"Bagaimana kalau kita singkirkan dulu kakakmu ini sebentar saja"
Sumbangsih kecil dalam persahabatan Younghyun adalah, membawa cemilan ketika hendak berkunjung ke rumah salah satu sahabatnya. Jadi pagi ini tepat jam sepuluh pagi, Younghyun sudah berada di supermarket sambil mendorong trolinya. Ia mengambil dua snack dengan ukuran yang paling besar, dan enam kaleng soda, lalu menaruhnya di troli yang sudah terisi beberapa makanan ringan lainnya.
Ketika ia tiba di kasir, ia mengenali laki-laki yang akan menghitung belanjaannya. Laki-laki itu adalah Juniornya di kampus –yang dikenal Yoon Dowoon.
"Oh? Sunbae? Kau sendirian saja?" tanya Dowoon.
"Uhm," sahut Younghyun acuh tak acuh sambil mengangguk kecil.
Dowoon pun mengalihkan matanya ke layar membacakan total tagihan Younghyun.
Younghyun merogoh saku jeans-nya mengeluarkan dompet, lalu mengambil kartu kreditnya.
"Astaga!" Dowoon tiba-tiba terkesiap. "Lihatlah siapa yang kembali?"
Younghyun mengangkat wajah dan menatap Juniornya itu yang tengah memandang lekat seseorang di belakangnya yang mengantri di kasir sebelah.
"Hai, Kau Leah, bukan?" sapa Dowoon. Bibirnya langsung penuh menyunggingkan senyum.
Younghyun menoleh ke belakang untuk melihat siapa 'Leah' yang berhasil menghanyutkan Juniornya itu. Nama yang asing untuk orang berkebangsaan Korea. Pikir Younghyun.
Gadis bernama Leah itu mengangguk sebagai balasan. "Hai," gadis itu menyipitkan matanya membaca tag nama Dowoon. "Dowoon-ssi. Apa kabar?" lalu perhatiannya kembali teralih pada kasir yang menghitung tagihannya.
Dowoon mengembungkan pipinya dan menggesek kartu kredit Younghyun. "Aku baik-baik saja. Kapan kau pulang? Wah, tidak ada yang berubah dari wajahmu," kata Dowoon lagi pada gadis itu. Ia lupa bahwa ia seharusnya melakukan kewajibannya untuk melayani Younghyun. Apalagi jika pelanggannya itu adalah Seniornya.
"Aku kembali, satu minggu yang lalu. Terimakasih," jawab gadis itu sangat singkat. "Uhm, Dowoon-ssi, aku permisi dulu," ucap gadis itu dan berjalan menjauh dari kasir setelah ia setengah membungkukkan tubuhnya.
Dowoon pun harus puas untuk bertanya dengan singkat. Karena gadis itu sudah selesai dengan tugasnya bersama sang kasir. Seharusnya Younghyun pun sudah selesai dari tadi jika saja, Dowoon tidak melalaikan kewajibannya sebagai seorang kasir.
Ketika akhirnya ia memencet mesin kasir untuk merampungkan transaksi Younghyun, di situ Younghyun memanfaatkan situasi. Ia menoleh ke belakang. Ia penasaran, ingin sekali lagi melihat gadis itu yang sekarang tengah berdiri tidak jauh dari ia berpijak. Gadis itu ternyata sedang menerima telepon dari seseorang. Dan saat itu, gadis bernama Leah tersebut tersenyum tipis.
Ada beberapa hal yang membuat Younghyun tidak mengerti dan merasa tidak asing. Gigi putih yang tersembunyi di balik senyum tipisnya, dan ada lesung pipi ketika ia tersenyum. Kemudian Younghyun tersadar, mungkin ini yang dirasakan Dowoon, kasir sekaligus Juniornya itu. Ia cukup yakin bahwa ada hawa panas yang berdesir di tubuhnya atau ada kupu-kupu di perutnya.
Tidak, ia merasa tidak asing dengan perasaannya. Ia pun tidak yakin apa nama perasaan itu. Younghyun tidak bisa mengungkapkan apa yang berbeda dari gadis itu. Hanya satu, nama yang western, tapi memiliki wajah yang sangat Asia.
Mungkin Leah pun punya perasa yang kuat ketika ia sedang dilihat. Ia memergoki Younghyun mengamatinya yang terang-terangan. Senyum gadis itu seketika memudar. Matanya bertanya-tanya, ia melirik ke kiri dan ke kanan berharap bukan dia yang diperhatikan oleh Younghyun. Dan seharusnya, Younghyun pun mengalihkan tatapannya begitu terjadi kontak mata, bukan semakin memperhatikannya. Wajah gadis itu terlihat risih. Ia seperti merasa terganggu ketika Younghyun menatapnya tanpa berkedip. Dengan cepat ia mematikan teleponnya dan langsung pergi begitu saja dari hadapan Younghyun sambil membawa kantong plastik belanjaannya.
Younghyun terkejut ketika melihat reaksi gadis itu. Sedetik kemudian ia mendapatkan dirinya tertawa kecil, dan menunjukkan senyum miring tipis yang semua orang sudah sangat tahu jika senyumannya itu sangat membius.
Younghyun meraih kantong belanjanya dan berjalan cepat ke pintu keluar. Dan lagi, ia melihat gadis itu baru saja melewatinya dengan sepeda. Younghyun berhenti dan kembali melihat gadis itu yang semakin mengecil bahkan menghilang dari pandangannya.
** Starlight Becomes You **
Tidak ada yang bisa bersaing dengan kamar Wonpil dalam hal berantakan. Kamar yang berukuran 4x6 meter itu, ternyata lebih komplit dari toko serba ada. Baju kotor yang bertumpukkan, kaos kaki warna-warni, buku-buku majalah yang berserakan, semua ada di kamarnya.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan seorang gadis bersedekap di ambang pintu sambil memperhatikan wajahnya dari samping yang tengah tertidur pulas.
Gadis itu bernama Wonbyul, adik perempuan Wonpil. Ia berjingkat ke sisi ranjang dan berlutut. Laki-laki itu meringkuk menghadap Wonbyul. Tepat pada saat itu juga ia merasakan napas Wonpil menghembus wajahnya.
Huueekk
Wonbyul terhuyung ketika mencium bau yang tak sedap dari hembusan napas Wonpil yang menerjang wajahnya, terutama hidungnya.
"Astaga, makan apa dia?" Wonbyul menjulurkan lidah sambil menutup hidungnya dan menggedikkan bahu.
Setelah beberapa saat aroma tak sedap itu menghilang, ia kembali mendekatkan wajahnya ke arah Wonpil. Dilihatnya wajah sang kakak yang tertidur pulas itu dengan lamat-lamat. Sejemang kemudian, muncullah raut wajahnya yang prihatin.
"Aigoo" Wonbyul mengerutkan hidungnya ketika melihat Wonpil sudah membuat pulau Jeju di bantalnya berkat produksi dari air liurnya yang melimpah ketika sedang tidur.
"KIM WONPIL! BANGUN!"
Wonpil bangun dengan sentakan begitu hebat. Tapi sial, Wonbyul tidak sempat mengelak. Siku Wonpil mengenai matanya hingga ia terjengkang.
"Ouch," ringisnya.
Wonbyul cepat-cepat meraba matanya yang berdenyut dengan posisi terkapar di lantai kamar Wonpil. Ia menatap Wonpil dengan sebelah mata. Laki-laki itu suduh terduduk di ranjang seraya memegang kepala dan menatap Wonbyul dengan kesal.
“Kim Wonbyul, Ugh!” geramnya.
"Sikumu meninju mataku, rasanya sangat sakit, dan mungkin sebentar lagi akan memar." ucap Wonbyul dengan sedih yang dibuat-buat.
Wonpil menyibak selimutnya dan turun dari ranjang. Melewati Wonbyul yang masih terkapar di lantai dan masuk ke kamar mandi. "Bagus. Kau pantas mendapatkan itu," serunya dari dalam kamar mandi.
"Kim Wonpil. Ugh!" ringis Wonbyul pelan.
"Seharusnya kau membangunkanku karena ada kabar baik." kata Wonpil lagi dari dalam kamar mandi.
"Kupikir kau akan senang jika ku bangunkan. Karena ini sudah sangat lama tidak terjadi," Wonbyul beranjak dan naik ke ranjang Wonpil.
Wonpil keluar dari kamar mandi. "Dari dulu aku tidak pernah senang dibangunkan seperti itu. Kau tahu itu." celetuknya sambil berjalan ke arah ranjang dan berbaring di sebelah Wonbyul. Ia menarik selimut hingga mulutnya, kemudian berguling menjauh dari adiknya itu. Ia menepuk-nepuk bantal hingga menurutnya itu adalah posisi ternyaman.
Wonbyul berbaring miring dan beringsut mendekati Wonpil. Ia merangkul tubuh Wonpil dan merebahkan kepala di lengan kakaknya itu.
"Ya! Apa kau ingin melanjutkan tidurmu lagi? Astaga Wonpil! Waktu sudah hampir menunjukkan pukul sebelas dan kau malah ingin melanjutkan tidurmu? Mau jadi apa kau?" tangan Wonbyul yang merangkul tubuh Wonpil menepuk-nepuk perutnya.
Wonpil meringis pelan mengiyakan pertanyaan Wonbyul.
"Hilangkan kebiasaanmu, Byul. Ini Korea, bukankah seharusnya kau memanggilku dengan adanya kata 'oppa', huh?" tukas Wonpil samar-samar karena selimut sudah menutupi sebagian wajahnya atau mungkin hampir seluruh tubuhnya.
Wonbyul menelentangkan tubuhnya dan mengembuskan napas panjang. "Cih, Ne, Oppa, aigoo. Uhm, ada yang ingin kuceritakan padamu."
"Ceritalah, aku memang sedang membutuhkan sebuah dongeng untuk tidur,"
"Oppa,"
"Ne ne ne. Ck,"
"Tadi ketika aku sedang berbelanja di supermarket, ada seorang pria menatapku dengan cara yang menakutkan. Dia terlihat indah tapi menakutkan." cerita Wonbyul.
Wonpil berguling cepat dan sikunya lagi-lagi mendarat ke mata Wonbyul yang ia hajar beberapa menit yang lalu. Sontak, Wonbyul mengerang dan menutup matanya lagi.
"Kim Wonpil! Argh!" erangnya.
Wonpil tidak mempedulikan Wonbyul yang mengerang pelan sambil menutup wajahnya. Dalam keadaan posisi yang masih telentang, Wonbyul memaksa rasa sakit yang hebat itu menyingkir di balik benaknya.
"Kau keluar rumah? Lalu, apa dia mengganggumu? Apa dia menyakitimu? Atau dia menggodamu?" tanya Wonpil. Ia menarik tangan Wonbyul yang tengah menutupi wajah hingga gadis itu terduduk.
Belum sempat gadis itu menjawab, bel interkom rumah mereka berbunyi dan membuat kepala mereka berdua serentak menoleh ke arah pintu kamar.
"Silahkan buka pintunya, mataku masih terasa sakit," suruh Wonbyul kepada Wonpil. Lalu ia kembali menelentangkan tubuhnya dan memijat matanya dengan lembut.
Wonpil menyipitkan matanya. "Aku akan bertanya lagi nanti," ia berjalan keluar dari kamarnya.
Wonbyul menatapnya hingga punggung itu tidak terlihat lagi. Lalu ia bergumam pelan. "Sebentar lagi juga kau akan melupakan itu pertanyaan itu.”
** Starlight Becomes You **
Ketika Wonpil membuka pintu, ia agak kaget ketika mendapati siapa yang ada di depan pintu. “Younghyun?” Serunya.
Yang disapa tersenyum lebar. Ia meletakkan kedua kantong belanjaannya ke lantai, lalu merentangkan kedua tangannya. "Kejutan!" Berbeda darinya yang antusias, Wonpil malah menatapnya tanpa reaksi. "Kau tidak ingin memelukku?" Younghyun hendak memeluk Wonpil.
Tapi Wonpil memundurkan tubuhnya setengah langkah dan menahan kedua tangan Younghyun. "Tunggu dulu! Apanya yang kejutan? Kapan kau kembali? Kenapa tidak memberitahuku? Apa kau kehabisan uang di Kanada? Kau meninggalkanku belum sampai satu bulan. Luar biasa."
Younghyun memasang wajah kecewanya yang dibuat-buat. Kemudian ia menurunkan kedua tangannya dan kembali menggenggam kantong belanjaannya.
"Baiklah. Jika kau tidak ingin memelukku, biarkan aku masuk dulu!"
Wonpil sontak minggir sedikit dan menggerakkan tangan. "Baiklah, silahkan masuk."
Younghyun tersenyum dan melangkah masuk ke dalam rumah sambil menyerahkan kantong belanjaannya kepada Wonpil.
"Apa ini?" tanya Wonpil sambil memeriksa dua kantong plastik tersebut.
"Jangan pura-pura bodoh. Cih," seru Younghyun.
"Gomawo, duduklah dulu." kata Wonpil sumeringah.
Saat itu Wonbyul keluar dari kamar sambil memijat matanya. "Siapa yang datang, oppa?"
Mendengar suara Wonbyul, Younghyun langsung berdiri lagi dan menoleh ke arah sumber suara.
Wonbyul melirik Wonpil yang sibuk mengeluarkan belanjaan Younghyun dari kantong plastik. Dan memperhatikan kakaknya dengan sebelah mata. Hingga suara yang dikeluarkan oleh Younghyun mengalihkan perhatiannya.
"Annyeonghaseyo,"
Wonbyul menoleh. Ia langsung bereaksi ketika menatap mata Younghyun yang langsung balas menatapnya. Seketika rasa sakit yang masih berdenyut di matanya perlahan hilang seperti terkena obat bius. Ia berdiri mematung. Matanya terbelalak menatap Younghyun di hadapannya. Ia menggelengkan kepalanya dengan lambat-lambat.
Younghyun tersenyum tipis sambil menyembunyikan rentetan gigi putihnya. Ia bisa merasakan kekagetan di mata gadis itu. Younghyun memahaminya. Ia sendiri juga merasakan hal yang sama.
Untuk beberapa detik yang menegangkan, mereka berdua bertatapan. Hanya bertatapan. Terlalu kaget dan bingung untuk bersuara. Tanpa sadar Wonbyul berbisik. "Kau?"
"Kalian berdua sudah saling kenal?"
Suara Wonpil menyentakkan Wonbyul dan Younghyun. Mereka serentak melirik Wonpil yang berjalan menghampiri mereka dan memandang mereka bergantian.
"Ye?" ucap Younghyun dan Wonbyul serentak.
Wonpil mengangkat alis, lalu ia melihat mata Wonbyul. "Byul-ah," Wonpil meletakkan beberapa makanan yang ia bawa dari dapur ke atas meja bar. "Apa kau baik-baik saja? Matamu?" ia terlihat khawatir.
"Ne?" Wonbyul mengerjapkan matanya dan menjauh dari Wonpil. "Jangan sentuh lagi, maka kau akan melukai mataku untuk yang ketiga kalinya." seru Wonpil.
"Naega wae?" tanya Wonpil.
Wonbyul tertawa dan berjalan ke arah dapur. "Lupakan saja," setelah ia menuangkan jus ke dalam gelas dan meneguknya, ia langsung berjalan ke arah kamarnya.
"Kau mau ke mana?" tanya Wonpil.
"Wae?"
"Apa tidak sopan jika kau melewati perkenalan dengan sahabatku?"
"Mwo?" Wonbyul terbelalak. Ia melirik ke arah Younghyun yang berdiri membatu.
Wonpil membawa tubuh Wonbyul ke ruang tamu. Gadis itu tidak bisa memberontak karena tubuhnya yang kecil, dan harus pasrah dibawa paksa.
"Perkenalkan, dia adik perempuanku satu-satunya yang baru saja kembali dari New Zealand, dia lahir di sana. Setelah 11 tahun menetap di sana, lalu kembali ke Korea selama 3 tahun dan tapi kembali lagi ke New Zealand, setelah enam tahun di sana, kemudian ia kembali lagi, dan akan menetap di sini selamanya bersamaku," Wonpil merangkul Wonbyul dengan erat.
"Sangat rinci, cih" celetuk Wonbyul. Ia mengulurkan tangannya yang tiba-tiba terasa berat. Ketika Younghyun menjabat tangannya, Wonbyul bisa merasakan tangan dingin dan basah dari laki-laki itu. Atau tangannya sendiri yang dingin dan basah.
"Wonbyul imnida," ucap Wonbyul gugup.
"Wonbyul?" bisik Younghyun pelan.
"Oh?"
"A..Ani, Younghyun imnida,"
Melihat Younghyun dan Wonbyul berpandangan dalam diam, Wonpil juga ikut diam. Lalu, ia menyadari sesuatu. Ia menoleh ke arah Younghyun dan melepaskan tangan Wonbyul yang masih dalam jabatannya dengan sentakan keras. Ia langsung menarik Wonbyul ke belakang tubuhnya dan menunjuk wajah Younghyun dengan tatapan tajam tapi terlihat sangat lucu.
"Kau, jangan pernah berpikir bisa mengencani adikku, mengerti!"
Wonbyul yang tadi kebingungan, langsung melihat wajah Wonpil dari balik bahu bidangnya dengan tatapan tidak mengerti.
Senyum miring Younghyun yang membius kembali menyeruak ketika ia buru-buru tertawa sambil menggeleng. "Apa yang ada di pikiranmu, Kim Wonpil?" Ia melirik Wonbyul yang tersembunyi di balik tubuh Wonpil lalu kembali melirik Wonpil.
"Aku hanya membedakan wajah kalian saja. Benar atau tidak dia adikmu. Enam tahun aku mengenalmu, Kau tidak pernah menceritakan kepadaku jika kau punya adik perempuan?"
Terdengar setengah dengusan dan setengah tertawa dari Wonpil. "Apa gunanya aku menceritakan itu padamu jika berakhir kau akan berniat mengencaninya?"
"Tunggu, lalu kenapa kau malah memperkenalkanku?" Wonbyul bersuara di belakang Wonpil. Ia menyinjit memegang kedua bahu Wonpil dan menyandarkan dagunya.
Wonpil menoleh ke kiri memandang Wonbyul yang bertopang dagu di bahunya dan melirik Younghyun tanpa menggerakkan kepalanya.
"Karena aku tidak ingin dia berpikir yang macam-macam,"
"Uhm, geurae? Aratseo. Lalu kau," Wonbyul memandang Younghyun selama lima detik sebelum melanjutkan kalimatnya. "Aku orang yang tidak suka dihimpit rasa penasaran. Karena ketika penasaran bersarang di kepala dan hatiku, itu sangat menyesakkan. Jadi aku langsung saja. Jika kau tidak merasakan ada hal yang membuatmu penasaran atau familier menurutmu ketika melihatku, kenapa kau menatapku begitu menakutkan di supermarket tadi?"
Wonpil kembali bingung. Ia menggerakkan kepalanya dan menatap Younghyun yang sudah menelusuri rambut dengan jemarinya.
Younghyun tidak menjawab. Ia bingung harus menjawab apa. Dan untuk beberapa detik kemudian, Younghyun masih belum menemukan suaranya kembali. Lalu…
"Geu..."
Wonbyul menyipitkan matanya. Bersabar menunggu jawaban yang akan diberikan Younghyun. Lalu ia berbisik pelan di telinga Wonpil. "Dia yang menatapku dengan cara yang menakutkan tadi,"
Wonbyul sadar, bukan sebuah bisikan pelan yang dia maksud, melainkan sebuah bisikan yang lantang. Karena kalimat yang baru saja ia lontarkan juga menerjang telinga Younghyun dengan dahsyat.
Younghyun terbelalak mendengar ucapan Wonbyul. "Menakutkan?"
"Oh,"
Beberapa detik kemudian, Younghyun kembali menyeruakkan senyum miring yang bisa dipastikan kini senyuman yang mematikan. Ia melipatkan kedua tangannya di depan dada dan menatap Wonbyul dengan mata yang disipitkan seakan menggoda.
"Sebenarnya, aku ingin mengenalmu. Jadi," ia mengalihkan pandangannya ke arah Wonpil dan alis sebelah kirinya terangkat tinggi dengan senyum yang sama sekali tidak memudar bahkan semakin menyeruak. "Bagaimana kalau kita singkirkan dulu kakakmu ini, sebentar saja,"
Wonpil mengumpat pelan dan ia langsung bereaksi. "KYA, NEO JINJJA!"
Younghyun tertawa dan berlari ke arah dapur ketika Wonpil bereaksi ingin memukul kepalanya. Sedangkan Wonbyul berdiri kebingungan sambil melihat aksi kekanakan Wonpil.
Sebenarnya, ketika Younghyun mengatakan kalimat tadi, Wonbyul juga terkejut. Ia merasakan jantungnya mendadak berdetak tidak normal dan ia berani bersumpah jika wajahnya tadi memerah. Tapi ia bersyukur, karena Wonpil benar-benar sangat menjaganya dan juga membuatnya tidak tertangkap basah ketika wajahnya memerah. Ia juga bisa memastikan, setelah ini ia akan semakin terjaga. Lesung pipinya kembali menyeruak karena ia membentuk sebuah senyum yang manis tanpa tahu apa maksud dari senyumnya.
~