home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Different Dimension: The Beginning

Different Dimension: The Beginning

Share:
Author : letsDOwl
Published : 13 Oct 2015, Updated : 01 Jun 2017
Cast : OC, BTS, EXO, Lovelyz, GFriend, EXID, AOA, BTOB, Seventeen, ZE:A. NU'EST, B1A4, The Ark, RV
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |37462 Views |2 Loves
Different Dimension: The Beginning
CHAPTER 10 : The Death Injection

07.00 PM

“Lama sekali sih bus nya…hufh”, keluh Halla yang tengah duduk sendiri di sebuah halte. Ia melihat lampu lalu lintas berubah merah. “Aku naik bus dari sana saja deh…tak apa jika harus naik dua kali nanti daripada menunggu terus seperti ini…bisa-bisa sampai malam aku tidak bisa pulang”, ujarnya. Ia melangkahkan kalinya menelusuri zebra cross. Belum sampai kakinya melangkah pada halte bus yang ditujunya, terdengar suara gaduh dari kejauhan. GRUUUUNGGG GRUNNNGG~! Halla refleks menoleh ke sisi kanannya. Matanya terbelalak ketika ia mendapati sebuah motor besar melaju kencang ke arahnya.

Ia ingin berlari untuk menghindar tapi kakinya lemas dan tak mampu digerakkan. Motor besar itu pun nampak sengaja memang mengarah padanya. Halla memejamkan matanya, ia menutup matanya pasrah. “Aku….aku adalah korban berikutnya”, gumam Halla dalam hati.

GGRRUUNGGGG BRUKKKKKKK

DUKK Sakit Halla rasakan pada bagian tangannya. Ia seperti terpukul akan sesuatu yang cukup keras. Terpaan angin begitu cepat bergerak dirasakan halla menyapu tubuhnya. Ia merasakan dirinya terhempas dan menghantam kerasnya aspal jalanan. Tak ada suara.. tidak lagi ada suara yang ia dengar. “Halla-ya!!!”. Suara seorang terdengar jelas ditelinganya. “HALLA-YA!!!”

“Chamkan.. Apa aku..”, Kata-kata itu bahkan terputus di dalam hatinya. Keinginan Halla untuk melihat apa yang terjadi, membuatnya membuka kedua matanya. Pandangannya sedikit samar namun tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki perlahan mendekat.

▣┋◘▣┋◘

Mingyu dan L kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju rumah mereka. Mereka baru saja turun dari Bus. Tak banyak pembicaraan di antara keduanya. Mereka masih sibuk dengan pikiran masing-masing.  Apalagi setelah mendengar apa yang kepala sekolah katakan pada mereka di sekolah tadi.

Mingyu melihat kesana kemari karena ia bosan. Ia tak sengaja melihat sebuah ambulance melaju  melewati mereka. Ambulance tersebut sama sekali tidak menyalakan sirine seperti layaknya Ambulance pada umumnya. “Issanghae…ah…mungkin mereka tidak sedang membawa pasien”, gumam Mingyu dalam hati. Namun, Mingyu tak bisa melepaskan tatapannya pada ambulance tersebut. Mingyu sempat menaikkan sebelah alisnya, saat melihat Ambulance tersebut berhenti dan merapa pada sisi sebrang jalan.

Cukup lama Ambulance tersebut terparkir, bahkan sampai Mingyu dan L berjalan cukup jauh. Mingyu sempat menoleh ke belakang dan melihat Ambulance tersebut masih di tempat yang sama. Perasaan aneh menelusup dalam batinnya.

Tiba-tiba di tengah jalan, mereka mendengar sesuatu.  “AAAAAAAAAAAAAAAAAAA”, DUAAAAKKK! Tiba-tiba terdengar suara gaduh seperti benda yang menghantam sesuatu. “Igo mwoya?”, Tanya Mingyu tiba-tiba menghentikan langkahnya dan diikuti L setelahnya. Tak lama setelahnya, mereka melihat orang-orang berlarian ke arah trotoar yang berada beberapa meter berseberangan dengan trotoar dimana L dan Mingyu berada saat ini. Mingyu dan L saling menatap bingung tapi akhirnya keduanya memutuskan untuk mengikuti orang-orang tersebut.

▣┋◘▣┋◘

“Ah…himdeuro…”, gumam Eunha yang baru saja menyelesaikan rapatnya bersama klub sainsnya.

“Sugohaesseo…pulanglah sebelum ada yang meneror dirimu”, sindir Howon sambil berjalan melewati Eunha begitu saja.

“Ish! Dasar menyebalkan!”, gerutu Eunha. Ia mengangkat tangannya hendak memukul Howon, namun…
“Sugohaesseo….Eunha-ya”, sapa Shinmi menghampiri Eunha dan menyapanya.

Eunha pun menyembunyikan tangannya ke belakang punggungnya. “Ne onnie…gomawoyo”, balas Eunha membungkuk.

“Aku pulang duluan…hati-hati di jalan…”, pamit Shinmi yang lekas menghampiri Howon dan keduanya pun pulang bersama.

“Aish kenapa mereka berbeda sekali?”, gerutu Eunha. PLUK! “Aaaaw!”, rintih Eunha setelah tak lama setelahnya sebuah botol air mineral kosong melayang mengenai kepalanya. Ia menoleh mencari-cari siapa sang pelaku ‘kejahatan’ tersebut yang tentu saja tak lain dan tak bukan…….
“YA CHOI SEUNGCHEOL!!”, bentaknya.

“Aish shikkeuro!! Jibe kkanda ppali!!”, balas Seungcheol sebelum Eunha mulai berbicara macam-macam. Ia pun berbalik dan berjalan menjauhi Eunha.

“Aish jincha”, gerutu Eunha yang tak punya pilihan selain menuruti Seungcheol karena kebetulan juga, hari mulai gelap.

▣┋

Motor Seungcheol melaju melintasi jalanan dan terhenti pada sebuah persimpangan jalan ketika lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Jalanan hari itu sangatlah sepi. Hanya ada dirinya, Eunha yang duduk di belakangnya dan seorang pengendara motor lainnya yang mengendarai sebuah motor besar berada tepat di samping motor Seungcheol. GRUUUNNGGG~ GRUUUNNGG GRUUUNNNGG~! Seungcheol dan Eunha tersentak ketika tiba-tiba pengendara motor di belakang mereka memainkan gas motornya sehingga menimbulkan suara bising.  Wajah pengendara motor tersebut tak terlihat karena ia menggunakan helm yang menutupi wajahnya.

“Apa yang dilakukannya?”, gumam Eunha pada Seungcheol.

“Molla”, jawab Seungcheol mencoba tak peduli. Ia kembali menoleh ke depan dan matanya menangkap sesuatu. GRUUUUUUNGGG~! Tiba-tiba Seungcheol turut memutar gasnya hingga menimbulkan suara bising.  

“W-Wae gurae-AAAAAAAAAAAAAAAAAKK!!”, jerit Eunha ketika tiba-tiba Seungcheol mengendarai motornya dalam kecepatan tinggi selama beberapa saat lalu merapat cepat ke pinggir jalan setelahnya. “Neo Michoseo!” Eunha turun dari motor setelah mendapat signal berupa gerakan tangan dari Seungcheol.

Seungcheol tak henti melihat ke belakang. “Jung Eunha”, Panggilnya tanpa menatap Eunha. “Seberapa cepat kau bisa berlari?”

“Mwo?” pekik Eunha.

GRUUUNNNGG~! Motor besar yang tadi ada di belakang mereka melaju cepat dengan suara bisingnya melewati mereka.

“Ani.. berteriaklah kalau kau tidak sempat berlari sampai ke sana sebelum aku!”, Ujarnya cepat. Ia segera  menutup kaca helm nya, juga memutar gas motornya seperti orang kesetanan. Ia mengejar motor tadi tanpa alasan yang jelas.

“SEUNGHCEOL-AH!!!!!!!” Teriak Eunha. Ia refleks berlari di trotoar jalan mengejar Seungcheol yang tentunya sudah berada cukup jauh meninggalkan dirinya mengingat ia mengendarai sepeda motor.

Berlari dan berlari.. hanya hal itu yang Eunha bisa lakukan, sampai ia menyadari seorang yeoja menyebrang jalan dari halte bis menuju sisi jalan dimana Eunha berlari. Mata Eunha terbelalak dan jantungnya berpacu cepat, secepat laju motor Seungcheol mengejar pengendara motor misterius di depan sana. “HHHALLAAAAAAAA!!!!!!! YA!!!!”, Eunha berteriak kencang karena mustahil baginya menyusul kedua motor tersebut. Tapi teriakannya sama sekali tak berguna.

Motor besar sang pengendara misterius hanya bersisa satu meter saja menuju Halla. Halla sendiri nampak sudah pasrah, ia tidak menunjukkan respon ataupun mencoba berlari. Tidak ada jalan lain, Seungcheol sudah kehilangan akal sehatnya ketika itu. Ia menggeber motornya sekencang mungkin. Ia menyalip motor besar dari sisi dalam.

Motor besar tersebut tentu tidak tinggal diam akan tindakan Seungcheol, ia memepet motor seungcheol sampai kedua motor itu saling bersinggungan satu sama lain.

Seungcheol tahu ia akan kehilangan keseimbangan, namun Ia merenggangkan kaki kanannya sambil terus memacu motor sampai kedua motor tersebut berada didekat Halla. Ia menendang tubuh teman satu kelasnya tersebut cukup keras. Posisi motor Seungcheol yang lebih dekat ke sisi Halla menguntungkan dirinya untuk menyelamatkan Halla. Tapi... tidak untuk menyelamatkan dirinya sendiri.

Motor besar tadi sengaja memepet motor Seungcheol yang sesungguhnya lebih kecil dan lambat dari motornya. Motor seungcheol jelas goyah dan akhirnya terjatuh. Sedangkan motor besar tadi sama sekali tidak berhenti hingga menghilang pada persimpangan jalan.

“HALLA-YA!”, seru Eunha  tak lama setelah jatuhnya Seungcheol. Halla sendiri sudah membuka mata dan melihat Eunha. “Choi Seungcheol!!”, Pekik Eunha khawatir. “Omo ottokhae?”, gumam Eunha bingung siapa yang harus ia perhatikan lebih dulu.

Halla juga panik setelah melihat Sungcheol yang belum juga bergerak.  “Aniyo.. aniyo.. nan gwenchana! kau cepat lihat keadaan Seungcheol!”, ujar Halla. Ia berniat berdiri menyusul Eunha. “Argh” Tapi saat ia mencoba bergerak, tangan kiri Halla terasa sangat sakit.

▣┋◘▣┋◘

Orang-orang tersebut berdiri berkerumun. “Permisi….permisi”, ujar L dan Mingyu menerobos masuk ke dalam kerumunan tersebut.

“YOUNGHEE-AH!! SUJEONG-AH!”, seru L dan Mingyu bersamaan. Mereka segera menghampiri kedua teman mereka tersebut. Younghee dan Sujeong ditemukan terkapar di tanah dengan sepeda motor Younghee berada beberapa meter jauhnya dari keduanya. Sujeong terkapar di dekat sebuah pohon besar sementara Younghee terkapar tepat di trotoar jalan.

L Mingyu mendengar beberapa orang disana berbicara tentang Younghee dan Soojung di duga terlempar tak lama setelah sepeda motor Younghee menghantam sisi trotoar jalan.

Mingyu segera menghampiri Sujeong sementara L mengurus Younghee. Ia membalik tubuh Sujeong yang terkapar dengan posisi menghadap ke arah sebuah pohon besar. Dilihatnya, darah mengucur dari kening yeoja itu. Sepertinya, ia sempat menghantam pohon besar tersebut. “Sujeong-ah! Sujeong-ah ireona!”, seru Mingyu. Ia mendekatkan jari telunjuknya pada hidung Sujeong. “Ia masih bernafas”, gumamnya. “Sujeong-ah ireona!”, seru Mingyu menepuk-nepuk pelan wajah Sujeong.

Sujeong membuka matanya perlahan. “M-Mingyu-ya?”, gumamnya lemah lalu kembali tak sadarkan diri setelahnya.

“Ya Soojung-ah!”, seru Mingyu.

Tak lama setelahnya, terdengar suara sirene ambulans memekakkan telinga. Beberapa petugas medis menyeruak di antara kerumunan. Petugas medis tersebut mendorong Mingyu dan L yang mencoba menyelamatkan Younghee dan Sujeong.

“YAAA!!”, seru Mingyu kesal karena para petugas medis tersebut bersikap kasar padanya. Mereka juga berniat membawa Sujeong begitu saja dengan prosedur yang tidak semestinya, namun Mingyu menahannya.

“APA YANG KAU LAKUKAN ANAK BODOH?! KAMI HARUS SEGERA MEMBAWA YEOJA INI KE RUMAH SAKIT!”, bentak salah satu petugas medis tersebut.

“APA BEGINI CARAMU MENANGANI SEORANG PASIEN?! LEBIH BAIK AKU YANG MEMBAWANYA KE RUMAH SAKIT DARIPADA KAU MEMPERLAKUKAN TEMANKU DENGAN KASAR!”, balas Mingyu tak mau kalah. Ia yang memang mudah tersulut emosi itu tidak terima dengan tindakan para petugas medis.

Petugas medis tersebut mendengus kesal mendengar ucapan Mingyu. Ditambah lagi Mingyu yang bertubuh 185 cm itu tak henti menghalangi gerak sang petugas medis untuk menyentuh temannya. Sang petugas medis meninggalkannya sejenak dan dari kejauhan, ia terlihat tengah berunding dengan beberapa petugas medis lainnya.

Mingyu sadar bahwa ada sesuatu yang mencurigakan dari gerak-gerik petugas medis tersebut yang tiba-tiba datang dengan sendirinya padahal dirinya dan L sama sekali belum menghubungi petugas medis. Ia juga akhirnya teringat bahwa tentang Ambulance yang sempat terparkir saat dia dalam perjalanan tadi. Ia yakin ada yang tidak beres disini. Ia hendak mengangkat Sujeong, namun petugas medis tadi kembali ke hadapannya bersama dua petugas medis lainnya. “A-Apa yang kalian lakukan?”, Tanya Mingyu waspada. Ia memungut sesuatu yang berada didekatnya secara diam-diam untuk berjaga-jaga.

Petugas medis tersebut memberi isyarat pada kedua petugas medis lainnya yang segera bergerak merebut Sujeong dari Mingyu. Mingyu memasukkan benda yang sempat ia pungut ke dalam saku jas sekolah Sujeong. Petugas medis tersebut segera menariknya tak lama setelahnya. “YAAA!! APA YANG KALIAN LAKUKAN?!”, seru Mingyu mencoba memberontak saat kedua petugas tadi memegangi kedua tangannya. Namun kedua petugas medis satunya berhasil membawa Sujeong masuk ke dalam ambulans, sementara ia sudah sulit bergerak. Ia melirik ke arah L yang juga mendapatkan perlakuan sama sepertinya.

SRRUUUKK! Kedua petugas medis yang menghadang L dan Mingyu menghempaskan tubuh keduanya ke tanah. “Jangan berlagak sok tahu jika kalian tak mengerti apa-apa! Kalian bisa membahayakan nyawa pasien! Cih!”, bentak salah satu petugas medis tersebut sebelum pergi meninggalkan L dan Mingyu.

“Aaarrggh!!”, Mingyu bangkit dari posisinya hendak mengejar petugas medis tersebut, namun L menahannya.

“Sudahlah Mingyu-ya…tak ada gunanya kita menahan mereka…yang terpenting sekarang, Sujeong dan Younghee sudah ditangani”, ujar L mencoba menenangkan Mingyu.

“Kau mempercayai mereka?! Tidakkah kau merasa ada sesuatu yang janggal di sini? Tak ada satupun dari kita yang memanggil mereka L! Lalu bagaimana mereka tahu jika sebuah kecelakaan terjadi di sini?!”, seru Mingyu bertubi-tubi.

“Mungkin salah satu dari kerumunan orang-orang itu yang memanggil Ambulans..sudahah…kita tak bisa berbuat apa-apa” Jelas L untuk menenangkan emosi Mingyu.

Mingyu mendengus kesal. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia masih merasa ada sesuatu yang tak beres tengah terjadi. Tapi karena ia sudah terlalu emosi, ia tidak lagi berminat untuk beradu argument dengan L. “Terserah kau saja, aku akan menyusul mereka ke rumah sakit!”, Ucapnya tegas dan segera berlari menghentikan taxi.

“Seo Mingyu! Ya Mingyu-ya!”, Panggil L yang tentu tak akan digubris oleh Mingyu. Ia pun akhirnya hanya bisa mengikuti Mingyu. Ia tidak mungkin membiarkan Mingyu pergi sendiri dalam keadaan seperti itu.

▣┋◘▣┋◘

A Park near Yonghan, 07.14 PM

“Sugohaesseoso yeorobun”, ujar Jinyoung mengakhiri rapat yang membahas tentang persiapan festival seni yang akan diadakan di sekolah sebentar lagi. Ia terpaksa mengadakan rapat di luar sekolah karena masih banyak hal yang harus dibahas perihal acara tersebut.  Ia membereskan barang-barangnya sembari memperhatikan suasana sekitar hingga matanya tertuju pada salah satu siswi yang juga tengah sibuk membereskan barangnya. Ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya dan menghampiri siswi tersebut. Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang namja lainnya sudah lebih dulu menghampiri yeoja itu.

“Annyeong Eunkyo-ya”, sapa namja itu.

“Eo? Chulsoo-ya? Annyeong”, balas Eunkyo.

“Kau sudah mau pulang?”, Tanya Chulsoo.

“Eung…sepertinya begitu…wae gurae?”, Tanya Eunkyo.

“Ani…eum…bagaimana kalau kita-“

“YA EUNKYO-YA”, seru Jinyoung tiba-tiba, membuat Eunkyo dan Chulsoo refleks menoleh ke arahnya.

“N-Ne Jinyoung-ah?”, Tanya Eunkyo.

“Ada yang ingin kubicarakan denganmu perihal proposal pengajuan izin acara pada kepala sekolah”, ujar Jinyoung.

“Ah…gurae? Arasseo”, ujar Eunkyo. Ia kemudian menoleh kembali pada Chulsoo. “Tadi kau mau bicara apa Chulsoo-ya?”, Tanya Eunkyo.

“A-Ani…gwenchana…aku pulang dulu…sampai jumpa besok”, ujar Chulsoo berpamitan pada Eunkyo.

“Oh…ne..josimhae”, ujar Eunkyo. “Apa yang mau kau bicarakan Jinyoung-ah?”

“Setelah kupikir-kupikir…besok saja deh membahasnya…aku lelah sekali hari ini…aigoo”, ujar Jinyoung sambil menggerak-gerakkan lehernya ke kiri dan ke kanan.

“Mworago?”, Tanya Eunkyo bingung.

“Jibe kkanda!”, ujar Jinyoung berjalan mendahului Eunkyo.

"Ah Jinyoung-ah gidaryeo!", seru Eunkyo mengejar Jinyoung karena ia tak mau ditinggalkan sendiri. Eunkyo memperhatikan kelasnya dari kejauhan. Suasana kelas mereka sudah terlihat sepi. Tiba-tiba ia bergidik ketika membayangkan apa yang terjadi belakangan ini.

"Wae gurae?", tanya Jinyoung.

"Eobseo...aku hanya sedikit merinding saja jika membayangkan apa yang terjadi belakangan ini...ah..tadi kudengar L, Mingyu, dan Kyungjae dipanggil oleh kepala sekolah. Apa mereka baik-baik saja?", gumam Eunkyo khawatir.

"Aku juga mengkhawatirkan mereka...kita tanya saja pada mereka besok...kaja...hari sudah gelap", ujar Jinyoung.

“Jinyoung-aaaah! Eunkyo-yaaa!”, tiba-tiba terdengar suara lainnya. Eunkyo dan Jinyoung menghentikan langkahnya dan menoleh. Ren terlihat berlari menghampiri mereka. “Annyeong!”, sapa Ren sembari merangkul Jinyoung dan Eunkyo. “Eii kalian pulang berdua saja….sedang berkencan?”, ledek Ren.

“Mwoya!”, gerutu Eunkyo.

“Kau baru pulang?”, Tanya Jinyoung mengalihkan pembicaraan.

“Eo…tadi aku, Songhee, dan Precise baru saja mengisi perut kami di restaurant di dekat sekolah heheh…tapi mereka sudah pulang lebih dulu…aku takut pulang sendiri…untung saja aku bertemu kalian! Hehe”, ujar Ren terkekeh.

“Psh….jincha”, gumam Jinyoung. Tak lama kemudian, ia merasakan ponselnya bergetar. “Eo? Chakkaman…seseorang menelponku”, ujarnya. Ia merogoh tasnya dan mengambil ponselnya. “Yoboseyo? Oh… Eunhee-ah? Ne…aku sedang bersama Ren dan Eunkyo…kami baru saja akan pulang…wae gurae?”, Tanya Jinyoung. Ia terdiam sejenak mendengarkan ucapan Eunhee di seberang telepon. “Mworago?”, seru Jinyoung terkejut. Wajah namja itu terlihat serius setelahnya.

“Wae gurae?”, Tanya Eunkyo.

“Mina, Eunhee, Sungjae dan Kyungjae mengalami kecelakaan”, gumam Jinyoung tak percaya.

“Mworago?!”, seru Eunkyo dan Ren bersamaan.

“Kita harus segera menemui mereka”, ujar Jinyoung tegas. “Eunhee berada di rumah Mina sekarang”

“Ah! Kita ke rumah Mina saja! Rumahnya tak jauh dari sini!”, usul Ren.

“Gurae! Kaja!”, ujar Jinyoung bergegas pergi dengan diikuti Eunkyo dan Ren.

▣┋◘▣┋◘

Eunha menghampiri Seungcheol yang belum juga tersadar. Ia membuka helm yang Seungcheol kenakan, kemudian menepuk-nepuk pipi Seungcheol. “Seungcheol-ah.. seungcheol-ah!”, seru  Eunha panic.  Tak ada kata-kata lain yang bisa ia ucapkan selain menyebut nama namja itu.

Seragam Seungcheol robek pada bagian tangan dan sisi kiri perut akibat ‘berkelahi’ sengit dengan aspal jalanan, namun .. “Hh..”, gumam Seungcheol. Lalu tak lama setelahnya, senyum jahil kemudian muncul di wajah namja itu. “Hehee..”,Seungcheol terkekeh dalam keadaan mata masih tertutup.  Ia membuka salah satu matanya, mengintip ekspresi khawatir yang tergambar di wajah Eunha.

Eunha menghela nafas. Di satu sisi, ia lega Seungcheol baik-baik saja. Tapi di sisi lain ia kesal dengan tingkah anak itu yang masih saja bermain-main di saat seperti ini “Kau pikir ini lucu?!”, seru Eunha kesal.

Seungcheol bangkit sambil memegangi perutnya sendiri. Sudut matanya mengerut pertanda ia menahan sakit, tapi ia masih terkekeh seperti tak terjadi apa-apa. “Wajah mu membuat ku ingin tertawa. Sejak kapan kau belajar jadi serius begitu? hahahaa”, ledek Seungcheol. Jari telunjuknya bergerak pelan menyapu air mata Eunha yang terjauh tanpa ia sadari. Jari-jari nakal itu juga bergerak menyentuh halus kening Eunha dan mendorongnya pelan. “Gwenchana”, ucapnya sedikit halus. “Bagaimana Halla?”

“Ya.. Nan Gwenchana”, sambar Halla sambil berjalan ke arah mereka. Ia berjongkok di dekat Seungcheol dan Eunha. “Kau menendang ku tadi, tangan ku sakit sekali”, keluh Halla. Walau ia sendiri tidak terlalu ingat apa yang terjadi, tapi ia merasakan tendangan keras Seungcheol. “Geundae….gomawo..”, ucap Halla memperhatikan Eunha yang tengah mengalihkan wajahnya demi menghapus air matanya. Ia tersenyum kecil. Dirangkulnya pundak Eunha “Jadi kau benar-benar menyukai Choi Seungcheol seperti kata Ren mama?”, goda Halla agar Eunha tidak sedih lagi.

“M-Mwoya?!”, gerutu Eunha sedikit salah tingkah karena pertanyaan Halla tadi. Seungcheol sendiri juga hanya tersenyum tipis seperti Seungcheol yang biasanya.

“Halla-ya”, panggil Seungcheol mendadak serius. “Apa ada hal penting yang terjadi sebelum ini?”

“Hal penting?”, gumam Halla.

“Eo….apa ada sesuatu yang kau lakukan sampai kau…”, ujar Seungcheol memberi jeda pada ucapannya, “sampai kau nyaris saja menjadi korban berikutnya”, sambung Seungcheol.

“Eum…Eobseo”, gumam Halla mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Tapi kemudian  Halla mengingat sesuatu. “Ah!! Isseo!!”, serunya. “Kami menemukan foto L pada buku milik Jungah ssaem!”

“Kami? Kau.. lalu siapa lagi?”, Tanya Seungcheol lebih jauh. Eunha hanya terdiam memperhatikan kedua temannya bicara.

“Naega, Mina, dan Younghee.. Kami juga menceritakan pada Eunhee dan Sujeong sebelum pulang tadi!”,  Jawab Halla cepat.

Belum kering bibir Halla bercerita, ponsel miliknya bergetar. Bersamaan dengan itu Ponsel milik Eunha juga bergetar. Wajah keduanya berubah setelah menerima kabar dari dua orang berbeda yang baru saja menghubungi mereka.

“Wae? Ya wae Gurae?”, Tanya Seungheol mencari jawaban dari kedua yeoja di hadapannya.

▣┋◘▣┋◘

Hospital, 08.00 PM

Mingyu dan L mengikuti ambulans yang membawa Soojung dan Younghee. Di tengah jalan, L  mendapat kabar dari Kyungjae perihal apa yang menimpa mereka. L bergegas menghubungi Eunha setelahnya dan memberitahu semua yang terjadi, karena saat itu hanya kontak Eunha lah yang bisa dihubunginya. Tak lama kemudian, mereka pun tiba di rumah sakit dan bergegas turun dari Taxi yang mereka tumpangi. Mereka segera menghampiri pihak resepsionis untuk menanyakan informasi tentang ruang rawat Sujeong dan Younghee. Belum sempat mereka bertanya, mereka tak sengaja mendengar percakapan dua orang karyawan rumah sakit tersebut yang melintas melewati mereka.

“Ya..apa kau sudah memeriksa kondisi pasien bernama Lee Donghyun?”, Tanya salah satu petugas kesehatan.

“Eo…aku baru saja memeriksanya…semua aman”, ujar petugas lainnya.

L dan Mingyu saling melirik satu sama lain. “Donghyun berada di sini juga?”, bisik Mingyu.

“Sebaiknya kita bertanya dulu saja”, ujar L. Mereka pun bergerak menuju meja administrasi. “Jogiyo…apa di sini ada tiga pasien yang bernama Ryu Sujeong, Lee Younghee, dan Lee Donghyun?”, Tanya L.

Petugas administrasi melihat lambang sekolah Yonghan yang tertempel pada jas sekolah Mingyu dan L. “Kalian siswa Yonghan?”, Tanya petugas tersebut.

“N-Ne…kami harus menengok teman-teman ka-“

“Jweisonghamnida tapi saat ini bukanlah waktu untuk menengok pasien”, potong petugas administrasi tersebut.

“G-Guraeyo? Kalau begitu…bisakah, kami tahu dimana kamar rawat mereka agar kami bisa menengoknya besok?”, ujar L tenang.

“Jweisonghamnida, tapi kami tak bisa begitu saja memberikan informasi tentang pasien kami pada orang asing”, jawab petugas administrasi itu lagi acuh.

BRAAAKK! Mingyu menggebrak meja petugas administrasi itu kesal. “BUKANKAH SUDAH KAMI KATAKAN BAHWA MEREKA ADALAH TEMAN-TEMAN KAMI?!”, bentaknya kesal.

“Kalian bukan keluarganya matchi? Jadi pergilah”, ujar petugas administrasi tersebut. Ia kemudian mengangkat telepon seperti menghubungi seseorang.

Tak lama setelahnya, Orang tua Donghyun dan Younghee terlihat bersama seorang dokter berjalan menuju pintu keluar rumah sakit. Mingyu dan L tidak mau melewatkan kesempatan untuk meminta izin menemui teman-teman mereka, setidaknya Donghyun ataupun Younghee. “Omonim”, Mingyu berlari menghampiri mereka. Kenyataan cukup pahit diterima Mingyu dan L, reaksi kedua orang tua merka jauh dengan perkiraan L dan Mingyu.

“Jangan pernah berani datang lagi kemari!”, Bentak Ibu dari Donghyun.

“Kami sudah mengetahui tentang apa yang kalian lakukan!” Sambung Ibu dari Younghee.

“Omoni, kami bisa menjelaskan semua ini!”, L mencoba bicara agar tidak terjadi salah paham.

“Dwesseo”, Sela Ibu Donghyun. “Kalau bukan karena kalian mengajak anak-anak kami terlibat, maka semua ini tidak akan menimpa mereka!”, Lanjutnya. “Dokter, ku mohon.. aku tidak ingin seorangpun siswa Yonghan menjenguk anak ku”

“Algesseubnida” Jawab sang Dokter. “Kalian dengar sendiri anak-anak? Jadi sebaiknya kalian biarkan kami merawat teman kalian hingga sembuh..permisi…”, ujar sang dokter mempersilakan Ibu dari Donghyun dan Younghee untuk pergi mengikutinya dan meninggalkan L dan Mingyu begitu saja.

Mingyu termenung memikirkan semua yang terjadi. Ia memperhatikan area sekeliling rumah sakit dan Ia tak sengaja melihat seseorang melambaikan tangan ke arahnya dari kejauhan. Ia memicingkan matanya memastikan siapa orang itu.

L menghela nafas berat. “Sudahlah….tak ada yang bisa kita lakukan…sebaiknya kita pulang saja sekarang”, ujar L.

“Kau duluan saja” Ujar Mingyu sambil sesekali melirik kea rah orang yang melambaikan tangan padanya tadi.

L menghela nafas berat. “Mingyu-ya, aku tahu semua ini begitu berat, tapi kita tidak bisa emosi ataupun bertindak sembarangan karena akan semakin banyak nyawa teman kita yang akan terancam, termasuk nyawa mu sendiri. Kumohon tenangkan diri mu, lebih baik kita pulang sekarang”

“Araseo…..moodku sedang tidak baik dan aku hanya sedang ingin sendiri…pergilah”, Jawab Mingyu singkat sembari mendorong pelan L dan bergegas pergi meninggalkan L sendiri.

▣┋◘▣┋◘

07.45 PM

Ceklek~ terdengar suara pintu kamar terbuka. Mina hanya menoleh sesaat lalu kembali meringkuk di atas kasur. Sang Ibu hanya mengehela nafas melihat sikap putrinya tersebut. "Wae guraeyo eomma?", gumam Mina lesu sambil masih tetap berbaring di kasurnya membelakangi sang ibu yang berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Teman-temanmu ingin menjengukmu", ujar sang Ibu mempersilakan masuk ketiga teman Mina yang belum juga mau berbalik menyambut ketiga temannya tersebut. Eunhee juga sudah tidak berada disana.  Nampaknya keduanya sudah pergi ke rumah sakit sekarang.

"Mina-ya...", sapa Eunkyo pelan setelah kepergian Ibu dari Mina. Mina akhirnya membalik tubuhnya dan bangkit perlahan dari posisinya. Ia kemudian secara perlahan terisak ketika melihat kehadiran Eunkyo, Jinyoung, dan Ren. Eunkyo segera menghampiri Mina dan memeluknya. "Wae gurae?", tanya Eunkyo sembari mengelus-elus punggung Mina yang masih terisak dalam pelukannya.

"Sungjae....hikss....Sungjae meregang nyawa karena diriku Eunkyo-ya ... hikss... ini semua salahku.....hikss...hhnghh....aku yang seharusnya celaka...bukan dirinya hikss...", ujar Mina terisak.

"Kau tak boleh bicara begitu Mina-ya....ini semua kecelakaan...tak ada yang bisa disalahkan dari semua kejadian ini...", ujar Ren sambil turut menepuk-nepuk punggung Mina.

Mina melepaskan pelukannya pada Eunkyo. "Aku...aku adalah yeoja yang jahat...hikss...aku menyakitinya lagi kali ini...hikss...", gumam Mina tertunduk.

"Apa maksudmu?", tanya Ren lebih jauh.

FLASHBACK

3-7 Classroom, a week ago

"Sampai berjumpa besok anak-anak!", ujar Park ssaem mengakhiri kelasnya hari itu. Satu per satu murid-murid pun beranjak meninggalkan kelasnya. Mina tengah sibuk membereskan peralatannya sebelum bergegas pulang. SRUK~ Tiba-tiba seseorang menduduki bangku kosong di sampingnya. "Eo? Sungjae-ah? Kau belum pulang?", tanya Mina.

"Eo....Kyungjae meninggalkanku sendiri...jadi aku mencari teman pulang heheh...kau akan naik bus nomor 407 matchi? Bagaimana kalau kita pulang bersama? Aku juga naik bus itu", ujar Sungjae.

"Ah...gurae? Arasseo", ujar Mina menyetujui ajakan Sungjae.

▣┋

Keduanya pun pergi bersama menuju halte bus dan tak lama setelahnya, bus yang akan mereka naiki datang dan keduanya bergegas naik dan duduk berdampingan di bagian paling belakang bus. Sungjae memainkan jari-jarinya mengetuk-ngetuk lututnya sendiri. Mina melirik ke arahnya, namja itu terlihat gugup.

 "Neo gwenchana?", tanya Mina.

"Ne?! Ah...N-Nan gwenchana haha!", seru Sungjae tertawa.

"Jincha?", tanya Mina memastikan.

Sungjae pun mendadak terdiam. "A-Ani...nan...angwenchana", gumam Sungjae tertunduk.

"Wae gurae?", tanya Mina.

"S-Sebenarnya ada sesuatu y-yang ingin kubicarakan d-denganmu", ujar Sungjae terbata-bata.

"Ah neo wae gurae? Kenapa bicaramu jadi seperti Kyungjae begitu? Hahahaha", seru Mina mentertawakan Sungjae sambil menunjuk-nunjuk namja itu.

"Aish shikkeuro!! Aku serius!", seru Sungjae.

Wajah Mina pun berubah datar seketika. "Aish...neo jaemi eobseo...gurae...katakan apa yang mau kau katakan", jawab Mina santai.

"N-Nan...naneun....huff", gumam Sungjae menghembuskan nafas mencoba mengendalikam dirinya.

"Ah ppali!!", desak Mina.

"Arasseoo!!, balas Sungjae. "Nan neol johahae!", seru Sungjae cepat sambil menutup kedua matanya karena ia tak berani menatap Mina yang duduk di sampingnya.

"Mworago?", tanya Mina tak percaya dengan apa yang dikatakan Sungjae.

"Nan...neol johahae...", gumam Sungjae mengulangi kata-katanya dengan nada yang lebih teratur. Ia pun akhirnya memberanikan diri mengangkat wajahnya dan menatap Mina yang tengah menatapnya tak percaya.

"Jangan bercanda Sungjae-ah, ini tidak lucu"

"Aku tak bercanda!", sambar Sungjae. "Aku serius! Nan neoreul joengmal johahae", ujar Sungjae.

Mina terdiam tertunduk tak tahu harus bereaksi apa atas pernyataan cinta Sungjae yang begitu tiba-tiba. Ia tak menyangka jika namja yang terlihat cuek dan jarang sekali bergaul bersama dengan siswi lainnya, selama ini diam-diam menyimpan perasaan padanya. "Kenapa tiba-tiba kau mengatakan ini semua?", gumam Mina.

"Aku....aku hanya ingin mengatakannya sebelum terlambat...mengingat apa yang terjadi belakangan ini...bisa saja aku menjadi korban berikutnya matchi? Aku...takut tak sempat mengatakanya padamu...mian jika ini semua terlalu tiba-tiba", gumam Sungjae.

"Geundae...Sungjae-ah...aku-"

"Kau tak perlu menjawabnya sekarang jika kau belum yakin....", potong Sungjae. Ia kemudian menoleh menatap Mina. "Nan gidarilke", ujae Sungjae tersenyum tipis. "Tolong hentikan busnya Ahjussi! Aku berhenti di sini", ujar Sungjae.

"S-Sungjae-ah...", gumam Mina.

"Sampai bertemu besok...josimhae Mina-ya", ujar Sungjae berpamitan. Ia segera turun dari bus dan berdiri di sisi jalan menatap Mina yang duduk di dekat jendela di dalam bis sambil menatap ke arahnya. Namja itu terlihat melambaikan tangan sembari tersenyum padanya dan bus pun kembali melaju setelahnya meninggalkan sosok Sungjae yang terlihat semakin menjauh.

Mina menghela nafas sejenak. Ia kemudian merogoh sesuatu dari dalam tasnya dan mengambil sesuatu yaitu sebuah surat yang ia temukan di lokernya siang ini. Surat yang sudah lama ditunggunya namun ia belum berani membacanya hingga saat ini. Mina menghela nafas berat dan memberanikan diri untuk membuka surat tersebut dan membacanya:

Untuk Kwon Mina,

Aku sudah membaca suratmu yang kau selipkan di dalam lokerku....jeogmal gomawo, bahwa kau sudah mau bersusah payah melakukan ini semua hanya demi diriku. Aku sangat menghargainya...dan aku juga sangat menghargai perasaanmu padaku...geundae....jeongmal mianhaeyo....tapi aku tak bisa membalas perasaanmu padaku. Kau adalah yeoja yang baik dan ceria. Hanya saja, selama ini aku hanya melihatmu sebagai temanku sama seperti aku mlihat yang lainnya. Hanbondo mianhae....aku terpaksa mengatakan yang sejujurnya karena aku tak membohongi perasaanku sendiri yang nantinya pasti akan semakin menyakitimu. Aku bukanlah namja yang tepat untukmu....Jeongmal mianhae..

-Seo Mingyu-

END FLASHBACK

"Sungjae menyatakan perasaannya padamu tapi kau belum memberi jawaban karena kau menunggu jawaban dari Mingyu? Jadi selama ini kau menyukai Mingyu?", tanya Ren yang disambut anggukan pelan dari Mina. Ren mengibaskan rambutnya “Heol.. bagaimana mungkin aku tidak mengetahui gosip teman ku sendiri”

Eunkyo menyenggol tangan Ren, memintanya untuk tidak mempermasalahkan hal semacam itu. Ren reflex menutup mulutnya dengan tangannya. “Mian”, bisiknya pelan pada Eunkyo.

Jinyoung, Eunkyo, dan Ren menghela nafas bersamaan. “Jigeum ottokhaji?” Tanya Eunkyo.

Tok Tok Tok.. Sosok Ibu Mina kembali muncul dari balik pintu. “Dua orang temanmu datang lagi Mina-ya. Masuklah anak-anak” Ujar Ibu Mina mempersilahkan. Sosok Eunha dan Halla memasuki kamar Mina, Eunha memapah Halla. Halla sedikit sulit berjalan. Ditambah lagi ia menangis begitu terisak. Ia juga langsung memeluk Mina erat juga semakin terisak setelah melihat Mina.

Hati Mina bergetar, firasatnya mengatakan mungkin ia akan mendengar sebuah berita menyakitkan. Ia merangkul pundak Halla. “W..wae Halla-ya?”, Tanya Mina was-was.

Tak sepatah katapun terucap dari bibir Halla. “H..ss..Hiks.. eung.. hikss..” Hanya isakan yang terdengar.

Jinyoung, Eunkyo dan Ren langsung mengatahkan pandangan kepada Eunha, begitupun Mina “Eunha-a”

Eunha mengerti arti dibalik tatapan teman-temannya, tapi ia harus mengatakan ini "L dan Mingyu... menemukan Sujeong dan Younghee, mereka mengalami kecelakaan" ucapnya dengan berat hati.

Bagai tersambar petir disiang hari, sesakit itu Mina saat ini. Kata-kata darinua habis sudah. Tangisnya pecah bersamaan dengan Halla. “Hik.. eu.. euks.. hiks..”

Ren meneteskan juga air matanya, ia ikut memeluk Halla dan Mina, mereka adalah sahabat yang setiap saat bersama-sama. Ren sangat mengerti betapa hancurnya perasaan kedua sahabatnya, terutama Mina.

Jinyoung tertunduk lesu setelah mendengar kabar yang baru saja didengarnya. Ia menatap teman-temannya yang saling memeluk satu sama lain hingga ia melihat Eunkyo yang hanya bisa tertunduk di sampingnya mencoba menahan kesedihannya. Jinyoung merangkulkan tangan kiri pada pundak Eunkyo demi menguatkan yeoja itu.

Eunha sendiri juga turut menangis. Ia mengalihkan wajahnya dan terisak pelan karena ia tak mau kesedihan teman-temannya bertambah karena melihatnya menangis.

▣┋◘▣┋◘

08.05 PM

Mingyu menemui seorang namja. Ia heran melihat menampilan namja itu. Seragam sekolahnya tak lagi ‘sempurna’ namun ia terlihat sama sekali tak terbebani dengan hal itu. “Apa yang terjadi padamu?”, Tanya Mingyu terkejut dengan penampilan namja itu. “Ya…kau berkelahi?”

“Eo….aku berkelahi di atas motor seperti layaknya film-film Action Hollywood! Nan mossitjyo?”, ujar namja itu santai. Ia Justru memuji dirinya sendiri keren meskipun penampilannya terlihat berantakan.

“Ya…ini tidak lucu”, ujar Mingyu serius.

“Aish…neon jaemi eobseo…tidak bisa diajak bercanda sekali”, gerutu namja itu. “Ku pikir kau tidak akan datang…kau sudah bosan dengan teman mu itu?”, Tanya namja itu mengejek.

“Aku hanya sedang tidak bisa bekerja taat aturan saat ini. Satu-satunya orang yang selalu bertindak seenaknya seperti dirimulah yang ku butuhkan saat ini, Choi Seungcheol”, ujar Mingu. Benar.. namja yang ditemuinya adalah Seungcheol. Anak itu langsung berlari ke rumah sakit saat mendengar tentang kecelakaan yang menimpa sahabat sebangkunya, Sungjae. Juga Younghee dan Soojung. “Apa yang terjadi padamu? dan apa yang kau lakukan disini Seungcheol-ah?” Tanya Mingyu melihat kondisi Suengcheol.

“Tak perlu dibahas lebih jauh, anak laki-laki biasa seperti ini”, Jawabnya santai tanpa beban. “Ya ngomong-ngomong…Aku ingin menunjukkan sesuatu pada mu..ikut aku”, gumam Seungcheol.

▣┋◘▣┋◘

Precise memberi tahu L bahwa ia dan Songhee berada di rumah sakit. Ia juga mengalami hal yang sama dengan L dan Mingyu. Tak seorang pun dari mereka yang telah menjadi korban berhasil ditemui. Dari kejauhan, L melihat Eunhee, Kyungjae juga Hyungshik sudah berada di sana.

“Tidak bisakah kamu melakukan sesuatu? ask your father!”, seru Precise menekan Hyungshik karena ia kesal dengan perlakuan para dokter dan perawat serta pekerja di rumah sakit tersebut.

Songhee menggaruk kepalanya kebingungan. Ia takut Precise berkelahi dengan Hyungshik. Walau tidak juga bisa dibilang berkelahi, karena sejak tadi Hyungshik hanya terdiam dan tak sedikitpun membalas ucapan Precise. “Precise-ah.. down.. down”,ujar Songhee mencoba berbicara bahasa Inggris semampunya.

“Calm down”, Bisik Eunhee pelan.

“Ne.. calm down sister”, Sekali lagi Songhee mencoba mengucapkan kata-kata berbahasa asing. L bergabung dengan mereka. Ia berdiri di antara Eunhee dan Kyungjae.

Precise semakin kesal karena diminta untuk tetap tenang. “Shut up Lee songhee!” Ujarnya kesal. Ia kembali menatap Hyungshik kesal.  “Ya neo .. Park Hyungshik..daedaphae”

“P..p..preci.se.. s.. sudahlah”, pinta Kyungjae.

“Mianhae”, Hyungshik akhirnya angkat bicara. Ia cukup gugup. “Aku ada urusan.. mianhaeyo” Ia membungkuk sopan pada teman-temannya kemudian berlalu.

“Ya!!!” Teriak Precise karena respon Hyungshik yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Ia hendak menyusul Hyungshik namun L segera menarik tangan Precise. “Geumanhae Precise-ah! Kau pikir kata-katamu tak akan menyakiti hatinya? Jangan hanya memikirkan perasaan mu sendiri! Shik itu sensitif”, tegur L.

“L benar Precise-ah….Ia saja masih sering merasa bersalah karena kejadian sebelumnya. Ia sering merasa tak berguna. Sebaiknya kita tidak saling menyakiti disaat seperti ini” Ucap Eunhee menengahi. Diikuti anggukan dari Kyungjae.

Precise mendengus kesal. Ia tidak mau menjawab lagi ucapan yang lain, lagipula disana ada L. Ia tidak ingin semakin merusak pandangan L tentang dirinya.

“Aku akan mengantar mu pulang, kaja”, ujar L sembari menarik Precise pergi dari hadapan yang lainnya.

▣┋◘▣┋◘

08.20 PM

Sujeong membuka matanya setengah perlahan. Kepalanya masih terasa berat dan sakit. Kesadarannya belum kembali 100%, namun samar-samar ia melihat cahaya terang dan ia merasakan dirinya seolah tengah bergerak cepat. Tak lama kemudian, cahaya terang yang sempat dilihatnya perlahan kembali meredup dan gelap. CEKLEK!, Ia mendengar suara pintu yang tengah dibuka dan ia kembali merasakan dirinya kembali bergerak lalu ia benar-benar diam setelahnya.

"Ottae?", samar-samar, terdengar sebuah suara, dua orang pria.

"Dua orang siswa Yonghan bersikeras menemui mereka...kurasa mereka pasti dua orang siswa yang kita temui tadi...", ujar pria yang satunya.

"Sial! mereka pasti mengikuti kita!", gerutu pria pertama.

"Tapi pihak resepsionis sudah berhasil mengusir mereka keluar dari rumah sakit...mereka juga tak mungkin melaporkan kita karena tak punya bukti apapun", ujar pria kedua.

"Gurae....kita harus segera bertindak cepat!", ujar pria pertama.

"Apa kau yakin akan melakukan ini? Tapi ini ilegal!", gumam pria kedua tak yakin.

"Yakin tidak yakin kita harus melakukannya! Atau kau ingin tuan menghabisi kita?! Neo paboya?!", gerutu pria pertama.

"A-Arasseo....geundae...apa yang akan terjadi pada mereka setelah kita menyuntikkan ini ke dalam tubuh mereka?", tanya pria kedua.

"Mereka tak akan pernah sadar untuk selamanya", ujar pria pertama.

Clek.. suara pintu kembali terbuka, seorang dokter lagi memasuki ruangan gelap tersebut. “Tuan memanggil kalian berdua, serahkan tugas ini pada ku”, ujar dokter itu. "Lalu...siapa yang harus ku urus lebih dahulu?"

"Geu yeojaga", ujar pria pertama. “Araseo.. kami keluar dulu” Kedua orang sebelumnya terdengar melangkah keluar dari ruangan tersebut.

"M-Mworago? Apa yang mereka bicarakan? Cairan apa yang akan mereka suntikkan ke dalam tubuhku?!", gumam Sujeong dalam hatinya panik. Namun ia tak bisa berbuat banyak karena sekujur tubuhnya terasa sakit. “Eottokhae? Aku belum mau mati!", gumam Sujeong dalam hati. TAP.....TAP....TAP....Langkah sang dokter itu terasa semakin dekat ke arahnya. Namun, ternyata dokter itu melewatinya dan justru menghampiri sebuah kasur di sampingnya. Pria itu berdiri membelakanginya. Sujeong membuka matanya dengan susah payah dan samar-samar, ia melihat wajah seseorang terbaring di sampingnya. "Y-Younghee?" Ucap Sujeong dalam hati.

"Andwae!" Pekik Sujeong tertahan dalam hati. Entah mengapa ia tak mampu bicara saat itu. Namun semua terlambat. Jarum suntik sudah menembus kulit Younghee dan secara perlahan, cairan dalam suntikan tersebut berkurang.

Air mata mengalir membasahi wajah Sujeong ketika menyaksikan kejadian itu. Tangannya mengepal geram tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. "Aku...aku harus hidup....aku tak boleh mati! Aku harus memberitahu ini semua pada yang lainnya! Jebal... kau bisa sujeong-ah.. ireona.....", doktrin Soojung dalam hati pada dirinya sendiri . Secara tak sengaja, tangannya menyentuh sisi kanan saku jaket sekolahnya, terdapat sesuatu di dalam sana. Sujeong diam-diam menggerakkan tangannya dan memasukkannya ke dalam saku tersebut. "Batu? siapa yang memasukkan batu ke dalam saku jaketku?", Tanya Sujeong dalam hati.

Setelah selesai dengan Younghee. Mereka segera berbalik dan menghampiri kasur milik Sujeong. Ia sendiri refleks menutup matanya, berpura-pura tak sadar ketika mendengar bahwa kini adalah gilirannya. Tangan kanannya berada di dalam saku jaket sekolahnya, menggenggam erat sebuah batu yang berada di dalam sana.

Sujeong bisa merasakan pria itu tengah bersiap-siap dan ketika ia merasakan ujung jarum hampir saja menyentuh kulitnya.....DUAAAAKKK!! Ia dengan sigap mengeluarkan batu tersebut dari sakunya dan menghantamkannya ke kepala sang dokter dengan sisa sisa tenaga yang dimilikinya. BRUKKKK! Pria itu  pun terjatuh tak sadarkan diri.

BRUKK Pintu terbuka, satu dari namja sebelumnya ternyata kembali "N-Neo!!", seru pria itu geram. Ia mengeluarkan pisau kecil miliknya dan hendak menyerang Sujeong. Ia refleks mengambil sebuah kotak alat pengukur tensi yang terbuat dari besi dan menghantamkannya ke kepala pria pertama. "Aarggh!! berani-beraninya kau menyerangku!!!", seru pria pertama geram. Ia kembali hendak menyerang Sujeong, namun...DUAAAAAK! Sujeong melempar batu miliknya yang berukuran cukup besar hingga mengenai kepala sang pria dan menyebabkan pria itu jatuh tersungkur. Tak mau kehilangan kesempatan, ia memungut batu tersebut dan...DUAAAK! Ia menghantamkan batu tersebut ke kepala pria tadi sekali lagi hingga akhirnya pria tersebut benar-benar tak sadar sepenuhnya.

 "Hah....Hah....", Sujeong terengah-engah. ia berpegangan pada kasur miliknya mencoba menjaga keseimbanganny karen tubuhnya masih terasa lemas. Ia kemudian melihat Younghee yang tergeletak tak berdaya di atas kasur. Ia berjalan terhuyung menghampiri Younghee. "Younghee....hikss...Younghee-ah mianhae....hikss...aku...hiks...aku tak mampu melindungimu...mianhae...hikss", gumam Sujeong terisak sembari mencengkram erat selimut yang menutupi tubuh Younghee. Sujeong menatap Younghee sekali lagi. "Aku...aku akan mengeluarkanmu dari sini secepatnya Younghee-ah...hiks...aku berjanji", gumam Sujeong. Ia mencoba berdiri tegak dan memperhatikan ruangan di sekitanya yang gelap dan redup. Di sana hanya ada banyak bangsal-bangsal kosong berjejer tak seperti kamar rawat pada umumnya. Sujeong mendekati salah satu bangsal tak jauh darinya. Seseorang seperti tengah berbaring dengan ditutupi selimut hingga menutupi wajahnya. Dengan hati-hati, Sujeong menarik selimut tersebut. "Aaaakk!" jeritnya tertahan ketika melihat seorang mayat terbaring di sana. "I-Ini...Ini kamar Mayat?", gumamnya tak percaya. Ia bergegas pergi keluar dari ruangan tersebut. Ia menoleh sekali lagi ke belakang, melihat le arah Younghee. "Bertahanlah....Younghee-ah", gumam Sujeong sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Sujeong belum melangkah jauh, Ia belum bisa berjalan cepat, langkahnya terhuyung. Ia bersembunyi pada salah satu tiang lorong yang di sampingnya terdapat pintu yang sepertinya terhubung pada gudang rumah sakit. Ia berusaha membuka pintu itu untuk bersembunyi, tapi pintunya terkunci. Dilihatnya satu pria tersisa yang sebelumnya bersama dengan petugas medis yang tadi diserangnya kembali. Ia memasuki kamar mayat tadi, tapi tak lama kemudian ia kembali keluar. Rasanya ingin sekali Sujeong menangis saat itu karena ia sangat ketakutan. Tapi menangis hanya akan membuat dirinya semakin lemah. Ia harus hidup, ia harus bisa menemui teman-temannya, ia tidak boleh berakhir di tempat ini. Hal-hal semacam itu terus Sujeong pikirkan untuk memberinya sedikit kekuatan.

Ketenangan dalam dirinya meningkat, begitu ia melihat pantulan bayangan seorang Namja. Namja itu berlari ke arahnya.

CLEK... SRREEKKKKKK...

Tubuh lemah Sujeong di tarik ke dalam gudang tadi oleh seseorang namja berpakaian Office Boy dan seorang namja lainnya berlari kencang ke arah pintu keluar belakang rumah sakit. Soojung belum bisa mencerna apa yang terjadi pada dirinya. Yang ia tahu pasti, saat ini ia berada di ruangan gelap yang pintunya sudah kembali tertutup.

Tenaga namja berpakaian Office Boy itu sangat kuat. Ia mendekap Sujeong, juga membekap mulutnya agar tak bersuara. Sujeong mencoba memberontak.. tubuhnya bergerak walau ia sudah kehabisan tenaga, tapi semakin Sujeong bergerak, dekapan namja itu semakin kuat. Sampai akhirnya namja itu terpaksa bersuara. “Ya Sujeong-ah…Naya.. Ige naya!”, bisiknya.

DEG....Sujeong mengenali suara itu. Ia menoleh ke belakang. “Hh….h…M-Mingyu-ya?”

“Matta…sekarang tenanglah…kita akan keluar dari sini”, bisik Mingyu. Ia dan Seungcheol bersembunyi didalam sejak sekitar 15 menit lalu. Pikiran Mingyu kalut mengingat Sungcheol tadi berlari keluar untuk mengalihkan perhatian. Satu hal yang Minggu sesali, ia seharusnya yang berinisiatif untuk berlari dan membiarkan Sungcheol tetap di dalam bersama Soojung mengingat kondisi Seungcheol sendiri tidaklah terlalu baik.

Air mata Soojung jatuh tak tertahan. Ketakutan dan perasaan lega kini bercampur menjadi satu dalam batinnya. “M-Mereka…hiks…Younghee…hikss”, gumam Sujeong berusaha menjelaskan apa yang terjadi tapi entah mengapa bibirnya terasa sulit sekali untuk bicara.

“Ssh~ Shikkeuro…jangan bicara apapun…yang terpenting sekarang kita harus segera keluar dari sini”, gumam Mingyu pelan. Ia merangkul pundak yeoja itu dan memeluknya untuk menenangkannya.

Sujeong memendamkan wajahnya dalam pelukan namja itu agar tak ada suara yang terdengar keluar. Sekujur tubuh Sujeong gemetar dengan keringat membasahi keningnya. Ia tidak peduli pada sakit diseluruh tubuhnya. Ia melingkarkan kedua tangannya pada tubuh Mingyu seolah meminta Mingyu untuk melindunginya. Perasaan takut akan kematian itu membayangi Sujeong, membuatnya sangat ketakutan. “Nan…..museowo…hiks…”, gumamnya pelan.

“Gwenchana Sujeong-ah…Nan Isseo”, Bisik Mingyu tepat di telinga Sujeong pelan.

▣┋◘▣┋◘

Eunha berada di toilet di dalam kamar Mina.  Ia membasuh wajahnya.  Lelah tergambar di sana. Ia menutup matanya saat membasuh wajahnya dengan air. Tapi begitu ia membuka matanya kembali… “Aaah!!”, Ia memekik kencang karena air itu berubah menjadi darah. Ia juga mendengar suara seseorang meneriaki namanya. Suara tersebut terasa begitu dekat di telinganya.

“Hehe.. Ya Jung Eunha!! Aku memiliki 9 nyawa, Aku tidak akan mati hanya karena 1 kejadian kkk”

“A..ndwe..” Ucap Eunha.

▣┋◘▣┋◘

BRAAKK pintu kamar mandi terbanting keras. Eunha keluar dari sana. Ia mengambil tas ranselnya dan berlari keluar dari kamar Mina begitu saja, meninggalkan teman-temannya yang masih berada di sana, dalam kebingungan.

“Ya Jung Eunha!  Eodiga?!!”, Teriak Ren.

 

** TO BE CONTINUED **

 

 

 

 

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK