Drap drap drap.. Jinyoung dan Ren berlari mengejar Eunha, mereka terhenti di sebuah persimpangan jalan. Satupun dari mereka tidak lagi melihat keberadaan Eunha. “H..h..~” Ren mengangkat tangan memberi isyarat ia sudah sulit berbicara karena kelelahan “Aku tidak sanggup lagi” Sambung Ren seraya merapihkan rambut.
“H..h.. h..” Helaan nafas serupa juga ditunjukkan Jinyoung “Secepat apa anak itu h.. berlari.. h.. h.~~”
“Kita kembali ke rumah Mina saja Jinyoung-ah", Pinta Ren diikuti anggukan dari Jinyoung.
“Kau kembali lebih dulu saja, aku akan mencoba mencarinya sekai lagi” Ujar Jinyoung mengambil jalan tengah.
“Araseo.. josimhae”
▣┋◘▣┋◘
Keadaan yang tak diharapkan oleh Mingyu juga Sujeong terjadi. Didepan pintu sana justru terdengar semakin ramai. Terdengar pembicaraan antara beberapa orang yang jelas sedang mencari mereka.
“Apa yang ia katakan?”
“Yeoja itu melarikan diri, tapi keadaannya lemah, ia juga mengabari bahwa anak yang ia kejar tadi adalah anak lelaki. Bukan anak perempuan”
“Kalau begitu kita berpencar, anak perempuan itu pasti belum jauh dari sini”
Sisi pakaian Mingyu basah karena air mata Sujeong yang memendamkan wajah dalam pelukannya. Sujeong menyadari dirinya belum lah aman. Ditambah lagi sekarang ia juga bersama Mingyu. Ia takut mereka justru akan tertangkap berdua. Ia juga belum tahu pasti keadaan Seungcheol saat ini. Ia menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi. Tapi ia tidak bisa mengekspresikannya. “Sujeong-ah”, Ia tersadarkan karena bisikan Mingyu ditelinganya.
Sujeong menutup matanya sesaat, ia menarik nafas panjang berusaha mengontrol emosi dan rasa takutnya. Untuk pertama kalinya sejak 15 menit berlalu mereka disana, Mingyu berani meranggangkan pelukannya. Ia meletakkan kedua tangannya di kedua bahu Sujeong. Menatap dekat yeoja itu dengan tatapan yang sulit dijelaskan, “Nae mal jaldeuro..”
Sujeong mengangguk walau ia tidak bisa menjawab.
Mingyu membantu Sujeong berdiri. Ia masih memegangi tangan Sujeong, menyadari betapa lemah keadaan Sujeong saat itu. Ia membawa Sujeong ke dekat troli besar berisi selimut dan sprei-sprei kotor. “Apapun yang akan terjadi.. jangan keluar dari dalam sini. Kecuali aku meminta mu atau.. kau sudah tidak mendengar suara apapun lagi”, Pinta Mingyu.
Sujeong tidak bisa berfikir jernih. Ia menghawatirkan banyak hal. Tapi karena hanya Mingyu yang ada bersama dirinya saat ini, ia hanya bisa mendengarkan apa yang namja itu katakan padanya. Ia dibantu oleh Mingyu masuk ke dalam troli besi besar tersebut. Mingyu menutupi tubuh Sujeong dengan sprei-sprei dan selimut kotor.
“Hal su isseo Seo Mingyu”, Mingyu memberi semangat pada dirinya sendiri. Ia mengacak-acak rambutnya dan juga mengenakan masker pada wajahnya.
Di luar sendiri sudah sedikit sepi. Mingyu membuka pintu dengan tenang. Ia mendorong troli besi dimana Sunjeong berada di dalamnya. Ia cukup tenang saat satu dua orang melewatinya. Ia tahu pasti, ia tidak boleh terlihat canggung, hal itu bisa membuat orang curiga padanya. Semua berjalan lancar, hingga……..
“Jogiyo!”, seorang dokter memanggilnya.
Mingyu mematung pada posisinya. Kalau ia berlari ia bisa saja lolos, tapi itu artinya ia harus meninggalkan Sujeong didalam troli tersebut dan penyamarannya mungkin saja akan terbongkar.
▣┋◘▣┋◘
Gambaran wajah seseorang terus muncul dalam pikiran Eunha. Ia berlari tanpa lagi memikirkan dimana ia berada saat ini. Ia baru saja turun dari sebuah Taxi dan sudah berlari lebih dari 20 menit setelahnya. Karena terlalu kalut juga sudah cukup lelah, Eunha menajdi kurang fokus dengan langkahnya.
DUAKK... Ia menabrak seorang Pria setengah baya. “Anak muda, dimana kau letakkan mata mu!” Pekik pria itu kesal.
Nyawa Eunha seperti tidak ada pada tempatnya. Pandangan Eunha kabur, sejak tadi ia seperti itu, rasanya seperti berlari di dua dunia berbeda sekaligus. Ia dapat mendengar suara pria d ihadapannya, tapi pandangannya terhalang penglihatan lain sehingga ia kesulitan menangkap apa yang ada di hadapannya. Mendadak.. Kegelapan menyelimutinya. Setetes cairan membasahi tangan Eunha.. tetesan tetesan cairan itu semakin lama semakin banyak bagai hujan. Warna merah pekat dan bau yang sangat khas itu membuat Eunha merinding. Kali ini ia dapat melihat jelas cairan itu. “AAAAAAA!!!!”
▣┋◘▣┋◘
Ren sudah kembali sejak tadi, tapi Jinyoung belum juga muncul. Entah mengapa, perasaan gundah mendadak menghampiri Eunkyo. "Apa Jinyoung baik-baik saja?", gumam Eunkyo pada dirinya sendiri.
Ren yang berada di dekat Eunkyo, tak sengaja mendengar ucapan gadis itu. “Aku jadi menyesal tidak mengikutinya tadi”, ujar Ren tak enak hati karena ia sempat meninggalkan Jinyoung sendiri. “Mianhae” Lanjutnya pelan. “Bagaimana dengan Mina?”
“Mina sudah tidur”, Jawab Halla. “Lalu bagaimana sekarang? Apa sebaiknya kita pamit pulang sekaligus mencari Jinyoung?”
"Eo...gurae", jawab Eunkyo menyetujui usul dari Halla.
▣┋◘▣┋◘
“Jogiyo!”
Mingyu mematung pada posisinya. Kalau ia berlari ia bisa saja lolos, tapi itu artinya ia harus meninggalkan Sujeong didalam troli tersebut dan penyamarannya mungkin saja akan terbongkar.
Mingyu menggeleng pela ia memutuskan untuk tetap di sana. Ia berbalik perlahan dan menundukkan sopan kepalanya.
“Tolong angkat selimut di kamar ini. Pasien di dalam sudah pulang tadi”, Pinta Sang Dokter. “Aku sudah memanggil suster sejak tadi, tapi kemana mereka?”, Gumam dokter itu kesal sendiri , kemudian berlalu dari hadapan Mingyu begitu saja.
“Hhhhuufh~” Kaki Mingyu terasa lemas sekali. Ia dapat berrnafas lega karena penyamarannya belum terbongkar. Tak ingin membuang waktu, ia mengambil sprei dan selimut kotor dari kamar tadi, lalu secepat kilat pergi dari sana. Mingyu menggunakan Lift barang menuju basemen rumah sakit. Sampai disana, ia mengeluarkan isi troli besi. “Sujeong-ah” Panggilnya.
Sujeong melihat ke atas, ia menangkap bayangan Mingyu samar-samar. Pandangannya belum jelas akibat ia berada di dalam troli yang gelap itu sejak tadi. Sujeong menyambut uluran tangan Mingyu dari bagian luar troli. Perlahan ia juga dapat melihat cahaya dan sosok Mingyu dengan jelas. Bibir Sujeong terkunci, trauma yang ia alami membuatnya seperti itu.
Mingyu memanfaatkan tubuh tingginya untuk membantu Sujeong keluar dari dalam Troli besi. Sujeong pun berhasil keluar dengan selamat. Sebelah tangan Mingyu menggenggam tangan Sujeong, ia berbalik badan dan menunjukkan punggungnya pada Sujeong. “Naiklah.. palli” perintah Mingyu. Sekali lagi Sujeong hanya mengangguk, mengikuti perintah Mingyu. Ia naik ke pundak Mingyu, membiarkan Mingyu menggendongnya karen ia sendiri pun sudah tak yakin masih mampu berjalan. Ia melingkarkan tangannya didepan dada Mingyu, begitu erat.
“Tidurlah kalau kau mengantuk.. Ku pertaruhkan nyawa ku untuk melindungi teman-teman ku”, ujar Mingyu dapat tersenyum tenang sekarang.
Sujeong juga akhirnya dapat menunjukkan senyum kecil di wajah lelahnya setelah berhasil melewati ini semua berkat bantuan Mingyu.
▣┋◘▣┋◘
“Seungcheol-ah.. ini eunha, ia baru saja pindah. Kuharap kalian bisa berteman baik”
“Aku tidak berteman dengan anak wanita..”
“Eunha.. Jung Eunha!!”
“ANDWE!!!” Eunha berteriak saat ia terbangun. Ia melihat sekelilingnya, ia sangat kaget saat menemukan L, dan Precise di sana. “Andwe.. seharushya aku tidak disini.. dimana aku?!”, Ucapnya sendiri bagai tak mempedulikan sekitarnya.
“Ya Jung Eunha, Are you crazy?!” Seru Precise. Ia yang memang kurang menyukai Eunha itu sebenarnya juga sudah malas menunggu Eunha tersadar kalau bukan atas permintaan L.
“Eunha-ya, Gwenchana?” tanya L lebih sabar.
“Dimana aku?” Tanya Eunha kebingungan.
“Kita di tepi jalan”, Jawab L. “Tadi kau berlari, kemudian menabrak seorang ajusshi, lalu kau pingsan. Apa yang terjadi? Apa kau... melihat sesuatu yang buruk tentang diriku lagi sehingga kau seperti ini? Eunha-ya nan gwenchana! jeongmalyo”, L menyentuh pundak Eunha membuat panas Precise yang notabene adalah yeojachingunya. “Ayo kita pulang bersama”, Ajak L.
Dengan pandangan yang belum juga fokus ke satu sisi. Eunha menggeleng. “Andwe..”, Ujarnya berulang kali. Sruukk! Ia berdiri begitu saja, lalu berlari setelah menghempaskan tangan L.
“EUNHA!!!! JUNG EUNHA!!”
Precise menahan tangan L yang hendak mengejar Eunha “L Kim!!!”
“Apa lagi?!” Pekik L.
Precise terdiam. Ia mengalihkan pandangannya ke samping, tersenyum miris akan apa yang ia alami. “Gurae..”, Ucapnya lirih. “Kau harus mengejar Eunha.. demi kebaikan kita semua” sambung Precise. “Demi kita semua, tidak masalah untuk membiarkan diri ku mendengar bentakan dari namjachinguku sendiri. Demi kebaikan kita semua.. aku hanya boleh diam saat namjachingu ku menghabiskan waktunya lebih banyak bersama teman wanita satu kelas lainnya.” Ucapan lirih Precise perlahan berubah menjadi isakan-isakan kecil. “Hiks.. I’ll go first. Take care” Precise melangkah pelan. Menjauh dari seseorang yang sebelumnya ia ketahui sebagai kekasihnya itu.
“Huffh” L mengacak-acak rambuntnya kesal. Ia memang khawatir akan sikap aneh Eunha tadi. Tapi ia juga sadar betul akan kesalahannya. Ia tidak bisa mengesampingkan perasaan Precise begitu saja. Ia juga tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada Precise nanti jika ia pulang sendiri. “Precise-ah.. katchiga!”
▣┋◘▣┋◘
Ren, Halla, dan Eunkyo berjalan bersama setelah mereka pulang dari rumah Mina. "Ottae Eunkyo-ya?", tanya Ren pada Eunkyo yang sejak tadi mencoba menghubungi Jinyoung namun, namja itu tak menjawab panggilannya sama sekali.
"Ia tak menjawab panggilanku sama sekali...ottokhae?", gumam Eunkyo khawatir.
"Sudahlah...mungkin saja ia sudah kembali ke rumah...", ujar Halla menenangkan kedua temannya.
"Semoga saja", gumam Eunkyo. Ketiganya kembali meneruskan perjalanan mereka hingga tiba-tiba, Ren menghentikan langkahnya.
"Chakkaman yeojadeul", gumamnya menahan Eunkyo dan Halla.
"Wae gurae?", tanya Eunkyo dan Halla bersamaan.
"Igo bwa!", ujar Ren sambil menunjuk ke salah satu sisi jalan. "Bukankah itu Hyungshik?"
Eunkyo dan Halla mengikuti arah yang ditunjukkan Ren. "Oh matta!", seru Eunkyo.
"Apa yang dilakukannya? Hyungsh-hmmmpfft!", Halla hendak memanggil Hyungshik, namun tiba-tiba Ren membungkam mulutnya.
"Andwae Halla-ya! Kita harus memantau apa yang dilakukan anak itu! Gerak-geriknya terlihat mencurigakan", ujar Ren. Hyungshik tengah berdiri di sisi jalan masih dalam balutan seragam sekolah. Ia juga tengah terlihat menelepon seseorang. Ekspresinya saat itu begitu sulit di deskripsikan, namun ia terlihat berbeda dari Hyungshik yang mereka kenal. Hyungshik yang polos dan kekanakan sama sekali tak terlihat saat itu. Tak lama setelahnya, sebuah mobil melintas dan berhenti tepat di depan Hyungshik. Dari kejauhan, terlihat beberapa pria berpakaian jas hitam berada di dalam mobil tersebut. Hyungshik pun turut masuk ke dalamnya selayaknya mobilnya sendiri tanpa menyadari bahwa ketiga temannya melihatnya sejak tadi. Mobil itu kemudian pergi berlalu begitu juga dengan sosok Hyngshik.
"Apa Hyungshik mengikuti semacam perkumpulan mafia? mencurigakan sekali", gumam Ren
"Molla....yang jelas kita harus memberitahu yang lain tentang hal ini", ujar Halla.
"Matta...ngomong-ngomong...aku harus berpisah dengan kalian di sini...annyeong yaedeura", ujar eunkyo berpamitan.
"Neee Eunkyo-ya josimhae!", balas Ren dan Halla.
Di tengah jalan, Eunkyo pun berpisah dengan Ren dan Halla. Ia melanjutkan perjalanannya sendiri. Jalanan malam itu tidaklah terlalu ramai. Tiba-tiba, sebuah perasaan aneh menghampirinya. Ia merasa seseorang seperti tengah mengikutinya. Eunkyo mempercepat jalannya, namun....suara langkah kaki di belakangnya juga terdengar semakin cepat. Ia pun memutuskan untuk berlari namun...sreeet~! Orang yang mengikutinya tersebut menarik bagian belakang tasnya hingga ia tak bisa bergerak. "AAAAAAKKKKK!!!!", jerit Eunkyo ketakutan.
"Ya Eunkyo-ya!! Naya! Ige Naya Jung Jinyoung!", seru orang tersebut yang ternyata adalah Jinyoung.
Eunkyo menoleh untuk memastikan. Ia bernafas lega ketika mendapati bahwa namja itu benar-benar Jinyoung. "NEO YA!!", bentaknya kesal. Sejak tadi ia mengkhawatirkan namja itu dan kini namja itu justru membuatnya ketakutan.
Jinyoung sedikit tersentak ketika Eunkyo membentaknya. "W-Wae gurae?"
"Wae gurae katamu?! Sejak tadi aku, Ren, dan Halla mencarimu dan kini kau justru membuatku ketakutan seperti ini kau pikir ini lucu?!", seru Eunkyo.
"A-Ani...aku tak bermaksud menakutimu. Aku tadi baru saja bertemu dengan Ren dan Halla dan mereka mengatakan bahwa kau sudah pulang lebih dulu melalui jalan ini...maka dari itu aku mengikutimu. Karena cahaya yang redup, aku tak yakin bahwa yeoja yang ada di depanku benar dirimu atau tidak maka dari itu aku mengikutimu diam-diam...mianhae...jika aku justru membuatmu ketakutan", ujar Jinyoung merasa bersalah.
Eunkyo menghela nafas. "Sudahlah lupakan saja...nan gwenchana", ujar eunkyo kemudian kembali berjalan mendahului Jinyoung.
"Eunkyo-ya gidaryeo!", seru Jinyoung mengejar Eunkyo. "Mianhae...jangan marah begitu...aku sungguh-sungguh minta maaf", ujar Jinyoung tulus.
"Ara...aku tak marah...nan jom himdeuro", gumam Eunkyo.
"Gurae...aku akan mengantarmu pulang", ujar Jinyoung tersenyum. Keduanya berjalan hingga tak lama kemudian, mereka tiba di depan rumah Eunkyo.
"Whoah...lingkungan rumahmu enak sekali...ada taman kecil seperti itu", ujar Jinyoung menunjuk sebuah taman kecil yang terletak tak jauh dari rumah Eunkyo. Tak lama kemudian, mata Jinyoung menangkap seorang yeoja yang tengah duduk di salah satu ayunan pada taman tersebut. Yeoja itu terlihat tengah memperhatikam mereka dari kejauhan. Jinyoung membungkuk pelan pada yeoja itu, namun yeoja itu tiba-tiba berdiri dan melenggang masuk ke dalam rumahya, yang terletak berseberangan dengan rumah Eunkyo, begitu saja. "Geu yeojaga....igo nuguya?"
"Tetangga baru....mereka baru pindah dua hari yang lalu...aku tak tahu nama anak perempuan itu karena ia terlihat pendiam dan tertutup...hanya ibuku yang sempat berbicara dengan ibunya", ujar Eunkyo. "Ia selalu duduk di sana setiap kali aku pulang sekolah...memperhatikanku dari kejauhan...tapi setiap kali aku berusaha menyapanya...ia masuk ke dalam rumahnya...nan molla", ujar Eunkyo tak mengerti.
▣┋◘▣┋◘
Eunha terus berlari, ia melupakan bahwa ia sejak tadi berlari tanpa alas kaki. Ia juga tidak merasakan bahwa ibu jari kaki kirinya terluka. Bayangan-bayangan tentang darah yang ia lihat tak henti menghantui Eunha. Pandangan Eunha yang kabur itu perlahan jelas, entah apa yang terjadi. Ia dapat melihat jalanan, pepohonan, serta mobil-mobil yang melaju di samping trotoar tempat ia berlari “Sudah dekat” ujarnya dalam hati.
Langkah Eunha akhirnya benar-benar terhanti. Ia menemukan apa yang ia cari. Sekujur tubuhnya baru merasakan lelah setelah ia berhenti berlari. Di sana, beberapa meter dari tempatnya berdiri. Seorang namja membungkuk kehabisan nafas, bersandar pada batang pohon besar di sisi jalan. Wajah pucat namja itu bergabung lengkap dengan darah di bagian perutnya.
Seungcheol disana. Bagai menangkap sinyal beradaan Eunha, ia menoleh dalam hitungan detik dari waktu berhentinya Eunha berlari. Sempat ia tersenyum santai mengangkat tangan layaknya tak ada yang terjadi. Tapi detik berikutnya.. Brukk..
“Seungcheol-ah!”, Eunha berlari mendekat. Ia berjongkok untuk melihat keadaan Seungcheol. Ia meletakkan kepala Seungcheol dalam pangkuannya. Jantung Eunha berpacu cepat karena wajah Seungcheol terlalu pucat. Eunha meniup-niup telapak tangannya, kemudian menempelkan kedua telapak tangan itu pada wajah Seungcheol agar membuat namja itu merasa hangat mengingat tubuh Seungcheol begitu dingin. “Seungcheol-ah kau mendengar ku?! Seungcheol-ah jawab aku!” seru Eunha dalam kepanikan.
“Kau jatuh dalam perangkapku berulang kali. Kau pasti lebih bodoh dari kelinci”, ucap Seungcheol dengan mata masih tertutup. Ia menunjukkan senyum jahilnya. Kedua kalinya hal ini terjadi dalam sehari, saat mereka bersama Halla dan saat ini. Seungcheol membuka matanya, ia bangun dari pangkuan Eunha.
Aneh, tapi Eunha tidak merasa kesal seperti saat Seungcheol menipu dirinya setelah menyelamatkan Halla. Ia justru bersedih saat melihat wajah Seungcheol “Naega..”
DEG..
Belum sempat Eunha mengucap kata. “Igeon andwe” Sela Seungcheol lirih. Ia mendekat dan menempelkan keningnya pada pundak Eunha. “Kamanhi isseo..” Pinta Seungcheol.
Eunha menutup mata, kemudian air matanya jatuh saat ia membuka kelopak matanya. Ia membiarkan tangan kirinya mengelus pelan kepala Seungcheol yang bersandar pada pundaknya. Mungkin hanya Eunha, siswi di kelas mereka yang telah mengenal Seungcheol lebih dari 13 tahun lamanya. Hanya Eunha yang dapat mengerti, Seungcheol adalah tipe orang yang sulit berperilaku normal sampai ia merasakan sakit yang tak bisa lagi ditahannya. Dan saat ini, itulah yang terjadi.
“Nan gumiho... dalam sekejap, seluruh luka di tubuh ku akan sembuh dengan sendirinya k.. kkk” Canda Seungcheol lemas. Ia balas menepuk-nepuk kepala Eunha walau kepalanya sendiri masih terdampar di pundak Eunha dan ia tidak melihat ekspresi wajah Eunha. “Naneun.. Choi Seungcheollie-ya”
“K.. kk.. h.. h~” Tawa Kecil Eunha coba tunjukkan, tapi ucapan Seungcheol justru membuat ia menangis semakin keras dan terisak. “H.. Hikss. Hiks.. Hiks.. pa..paboya neon.. hiks pabo hiks”
▣┋◘▣┋◘
NEXT DAY
▣┋◘▣┋◘
Kyungjae terbangun pagi-pagi sekali. Ia sama sekali tidak bisa tidur karena kejadian kemarin. Semalam ia juga mendapat telpon dari Mingyu. Mingyu sedikit bercerita tentang apa yang terjadi pada dirinya dan Sujeong. Mingyu juga meminta tolong pada Kyungjae untuk mencari tahu keadaan Seungcheol, tapi ia belum berhasil mendapatkan kabar apapun dari Seungcheol. Hari ini hari Sabtu, sekolah memang libur. Tapi ia ingin sekali bertemu teman-temannya karena ia sangat cemas terhadap keadaan mereka. Sebagai ketua kelas, ia merasa bertanggung jawab akan teman-temannya. Ia menggunakan telpon rumahnya untuk menghubungi L. Tutt.. tut.. L tidak juga mengangkat telponnya. “O.. ottokhe..”
Tok tok tok.. pelayan rumah Kyungjae mengetuk pintu kamarnya. “M.. ma.. masuk” Jawab Kyungjae mempersilahkan.
“Tuan muda, ada seorang teman anda dibawah” Ucap sang pelayan. “Dua orang anak wanita”
“A..ak..aku akan.. t..turun.. t..terima kasih” Jawab Kyungjae lagi.
Kyungjae buru-buru mandi. Ia merapikan dirinya sebelum menemui kedua temannya di bawah. Diseprotkannya perfume ke tubuhnya beberapa kali. “S..siapa yang datang..p pagi-pagi b.be..begini?” tanya Kyungjae heran.
Kyungjae menuruni tangga rumahnya. Dilihatnya sosok Eunhee duduk di saah satu sofa ruang tamu. Yeoja itu mengenakan kemeja berwarna soft dengan rok berwarna putih polos. Eunhee berdiri dan membungkuk saat melihat Kyungjae datang, begitupun dengan Kyungjae.
“Kenapa kalian jadi kaku begitu?” Ujar seorang lainnya berdiri di dekat Eunhee. Tubuh kurus dengan wajah manis dan rambut yang sedikit panjang terikat. Kulit putih nya terlihat bersinar (?) Di pagi hari. Dua orang ‘yeoja’ yang pelayan Kyungjae maksud tadi adalah Eunhee dan.. Ren.
“D…Dua O…orang y..yeoja ya?”, gumam Kyungjae mengernyitkan dahinya mengingat ucapan sang pelayan yang mengatakan bahwa dua orang yeoja menemuinya.
“Musun soriya Ren Eomma” Ucap Eunhee malu.
Ketiganya duduk tenang setelah itu. Ren dan Eunhee menyampaikan maksud mereka datang ke rumah Kyungjae pagi itu. “Sujeong menelpon ku semalam. Ia tidak bicara banyak. Ia seperti menahan sakit. Ia hanya mengatakan ada yang harus ia bicarakan dengan kita semua. Aku berfikir.. mungkin ada baiknya kalau kita pergi kerumah Sujeong dan berkumpul disana.” Jelas Eunhee.
“Hanya kau dan Hyungshik saja yang memiliki mobil. Karena Kondisi Mina juga sedang tidak baik, kami berniat menjemput mina ke rumah Sujeong atau menjemput Sujeong lalu berkumpul di rumah Mina. Kami sudah menghubungi Hyungshik, tapi ia bilang ada urusan keluarga. Jadi kami pergi kemari” Tambah Ren. “Tapi mungkin lebih baik sedikit siang, karena sebagian belum bisa ku hubungi, mungkin mereka masih tidur”
Kyungjae mengangguk. “Ak..Aku juga..b..baru ingin menghubungi.. k..kalian.” Jawab Kyungjae “B..baiklah, ki.. kita coba hubungi yang lain.. s..sekarang bagaimana kalau ..k..kalian ss..sarapan dulu dengan ku?”, ujar Kyungjae mengajak Eunhee dan Ren sarapan bersama dan duduk bersama di ruang makan. Para pelayan mulai mengantarkan makanan ke meja hingga salah satu pelayan terpana. “J…Jogiyo?”, tegur Kyungjae pada pelayannya tersebut.
“Aii…yeppeuda~”, puji sang pelayan.
“N…Ne?”, jawab Kyungjae, Ren, dan Eunhee bersamaan.
“Ah….ia memujimu Eunhee-ah”, ujar Ren santai sambil menikmati sarapannya. Namun Eunhee berpikiran lain. Ia memperhatikan arah tatapan pelayan itu yang terfokus menatap……..Ren. “Sepertinya…bukan untukku”, gumam Eunhee.
“Jogiyo….anda biasanya pergi ke salon mana nona muda? Kulit anda bersih sekali”, ujar sang pelayan pada Ren yang sontak tersedak ketika mendengar ucapan “nona muda” yang ditujukan padanya.
“Mworagoyo?! Ya! Nan Namja-ya Namjaaa!!!”, gerutu Ren kesal.
▣┋◘▣┋◘
“Eunggghh, Sujeong melengguh menggerakkan tubuhnya, ia merasakan sakit dan nyeri disaat bersamaan. Mata Sujeong terbuka perlahan. Sulit dipercaya ia masih dapat membuka mata pagi ini. “Aku masih hidup” Ucap Sujeong pada dirinya begitu ia melihat langit-langit kamarnya. Kamar Sujeong sedikit gelap karena ia belum membuka tirai kamar. Ia terdiam cukup lama, memikirkan apa yang telah terjadi padanya semalam. Ia juga lupa bagaimana ia bisa sampai ke rumah. Hal terakhir yang ka ingat hanya Mingyu menggendongnya. “Ah! Mingyu”. Sujeong berniat bagun dari tempat tidur untuk menelpon Mingyu, tapi ia terhenti begitu melihat sesuatu. Ia kaget sampai menutup mulut dengan kedua tangan. Sujeong mendekat perlahan karena tubuhnya masih sakit untuk memastikan apa yang dilihatnya adalah benar.
Tepat di samping tempat tidur Sujeong, Mingyu tertidur. Ia duduk di lantai, memeluk kedua kakinya, membiarkan kepalanya tersanggah lutut dan punggungnya bersandar pada papan sisi tempat tidur Sujeong. Sujeong menepuk kening, ia ingat bahwa orang tuanya sedang pergi ke luar kota, mungkin itu alasan mengapa Mingyu memutuskan untuk menginap di rumahnya. Sujeong membuka tirai kamar tidurnya membiarkan hangatnya cahaya matahari memasuki kamarnya. Ia pun duduk di samping Mingyu. “M..min.. ah…aniya”, gumam Sujeong membatalkan niatnya untuk membangunkan Mingyu. Raut kelelahan yang tergambar di wajah namja itu membuatnya tak tega membangunkannya. “Ya tuhan ia bahkan tidak menggunakan selimut, lantai begitu dingin saat malam..”, gumam Sujeong. Ditariknya selimut dari atas tempat tidurnya
“Sujeong-ah..”, gumam Mingyu pelan.
“N-Ne?!”, Sujeong terkejut karena Mingyu memanggilnya. “K-Kau sudah bangun?”
“Kita akan keluar dari sini” ujar Mingyu masih dengan mata tertutup.
Rupanya ia hanya mengigau saja. Sujeong tersenyum kecil mendengar hal tersebut. Ia menyelimuti Mingyu. Sujeong melakukannya hati-hati karena tidak ingin membangunkan Mingyu. Pagi itu adalah pertama kalinya Sujeong melihat Mingyu begitu dekat. Ia sedikit berbeda dengan Mingyu yang selama ini dikenalnya. Mingyu yang terlihat ketus dan dingin, terlihat lebih polos saat tertidur. “Tapi memang ada yang berbeda.. eum.. tapi apa?” Pikir Sujeong mengamati Mingyu. “Ah…matta”, Jari telunjuk Sujeong menyentuh kening Mingyu. Karena apa yang Sujeong lakukan, Mingyu reflex terbangun. “HUAA!!!” Mingyu refleks menjauh. Ia tersentak begitu ia bangun dan menemukan Sujeong mencoba menyentuhnya. “K-Kau sedang apa?!” Tanya Mingyu panik.
Ekspresi Mingyu membuat Sujeong tertawa. “Kkk.. Neo.. Seo Mingyu matchi? Kkk ah~ kk jincha”
“Sepertinya dokter-dokter gila semalam menyuntikkan obat aneh pada mu” Mingyu menutup telinganya, suara tawa Sujeong sangat mengganggunya. Tapi itu justru membuat Mingyu semakin terlihat ‘lucu’. Image seorang sang namja yang sering dikuasai oleh emosi seolah hilang dari dirinya pagi itu. Hal ini yang membuat Sujeong tertawa melihatnya. Juga.. “Neo Moriya..” Sujeong menunjuk-nunjuk rambut Mingyu “Kwiyowo..kkk”
“Kwiyowo? Seumur hidup ku tidak pernah ada yang menyebut ku seperti itu”, gerutu Mingyu sambil menyentuh rambutnya. Poni rambut Mingyu yang selalu tertata naik yang membuat dirinya selalu terihat cool kini layu dengan poninya menutupi keningnya. “Manghaesseo…..”, gumamnya sendu. Disebut lucu oleh seorang wanita dianggapnya sebagai penurunan harga diri (?) ㅠ__ㅠ Mingyu menutup kepalanya dengan selimut, menyisakan wajahnya saja yang terlihat “Dimana toilet?” Tanya Mingyu cepat.
Sujeong menahan tawa. “Pfffh.. Keluar kamar ku ke samping kiri, di dekat dapur pffhh”
Mingyu berlari keluar untuk menyelamatkan ‘image’ nya. Sujeong menganggap tingkah Mingyu sebagai sesuatu yang lucu. Seorang ‘ssang namja’ yang semalam begitu cool menyelamatkan dan melindungi dirinya memiliki sisi lain yang tak pernah ia lihat selama ia mengenal anak itu. “Mingyu-ya!” panggil Sujeong.
Mingyu berhenti di ambang pintu. Ia tidak mau berbalik dan hanya memunggungi Sujeong. “Mwo?” Jawabnya tegas tapi tak lagi terdengar ‘galak’ di telinga Sujeong.
“Gomawoyo..” Apapun itu, Sujeong berhutang pada Mingyu. “Geurigo Mianhae.. Sepertinya aku terlalu takut semalam, jadi aku.. mendadak tertawa lepas tanpa alasan pagi ini..”
“Shingyong sseujima” jawab Mingyu melirik-lirik sedikit Sujeong.
“Gurae.. ddaengitda” Jawab Sujeong. “Geundae…neo moriya…pffh…neomu johahae”
Mingyu pura-pura tidak mendengar, ia menghilang dibalik pintu kamar Sujeong setelah Sujeong kembali membahas mengenai rambut.
▣┋◘▣┋◘
Jinyoung mengendarai sepedanya dan berhenti tepat di depan sebuah rumah. Ia merapikan rambutnya tersenyum puas. Ia mengambil sebuah batu kerikil kecil dan melemparkannya ke jendela lantai dua rumah tersebut. TUKK! SREEKK~! Tak lama jendela kamar terbuka dan seseorang terlihat di sana. “Ya Jung Jinyoung mwohae?!”
“Ppali Eunkyo-ya, kita harus berkumpul ke rumah Sujeong bersama yang lainnya!”, seru Jinyoung.
“Aish…arasseo..gidaryeo”, balas Eunkyo menutup kembali jendela kamarnya dan segera bersiap-siap.
Jinyoung tersenyum tipis. Ia membawa sepedanya menuju taman kecil di depan rumah Eunkyo. Dari kejauhan, ia melihat yeoja yang kemarin dilihatnya tengah asyik membaca buku sembari duduk di ayunan. Ia tak menyadari kehadiran Jinyoung. Jinyoung bergerak mendekat pada yeoja itu. “Annyeonghaseyo”, sapa Jinyoung.
Yeoja itu menurunkan bukunya yang sejak tadi menutupi wajahnya. Ia mendongak menatap Jinyoung bingung. “Annyeonghaseyo…nan Jung Jinyoung imnida…aku teman dari Kim Eunkyo yang tinggal di sana. Aku bersekolah di Yong-“
SREET! Yeoja itu bergegas berdiri dari posisinya. Tatapan bingung dan polos yang sempat terpancar dari yeoja itu, kini berubah menjadi tatapan tajam dan penuh kemarahan.
Jinyoung sedikit tersentak akan apa yang dilakukan yeoja itu. “G-Gwenchanayo?”
Yeoja itu segera berbalik dan pergi meninggalkan Jinyoung begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun. “Jinyoung-ah!”, tak lama kemudian terdengar suara Eunkyo memanggil. Jinyoung bergegas menghampiri Eunkyo. “Wae gurae? Kau bicara dengan anak itu?”, Tanya Eunkyo yang sempat melihat Jinyoung bicara dengan anak baru itu.
“Eo…hanya aku yang bicara…tapi tidak dengannya”, ujar Jinyoung. “Sudahlah..ayo kita segera berangkat”, ujar Jinyoung memberi isyarat agar Eunkyo duduk di bagian belakang sepedanya. “Kaja!”, seru Jinyoung bersemangat.
▣┋◘▣┋◘
Eunha sudah mendapat pesan mengenai niat teman-temannya untuk berkumpul di rumah Sujeong untuk membahas mengenai apa yang menimpa teman-teman mereka kemarin. Ia berdiri di balkon kamarnya. Biasanya Seungcheol sudah mencari-cari gara-gara dengan bernyanyi keras, melempari pintu kaca geser kamarnya dengan sesuatu atau hal lainnya. Tapi ia tidak bertingkah pagi ini. “Aku harus membiarkannya istirahat” ucap Eunha.
Belum kering bibir Eunha bicara, Seungcheol membuka balkon kamarnya “Uhukk.. sepertinya ada yang mencari ku uhukk” Sindirnya. “Hehe”
“Aku tidak mencari mu! Hanya ingin memberi tahu anak-anak akan berkumpul di rumah Sujeong, kkeut” Seru Eunha membuang muka.
“Psh” Seungcheol mengarahkan pandangannya pada langit pagi yang cukup cerah. Tangan Sengcheol memegangi perutnya. Dan mata Eunha menangkapnya.
“Apa luka mu masih sakit?” Tanya Eunha.
“Tidak.. aku lapar” Jawab Seungcheol asal “Hahhaha”
▣┋◘▣┋◘
11.00 AM
Mina, Halla, Ren mengetuk pintu rumah Sujeong. Eunhee berjalan di belakang mereka. sementara Kyungjae langsung pergi karena ia sudah berjanji ingin menjemput Precise dan L. “Kalian belum masuk? Apa Sujeong tidak ada di dalam?” Tanya Eunhee.
“Bagaimana kalau Sujeong masih sakit?”, duga Halla.
Clek.. pintu rumah Sujeong terbuka. Bukan sosok Sujeong yang keluar dari sana, melainkan Mingyu. Insting tukang bergosip Ren menyambut heboh keberadaan Mingyu di sana. “Hanya kau saja yang baru datang?”, tanya Ren menyelidik. “Kalian berdua saja?”
Mina menunduk tak mau menatap Mingyu. Halla menyenggol lengan Ren, ia memberi isyarat menggunakan mata pada Ren mengenai Mina. Ren mengunci mulutnya. Ia seharunya tidak bertanya seperti tadi. Ia balik melempar pandang pada Halla seolah berkata ‘Mianhae’.
Mingyu mempersilahkan mereka masuk. “Masuklah.. kondisi Sujeong belum begitu baik”
▣┋◘
Ren menarik anak-anak buahnya, Sujeong, Eunhee dan Halla ke dapur dengan alasan ingin membuat minuman. Ia sengaja membiarkan Mina berdua saja dengan Mingyu. Eunhee dan Sujeong yang tak tahu apa-apa merasa heran. “Membuat minuman sampai sebanyak ini?” Tanya Sujeong curiga.
“Aku hanya ingin memberi ruang sedikit untuk Mina. Ia sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa Younghee dan Sungjae, Mungkin bersama Mingyu dia bisa sedikit bahagia”
Eunhee menggaruk kepala bingung. “Ada apa sebenarnya? Mingyu dan Mina?”
“Ini rahasia di antara kita. Sungjae menyatakan cinta pada Mina, tapi Mina menolaknya karena ia menunggu jawaban Mingyu, tapi ternyata Mingyu juga melolaknya” Bisik Ren bergosip.
“Omo Jincha?!” Pekik Eunhee kaget.
“Ssshuut pelankan suaramu!”, Seru Halla. Halla, Eunhee dan Sujeong tidak bicara banyak, mereka tidak mau berkomentar akan apa yang mereka juga belum ketahui jelas, lagipula kecelakaan kemarin masih meninggalkan beban psikis bagi keduanya.
▣┋◘
Sekalipun mereka duduk bersebelahan, hanya suasana canggung yang tercipta diantara Mina dan Mingyu. Mina memegangi stopwatchnya yang sempat terjatuh keras kemarin. Stopwatch itu rusak sekarang. Setiap kali menatap Stopwatch itu Mina selalu meneteskan air mata.
Mingyu hendak mengambil stopwatch tersebut dari tangan Mina “Biar ku betulkan”
Mina menggeleng. Ia menggenggam erat stopwatch tersebut.
▣┋◘▣┋◘
Pukul 11.30 ditunjukkan oleh Jam dinding rumah Sujeong. Mereka semua sudah berkumpul disana. Hanya Hyungshik saja yang tidak datang. Masing-masing dari mereka menceritakan kecelakaan yang telah mereka alami kemarin.
Sujeong menuliskan bagan-bagan pada buku catatan miliknya dari apa yang sedang mereka bagi saat ini. Ia kemudian menyerahkan catatan itu pada L dan Jinyoung. “Hal pertama, ini berarti 3 kejadian di tempat yang berbeda terjadi di saat yang hampir bersamaan. Artinya.. pelaku jelas adalah sekelompok orang. Mustahil ini dilakukan hanya oleh satu orang saja”, ujar Jinyoung. Ia lanjut mengemukakan pendapatnya. “Kedua.. Walau beberapa kali dari kita mendapatkan clue-clue aneh yang sepertinya berasal dari sesuatu di luar akal manusia.. tapi apa yang menyerang kita sepertinya adalah sesuatu yang berbeda.”
“Aku setuju tentang hal itu.. karena Aku, Seungcheol dan Eunha melihat jelas sosok pengendara sepeda motor, kami yakin ia adalah manusia” Tanggap Halla.
“Pihak sekolah adalah tertuduh utama”, Sambung Mingyu. “Mereka pihak yang paling mencurigakan sejauh ini. Mereka sepertinya menutupi sesuatu dan tidak suka apabila kita mengetahuinya.”
Seungcheol santai saja menganggapi teman-temannya yang sedang serius. Ia mengantuk di pojok ruangan. “Pola mereka juga jelas. Selalu ada yang terjadi sebelum akhirnya korban jatuh. Karena itu se-jenius apapun kalian.. jangan berlagak sok pintar. Jangan biarkan mereka mengetahui apa yang kau ketahui, bicarakan secara internal diantara kita saja”
“Juga jangan berlagak sok pahlawan karena kau mungkin juga kita bisa menjadi korban walau bukan kita incaran sebenarnya”, Sindir Eunha pada Sungcheol. “Benar begitu bukan, Choi Seungcheol?”
“Jangan mulai.. Neo!” Ancam Seungcheol.
Jinyoung memperingatkan Eunha dan Seungcheol “Duriseo Geuman”
“Tapi sesungguhnya aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan jika kemarin Seungcheol tidak bersama ku.. Maksud ku, sesekali mengambil meresiko memang harus dilakukan. Akan semakin sulit jika kita hanya diam saja”, Bela Mingyu.
“Yokshi Uri Mingyu”, Sahut Seungcheol besar kepala. Ia menjulurkan lidah pada Eunha.
“K..Kundae.. a.. aku penasaran.. t.entang A..apa yang S..sujeong a..alami di rumah sakit” Tanya Kyungjae.
“Nado” Sela Eunhee. “Cara mu bicara semalam membuat ku sangat khawatir Sujeong-ah. Apa yang terjadi pada mu? Kau terdengar ketakutan juga sulit bicara”
Sujeong, Mingyu dan Seungcheol saling bertatapan satu sama lain. Mereka tak yakin harus menjelaskan mengatakan tentang pihak rumah sakit pada teman-teman mereka. Jika mereka mengetahui tentang suntikan berbahaya yang jungkin sudah diterima Donghyun, Sungjae, juga Younghee bagaimana perasaan mereka semua nanti? Tapi jika mereka tidak memberi tahu.. maka dampak lebih buruk mungkin juga akan teman-teman mereka terima. Mereka pun akhirnya memilih menceritakan semua teman mereka.
▣┋◘▣┋◘
Hospital – 03.00 PM
▣┋◘▣┋◘
Setelah mendengar cerita Sujeong. Emosi Mina tersulut. Ia begitu marah mengetahui kemungkinan ia tidak akan dapat bertemu dengan Sungjae dan Younghee. Ia mendatangi rumah sakit untuk mendapatkan kebenaran akan cerita Sujeong. “Apa maksudmu aku tidak dapat menjenguk temanku?!”, Seru Mina kesal pada salah satu perawat yang baru saja keluar dari ruangan tempat Sungjae dirawat.
“Maafkan saya nona…tapi pasien ada di ruang isolasi…jadi tidak ada siapapun yang dapat menjenguknya”, ujar perawat tersebut.
Mina tercengang mendengar ucapan perawat tersebut. “MWORAGO?! RUANG ISOLASI?!”, serunya. “Ya! Temanku mengalami kecelakaan! Bukan pasien dengan penyakit penular! Apa maksudmu menempatkannya pada ruang Isolasi?!!”, seru Mina emosi. Ia tak terima Sungjae dan Younghee diperlakukan seperti ini oleh pihak rumah sakit.
“Sekali lagi saya minta maaf nona .. bukan kapasiatas saya membicarakannya, saya permisi dulu” perawat tersebut buru-buru pergi dari hadapan Mina.
“YAAA!! AISH JINCHA!”, gerutu Mina kesal.
L, Mingyu dan Precise sejak tadi mengikuti Mina. Mereka lekas menghampiri Mina saat mereka rasa Mina sudah tidak lagi bisa mengontrol emosinya “Kwon Mina.. Stop It!” Larang Precise saat Mina hendak mengejar perawat tadi.
Tangis Mina pecah kembali “H..Hiks.. ini tidak benar, Ini tidak mungkin Hikss.. Aku.. Hiks.. aku harus bertemu dengan Sungjae dan Younghee.. hiks.. ”, Ucap Mina lirih. Precise memberikan sebuah pelukan untuk Mina. Ia tidak tahu harus mengatakan apa pada Mina.
“Kau bertingkah layaknya kau adalah seseorang yang mengalami masalah paling berat di dunia ini…memuakkan sekali”, gumam Mingyu serius.
“Mingyu bicara apa kau ini? Hentikan!”, Larang L, ucapan minggu barusan hanya memperkeruh suasana.
“Aku tak peduli apa yang kau katakan Seo Mingyu Hikss…apa yang kau ketahui tentang ku.. APA YANG KAU KETAHUI TENTANG PERASAAN KU!!”, balas Mina menatap tajam Mingyu.
“Sungjae meminta mu tetap hidup untuk menyelesaikan semua masalah ini”, Mingyu bicara pelan pada awalnya, tapi ia menaikkan volume suara setelahnya. “BUKAN UNTUK MEMBIARKAN MU MENGANTAR NYAWA PADA KESEMPATAN BERIKUTNYA!” Bentak Mingyu balik.
Mina tertunduk. Ia menangkap kebenaran dan ketulusan di mata Mingyu, tapi itu tetap membuat hatinya sakit. “Hiks.. Hiks..”
Mingyu menyentuh pundak Mina. Ia meredam emosinya “Mina-ya.. Ada seseorang di sekitar kita yang tengah mengintai kita. Jika kau tetap seperti ini, bukan tidak mungkin bahwa orang itu akan mencelakaimu untuk kedua kali nya. Tidak ada orang yang akan beruntung berkali-kali dengan mudah. Ketika saatnya datang lagi… kau belum tentu selamat … lalu kau anggap apa pengorbanan Sungjae untukmu jika kau celaka untuk yang kedua kalinya? bersikap seperti ini .. sama saja dengan kau mempermainkan pengorbanan Sungjae untukmu”, ujar Mingyu. “Kau boleh bertanya pada L kalau memang tidak mempercayai ucapan ku. Tapi tentang perasaan Sungjae terhadapmu….ia berulang kali menyampaikannya pada kami. Aku tidak bisa diam saja melihat mu seperti ini. Ku mohon Mina-ya….jangan bertindak gegabah..tetaplah hidup dan kita selamatkan Sungjae dari dalam sana”
Mina menatap Mingyu. Pipi mungilnya telah basah oleh Air mata. Ia lalu tertunduk lesu dan Mingyu pun melepaskan pegangan tangannya pada pundak Mina setelah dirasa yeoja itu sudah sedikit melunak. “Lalu…apa yang harus kulakukan saat ini? Hiks.…hiks nan ije.. ottokhe..”, isak Mina pelan.
Mingyu menghela nafas pelan. “Seperti apa yang Seungcheol katakan, Untuk saat ini…bersikaplah seolah tak terjadi apapun… bersikaplah seolah kita tak peduli dengan apa yang terjadi. Hanya itulah yang mungkin bisa menyelamatkan kita dari bahaya untuk saat ini” Saran Mingyu. L terdiam. Sejak mendengar semua cerita secara lengkap. Sesuatu mengganjal didalam hatinya.
▣┋◘▣┋◘
07.00 PM
▣┋◘▣┋◘
L bertemu dengan Kyungjae ditaman dekat rumahnya. Keduanya memutuskan untuk bicara berdua saja. L datang lebih dulu. Tak lama kemudian Kyungjae muncul. Kyungjae tidak membuka pembicaraan karena L sepertinya masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Sore itu hujan turun. L menggunakan payung berwarna hitam senada dengan pakaiannya.
“Issanghae..” Ucap L lebih dahulu.
“..M..Mwonga I..ssanghae?”
L tersenyum miris. “Aku merasa begitu buruk saat ini Kyungjae-ya. Aku.. menyadari betapa aku hidup untuk diriku sendiri saja selama ini”, Ia menghela nafasnya, tidak melanjutkan ucapannya untuk beberapa saat. “Psh~”
“...” Kyungjae tidak bisa memberi pendapat, ia tidak tahu alasan L tiba-tiba bicara seperti itu.
“Saat pertama kali semua ini terjadi. Aku terus berfikir aku bisa memecahkannya. Aku begitu yakin aku mempu melakukannya sendiri. Tapi melihat kondisi sekarang... Aku hanya pecundang diantara kalian” Lanjut L memandang rendah dirinya. “Kita tidak bisa bertindak tanpa rencana, karena itu aku meminta Mingyu untuk tetap diam. Tapi keputusannya untuk bertindak justru lebih tepat dari apa yang ku minta padanya. Aku juga menganggap Choi Seungcheol sebagai seseorang yang mungkin akan sulit diatur dan akan menyebabkan banyak masalah, tapi kenyataannya.. ia lah yang justru mati-matian mempertaruhkan nyawa untuk kita. Ia membuang jarak diantara anak laki-laki dan anak perempuan. Ia juga tidak peduli apa ia dekat atau tidak dengan orang itu sebelumnya. Disaat dimana aku masih menghabiskan waktu untuk berfikir.. ia sudah bergerak melindungi dan berlari begitu jauh. Bahkan seorang Jinyoung yang kupikir tak akan banyak membantu karena ia terlalu diam dan kaku, dapat membantu berfikir tentang strategi jauh lebih baik dari ku. Ia pengamat yang baik. Ia tipe seorang pemikir sama seperti ku, tapi ia bisa lebih membaur dengan kalian semua... Aku.. terus mencari posisi untuk ku dapat berdiri, tapi aku tetap tidak menemukannya”
Kyungjae sebenarnya juga merasakan hal yang sama, tapi ia tidak lagi ingin memikirkannya. “A..aku t.tidak pandai..m..mengucapkan H..hal-hal penyemangat” Ujar Kyungjae. “Y..yang da..dapat a.aku Katakan.. h..hanya..”, Kyungjae tahu ia berbicara terlalu lama, jadi ia menulis pesan pada layar ponselnya, kemudian meminta L membaca. “I..ini” Ia mengirim pesan pada ponsel L. “B..bacalah nanti.. k.karena ada ..y yang ingin kusampaikan sekarang”
“Araseo.. Maafkan aku juga tiba-tiba berbicara aneh begini. Apa yang ingin kau bicarakan?” Tanya L.
“Ini.. T..tentang Hyungshik..”
▣┋◘
L berjalan sendiri menuju ke rumahnya. Hujan semakin deras tapi ia tetap berjalan lambat sembari membaca pesan dari Kyungjae.
“L-ah.. Aku pernah berdiri diposisi yang sama dengan mu. Aku merasa posisi ku sangat lemah dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Tapi.. melihat satu persatu teman kita berjatuhan, kini pikiran ku sudah terbuka. Masalah kita, bukan lagi serta merta mengenai siapa yang lebih berjasa dan siapa yang lebih tak berguna. Tapi sejauh apa kita bisa bertahan dengan cara kita sendiri. Selamatkan siapapun ynag bisa kita selamatkan dan bantu siapapun yang bisa kita bantu. Tidak masalah kalau merasa sikap tertutupmu adalah halangan besar kau tak bisa berbaur dengan anak lainnya, bukankah setidaknya kau menemukan penyababnya? Bukankah itu hal yang baik? Karena setelah kau menemukan penyebabnya, maka kau akan tahu dimana kau harus memperbaikinya. Aku tidak tahu apa penjelasan ku masuk akal atau tidak, hanya ini yang bisa ku lakukan untuk membantu.
–Ketua Kelas mu, Kyungjae-
▣┋◘▣┋◘
Senin pagi, semua siswa berkumpul di lapangan utama karena pihak sekolah secara tiba-tiba meminta mereka semua untuk berkumpul. Para siswa bertanya-tanya mengapa tiba-tiba mereka dikumpulkan secara tiba-tiba.
Siswa siswi berbaris berdasarkan kelas mereka masing-masing. Setiap kelas dibagi menjadi dua barisan, laki-laki dan perempuan. HoWon yang merupakan siswa kelas 3-6 sengaja berdiri di samping Eunha yang merupakan siswa kelas 3-7. “Sepertinya kelasmu membuat masalah lagi”, sindirnya. “Kupikir selama ini hanya kau yang selalu membuat masalah….tapi ternyata teman-teman sekelasmu tak jauh berbeda denganmu…pfh…memalukan”, sambungnya.
Eunha mendengar dengan jelas sindiran tersebut. Ia amat sangat ingin marah pada namja di sampingnya tersebut. HoWon tidak mengerti apapun, tapi ia terus saja berkata buruk tentang teman-teman sekelasnya. Ia tidak tahu bagaimana sakitnya perasaan beberapa anak di kelas 3-7 akan kejadian itu. Sindiran Howon dan juga segala pikiran tentang teman-temannya tersebut begitu menekan Eunha, hingga saat ini yang ingin dilakukannya hanyalah menangis. “Mengapa dia hanya bisa menghina kami tanpa tahu bagaimana perasaan kami? rasa takut, kesedihan, kehilangan…patutkah semua itu dijadikan bahan olokan semacam ini? tidak kah ia memiliki cukup belas kasihan untuk tetap diam?”, gumamnya dalam hati.
Eunha hanya bisa tertunduk. Air matanya siap menetes. Namun disaat yang bersamaan, ia merasakan sentuhan tangan seseorang di pundaknya. “Angkat kepalamu…kita tidak boleh terlihat lemah hanya karena seseorang yang tidak tahu caranya berfikir dan merasakan kesedihan orang lain, menghina kita”
Eunha menatap namja di samping kanannya, “Seungcheol..”, gumamnya. Tak lama kemudian, ia merasakan tangannya di genggam. Eunha mengarahkan pandangannya ke arah tangannya yang digenggam oleh Seungcheol. Namun tiba-tiba, angin berhembus kencang ke arahnya. Kedua mata Eunha refleks terpejam, ketika debu yang terbawa oleh hembusan angin tersebut mengenai kedua matanya. Disaat bersamaan, lagi-lagi sebuah bayangan muncul di pikirannya. Eunha membuka matanya dan tiba-tiba ia berada di dalam gelanggang renang gedung sekolahnya. Semua orang di sana terlihat panic. Disaat itu juga, ia melihat pemandangan yang sama dimana Seungcheol terlihat menggenggam tangannya. Wajah namja itu menunjukkan ekspresi aneh.
“Sekeras apapun kau mencoba merubah takdir .. kau tidak akan berhasil, karena itu biarkan segala sesuatu berjalan sesuai waktunya”
WWWHHUUUSSSHHHHHHHHHHH~! hembusan angin kembali bertiup. Eunha kembali membuka matanya dan nafasnya berderu cepat.
“Eunha-ya! Ya! Jung Eunha! YA!!”, seru Seungcheol menyebut namanya dan menggerak-gerakkan tangannya yang masih menggenggam tangan Eunha. Eunha membuka matanya dan menatap Seungcheol dengan tatapan terkejut. “W-Wae??”, Tanya Seungcheol.
“A-Ani…gwenchana” jawab Eunha.
Howon yang berada di samping kiri Eunha, secara tak sengaja mengamati gelagat aneh Eunha setelah mendengar Seungcheol memanggil-manggil Eunha. “Mungkinkah dia … serupa dengan Shinmi noona?? Ani.. mana mungkin seperti itu..tapi kalau memang benar...”
Seungcheol tak sengaja memergoki Howon yang tengah memperhatikan Eunha. Seungcheol menatapnya tajam. “Ya! Apa yang kau lihat?!”, tegur Seungcheol sambil melemparkan tatapan curiga pada namja itu.
Howon hanya melirik Seungcheol sinis. “Cih ..”, Howon membuang muka setelahnya.
Tak lama setelahnya, kepala sekolah dan staffnya pun muncul di hadapan para siswa. Dan benar saja, Kepala sekolah membicarakan tentang kecelakaan kemarin. Ia berkilah bahwa apa yang terjadi kemarin hanya kecelakaan biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan. Ia berharap para siswa tetap tenang dan tidak terpengaruh pada berita miring yang merebak di sekolah saat ini.
L, Mingyu, dan KyungJae merasa sangat sakit hati dengan apa yang diucapkan oleh pihak sekolah yang begitu terkesan menutupi fakta yang terjadi. Namun sayangnya, mereka tak bisa berbuat apapun.
Mingyu menghela nafas berat dan mengedarkan pandangannya ke sekitarnya demi meminimalisir emosinya sekaligus memperhatikan reaksi para siswa lainnya. Hingga secara tak sengaja, pandangan Mingyu terhenti pada sosok Kim Ahjussi. Ia melihat Kim Ajussi berdiri di samping bangunan sekolah, ikut mendengarkan pengumuman kepala sekolah saat itu dengan ekspresi yang sulit di deskripsikan.
Songhee dan Ren berdiri bersebelahan. “Bagaimana dengan nasib kita kedepannya, Ren eomma??”, Tanya Songhee. Ia dilanda ketakutan hebat saat itu.
Ren tersenyum lebar. “Kami semua akan menjaga mu…kau tidak perlu takut”, ujar Ren. Wajahnya lalu berubah serius. “Sampai waktu dimana semua jawaban akan terkuak .. kita harus menjaga satu sama lain”
Mina berdiri di belakang Songhee dan Ren. Di dalam hatinya masih terekam setiap detik dari peristiwa 2 hari lalu. Emosinya kembali meningkat. Bukan hanya rasa kesal, tapi rasa marah yang teramat akibat apa yang terjadi 2 hari lalu, kini kembali menguasai dirinya. “Beraninya mereka mengatakan semua itu hanya sebuah kecelakaan…tak akan kubiarkan kalian bersenang-senang lebih lama lagi. Bagaimanapun caranya, masalah ini akan kupecahkan! Aku tidak akan membiarkan pengorbanan Sungjae sia-sia begitu saja!”, gumam Mina sembari mengepalkan tangannya kesal.
▣┋◘▣┋◘
Sore hari saat jam dinding menunjukkan pukul enam sore, Eunha keluar dari ruangan klub sains setelah mengurus kegiatan bersama beberapa siswa lainnya yang juga menjadi panitia kegiatan tersebut. Di depan ruangan, mereka semua saling berpamitan. Eunha bersiap untuk pulang. Ia memeriksa tasnya dan menyadari salah satu buku pelajarannya tertinggal di dalam kelas. Ia pun kembali ke dalam kelas untuk mengambil buku nya. Dalam perjalanan menuju kelas, ia berpapasan dengan Kim Ajussi di halaman depan sekolah. Ia tersenyum kecil sembari membungkuk sopan, sedangkan Kim Ajussi hanya balas membungkuk, lalu pergi begitu saja. Di dalam kelas, Eunha tidak menemukan bukunya yang tertinggal. “Hm…kenapa tidak ada??”, gumamnya. Tak lama kemudian, ia merasakan ponselnya bergetar. Dua buah pesan tertera di sana. Ia lekas membukanya.
from : PABO SEUNGCHEOLLIE
15:32
Nenek tua .. lain kali kau tinggalkan saja sekalian tas mu di sekolah! buku bodoh mu ada pada ku.
Eunhaa mengerutkan dahinya. “Sial…ada padanya rupanya…pssshhh”, gerutu Eunha. Ia kemudian membuka pesan berikutnya, yang lagi-lagi berasal dari orang yang sama.
from : PABO SEUNGCHEOLLIE
18:05
Lama lama lama ……. !!!!!!
“Apa maksud pesan yang terakhir ini.. aish??”, gumam Eunha bingung. Eunha pun segera membalas pesan tersebut.
To : PABO SEUNGCHEOLLIE
18:05
Aku tidak mengerti bahasa binatang !!
“Aish mwoya?”, gerutu Eunha kesal. Namun, tiba-tiba ia merasakan hawa tak biasa menyeruak di sekitarnya. SRET~ Ia mendadak mematung di posisinya ketika merasakan seperti ada seseorang yang mengikutinya. Ia berjalan perlahan mendekati pintu kelas. Setapak demi setapak, lalu memperhatikan kanan dan kirinya. Ia terdiam ketika melihat seseorang yan begitu mirip dengan L berdiri di pojok lorong, menatap ke arahnya dengan tatapan sendu. “Ah tidak .. itu memang L”, ujarnya. Ia berjalan mendekat. “L-ah, kau belum pulang?”
Namun L tak merespon Eunha sama sekali. Semakin ia berjalan mendekati namja itu, hawa dingin semakin terasa hingga membuat kulitnya merinding. Eunha memperhatikan L dengan seksama sembari terus melangkah ke arahnya. “Ada yang berbeda dari L .. dia…”. SSSRRRRRRREEEEEEETTTTTTTT! Disaat Eunha sedang terfokus dengan apa yang dilihatnya, seseorang muncul tiba-tiba dibelakang nya dan menjerat lehernya dengan sebuah tali . “akh .. akh ..akhh!”, Eunha kesulitan bernafas dan ia refleks menjatuhkan handphone di tangannya.“Argh!!”, Mata Eunha terpejam menahan sakit. Ia menjulurkan tangan ke arah L mencoba meminta bantuan, tapi L hanya diam saja dan tak meresponnya. Ia hanya terlihat meneteskan air mata karena melihat keadaan Eunha saat ini. “ L .. tolong aku .. L !!!!!!”, seru Eunha dalam hati karena ia tak mampu bicara karena lehernya terjerat. Jeratan di leher Eunha, terasa semakin keras sehingga membuat kesadarannya perlahan menurun. Pandangannya mulai kabur. Secara perlahan, ia tidak lagi dapat melihat L.
▣┋◘▣┋◘
To be continue
▣┋◘▣┋◘