Malam itu, tiga orang di dalam dorm sementara Bangtan Boys—Taehyung, Yoongi, Jungkook—ketiganya tidak bisa tidur, padahal waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh menit.
Selepas emosi Taehyung, Jungkook memberi tahu para hyung-nya mengenai apa yang dia dengar pada saat tidak sengaja melewati kerumunan Kim Ri Yeol, hoobae-nya yang kurang ajar dan menyebalkan.
&&& Flashback to after Jungkook took Yein to the school’s medical room &&&
Setelah dirasa Yein telah ditangani dengan baik, Jungkook meninggalkan ruang kesehatan di sekolahnya dan berniat kembali menuju ke kelasnya. Saat melewati koridor kelas 2, persis di depan perpustakaan, ia mendengar sayup-sayup pembicaraan yang membawa-bawa nama Jung Yein—gadis yang ia sukai.
“—Jung Yein, dia yang terlemah, bagaimana jika dia saja?” ungkap sebuah suara licik yang sedang merencanakan sesuatu.
“Kau benar, secara bersamaan bagaimana? Ceweknya saja, dua laki-laki di tim mereka terlalu cerdas dan kuat,” sahut suara lainnya yang bisa ditebak dari intonasinya—Kim Ri Yeol, gadis Busan yang licik.
“Pancing Yein ke suatu tempat, lalu Sujeong ke danau dekat sini karena kudengar ia tidak bisa berenang, lalu Yoo Jiae—“
“Mudah saja. Yoo Jiae itu phobia terhadap ketinggian, jadi, kalian tahu kucingnya—Kyeoppie? Bawa kucing itu ke atas pohon, dan Jiae yang mengambilnya tidak akan sanggup turun, dia akan berada di atas sana sampai pagi,” yang diakhiri dengan suara tawa licik yang menggema.
“Jung Yein? Bagaimana dengan gadis itu? Apa kelemahan terbesarnya?”
“Yein benci di kelilingi banyak pria, kudengar, masa lalunya dengan ayahnya sangat buruk, sehingga ia takut jika diikuti banyak sekali pria asing,”
“Jadi begitu rencananya? Kau yakin mereka semua akan meminta maaf dan bertekuk lutut pada kita?”
“Tentu saja, uri chingu—Han Mi Yeon—adalah otak terbaik diantara semua otak terpintar di sekolah ini,”
Tidak mau mendengar lebih banyak lagi, akhirnya Jungkook memutuskan untuk kembali ke kelasnya.
&&&
‘Kalau dua hyung-ku itu tidak pabo, maka mereka juga akan menyelinap seperti aku, bukan?’
Itulah yang pertama dipikirkan Jungkook saat ia sudah berpakaian rapi, bersiap untuk menemui Yein agar ia memastikan bahwa Yein baik-baik saja.
Setengah jalan menuju pintu depan, ia dikagetkan oleh Yoongi yang sedang berusaha membuka kunci pintu depan agar siapapun tidak mendengarnya, sedangkan Taehyung yang sepertinya sedang frustasi dengan ponselnya—seperti sedang mencoba menghubungi Sujeong.
“Bagaimana kalau hyung lainnya bangun?” celetuk Jungkook pada keduanya.
“Seulma… Namjoon sudah tidur sejak satu jam yang lalu, Jin hyung pasti menggunakan headset sambil menonton, Jimin dan Hoseok, keduanya sedang asyik dengan ponsel mereka di kamarnya masing-masing,” jelas Yoongi sambil mencoba membuka kuncinya sepelan mungkin.
“Kau sendiri, kenapa wajahmu begitu hyung?”
“Ponsel Sujeong tidak aktif, sudah tidak terhitung berapa banyak aku meneleponnya, dia tidak mengangkat bahkan mengaktifkan ponselnya,” gumamnya berang dengan tingkah cewek yang satu itu.
“Kalau yang kau katakan benar—“ gumam Yoongi pada Jungkook sambil memainkan kunci pintu, “—maka mereka bertiga dalam masalah besar sekarang.”
“Hyung ppali! Sudah tahu tidak ada banyak waktu, yang kau lakukan malah memainkan kuncinya! Sini! Biar aku saja!” ucap Taehyung sambil merebut kunci dan menggantikan Yoongi dari posisinya semula.
“Dasar bawel! Apa kau tidak tahu betapa sulitnya membukanya tanpa membuat suara kencang!” balas Yoongi membentak sambil mencoba menelepon seseorang—yang sudah pasti adalah Yoo Jiae.
Sepuluh menit berlalu, akhirnya kunci dibuka dengan sukses dan tanpa suara.
Mereka bertiga keluar menuju arah berbeda—Yoongi mencari di setiap pohon dengan rute menuju kedai dan rumah Yoo Jiae, Taehyung menuju satu-satunya danau terdekat dari sana, Jungkook… mencari Jung Yein di setiap celah gelap di sudut rumah maupun mini market.
Ketiganya begitu gugup sekarang.
___
Yoongi yang sedang kalut karena mencari ke atas, melongok ke setiap batang pohon tinggi, berharap menemukan Jiae yang sedang kesulitan di atas.
Bodohnya, ia hampir saja—hampir, tidak melihat seekor kucing mencakar-cakar akar pohon kokoh yang tinggi dan kelihatan kehilangan sesuatu.
Dan saat mendongak ke atas, coba tebak siapa yang dia temukan…
Yoo Jiae.
Dengan celana pendek dan tanpa sandal—yang sudah jatuh dan sekarang ada di dekat kaki Yoongi—serta rambut kusut dan tidak banyak bicara, hanya matanya yang kosong, seperti habis melihat sesuatu yang membuatnya ketakutan setengah mati.
Dengan sigap, Yoongi berlari ke bawah posisi Jiae, dan meneriakkan nama gadis itu.
“YOO JIAE! TURUNLAH—EH MAKSUDKU, JATUHKAN SAJA BADANMU!”
Gadis itu melongok ke bawah, menatap Yoongi ragu.
“OPPA, TIDAK BISA! AKU TIDAK BISA MENGGERAKAN KAKIKU!” jeritnya dari atas disertai tangisan kencang yang sayup-sayup mulai terdengar.
Oh demi apapun, siapapun yang merencanakannya memiliki otak dewa karena tempat ini betul-betul sepi.
“JATUHKAN SAJA, TIDAK APA-APA!”
“OPPA KAU BISA SAKIT!”
“DIAM DAN JATUHKAN BADANMU ITU!”
“OPPA, KAU INI SEORANG BINTANG IDOLA!”
“KALAU BEGITU KAU FANSKU, JADI AKU SANGAT MENYAYANGIMU KARENA KAU ADALAH FANSKU, JADI TURUNLAH!”
“BADANKU SANGAT BERAT DAN AKU TAKUTTTT!” lalu ia menjerit lagi, dan kali ini disertai tangisan yang makin menjadi.
Yoongi tadinya kalut setengah mati, sampai secara mendadak pegangan Jiae kendur pada batang pohon yang ia duduki, dan kemudian jatuh menimpa tubuh Yoongi yang belum siap—karena ia sempat kalut dan mengacak rambutnya—sehingga posisinya jadi aneh dan… aneh.
Badan Yoongi di tindih oleh Jiae—tentu saja—kepala mereka hanya berjarak 3 cm, rambut Jiae menutupi kepala Yoongi sehingga malam itu, Jiae adalah bulan yang menerangi Yoongi, tetapi bulan itu menangis.
Setelah turun, tangisan Jiae makin keras, seperti gajah yang kakinya tertusuk paku. Namun pada saat seperti ini, Yoongi jadi makin kagum pada Jiae karena gadis itu sama sekali tidak menunjukkan rasa malu karena menangis dan ingusan di depan laki-laki.
Setelah membetulkan posisi mereka berdua, Yoongi duduk lalu merangkul bahu Jiae dan kemudian menepuk-nepuk punggungnya, dan membiarkan gadis itu merebahkan kepalanya di bahu Yoongi.
“Tidak apa-apa, Jiae-ah. Aku disini,” gumam Yoongi lembut sampai gadis itu diam dan hanya terdengar isakan pelan.
Sambil mengamati kaki Jiae yang tidak apa-apa, Yoongi menyadari kalau tangan Jiae berdarah karena terlalu lama memegangi dahan pohon yang kasar.
“Jiae pabo, tanganmu berdarah..”
___
Menyebalkan. Kurang ajar. Beraninya mereka. Akh, seandainya aku datang lebih cepat.
Hanya itu yang ada di dalam pikiran Jungkook saat sedang menenangkan Jung Yein yang menangis sampai hampir berteriak lagi karena diganggu oleh empat orang pria yang semuanya berwajah mesum dan menyeramkan—setidaknya bagi Yein.
Lima belas menit yang lalu, Jeon Jungkook yang sedang melakukan pencarian mendengar jeritan gadis dari celah gelap beberapa meter di samping kirinya. Insting pria yang sedang menyukai gadis, ia tentu saja mengenal jeritan gadisnya.
Secepat kilat ia berlari menuju sumber suara, sambil berharap cemas kalau Yein tidak akan disakiti oleh siapapun—secara mental ataupun fisik.
Sampai di lokasinya, Jungkook mendapati Yein terpojok dengan empat orang laki-laki mencoba menggodanya dan bahkan salah satu dari mereka menonjok tembok di sebelah kepala Yein—tepat di samping kiri pelipisnya.
Mengumpulkan keberanian, Jungkook berteriak pada keempatnya,
“YA! MAU APA KALIAN?!”
Keempatnya menengok, terkejut mendapati Jeon Jungkook—senior mereka—ada disana, dengan wajah emosi dan kepalan tinju yang sudah disiagakan sedari tadi ia mendengan teriakan Yein.
“SUNBAE MIANHAE-YO!” kemudian salah satu dari mereka menarik sesuatu dari bawah pergelangan kaki Yein yang berdarah, dan kemudian berlari dengan diikuti ketiga lainnya.
Secara teknis, salah satu dari mereka seharusnya lebam karena Jungkook sempat menghantamkan tinju ke wajah mereka, tinggal melihat siapa yang wajahnya memar besok di sekolah, maka Jungkook akan tahu pelakunya.
Sesegera mungkin ia berlari kepada Yein, yang tiba-tiba menyusupkan tangannya dibalik tangan Jungkook dan mencengkram kaos di bagian punggung Jungkook dengan erat sambil membenamkan kepalanya di dada Jungkook karena banyaknya air mata yang menggenang,
Kemudian sebuah jeritan yang menyedihkan memecah ketenangan malam itu,
Yang bersumber dari Jung Yein.
.
“Apa yang mereka lakukan kepadamu?” tanya Jungkook sambil mengelus rambut Yein yang masih berada di pelukannya.
“Oppa… o..pp..oppa…. kau disini?” tanyanya terputus-putus.
“Iya, tentu saja, aku disini,” balas Jungkook menenangkan.
“Mereka..me..mereka sudah pergi?” tanyanya lagi.
“Iya, mereka sudah lari, Yeinnie.”
“Mereka… mereka menendang kakiku, lalu mengancam akan memukulku kalau aku berteriak dan minta tolong,” jedanya karena menangis lagi dengan keras.
“Sssh, Yeinnie, tenang saja, aku disini, tidak apa-apa,” papar Jungkook sambil mempererat pelukannya dan mengelus lagi rambut gadis itu.
“Untung saja oppa datang saat itu, kalau tidak salah satu dari mereka akan memukulku di kepala,” ungkap Yein pada Jungkook.
Sambil memeluk Yein, Jungkook menemukan puncak kepalanya dan mengecupnya lembut dan perlahan di sana sambil tersenyum menenangkan ke arah Yein,
“Yeinnie, oppa akan selalu menjagamu, jadi kau tenang saja, hn?”
Yein masih belum berani menatap mata Jungkook, sehingga yang ia lakukan malah mempererat pelukannya pada Jungkook dan membenamkan kepalanya di dada Jungkook yang hangat dan aman.
___
Bagaimana kalau gadis itu meninggal?
Aku akan menemukan bedebah yang berani melakukan itu.
Tapi Sujeong tidak mungkin menyerah.
Akh! Bagaimanapun juga aku harus menemukan gadis itu.
Pikiran-pikiran dan gumaman melintasi pikiran Taehyung sampai rasanya kapasitas otaknya tidak akan mampu menampung sejuta kemungkinan yang Taehyung pikirkan.
Belum sempat berfikir lebih jauh lagi, teriakan tolong yang berirama dari pelan sampai kencang, lalu kembali ke pelan lagi, menyambar telinga Taehyung. Arahnya dari danau, sebuah gadis—lebih tepatnya Ryu Sujeong—mencoba meneriakkan tolong sambil mengangkat tangannya setinggi mungkin.
Dengan kecepatan menyamai atlet pelari nasional Korea, Taehyung menceburkan dirinya sendiri ke dalam danau dan mulai berenang menyelamatkan Sujeong yang kelihatannya hampir kehabisan tenaga.
Sambil memapah tubuh Sujeong yang tidak sulit karena gadis itu kurus, Taehyung berenang kembali menuju tepian dengan Sujeong yang tidak sadarkan diri.
.
1… 2… 3…
Taehyung mendaratkan bibirnya di atas bibir Sujeong guna memberi nafas buatan.
Kemudian beberapa lama berselang, Sujeong membuka matanya dan disambut oleh pelukan Taehyung yang harap-harap cemas.
Namun Sujeong tidak memberontak, dan membalas pelukan Taehyung. Ia malah menangis dan memeluk pinggang Taehyung semakin erat karena ketakutannya pada air, telah membuatnya hampir saja—hampir saja meninggal.
Kesunyian yang lama, akhirnya Sujeong membuka mulut dan masih mempertahankan posisi pelukannya,
“Aku… aku tidak mau pulang,”
“Wae?”
“Eomma, dia akan cemas padaku.”
“Kalau begitu pulang ke tempatku.”
“Ti.. tidak apa-apa… oppa?”
Deg.
Sujeong baru saja memanggilnya oppa.
Deg.
Deg.
Deg.
“Tenang saja. Ada oppa.”
***
:)