melipat kedua tangannya di atas meja memperhatikan kasih sayang yang ditunjukkan kedua kakak beradik itu.
Entah kenapa Wonbyul merasa akan aman ketika melihat Younghyun duduk di hadapannya. Ia seperti melihat malaikat tanpa sayap yang akan melindunginya dari omelan-omelan yang over protektif dari Wonpil.
"Tidak jauh. Aku hanya bersepeda ke sungai Han." kali ini ia berani bersumpah jika tatapan Wonpil akan segera menusuk telinganya.
"MWO?" Wonpil menjauhkan tangannya dari Wonbyul. "HYA, NEO!" Wonpil berteriak sambil menghentak meja dengan telapak tangannya.
Younghyun dan Wonbyul tersentak kaget. Wonbyul memundurkan tubuhnya hingga tersandar. Sedangkan Younghyun masih merasa heran kenapa Wonpil begitu sangat marah.
"Ya, Wonpil." Younghyun menepuk pundak Wonpil dua kali. "Kenapa kau sangat protektif sekali. Sudahlah, setidaknya dia sudah sampai dengan selamat." Younghyun mencoba menenangkan Wonpil.
Yeah. Itulah teriakan keras di dalam hati Wonbyul. Dengan sekuat tenaga ia menahan sudut bibirnya untuk tidak tersungging.
"Geu... Ah. Jinjja. Aku akan mengadukan ini kepada Ibu," ucapnya sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
Wonbyul terkesiap takut. Ia menggenggam tangan Wonpil dan memohon. "Hajima, jebalyo. Hajima, oh! Aku janji aku tidak akan melakukannya lagi. Hya, apa kau ingin aku kembali ke New Zealand lagi. Andwaeyo!" ucap Wonbyul sambil menggeleng kepalanya dengan cepat.
Wonpil menatap Wonbyul dengan tatapan mengalah. "Fyuh, baiklah, lain kali jangan lagi."
"Jangan sendiri." sambung Wonbyul.
Wonpil tampak sedikit berpikir lalu mengiyakan. "Oh. Jangan sendiri,"
Wonbyul bangun dari duduknya dan berseru riang. "Aratseo, gomawo, Kim Wonpil! Hehehe" ia melirik ke arah Younghyun dan tanpa sepengetahuan Wonpil ia mengedipkan matanya. "Aku mandi dulu,"
Ketika Wonbyul ingin berjalan ke arah kamarnya, Younghyun menahan pergelangan tangannya. "Tunggu,"
Wonbyul mendongakkan kepalanya menatap Younghyun. Lalu ia melihat Wonpil yang tengah memakai clemeknya kembali. Ia melihat Younghyun mendekat selangkah ke arahnya. Laki-laki itu memegang dagu Wonbyul hingga kepala gadis itu mendongak.
Astaga, apa yang ingin dilakukannya?
"Siapa yang melakukan ini padamu?" tanyanya.
Wonbyul mengamati tatapan indah menakutkan Younghyun yang dilihatnya di supermarket pagi tadi. Demi Tuhan, ia tidak ingin tatapan itu berakhir.
"A..Apa?" seru Wonbyul bingung dan tergagap.
"Tadi pagi matamu tidak seperti ini,"
"Cih," Wonbyul menyentak dagu hingga lepas dari jemari Younghyun dan tertawa kecil ketika mendengar pertanyaan laki-laki itu. "Apa kau benar-benar sangat memperhatikanku? Hhe. Ini kecelakaan. Jangan pernah mengusik singa tidur." Wonbyul menggerakkan kepalanya ke arah Wonpil. "Benarkan, oppa?"
Wonpil menoleh sekilas. "Benar apanya?"
"Tidak apa-apa, hhe"
Younghyun mendekat selangkah lagi dan menatap mata Wonbyul lekat-lekat, lalu ibu jarinya mengusap bagian bawah mata gadis itu.
Mendadak Wonbyul tidak bisa berpikir, berbicara, bahkan bernapas. Aura yang memancar dari diri Younghyun mengisap udara dari paru-parunya. Dilihatnya Younghyun mengernyit dan menarik tangan.
"Ini harus segera diolesi dengan obat salep, agar memarnya segera menghilang,"
"Ye?" satu-satunya kalimat yang berhasil Wonbyul lontarkan.
Younghyun tersenyum tipis. "Olesi dengan salep." ulangnya.
"Ye," lagi, Wonbyul merasa seperti anak kecil berumur tiga tahun. Ia merasa bodoh ketika bibirnya keluh untuk bergerak atau sekedar mengeluarkan kata-kata lain selain "ye". Ia seakan lupa kosa kata bahasa Koreanya.
"Mandilah, aku akan bertanya pada Wonpil, apa dia menyimpan obat salep untuk memar atau tidak," lanjut Younghyun. Ia berbalik segera berjalan ke arah Wonpil.
Sementara Wonbyul menghela udara dari hidung dan mengembuskannya melalui mulut. Ia memandangi punggung Younghyun yang ikut membantu Wonpil. Tiba-tiba ia menyentuh bagian wajah yang disentuh oleh Younghyun, pipinya. Atau lebih tepatnya di bagian bawah matanya. Lalu, ia menggeleng dengan keras.
"Kim Wonbyul, apa yang kau pikirkan?!" Ia menyusurkan jemari ke rambut dan bergumam tidak jelas kepada dirinya sendiri. Lalu ia mengedikkan bahu dan masuk ke dalam kamarnya.
** Starlight Becomes You **
Dalam waktu singkat, Wonbyul dan Younghyun sudah akrab. Mengherankan sekali, pikir Wonpil sambil mengamati Younghyun yang sedang menyusun meja makan. Sepengetahuan Wonpil, Younghyun sangat sulit untuk mengakrabkan diri kepada seseorang yang baru ia kenal. Tapi melihat mereka berdua mengobrol dan tertawa seperti dua remaja yang sudah bersahabat sejak kecil, Wonpil sedikit merasa awas.
Makan malam yang singkat itu berakhir ketika Younghyun memutuskan untuk pulang saja daripada menginap di rumah mereka.
Wonbyul mengusap-usap bagian belakang lehernya sambil menguap kecil dan berjalan menuju kamarnya.
“Byul,”
Wonbyul berbalik ketika mendengar Wonpil memanggilnya. “Oh?”
Wonpil mengerutkan kening sejenak ketika memperhatikan wajah Wonbyul dengan lamat-lamat. Kemudian ia mendekat selangkah ke arah Wonbyul.
“Wae?” tanya Wonbyul. Ia melihat Wonpil menunduk sambil memutar tutup kecil yang berbentuk seperti tutup pasta gigi. Kemudian ia memencet botol itu hingga mengeluarkan cairan padat berwarna putih ke ujung jari manisnya. “Ige mwoya?” tanyanya lagi.
Tanpa sebuah jawaban, Wonpil menangkup pipi Wonbyul. “Diamlah, aku hanya mengobati matamu. Younghyun bilang matamu memar dan harus segera diolesi salep. Ah Jinjja.”
Wonbyul tersenyum lalu ia memejamkan matanya. Membiarkan jari manis Wonpil berdansa di area lingkaran matanya.
“Sudah, maaf jika aku sudah melukaimu. Selamat malam, dan selamat tidur.”
“Jalja. Uhm, apa kau tidak ingin menciumku.”
“Cih,” Wonpil mendengus dan memalingkan wajah sekilas. Lalu kembali menangkup kedua pipi Wonbyul dan mencium keningnya. “Tidurlah, jalja.”
~TBC~
I'm Sorry if Typo everywhere ^^v