Aku masih menatap Taehyung yang sedang meniupi luka di lututku. Aku juga merasakan nafas lembut dari mulutnya menyentuh kulitku yang terluka. Nafasnya seperti sinyal yang diterma oleh kulitku yang kemudian tersalur ke dalam hatiku. Hatiku merasa hangat ketika menangkap sinyal tersebut. Dan tubuhku membalas dengan degupan jantungku yang terdengar sangat kencang disertai rasa panas yang kurasakan di sekitar area wajahku.
Perasaan apa ini? Perasaan aneh apa ini? Kenapa sama dengan apa yang aku rasakan pada Jimin, tapi jauh lebih hangat. Seharusnya aku hanya merasakan hal ini pada saat aku bersama Jimin. Tapi kenapa ini terjadi juga saat aku bersama Taehyung. Apa mungkin aku sedang sakit? Aku tak boleh seperti ini.
“Ayo kita cepat pulang, lukamu harus cepat diobati agar tidak sampai infeksi,” ucap Taehyung yang menyadarkanku. Aku jadi seperti orang yang kebingungan setelah mendengar ucapanya.
Kemudian dia menoleh ke arahku dan langsung menatapku. Mataku yang sedari menatap Taehyung langsung kelabakan dan hanya dapat memutar-mutarkan bola mataku menghindari kontak mata dengannya.
“Hey, ayo kita pulang.” Taehyung berdiri kemudian dia menjulurkan tangan kanannya ke arahku. Tanpa perintah tanganku langsung meraih uluran tangan Taehyung. Aku pun mencoba berdiri dengan topangan tangannya.
Tapi entah kenapa badanku menjadi lemas, aku tak bisa berdiri dengan sempurna. Dan hampir saja aku terjatuh lagi ke tanah, tapi untungnya tangan Taehyung masih menahanku.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Taehyung dengan raut wajah yang semakin cemas melihat keadaanku. Melihat tingkahnya aku langsung mencoba berdiri tegap dengan niat agar dia tak mencemaskanku seperti itu.
“Nae Gwenchanayo,” balasku dengan senyuman ke arahnya. Aku tak mau membuatnya khawatir. Aku juga tak mau merepotkannya. Terlebih aku juga tak ingin jantungku terus-terusan berdetag tak karuan setiap melihatnya seperti ini.
“Kau yakin?” tanyanya lagi padaku. Aku pun langsung menjawabnya dengan anggukan kepala. Setelah melihat jawabanku dia langsung melepaskan tangannya dariku. Dan perlahan berjalan didepan mendahuluiku.
“Kaja!” sahutnya. Aku langsung menlangkahkan kakiku, namun aku merasakan sakit saat aku mencoba melangkahkan kakiku yang terluka. Aku mencobanya lagi dan semakin aku memaksakannya aku malah merasa semakin sakit.
“Aww....” Tanpa sadar aku malah menjerit saat aku merasa amat sakit akibat aku memaksakan kakiku.
Taehyung yang tadi sudah berjalan jauh didepanku, langsung berlari menghampiriku setelah ia mendengar jeritanku. Dia langsung melirik ke arah lukaku. Lukaku semakin parah, darah yang keluar di sekitar lukaku semakin banyak. Aku hanya dapat menahan sakit saat dia berdiri didepanku.
“Pabo, kau terlalu memaksakan diri!” Taehyung memasang tampang mengejek ke arahku. Aku hanya mebalas pekataannya dengan wajah memelas sambil menahan rasa sakitku.
Kemudian Taehyung membalikan badannya dari hadapanku dan langsung bersiap dengan posisi jongkok. “Cepat naiklah, aku akan menggeondongmu pulang,” perintahnya padaku.
Aku hanya bengong melihat dia yang sedang jongkok di depanku. Aku bingung apa aku harus melakukan apa yang diperintahnya atau tidak. Belum pernah sebelumnya dia menawarkan diri seperti itu. Aku jadi ragu kalau dia mau menggeondongku sampai rumah.
“Hey. kau ini lama sekali, dasar Pabo. Jangan membuatku menunggu. Cepat naik, atau apa kau mau aku tinggalkan kau di sini sendirian?” Dia menoleh ke arahku dengan kesal. Aku menggaruk-garukan kepalaku yang sebenarnya tidak gatal, aku hanya bingung harus menurutinya atau tidak.
“Kaja! Kaja!” sahut Taehyung dengan nada marah. Dengan cepat aku langsung membungkukkan badanku meraih pundak Taehyung. Aku melakukannya karna aku merasa tidak ada pilihan lain. Aku tak ingin Taehyung marah dan juga aku tak mungkin bisa berjalan sendiri dengan selamat sampai rumah.
Aku sudah siap dengan posisiku yang akan di gendong Taehyung di pundaknya. Aku merasa gugup dan canggung dengan situasi seperti ini. Dan jantungku juga malah berdetag semakin tak karuan.
Taehyung langsung berdiri sambil mengangkatku dengan perlahan. Tanganku merangkulnya dengan erat, aku takut kalau kami nanti akan terjatuh. Tapi akhirnya taehyung berdiri dengan tegap sambil menggendongku.
“Kau bertambah berat. memangnya selama ini kau makan apa sih? Kau berat tau,” ucap Taehyung. Dia malah mengejekku, kalau aku berat. Padahal kan dia sendiri yang meminta aku digendong olehnya.
“Kau berisik, bukannya kau sendiri yang mau menggendongku? Yasudah cepat antarkan aku sampai rumah!” balasku yang tak terima dengan ucapannya. Taehyung langsung menoleh ke arahku dengan tampang kesal. Kemudian dia melangkahkan kakinya berjalan menelusuri jalan pulang ke rumah kami.
Selama perjalanan ini kami hanya diam satu sama lain. Tak ada satu patah kata pun yang keluar setelah omelanku sebelumnya. Dan ku lihat sepertinya Taehyung sedikit kelelahan. Aku hanya dapat diam menatapnya sambil merangkulkan tanganku dengan erat agar aku tak terjatuh.
Orang bilang saat kita digendong seseorang dari belakang, sama saja seperti kita sedang memeluk orang itu dari belakang. Aku rasa yang mereka katakan itu benar. Aku seperti tengah memeluknya dari belakang. Ku rasakan tubuhnya sangat hangat dalam dekapan tubuhku. Harum tubuhnya juga sangat jelas tercium dihidungku. Lagi-lagi aku merasakan getaran aneh didalam diriku. Hatiku pun kembali merasa sangat hangat. Aku juga jadi merasa nyaman dengan keadaan ini. Aku pun mencoba memejamkan kedua mataku. Aku merasa seperti disini hanya ada aku dan Taehyung. Dan juga seperti ada suara melodi yang terdengar di telingaku. Aneh, aku kembali bertanya-tanya pada diriku sendiri. Sebenarnya perasaan apa ini? aku benar-benar tidak mengerti. Tapi aku rasa, ini perasaan yang berbeda seperti apa yang aku rasakan saat bersama Jimin. Waeyo?
“Hey Eunji,” sahut Taehyung yang mengagetkanku. Aku pun langsung membuka mataku dan langsung membalas sahutannya, “Mwo?”.
“Apa kau tidak merasa mengingat sesuatu?” tanya Taehyung.
“Sesuatu apa?” tanyaku balik karna bingung dengan pertannyaan aneh darinya.
“Hmm... sesuatu seperti ini,” ucapnya singkat. Aku benar-benar tak mengerti apa yang ia katakan. “Maksudnya? Berkatalah dengan jelas. Aku tak mengerti,” ucapku balik.
“Ya sudahlah. Kau juga tak mungkin ingat. Tak kusangka orang yang selalu mendapat juara dikelas sepertimu, sebenarnya hanya orang bodoh yang tak mengerti dengan hal kecil yang aku katakan. Aku malah jadi curiga padamu” ucapnya sambil melirik ke arahku.
“Siapa yang bodoh? Kau yang bodoh, berkata tidak jelas seperti itu,” balasku yang lagi-lagi tak terima dengan ejekannya. Aku memang benar-benar tak mengerti dengan ucapannya. Memangnya sesuatu apa yang harus kuingat?
“Sudah lupakan saja. Dan soal kau bodoh ini hanya rahasia kita berdua saja kok, tenang saja” ucapnya dengan santai.
“Yaa Taehyung!” sahutku dengan kesal. Dia itu selalu saja mengejekku sesuka hatinya. Padahal yang bodohkan dia, berbicara saja tidak jelas. “Huh....” desahku karna kesal dengan ocehan Taehyung.
Sebentar... aku jadi seperti merasa, kalau aku pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Tapi seingatku ini pertama kalinya Taehyung menggendongku. Lantas dengan dasar apa aku merasa kalau aku pernah mengalami hal ini?. apa ini hanya perasaanku saja? Atau mungkin saja ini karna aku terlalu banyak menonton drama, aku jadi terbawa perasaan seperti ini.
Aku pun mencoba berfikir lagi, apa mungkin apa yang aku rasa barusan ada hubungannya dengan pertanyaan Taehyung sebelumnya?. Tapi aku benar-benar tak mengingat apapun. Memangnya ingatan seperti apa itu, yang diingat oleh Taehyung tapi aku tidak mengingatnya?
Yasudahlah tak usah dipikirkan, Taehyung juga sudah menyuruhku untuk melupakannya. Lagipula mungkin saja dia hanya mengerjaiku. Tak herankan dia itu orang yang iseng mengerjai dan mengejekku. Jadi aku rasa aku tak usah memikirkannya lagi.
Akhirnya kami sampai di depan rumahku. Ternyata di sana aku melihat nae eomma tengah berdiri di depan pintu rumahku. Ku lihat raut wajahnya berubah menjadi panik saat melihatku digendong oleh Taehyung. Dia juga melihat luka yang ada di lututku. “Anakku Eunji... kau kenapa?” ucapnya sambil berjalan menghampiriku.
“Tadi dia berlari dan terjatuh. Joesonghamnida Ahjumma, ini semua salahku,” ucap Taehyung yang meminta maaf pada nae eomma.
“Aniyo... Eunji selalu ceroboh, pasti dia terjatuh karna ulahnya sendiri. Ahjumma malah berterima kasih kau malah mengantarnya pulang,” ucap eomma yang malah menyalahkanku.
“Ahjumma tak menyangka, Eunji malah merepotkanmu seperti ini lagi. Maaf juga sudah merepotkanmu lagi Taehyung,” lanjutnya dengan raut wajah tak enak diri pada Taehyung.
“Nae gwenchanayo, tapi....” -Taehyung menoleh ke arahku sambil memasang wajah lelahnya- “Aku sudah tidak kuat lagi menggendongnya yang sangat berat ini.”
Tanpa sadar sedari tadi aku masih digendongnya. Padahal kami sudah sampai di rumahku. “Aigo. Eunji cepat turun,” ucap eomma sambil menepuki pundakku.
Dengan segera aku pun langsung turun perlahan dari gendongannya. Eomma pun langsung membawaku masuk ke dalam rumah dan mengobatiku. Tapi ada yang menganjal pikiranku lagi. Apa yang dimaksud perkataan eomma, bahwa aku merepotkan Taehyung seperti ini lagi? Apa aku pernah melakukan hal sperti ini juga dulu?. Namun, aku tak mengingat apapun. Selama ini aku merasa aku tak pernah merepotkan Taehyung dengan kejadian seperti ini. Apa benar-benar ada sesuatu yang aku lupakan?.
*****
Jimin mengampiriku dengan wajah agak panik. Aku merasa aneh dengan raut wajahnya itu. “Eunji, apa yang terjadi denganmu kemarin? Apa kau baik-baik saja?” tanya Jimin yang membuatku bingung.
“Eumm... aku tidak apa-apa. Memangnya kenapa?” balasku yang kebingungan.
“Kemarin kau menghilang, tak membalas pesanku lagi. Jadi aku kira ada sesuatu hal yang terjadi padamu,” kata Jimin yang mengingatkanku akan kejadian kemarin.
Yah benar, aku lupa kalau kemarin Jimin mengirimiku pesan dan aku belum sempat membalasnya lagi. Ini semua gara-gara Taehyung aku jadi tak sempat membalas pesan itu. Sepulang dari taman kemarin, aku langsung tidur karna badanku terasa lemas. Aku jadi lupa untuk membalas pesan dari Jimin. Apa aku benar-benar orang yang pelupa seperti ini? Berapa banyak hal yang sudah aku lupakan? Sampai hal kecil begini saja aku lupa. Mungkin benar apa kata Taehyung, bahwa aku ini ternyata sangat bodoh.
“Mianne, aku lupa membalas pesanmu. Aku kemarin tidur dengan cepat karna tidak enak badan. Dan bodohnya aku, aku lupa mengecek ponselku lagi. Jeongmal mianne,” ucapku meminta maaf pada Jimin.
Bukannya marah padaku, Jimin malah semakin panik setelah mendengar ucapanku barusan. Dia langsung menatapku dari ujung kepala hingga kaki. Seperti sedang memeriksa keadaanku. Dan sampai akhirnya, tatapan matanya berhenti melihat lututku yang tertutupi dengan kain kassa dan hansaplas.
“Eunji kau kenapa? Apa yang terjadi dengan lututmu? Apa kau baik-baik saja?” Jimin melontarkan pertanyaan yang bertubi-tubi padaku. Dia benar-benar panik dengan keadaanku. Dia pun langsung menatap ke araku.
“Ah... kemarin aku terjatuh di rumahku. Aku ceroboh dan tidak berhati-hati saat berjalan di tangga,” ucapku menjelaskan padanya. Entah kenapa aku malah berbohong kepadanya. Kata-kata barusan terlontar begitu saja. Padahal kejadian sebenarnya tidak seperti itu. Hanya saja aku juga tak mau Jimin tau kalau sebenarnya kemarin aku sedang bersama Taehyung. Dan lukaku ini akibat aku yang sedang mengejar Taehyung.
“Oh, tapi kau tak terluka parahkan?” tanyanya lagi padaku.
“Aniyo, aku hanya terluka dilututku saja,” jawabku meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja. Aku tak ingin membuatnya semakin khawatir padaku. Lagi pula aku memang hanya terluka dibagian lututku saja.
“Syukurlah kalau begitu, aku sangat khawatir dengan keadaanmu,” -Jimin terlihat lega- “Kalau begitu ayo kita pergi ke kantin bersama.”
“Kaja!” sahutku dengan senang. Aku melangkahkan kakiku dengan perlahan agar tak merasakan sakit dari lukaku kemarin.
Jimin berjalan lebih cepat didepanku dan aku berusaha menghampirinya. Namun aku tak sampai menghampirinya dan malah mendapati rasa yang semakin sakit di area sekitar lukaku.
Aku hanya dapat menghentikan langkah kakiku, menahan sakit yang kuderita sambil mengelus lukaku yang tertutupi kain kassa. Dan tanpa aku sadari ternyata Taehyung sedang berdiri disampingku. “Tak usah memaksakan dirimu, lukamu nanti akan tambah parah,” ucapnya dengan santai. Aku langsung mengenali suara khas nya itu tanpa harus menoleh ke arahnya.
“Cerewet.” Aku menoleh ke arahnya dengan memasang raut wajah kesal. Aku malah kesal dengan ucapannya. Padahalkan dia hanya mengingatkanku.
“Kau ini, kenapa marah. Padahal aku kan cuma memberitahumu,” balas Taehyung sewot. Aku masih menatapnya dengan wajah kesal. Dia juga langsung membalas tatapanku dengan wajah kesalnya.
“Eunji, Mianne. Aku malah berjalan mendahuluimu. Pasti kakimu sakit. Joesonghamnida.” Aku tak sadar Jimin telah kembali dihadapanku. Aku pun langsung menoleh ke arahnya. Dia terlihat sangat menyesal karna berjalan mendahuluiku.
“Gwenchanayo,” ucapku singkat sambil tersenyum ke arahnya. Ia menjadi lega setelah mendengar perkataanku bahwa aku baik-baik saja.
“Eh Eunji, perbanmu kotor, kau harus menggantinya,” ucap Taehyung sambil menunjuk ke arah lututku yang terluka. Aku langsung melihatnya. Dan benar saja perban ini terlihat agak kotor karna aku tadi memaksakan diri berjalan cepat. Sehingga lukaku mengeluarkan darah lagi yang membuat kain kassa ini terlihat kotor. Lagi pula tadi pagi aku memasangnya buru-buru. Dan kain kassa yang menempel di lukaku ini sangat tipis jadi terlihat kalau lukaku semakin parah.
“Kalau begitu, biar aku yang membantu mengganti perbanmu,” tawar Jimin padaku.
“Hmm... Jimin cepat bawa dia ke UKS dan obati dia. Lukanya harus cepat diobati lagi tuh. Ckckck, Dia memang benar-benar yeoja yang sangat ceroboh,” sahut Taehyung. Aku langsung melirik kesal pada Taehyung yang mengataiku ceroboh.
“Ayo Eunji, kita ke UKS, aku akan mengobati lukamu,” ajak Jimin. “Ah... baiklah,” jawabku singkat menerima ajakan Jimin.
“Tapi, apa kau masih kuat berjalan?” tanya Jimin. Aku bingung dengan pertanyaannya, aku tak yakin kalau aku masih bisa berjalan dengan baik atau tidak. “Apa perlu aku menggendongmu?” tanyanya lagi yang sekaligus membuatku kaget.
Aku jadi teringat kejadian kemarin dimana Taehyung menggendongku pulang. Aku spontan melirik ke arah Taehyung. Dan ternyata Taehyung juga malah melirik padaku. Aku langsung mengalihkan pandanganku dari Taehyung karna gugup.
“Eunji?” lagi-lagi Jimin mengagetkanku. “Ah... aku masih bisa berjalan kok. Tenang saja. Kau tak usah menggendongku,” jawabku dengan cepat sambil memasang wajah sedikit gelisah. “Baiklah kalau begitu, aku akan membantumu berjalan dengan pelan-pelan,” ucap Jimin sambill tersenyum.
Kami pun meninggalkan Taehyung dan segera pergi menuju ruang UKS. Aku berjalan dengan perlahan sambil dibantu Jimin yang memangani tanganku. Dia membantuku berjalan dengan perlahan. Namun saat sedang berjalan bersama Jimin di koridoor sekolah, banyak sepasang mata yang menatap ke arah kami dengan aneh. Ah bukan, sepertinya tatapan aneh itu hanya tertuju padaku. Mata itu milik para yeoja-yeoja yang juga seorang murid sepertiku. Aku tak tau kenapa mereka menatapku seperti itu. Memangnya aku salah apa kenapa mereka seperti itu. Tapi situasi ini sama seperti saat pertama kali aku berjalan disekolah bersama Taehyung. Aku sih sudah biasa kalau menghadapi situasi ini saat bersama Taehyung. Namun ini berbeda, aku jadi merasa sedikit takut dengan tatapan mereka.
Sesampainya di UKS aku langsung duduk dikursi yang terdapat diruangan tersebut. Kebetulah di ruang UKS tidak ada orang, jadi Jimin sendirilah yang sibuk mencari perban dan obat merah dikotak P3K. Aku hanya diam menunggunya di kursi sambil menatap ke arahnya.
Setelah menemukan semua perlengkapan yang dibutuhkan. Jimin langsung menghampiriku dan mencoba mengganti perban yang ada di lututku. Pertama-tama dia melepaskan hansaplas yang menempel dikulitku dengan perlahan. Lalu dia melepaskan kassa yang tadi menempel di lukaku itu dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Dia kemudian membersihkan lukaku dan mengobatinya dengan obat merah. Dia sangat hati-hati saat menyentuh luka di lututku.
Aku menatapnya yang tengah menutupi lukaku. Dia masih duduk dibawah sejajar dengan lukaku. Dia terlihat sangat khawatir padaku. Dia juga mengobatiku lukaku dengan sikap lembutnya. Dia benar-benar seorang namja yang perhatian pada kondisiku. Selain itu dia juga sangat tampan jika kuperhatikan. Awalnya aku menyukainya karna senyum manisnya. Tapi setelah mengenalnya, ternyata dia selain manis juga tampan, baik dan juga sangat keren. Aku sangat beruntung bisa mengenal dan dekat dengannya seperti ini. Apa mungkin para yeoja yang memandangiku tadi adalah para fansnya Jimin?. Mereka memandangiku dengan tatapan seperti kesal sekaligus iri padaku. Mungkin saja sih, karna Jimin sangat tampan dia pasti juga sangat terkenal di sekolah seperti Taehyung.
“Sudah selesai,” ucap Jimin sambil merapihkan hansaplas yang melekat dikulitku. Dia kemudian menoleh ke arahku sambil tersenyum manis.
“Gomawoyo,” balasku karna Jimin telah mengobatiku.
“Lain kali kau tak usah memaksakan dirimu. Jika kau merasa sakit bilang saja padaku, aku akan membantumu,” katanya sambil menatap lurus kearahku.
“Aku tak ingin melihatmu terluka. Ketika melihatmu seperti ini, aku merasa hatiku sakit. Aku sangat khawatir padamu,” lanjutnya lagi. Tapi aku tak mampu berkata apapun karna terpana akan tatapan dan juga ucapan yang keluar dari mulutnya.
Tangannya kemudian meraih tanganku dengan lembut. “Aku akan mencoba melindungi dan menolongmu sebisaku, jadi beritahu aku kalau kau ada masalah. Dan jangan membuatku khawatir lagi, aku benar-benar tak ingin melihatmu terluka seperti ini lagi,” ucapnya panjang.
Mendengar kata-katanya itu aku merasa senang sekali. Dia sangat khawatir padaku, begitu special kah diriku dimatanya? Dia sampai berkata seperti itu padaku. Aku semakin yakin kalau dia juga menyukaiku. Sudah jelas bukan, kalau seseorang khawatir pada lawan jenisnya itu tandanya dia menyukai orang tsersebutkan. Ya, aku jadi semakin yakin Jimin menyukaiku.
Dia kemudian membelai rambutku dengan lembut dan juga memberikanku sebuah senyumannya yang cerah. Jantungku kembali berdetak setiap kali ku menatap senyum manis miliknya itu. Jimin pun dengan segera berdiri dari duduknya. Lalu dia membukkukkan badannya sejajar dengan wajahku.
“Kau mengertikah apa yang telah aku katakan?” tanyanya sambil menatapku dalam. Aku sampai tak tahan melihat tatapannya itu, yang membuat jantungku semakin berdetag tak karuan.
“Ne... Ahrraseo” jawabku dengan gugup.
“Baguslah kalau begitu,” ucap Jimin sambil mengelus kepalaku dengan lembut. Tak lupa juga di iringi dengan senyumnya yang manis itu. Aku jadi merasa hatiku sedang berbunga-bunga melihatnya perlakuannya padaku seperti ini.
“Ayo kita kembali ke kantin, aku akan menuntunmu.” Jimin menjulurkan tangannya ke padaku. Dan dengan segera aku meraih uluran tangannya.
Dia langsung menggenggam tanganku dengan erat dan membantuku berdiri dari kursiku. “Berjalanlah dengan perlahan. Oke!” ucap Jimin.
“Oke!” balasku menuruti perintahnya.
*****
Hari ini aku pulang telat karna harus mengerjakan tugas kelompok bersama teman-teman dikelasku. Aku sudah bilang pada Jimin dan Taehyung untuk pulang saja duluan dan tak usah menungguku. Karna aku tak tau pasti jam berapa tugas ini akan selesai.
“Baiklah sampai di sini saja dulu, kita mengerjakan tugas ini. besok kita lanjutakan lagi. Oke!” ucap seorang temanku yang merupakan ketua kelompok dari tim ku.
“Oke!” semua anggota tim termasuk aku langsung menyeru satu kata bersamaan. Kami semua setuju kalau kerja kelompok hari ini berakhir sampai disini. Karna sekarang jam sudah menunjukan pukul 05:15 Pm.
“Eunji, ayo kita pulang bersama,” seru teman sekelasku seorang yeoja berambut panjang. “Kau duluan saja, aku masih harus merapikan catatanku. Aku takut tak sempat melakukannya dirumah. Hehe” ucapku padanya sambil tertawa kecil.
Aku orang yang sering tak sempat mengerjakan tugas sekolah dirumah, karna aku sering lupa. Jadi aku lebih sering mengerjakan tugas rumah seusai kelas berakhir, kadang di kelas ataupun di perpustakaan. Teman-temanku juga tau tentang hal ini. “Oh... Baiklah, aku duluan yah Eunji. Dadah!” ucapnya seraya pergi meninggalkanku sendiri di dalam kelas.
Setelah usai menyelsaikan tugasku, aku bergegas untuk pulang. Aku mengecek jam tanganku dan ternyata waktu sudah menunjukan pukul 05:30 Pm. Mungkin Jimin dan Taehyung sudah pulang duluan sedari tadi. Walaupun hari ini mereka ada jadwal club dance, tapikan kegiatan mereka sudah selesai lebih awal dariku. Jadi aku merasa mereka sudah pulang dan aku harus pulang sendiri hari ini.
Aku berjalan menelusiri kooridor sekolah sendirian dengan perlahan. Aku hampir saja sampai di depan pintu gedung sekolahanku. Namun tiba-tiba aku mendengar banyak langkah kaki yang berjalan dibelakangku. Saat aku menoleh kebelakang, di sana sudah berdiri para yeoja yang tadi aku lihat saat waktu istirahat. Mereka menatapku dengan tatapan sinis ke arahku. Kemudian mereka menarikku untuk mengikuti kepergian mereka.
“Mworago?” tanyaku bingung. “Kami ada urusan sebentar denganmu. Ikuti saja kami,” jawab salah satu yeoja berambut sebahu.
Aku tak dapat memberontak karna kalah jumlah dengan mereka. Mereka berlima dan aku hanya sendirian. Aku takut, jadi aku hanya menuruti perintah mereka. Dan sampai akhirnya kami sampai di belakang gedung sekolah kami. Di sini sangat sepi dan tak ada orang selain aku dan gerombolan yeoja-yeoja ini.
“Aku akan langsung to the point padamu. Berhentilah mendekati Jimin,” ucap seorang yeoja yang ku rasa dialah pemimpin dari gerombolan ini. Dia berdiri tepat didepanku.
“Waeyo?” tanyaku dengan bingung. Bukankah itu hak ku kalau aku mau dekat dengan Jimin atau tidak. Kenapa dia mengaturku seperti ini.
“Kau ini wanita yang tak tau diri. Berani-beraninya kau mendekati dan menggoda Jimin.” ucapnya lagi.
“Aku tau kau berpura-pura sakitkan tadi, supaya Jimin membantumu. Hah!” sahut yeoja disampingnya. Mereka benar-benar menatapku dengan tatapan seakan-akan ingin membunuhku.
“Aku tak mengerti dengan apa yang kalian ucapkan,” balasku.
“Dasar wanita penggoda,”sahut yeoja yang lainnya.
“Yaa! Apa kau tidak puas dengan dekat dengan Taehyung. Dan sekarng kau juga mau mendekati Jimin?” sahut seorang yeoja yang pernah kulihat sebelumnya. Kalau tidak salah dia adalah salah satu fans Taehyung yang pernah memberikan hadiah padanya saat hari valentine.
“Bukankah sudah jelas, kau itu wanita penggoda. Bisa-bisanya kau mendekati dua namja populer disekolah ini secara bersamaan. Jadi aku bilang berhentilah mendekati Jimin,” ucap si pemimpin yeoja-yeoja itu.
“Taehyung itu sahabatku dari kecil. Memangnya aku tak boleh berteman dengannya. lalu hubungannya dengan Jimin, bukankah itu hak ku. Kalian tak berhak melarangku!” belaku yang semakin kesal dengan perkataan-perkataan mereka.
“Pokoknya berhentilah mendekatinya, atau kau akan merasakan Akibatnya,” ancamnya padaku.
Kenapa mereka malah mengancamku. Aku tak menyadari kalau Jimin juga ternyata populer seperti Taehyung, sampai-sampai yeoja-yeoja ini bertindak seperti ini padaku. Tapikan aku tak salah, Jimin sendiri bukan yang juga mendekatiku. Lagi pula Jimin bilang akan melindungiku, aku tak seharusnya takut pada mereka. Aku yakin Jimin akan menolongku jika terjadi sesuatu antara aku dengan mereka.
“Terserah kalian, Aku tidak takut sama sekali dengan kalian,” ucapku dengan berani.
Ku lihat mereka menatapku semakin kesal. “Kau benar-benar tidak tau diri yah, dasar menyebalkan,” ucapnya lagi seraya mengangkat tangannya dan bersiap dengan pose akan menamparku. Dengan refleksnya aku malah menutup mataku karna ketakutan.
Tapi setelah beberapa detik aku menutup mataku. Aku belum juga merasakan sebuah tamparan mendarat di pipiku. Dengan segera aku memberanikan diri untuk membuka mataku.
Saat aku membuka mata, aku kaget ada tangan seorang namja yang tengah menghentikan pergerakan tangan yeoja yang tadi hampir menamparku. Tapi sejak kapan ada seorang namja disini, aku tak menyadarinya sama sekali. Dia juga menghadap membelakangiku, aku jadi tak dapat melihat wajahnya. Namun aku merasa aku tau siapa namja itu.
“Kau...,” ucapku dengan sedikit ragu sambil menoleh pada namja itu. Dan benar saja memang namja itu adalah dia.
Kenapa dia belum pulang? Seharusnya dia sudah pulangkan. Dan, apa dia datang kemari untuk menolongku?.
-Next Chapter-
#Chapter 5 - Love or Like