“Hah?” tanyaku yang masih tak percaya dengan yang telah ditangkap oleh telingaku. Apa benar yang dia katakan barusan adalah sebuah penyataan cinta untukku, dia menginginkanku menjadi yeojachingunya.
“Apa kau mau menjadi yeojachingu-ku?” Dia mengulangi lagi pertanyaannya. Tatapan matanya semakin serius mengarah padaku yang membuatku terpaku sekaligus bingung. Entah aku harus berkata apa untuk membalas pertanyaannya. Aku merasa perasaanku yang bercampur aduk, aku benar-benar bingung. Hal itu yang membuatku membungkam mulutku rapat-rapat karna tak menemukan jawaban yang pasti akan pernyataan itu.
Jimin masih diam, tepatnya diam menunggu jawaban yang keluar dari mulutku. Dia masih terus menatapku dengan dalam. Nampak kegelisahan dari raut wajah manisnya itu. Dia mungkin takut mendengar jawabanku yang mungkin menolaknya. Tapi aku juga belum tau pasti apa yang harus aku katakan padanya sekarang. Apa aku harus menerima atau menolakknya, itu membuatku sangat bingung.
Aku masih saja bergulat dengan perasaanku sendiri. Di hatiku banyak sekali pertanyaan yang membuatku bingung untuk menjawab pertanyaann dari Jimin. Secepat ini kah dia harus menyatakan cintanya padaku. Padahal aku baru saja ingin menyelidiki bagaimana perasaanku sesungguhnya padanya. Apa lebih baik aku terima saja, mungkin seiringnya waktu nanti aku akan tau sendiri bagaimana perasaanku ini terhadapnya kalau terus bersamanya. Yah mungkin itu lebih baik.
Baru saja aku mau menggerakan bibirku untuk menjawab pertanyaannya, Jimin sudah membuka mulutnya terlebih dahulu menguntai kata. “Jika kau belum siap, kau bisa menjawabnya nanti,” katanya perlahan.
“Aku akan menunggumu, menunggu jawaban yang akan kau katakan. Apapun itu dan kapanpun itu. Aku akan menunggu,” lanjutnya lagi.
Aku kembali diam terpaku dengan ucapannya. Dia terlihat sangat keren saat mengungkapkan kata-kata itu. Dia akan menungguku kapanpun aku akan memberikan jawaban darinya. Apa aku terima tawarannya itu atau haruskah aku menjawab sesuai dengan yang aku pikirkan sebelumnya?
“Bagaimana? Kau tak usah memikirkannya sekarang, jangan khawatir. Tapi, jangan lama-lama yah menjawabnya,” ucap Jimin yang diakhiri dengan senyum malu ke arahku. Dia berkata seperti itu karna melihatku yang banyak diam karna berfikir.
“Ah, baiklah. Ti-ga hari... yah tiga hari. Beri aku waktu tiga hari,” jawabku langsung tanpa berfikir panjang. Entah kenapa mulutku secara tiba-tiba mengeluarkan kata tiga hari. Kenapa aku harus menyebut angka tiga, itu bukan waktu yang lama untuk aku berfikir. Tapi bagaimana lagi. Kata-kata itu sudah terlanjur keluar begitu saja, aku harus menerimanya.
“Baiklah, aku akan menunggu jawabanmu tiga hari lagi. Pastikan kalau itu adalah jawaban terbaik darimu,” ucap Jimin menyetujui tawaranku. Dia akan menunggku selama tiga hari untuk mendengarkan jawaban atas pernyataan cintanya.
“Apapun jawabanmu, aku tak akan kecewa. Aku akan merimanya.” Jimin melanjutkan perkataannya diikuti dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya. Tangannya masih memegang tanganku dengan erat.
Aku takut kalau nanti aku akan mengecewakannya. Aku takut senyum manisnya berubah menjadi senyuman pahit yang aku lihat nanti. Tapi aku tetap akan mencari jawabannya selama tiga hari ini. Akan ku pastikan kalau jawaban itu adalah jawaban terbaik yang aku berikan.
Aku membalas senyuman ke arah Jimin sebagai tanda mengerti akan perkataan yang sedari tadi terlontar dari mulutnya. Namun tatapan matanya agak terlihat sedih, wajahnya juga terlihat sendu. Kemudian dia memalihkan wajahnya menghadap kolam air mancur yang berada disamping kami. Aku mengikuti arah tatapannya, kulihat dia memajamkan matanya menikmati udara segar dan suara dercikan dari air mancur tersebut. Aku mencoba mengikuti apa yang dia lakukan. Setelah melakukan itu aku mendapati hatiku yang kembali tenang. Apa dia melakukan ini untuk menenangkan hatinya?
Jimin maafkan aku, aku tak seharusnya begini. Aku malah membuatmu tak tenang. Aku malah meragukan perasaanku saat kau menyatakan cintamu. Mianne...
Ku rasakan genggaman tangan Jimin makin erat. Aku mencoba membuka mataku perlahan, lalu aku kembali menoleh ke depanku. Ternyata Jimin sudah kembali memandangiku lagi. Wajahnya tak terlihat sedih lagi, aku merasa lega melihatnya.
“Bolehkah aku melakukan ini sekali saja?” tanyanya.
“Mwo?” sahutku. Belum dia membalas perkataanku, tangan kekarnya sudah menarik bahuku ke dalam pelukannya. Tangan yang memegenggam tanganku langsung ia lepaskan, digantikan dengan sebuah degapan tangan yang terasa dipunggungku. Kedua tangan itu merarikku kuat mendekati tubuhnya.
“Sekali saja, izinkan aku merasakan ini sekali saja untuk saat ini,” bisiknya di telinga kananku. Bisikannya itu langsung memompa jantungku sangat cepat. Jantungku kembali tidak normal. Wajahku dengan segera terasa panas.
“Nde... bo-leh” ucapku agak terbata. Aku gugup bukan main dengan pelukan tiba-tiba dari Jimin. Ada apa ini baru saja kemarin Taehyung memelukku sekarang Jimin. pelukan yang sama-sama membuat jantungku tak berdetak normal. Wae?
“Aku bersyukur telah mengenalmu. Aku bersyukur telah dekat denganmu. Dan aku juga bersyukur walau hanya menjadi temanmu. Gomawoyo karna kau telah merubah hari-hariku menjadi jauh lebih indah,” ucapnya.
Tanganku langsung meraih punggung Jimin sebagai balasan pelukan darinya. Kemudian aku tersenyum dan berkata, “Cheonma, Aku juga sangat bersyukur bisa kenal denganmu Jimin.”
“Benarkah?” tiba-tiba Jimin bertanya yang membuatku kembali gugup sadar akan apa yang sudah aku katakan.
“Aaa... Nde.” Aku kembali gugup menjawab pertanyaannya. Ku dengar dia menhembuskan nafasnya panjang, tanda dia puas dengan jawabanku. Dia juga memelukku semakin erat, seakan tak mau melepaskan ku.
Setelah beberapa menit berlalu, aku tak tau sudah berapa lama dia memelukku tapi kurasa cukup lama. Dia akhirnya melepaskan pelukannya dariku. Aku gugup dan tak berani menatap wajahnya karna malu. Aku mencoba mengalihkan pandanganku dari arahnya.
“Bagaimana kalau sekarang kita duduk saja?” tawarku. Yah kurasa dengan duduk bersampingan aku tak perlu bertatap-tatap wajah dengannyakan.
“Oke!” balasnya singkat.
Dengan segera aku melangkahkan kakiku mencari sebuah bangku kosong yang cukup untuk kami tempati. Karna kegugupan ini aku malah mempercepat langkah kakiku, tanpa menghiraukan apa yang ada disekitarku.
‘Slurlppp....’ Aku terpeleset menginjak tanah yang licin oleh genangan air. Aku hampir terjatuh kebelakang, tapi untungnya ada seseorang yang menahanku. Lebih tepatnya dia menopang tubuhku dari samping. Ku rasakan sebelah tangannya menopang punggungku dari belakang, yang sebelahnya lagi ia kaitkan ke pingangku yang membuatku tak terjatuh. Wajahnya kini berhadap-hadapan langsung dengan wajahku. Wajah yang ingin ku hindari tatapan matanya karna akan membuatku semakin gugup. Yah benar, Jimin yang kini tengah menopangku. Ini seperti drama-drama TV yang sering aku lihat. Beginikah rasanya? Tapi aku sangat malu, malu karna kecerobohanku ini. Oh tuhan, aku tak kuat dengan tatapannya itu. Aku semakin gugup.
.
.
-AUTHOR POV-
Jimin sedari tadi berjalan dibelakang Eunji, dia berusaha menutupi rasa malunya setelah apa yang sudah dilakukannya sedari tadi. Dari pernyataan cintanya pada Eunji sampai pelukan dadakan yang ia berikan pada gadis pujaan hatinya itu. Dia sudah membulatkan tekatnya untuk menyatakan perasaanya dan dia juga akan menerima dengan lapang dada apa yang akan di jawab oleh gadis itu. Satu yang membuatnya tenang, karna ia telah mengungkapkan isi hatinya tanpa harus merahasiakannya lagi.
Jimin terus memandangi Eunji dari belakang, dia juga takut sesuatu akan terjadi pada gadis itu. Dan benar saja baru dia berfikir seperti itu, Eunji terpeleset dan hampir terjatuh. Untung dengan sigap Jimin meraih tubuh Eunji dan menopangnya agar tak terjatuh. Wajah mereka saling bertatap-tatapan, yang membuat kedua insan ini saling gugup satu dengan yang lainnya. Jantung mereka juga berpacu sangat cepat.
“Gwenchanayo?” tanya Jimin melihat kondisi Eunji. Namun posisi mereka belum berubah sama sekali.
“Nae Gwen-cha-na,” jawab Eunji dengan terbata, dia benar-benar bertambah gugup dengan situasi seperti ini. Awalnya dia berniat agar mengurangi rasa gugupnya. Tapi dia malah mendapat rasa gugupnya yang semakin bertambah dihadapan Jimin.
“Kenapa dia nampak begitu manis? Sangat manis,” gumam Jimin dalam hati yang sedari tadi tak berhenti menatap Eunji.
“Khmm... Mian bisakah kau membantuku berdiri?” Pertanyaan Eunji menyadarkan Jimin. Dia merasa tidak nyaman dengan posisinya saat ini. “Oh. Ten-tu,” jawab Jimin gugup tak kalah gugupnya dengan Eunji. Jimin pun langsung membantu Eunji kembali berdiri tegap.
Mereka malah menjadi canggung satu sama lain. Eunji hanya diam dan rupanya dia juga melupakan tujuannya mencari tempat untuk mereka duduki. Sedangkan Jimin nampak salah tingkah dengan kejadian tadi.
“Kita duduk di sana saja,” Jimin menunjuk bangku kosong di pinggir taman. Kemudian dengan spontan ia menggandeng tangan Eunji untuk mengikutinya. Eunji hanya diam pasrah mengikuti Jimin, dia nampak senang sekaligus bingung dengan hatinya.
Di bangku taman itu mereka duduk bersebelahan. Eunji masih saja mencoba untuk tidak melakukan kontak mata dengan Jimin. Ia takut dia akan semakin gugup dan malah melakukan hal-hal bodoh dihadapan Jimin. Tapi sebaliknya, Jimin malah tak berhenti memandangi wajah Eunji dari samping. Dia sangat terpesona dengan wajah cantik yeoja itu. Dalam hatinya dia ingin sekali mendapatkan yeoja itu menjadi kekasihnya.
Sejak saat itu, aku jatuh hati padamu. Setiap hari hanya ada dirimu didalam pikiranku. Aku kira aku tak bisa mendekatimu. Tapi takdir yang telah membuat ku bisa semakin dekat denganmu. Aku rasa kau adalah cinta pertamaku Lee Eunji. Tapi aku belum tau jawabanmu atas pernyataan cintaku. Apakah aku akan berhasil atau aku malah gagal dalam mendapatkan cinta pertamaku ini?
*****
Langit sore semakin gelap, menandakan bahwa waktu malam sudah hampir tiba. Namun Eunji masih saja berdiri di depan gerbang rumahnya. Ahjumma bilang kalau Taehyung belum pulang ke rumah. Karna hal itu, sedari tadi Eunji menunggu kedatangan Taehyung yang belum juga muncul. Eunji ingin bertemu Taehyung untuk menceritakan soal kejadian siang tadi pada Taehyung.
Hatinya sangat gelisah, entah kenapa ia ingin sekali menceritakannya pada Taehyung. Dia berharap kalau Taehyung dapat memberikannya saran mengenai masalah ini. Sebenarnnya dia tak begitu yakin mau menceritakan hal itu pada Taehyung. Mengingat Taehyung yang selalu mengejeknya. Tapi bagaimana lagi, Taehyung satu-satunya orang yang sering memberikann saran yang terbaik buatnya.
Setelah setengah jam menunggu, akhirnya namja yang ditunggu oleh Eunji sudah tiba di depan gerbang rumahnya. Namja itu terlihat nampak lelah dengan aktifitas yang telah ia lalui. Dia tengah menyeruputi sekotak jus buah yang ada ditangannya. Namja itu juga memandangi Eunji dengan penuh tanda tanya.
“Sedang apa kau disitu? Sudah malam masuk sana!” Taehyung memberikan pertanyaan sekaligus perintah pada Eunji.
“Ada yang ingin aku ceritakan padamu,” ucap Eunji ragu.
“Apa?” tanya Taehyung, dia tak terlalu peduli dengan apa yang akan dikatakan Eunji.
“Tadi siang, Jimin....” Eunji memutuskan pembicaraannya.
“Wae?” Taehyung mulai antusias mendengarkan perkataan Eunji.
“Jimin menyatakan perasaannya padaku, dan memintaku menjadi yeojachingunya,” lanjut Eunji. Selesai Eunji mengucapkan kata itu, Taehyung menjatuhkan minuman kotak jus yang tadi ia pegang. Ekspresi wajahnya juga berubah kaget karna mendengar perkataan tersebut. Eunji yang melihat tingkah Taehyung malah menjadi bingung.
“Jadi se-karang kau dan Jimin....” Taehyung tak melanjutkan perkataannya sambil menatap wajah Eunji. Dia tengah menunggu reaksi yang ditunjukan oleh Eunji.
“Ani... aku belum menjawabnya. Aku meminta waktu tiga hari pada Jimin. Maka dari itu aku menemuimu untuk meminta saran padamu,” jelas Eunji.
“Jadi kau belum resmi berpacaran dengannya?” tanya Taehyung yang langsung disambut dengan angukan kepala dari Eunji. Taehyung sedikit lega dengan jawaban Eunji. Tapi hatinya terasa gelisah dan sakit.
“Tapi untuk apa kau meminta saranku? Kau yang merasakannya, jadi kau sendiri yang harus memutuskannya,” ucap Taehyung dengan nada sedikit kesal.
“Tapi...,” balas Eunji.
“Sudahlah, aku mau mandi. Pulang sana!” Taehyung langsung masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Eunji.
Eunji sudah menduganya kalau ini pasti akan terjadi. Dia hanya menatap kepergian Taehyung dengan kecewa. Setengah jam sudah ia buang dengan sia-sia.
*****
Taehyung duduk dikasur kamarnya, ia nampak sedang memikirkan sesuatu. Tak lama kemudian, ia meraih pas foto kecil yang terletak di meja sebelah kasurnya. Foto yang sama dengan yang ada dikamar Eunji. Di foto tersebut terlihat Taehyung yang sedang merangkul Eunji dengan akrab. Mereka sama-sama tersenyum ke arah kamera. Foto itu diambil saat mereka pergi ke taman bermain bersama satu tahun lalu.
Sedari tadi ia menatap foto itu, lebih tepatnya menatap wajah Eunji yang ada dalam foto tersebut. Di dalam hatinya ia merasakan rasa sakit yang dalam. Perasaan yang selama ini ia takutkan. Dia menyadari suatu saat Eunji akan bersama pria lain dan akan meninggalkannya. Dan mungkin sebentar lagi kenyataan tersebut akan menimpanya.
-Next Part-
#Chapter 7 - Our memories : part 2