Jimin menyuruhku untuk menatap lurus ke arah depanku. Dengan segera aku langsung memalingkan tatapanku dari arahnya, menuruti apa yang ia katakan. Namun aku merasakan sekujur tubuhku terasa kaku dan panas. Mataku malah jadi tidak fokus dengan apa yang ada dihadapanku.
Jantungku pun masih saja berdetak tak karuan. Karena Jimin masih memelukku dari belakang. Dia melakukan hal ini dengan niat untuk membantuku menembak kaleng-kaleng yang ada dihadapanku. Tapi aku menjadi sangat gugup dibuatnya. Dan aku berharap ia tak mendengar suara degupan jantungku yang sangat cepat ini.
“Apa kau siap?” Jimin beratanya padaku.
Aku tak bisa berkata apapun, mulutku tak sanggup mengucapkan kata-kata karna sangking gugupnya. Akhirnya aku hanya mengangguk perlahan sebagai tanda kalau aku siap. Sebenarnya sih aku tak siap sama sekali. Mana bisa aku menembak kalau badanku terlalu kaku karna gugup. Ditambah, mataku juga sama sekali tidak fokus ke arah depanku. Bisa dibilang aku hanya bengong melihat apa yang ada dihadapanku.
Apa boleh buat aku bilang kalau aku siap, karna aku benar-benar tak sanggup lagi bila terus dalam keadaan se perti ini.
“Baiklah...” ucap Jimin seraya meletakan jari-jari tangannya seiringan dengan jari-jari tanganku.
Aku tak tau apa yang ia lakukan, tapi aku hanya diam tanpa memberontak dengan semua tindakannya ini. Aku tau semua ini dia lakukan sebatas karna ia ingin membantuku. Sejujurnya aku sedikit menikmati semua ini. Namun, tetap saja aku tak kuat berlama-lama seperti ini karena malu.
“Tekan,” perintah Jimin padaku. Ia kemudian menekankan jari telunjuk kanannya dengan perlahan ke jari telunjuk kananku yang sedang menyentuh pelatuk pistol mainan.
Kami berhasil menekan hingga ujung pelatuk pistol mainan tersebut. Dan, “Duar...” suara yang terdengar saat kami berhasil melakukannya. Beberapa detik kemudian kaleng-kaleng yang tersusun rapih dihadapanku terjatuh secara bersamaan.
“Kau berhasil Eunji,” ucap Jimin sambil melepaskan pelukannya dariku. “Ne, kita berhasil!” sahutku dengan girangnya. Sampai-sampai aku melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil. Aku senang karna berhasil menembaknya dengan benar karna bantuan Jimin. Sebelumnya aku tak pernah berhasil seperti ini.
“Gomawoyo Jimin.” Tanpa sadar aku mengucapkan kata itu sambil memeluk Jimin. Saat aku tersadar aku segera melepaskan pelukanku dan menjauhinya. “Mian...” ucapku gugup.
“Gwencha-nayo” balasnya juga dengan gugup.
Kenapa aku malah melakukan hal bodoh lagi, aku ini benar-benar bodoh. Aku selalu tak bisa mengontrol diriku saat aku merasa terlalu senang. Kemudian aku beranikan diri melirik ke arahnya dan aku melihat ia juga nampak sedang gugup.
“Khmm...” ku dengar suara dari arah sampingku yang membuat aku dan Jimin langsung menoleh ke arahnya. Suara itu ternyata suara pemilik ruko ini. “Kalian sudah berhasil menjatuhkan kaleng sebanyak delapan tembakan, jadi sebagai hadiahnya kalian bisa memilih boneka yang ada disana,” ucapnya sambil menunjuk boneka-boneka berukuran sedang yang tersusun rapi. “Kalian boleh memilih sesuka kalian,” lanjutnya.
“Eunji kau mau yang mana? Kau yang pilih,” ucap Jimin menyuruhku memilih boneka yang aku mau. Aku pun langsung memilih-milih boneka yang menurutku bagus. Dan aku mendapati sebuah boneka beruang putih yang lucu. Dengan segera aku langsung mengarahkan jari telunjukku ke arah boneka tersebut.
“Aku mau yang itu,” pintaku pada Jimin. Jimin pun menganggukan kepalanya dan tersenyum kepadaku. Kemudian ia menghampiri pemilik ruko itu untuk mengambilkan boneka tersebut untukku.
“Ini untukmu,” ucap Jimin sambil menyerahkan boneka beruang putih berukuran sedang yang aku pinta. “Gomawo.” Aku berterima kasih padannya karna telah memberikan boneka lucu ini.
Setelah kejadian barusan, Jimin kembali mengajakku menaiki wahana lain. Aku pun menyetujui tawarannya. Dan tibalah kami menaiki wahana bernama bianglala.
Aku memandangi langit sore dari balik jendela bianglala yang sedang kami taikki. Bianglala ini kemudian bergerak kearah atas. Dan ku lihat pemandangan sekitar taman bermain dari atas sini. Semua nampak sangat menakjubkan, ditemani dengan langit sore yang begitu indah. Aku sangat menikmati pemandangan yang tengah aku lihat.
Menurutku, ini pilihan yang tepat menaiki bianglala saat sore hari. Aku jadi bisa melihat matahari yang akan terbenam ke arah barat. Ini merupakan moment yang sangat romantis dan aku bisa melihat ini bersama Jimin.
Kami duduk saling berhadap-hadapan. Didalam ruangan ini cuma hanya ada aku dan Jimin. Aku menoleh ke arahnya, ternyata ia sedang memandangiku. Karna gugup aku hanya tersenyum ke arahnya.
“Kau sangat cantik dan baik, senang bisa mengenalmu," kata Jimin sambil tersenyum.
“Eh? Jeongmal?” tanyaku dengan bingung. Aku bingung kenapa tiba-tiba ia berkata seperti itu padaku.
“Ne, aku sangat bersyukur bisa mengenalmu lebih dekat seperti ini,” jawabnya sambil terus memandangiku. Aku jadi kembali gugup karna perkataan dan juga tatapannya. Benarkah apa yang ia katakan itu? Aku sangat senang mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya. Aku ingin berkata kalau aku juga sangat bersyukur bisa mengenalnya seperti ini. Namun aku sangat gugup untuk mengatakan hal itu. Jadi aku tak bisa berkata apa-apa dihadapannya.
Tiba-tiba Jimin mendekatkan wajahnya ke arah wajahku. Ku lihat wajahnya semakin mendekatiku. Jantungku kembali berdegup tak kuran. “Apa yang akan ia lakukan? Apakah dia akan...?” pikirku dalam hati. Tanpa berfikir lebih jauh aku pun langsung menutup kedua buah mataku. Seakan aku mengerti apa yang akan dia lakukan.
Aku merasakan napasnya semakin mendekat ke arahku. Aku tak berani membuka mataku. Apa ia akan menciumku? Ah... apa yang harus aku perbuat, aku merasa ini terlalu cepat untuk hubungan kami berdua. Ku gengami dengan erat boneka yang sedari tadi aku pegang, untuk mengurangi rasa gugupku.
Kemudian aku merasakan tangannya menyentuh helaian rambutku dengan perlahan. Aku juga merasakan napasnya sangat dekat dari wajahku. Di saat bersamaan pula jantungku terpompa begitu cepatnya.
Namun aneh, kenapa dia belum saja menciumku. Padahal aku benar-benar merasakan wajahnya berada dekat dengan wajahku. Setelah itu, aku malah merasakan wajahnya menjauhiku. wae?
“Emm... Mian-ne aku hanya mau mengambil kotoran ini dari rambutmu.” Aku pun langsung membuka mataku dan melihat Jimin yang sedang memegang helaian bulu putih berukuran kecil. “Joesonghamnida, aku membuatmu jadi tidak nyaman” ucapnya merasa bersalah.
“Aaa... Gwenchanayo” jawabku dengan memasang wajah seakan-akan aku tidak apa-apa. Kenyataannya malah aku terlihat seperti orang bodoh. Sungguh, aku sangat malu dengannya. Aku mengira kalau Jimin akan menciumku. Tapi ternyata dia hanya mau mengambil kotoran yang ada dirambutku. Babo, aku berfikir telalu berlebihan dan sangat memalukan. Aku benar-benar tak sanggup menatapnya lagi karna malu.
Hari sudah mulai gelap kami pun meutuskan untuk mengakhiri kencan ini. Semenjak kejadian memalukan tadi aku jadi tak berani berbicara pada Jimin. kami pun jadi sangat canggung satu sama lain. Jimin pun tak berkata hanya diam saja sampai kami pulang menaiki bus.
“Gomawo untuk hari ini, jaljayo!” ucap Jimin dengan wajah malu sebelum aku turun dari bus yang kami taikki. Akhirnya dia mengucapkan sepatah kata sebelum aku pergi, aku pun menjadi lega sekaligus senang.
“Chenoma. Jaljayo!” balasku sambil tersenyum dan melampaikan tangan kananku.
*****
Saat aku membuka pintu rumahku, aku melihat sepasang sepatu milik Taehyung terjajar rapih dengan sendal milik eommaku. “Kenapa dia ada disini?” gumamku sambil menatap sepatu tersebut.
“Eomma aku pulang,” ucapku dengan keras. Namun aku tak mendengar balasan dari eomma maupun mendengar suara Taehyung. Karna penasaran aku pun langsung pergi menuju dapur. Mungkin saja mereka ada disana.
Benar saja aku melihat Taehyung sedang menemani eomma memasak di dapur. “Ahjumma, bagaimana caranya memasak itu? Aku ingin eommaku memasak seperti itu juga untukku,” ucap Taehyung yang tengah melihat eommaku mengaduk-aduk masakannya. “Nanti akan ku beritahu eommamu caranya, kau tidak akan mengerti jika Ahjumma menjelaskannya kan?” balas eommaku sambil melirik ke arah Taehyung. “Hehe iah,” ucap Taehyung sambil tertawa malu.
Sedari tadi aku hanya melihat mereka. Mereka benar-benar mengabaikanku. Sebenarnya siapa anaknya aku ataukah Taehyung kenapa mereka akrab seperti itu. Dari kami kecil memang eomma sangat senang dengan Taehyung karna dikeluaga kami tidak ada anak laki-laki. Aku satu-satunya anak di keluargaku, jadi wajar saja eomma sangat menyukai Taehyung dan menganggapnya seperti anaknya.
“Eomma...” panggilku sebagai tanda kehadiranku disini. “Oh Eunji, kau sudah pulang.” Eomma langsung memalingkan wajahnya ke arah ku.
“Eomma, kenapa Taehyung ada disini?” Aku langsung menghampiri mereka. “Dia disini membantu eomma, di rumah tidak ada siapa-siapa. Appa sedang ada meeting di luar kota dan kau juga belum pulang. Untung saja ada Taehyung, jadi eomma tadi menyuruhnya berbelanja. Seharusnya kau berterima kasih padanya. Kalau tidak ada dia, kau tidak akan mendapatkan makan malam,” ucap eommaku panjang lebar. Dia seperti tengah menceramahiku. Setelah mendengar ocehan eomma aku pun langsung melirik ke arah Taehyung. Dan dia malah sudah memasang tampang mengejek ke arahku.
“Baiklah. Go-ma-wo Tae-hyung” ucapku dengan nada seaka-akan aku masih belajar mengeja bacaan. “Sudah cepat mandi sana, kau bau tau,” kata Taehyung sambil menutupi lubang hidungnya dengan jari telunjuk miliknya.
“Benar kata Taehyung, cepat mandi dan kita makan malam bersama” sahut eomma menyuruhku untuk segera membersihkan tubuhku. Aku pun langsung menuruti kata mereka dan bergegas menuju kamarku.
*****
Malam ini aku kesulitan untuk tidur. Aku masih memikirkan semua kejadian hari ini bersama Jimin. Aku tidak menyangka kalau aku pergi berkencan bersamanya dan semuanya berjalan dengan lancar.
Belum lagi banyak kejadian yang membuatku hatiku sangat bahagia. Yaitu disaat dia mengagandeng tanganku, memelukku dari belakang dan juga saat dia mengambil kotoran kecil di rambutku. Semuanya masih teringat jelas di dalam memoriku. Aku selalu merasa senang ketika aku membayangkan kejadian itu berulang-ulang.
Tapi, ada yang membuatku aneh. Saat aku di sana aku seperti melihat sosok Taehyung. Sosok itu benar-benar terlihat jelas di mataku, dan tiba-tiba menghilang. Apakah itu benar hanya halusinasiku saja? Lagi pula mana mungkin dia pergi ke sana. Memangnya untuk apa dia ke sana tanpa memberitahuku. Dan saat aku pulang ke rumah, toh dia sedang membantu nae eomma. Jadi mungkin memang itu hanya halusinasi ku atau aku salah mengira orang dan ku kira itu Taehyung. Hmm... bisa saja seperti itu. Sebaiknya aku tak usah memikirkannya lagi. Sekarang aku hanya boleh memikirkan Jimin, jangan sampai aku malah mengingat Taehyung lagi saat aku bersama Jimin. Andwee!
Aku melirik boneka beruang putih pemberian Jimin tadi. Aku meletakkan boneka tersebut bersamaan dengan boneka-boneka milikku yang lainnya. Semua boneka dikamarku adalah boneka beruang berwarna putih. Aku sangat menyukai beruang kutub. Jadi aku selalu memilih boneka beruang berwarna putih. Taehyung juga sering memberikanku boneka seperti itu saat aku ulang tahun. Contohnya saja gantungan kunci yang waktu itu terjatuh dan ditemukan oleh Jimin.
Babo, kenapa aku malah mengingat Taehyung lagi. “Kenapa aku jadi aneh seperti ini. aku tak boleh terus-terusan memikirkannya” gumamku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku.
*****
Jimin menghampiriku saat jam istirahat. Dua hari yang lalu sebelum akhir pekan Jimin juga mengajakku untuk makan siang bersama. Lagi pulakan minggu kemarin Taehyung kelihatan sibuk jadi Jimin yang menemani aku makan siang. Dan seperti biasa kami menghabiskan jam istirahat kami di taman. Dengan mengobrol dan menghabiskan makan siang kami.
“Kemarin adalah hari yang menyenangkan bagiku. Gomawoyo, kau mau menghabiskan hari liburmu bersamaku,” ucap Jimin sambil menoleh ke arahku.
“Nado gomawoyo, aku juga merasa senang.” Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum.
“Aku berharap, aku bisa selalu seperti itu bersamamu,” ucap Jimin.
“Maksudnya?” tanyaku dengan bingung. Aku tak mengerti apa yang ia ucapkan.
“Eh anniyo... maksudku, aku ingin pergi ke sana lagi bersamamu,” balas Jimin sambil memalingkan wajahnya dariku. Aku melihat ia bertingkah aneh.
Dengan berani aku pun tersenyum ke arahnya dan berkata, “Aku juga ingin pergi lagi ke sana bersamamu.” Dia kemudian kembali menoleh ke arahku. “Jeongmal?” tanyanya yang tak percaya dengan perkataanku.
“Ne, tentu aku sangat ingin pergi lagi bersamamu,” jawabku dengan jujur. Setelah pernyataanku tersebut kami pun saling bertatap-tatapan dengan penuh senyuman.
*****
Aku merasa senang bercampur sedih hari-hari ini. Di satu sisi aku senang karna semakin hari aku semakin dekat dengan Jimin. Namun sebaliknya semakin hari Taehyung malah terlihat semakin menjauhiku.
Taehyung mulai bertingkah aneh lagi. Entah kenapa dia seperti menghindariku setiap aku bersama Jimin. Saat pulang sekolah dia malah meninggalakan aku duluan, padahalkan kami bisa pulang bersama dengan Jimin. lagi pula Jimin jugakan temannya. Apa dia melakukan hal ini karna untuk membiarkan aku bisa berduaan dengan Jimin?. Seharusnya dia tak usah melakukan hal seperti ini.
Aku juga belum sempat curhat lagi pada Taehyung. Sekarang dia selalu diam saat bersamaku, tingkahnya itu membuatku canggung. Aku jadi tak bisa berbicara dengannya secara leluasa seperti dulu. Padahal aku ingin menceritakan mengenai kedekatan aku dengan Jimin padanya. Dan aku juga ingin meminta pendapatnya mengenai hubunganku itu. Aku tak tau harus bercerita kepada siapa lagi karna dialah satu-satunya teman sekaligus sahabatku.
Hari sudah sore, aku berniat untuk jalan-jalan sore ke taman yang berada di depan gang rumahku. Biasanya aku pergi ke tempat itu untuk menghibur diriku. Yah aku menghibur diriku yang sedang merindukan Taehyung. Ahh... bukan-bukan maksudku itu, aku merasa kesepian karna Taehyung menghindariku. Aku seperti tak punya teman karna temanku satu-satunya malah menjauhiku.
Aku berjalan menelusuri jalan gang rumahku. Saat aku sedang berjalan aku malah melihat Taehyung yang berjalan berlawanan arah denganku. Dia berjalan menunduk sambil memainkan ponsel yang ada di tangannya.
“Kim Taehyung!” Aku meneriaki namanya dari kejauhan. Dia kemudian menegakkan kepalanya dan menatap ke arahku dengan tampang bingung.
Kemudian dia bertingkah seolah akan menghindari kehadiranku lagi. Dan sesuai dugaanku, dia malah membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya tanpa memperdulikan kehadiranku. “Yaa, Taehyung berhentilah kau di situ,” perintahku padanya.
Diapun langsung menghentikan langkahnya menuruti apa perintahku. Dengan segera aku pun berjalan dengan cepat menghampirinya. Aku tak akan membiarkannya lolos untuk kali ini.
“Kenapa kau menghindariku?” tanyaku sambil menolehkan wajahku kehadapannya. “Aniyo... aku sama sekali tidak menghindarimu,” ucapnya dengan tampang datar sambil menggeleleng-gelengkan kepalanya. Jelas-jelas kalau ia berbohong padaku, tapi dia masih saja mengelak.
“Aku tadi hanya teringat kalau aku melupakan sesuatu dan harus kembali kesana...” ucapnya dengan raut wajah kebingungan. “Sudahlah, ayo ikut denganku. Aku ingin bermain bersamamu.” Aku pun langsung menyeretnya ke taman.
Di taman kami masing-masing duduk di sebuah ayunan kayu kecil. Di taman ini hanya ada dua buah ayunan gantung. Setiap kami datang ke sini, kami selalu duduk di ayunan ini.
“Ada apa kau mengajakku kemari?” tanya Taehyung yang memulai pembicaraan diantara kami.
“Sudahku bilang, aku ingin bermain bersamamu. Kau juga bilang kalau kau akan bermain bersamaku lagi. Dan akulah yang seharusnya bertanya kepadamu. Kenapa kau selalu menghindariku akhir-akhir ini?” ucapku panjang lebar kepadanya.
“A... Aku tidak menghindarimu” balasnya sedikit gugup.
“Lalu apa yang kau lakukan? Apa kau sengaja menghindariku agar aku dapat berduaan dengan Jimin? kenapa kau malah melakukan hal seperti ini? kau tau, kau tak usah melakukan hal seperti ini.” Aku kembali mengoceh padanya.
“Mianne, aku hanya ingin kau senang. Itu saja” jawabnya dengan pelan.
“Tapi mau sampai kapan kau bersikap seperti itu padaku? Dan saat di rumah juga berhentilah bersikap seperti itu. ini sangat membuatku semakin tak nyaman,” jelasku padanya. Dia hanya terdiam mendengar perkataanku sambil memainkan ayunannya.
“Aku ingin kau yang seperti biasanya. Aku kesepian karna kau bersikap seperti itu. Dan banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu,” ucapku dengan nada sedih.
Taehyung menoleh ke arahku, dia menatapku dengan raut wajah bersalah. “Mianne, aku terlalu berlebihan seperti ini. Sekarang kalau kau mau cerita, ceritakan saja semuanya. Aku akan mengdengarkannya,” ucapnya sambil tersenyum ke arahku.
“Aku ingin bercerita tentangku dan Jimin,” ucapku sambil menoleh ke arahnya. Namun Taehyung malah memalingkan wajahnya dariku. “Memamangnya ada apa?” ucapnya ketus.
“Hmmm... Aku rasa Jimin juga menyukaiku.” Dengan percaya diri aku berkata seperti itu pada Taehyung. Taehyung membalasnya dengan senyuman sinis ke arahku.
“Kau terlalu yakin, mana mungkin dia menyukaimu? Apa buktinya coba?” Taehyung tak percaya dengan ucapanku dan malah mengejekku.
“Buktinya kan dia mengajakku berkencan,” balasku dengan sombong.
“Hei, berkencan belum tentu dia menyukaimu. Bukankah kita juga sering pergi bersama? Bukankah hal seperti itu juga bisa dibilang kencan? Tapi toh aku tidak menyukaimu,” jelasnya padaku sambil menunjukan tampang mengejek.
“Babo, kau kan berbeda dengannya. lagi pula selain itu saat kami kencan, kami juga bergandengan tangan, dan dia juga memelukku,” ucapku lagi. Aku benar-benar yakin kalau Jimin itu menyukaiku.
“Kau juga melakukan hal itu bersamaku, kita pernah bergandengan tangan juga berpelukan.” Lagi-lagi dia malah membandingkannya dengan dirinya. Dia itu sangat menyebalkan, tapi bagaimanapun dia tetaplah sahabat terbaikku.
Aku mencoba mengingat sesuatu yang aku lakukan bersama Jimin namun belum pernah aku lakukan bersama Taehyung. Yaa, aku teringat sesuatu.
“Oh iah, satu lagi. Aku bahkan hampir berciuman dengannya.” Aku mengucapkannya dengan berani.
“Mwo? Sinca? Kau pasti berbohong padaku.” Dia mengerutkan dahinya sambil menatapku. Dia sepertinya kaget sekaligus tak percaya dengan apa yang aku katakan padanya.
“Aku serius, Dia hampir saja menciumku kok,” ucapku dengan tampang polos.
“Hanya hampirkan? Tidak sampai dia menciummukan?” tanyanya lagi.
“Ne...” jawabku singkat sambil mengangukkakan kepala.
Taehyung berdiri dari ayunannya, lalu melangkahkan kakinya hingga berdiri tepat di hadapanku. Dia membungkukkan badannya sejajar dengan kepalaku. “Apakah yang dia lakukan seperti ini?” ucapnya sambil menatapku. Aku hanya menatapnya bingung sambil tanganku mengengam erat tali ayunan yang teruntai disamping kanan dan kiriku.
Dan perlahan-lahan Taehyung mendekatkan wajahnya ke wajahku. Ku lihat tatapan matanya lurus mengarah ke arah mataku. Matanya tak berkedip sekalipun, mataku jadi ikut terpaku melihat tatapan matanya. Kemudian hembusan nafasnya semakin jelas terasa dikulit wajahku.
Kini arah matanya berubah melirik ke arah bawah hidungku. Perlahan dia mencondongkan kepanya kearah samping, menghindari hidung kami saling bertabrakan. Ku rasakan harum nafasnya sampai di hidungku. Aku juga merasakan kehadiran bibirnya yang dekat sekali dengan bibirku.
Aku benar-benar membeku dengan tindakan Taehyung ini. Mataku masih terbuka lebar menatap wajahnya yang semakin mendekati wajahku. Tapi aneh, tubuhku hanya diam dan tak dapat memberontak. Jantungku juga berdetag tidak karuan. Sama seperti apa yang aku rasakan pada Jimin. Dan entah kenapa hatiku malah tiba-tiba merasa, aku ingin Taehyung benar-benar menciumku. Wae? Aku tak boleh seperti ini. Tidak boleh!
“Deg deg deg...” suara jantungku makin cepat. Kenapa aku seperti ini. Dan hampir saja aku menutup kedua buah mataku karna terbawa suasana. Tapi aku kemudian tersadar dan langsung membuka mataku kembali. Aku juga langsung mendorong Taehyung sebelum aku merasa bibirnya menyentuh bibirku.
Taehyung hampir terjatuh karna aku mendorongnya sangat keras. Kemudian aku menatap ke arahnya. Namun dia malah menghindari tatapan mataku. Jantungku juga masih belum berdetag dengan normal kembali.
“Babo... apa yang kau lakukan Taehyung?” ucapku marah padanya. Aku tak habis pikir kenapa ia melakukan hal bodoh seperti ini. Dia meniru apa yang telah Jimin lakukan padaku. Tapi yang dia lakukan lebih dari apa yang Jimin lakukan padaku. Dia benar-benar hampir saja menciumku. Aku hanya mau ciuman pertamaku aku lakukan bersama orang yang aku cintai, bukan seperti ini.
Taehyung hanya diam sambil kembali duduk di ayunan yang tadi ia tempati. “Aku melakukannya juga kan, jadi tak ada bukti lagi kan kalau dia juga menyukaimu,” kata Taehyung dengan nada datar.
Mwo? Jadi dia melakukan hal ini lagi-lagi hanya untuk mencari kesamaan anatara apa yang telah dilakukan Jimin dan dia padaku. Dasar anak aneh ini, dia keterlaluan sekali. Kenapa sampai melakukan hal sampai seperti itu. Membuatku menjadi tampak bodoh didepannya.
Aku sampai tak bisa membalas perkataannya. Aku memang tak punya bukti lagi yang bisa aku tunjukan kalau Jimin itu menyukaiku. Apa yang di lakukan Jimin semuanya juga sudah aku lakukan dengan Taehyung, tak ada yang special lagi. Dasar Taehyung bodoh, semuanya gara-gara kau.
“Ting nung ning...” terdengar suara dering ponsel milikku, tanda ada sebuah pesan masuk. Dengan segera aku merongah saku celanaku untuk mengambil ponsel tersebut. Ku lihat di layar ponselku tertera pesan yang berasal dari kontak bernama Jimin. Aku langsung membuka pesan tersebut.
From Jimin :
Annyeong Eunji ^^
Aku melihat pesan singat dari Jimin. Kemudian ku sentuhkan jari-jariku pada layar ponsel milikku untuk membalas pesan singkat tersebut.
To Jimin :
Annyeong Jimin :D
“Ada pesan dari siapa?” tiba-tiba taehyung bertanya padaku. Aku melirik kepadanya sambil tersenyum. “Jimin,”ucapku dengan singkat. Tampang Taehyung berubah menjadi murung. Aku tak tau kenapa dia malah memasang tampang seperti itu.
“Ting nung ning...” lagi-lagi ponselku berdering. Ternyata Jimin membalas pesanku dengan cepat.
From Jimin :
Apa yang sedang kau lakukan di sore hari seperti ini?
Aku pun dengan segera langsung membalas pesan tesebut. Tapi belum sempat aku tekan opsi send, Taehyung malah merebut ponsel milikku dari tanganku. Dia kemudian berlari menjauhiku.
“Yaa, Taehyung kembalikan ponselku!” perintahku padanya.
“Kalau kau mau, kau harus merebutnya dariku,” ucapnya sambil memegangi ponselku. Karna kesal aku segera mengejarnya untuk mendapatkan ponselku kembali. Aku harus cepat-cepat membalas pesan Jimin. Namun saat aku mengejarnya, dia selalu saja dapat menghindari kejaranku. Kakinya itu sangat panjang, aku jadi sulit untuk mendekatkan jarakku dengannya.
Setelah susah payah mengejarnya, akhirnya aku berhasil menangkapnya. Namun, tubuh Taehyung lebih tinggi dariku dan tangannya sangat panjang. Ia menggenggam ponselku di tangan kanannya yang ia rahkan ke atas. Aku jadi kesulitan untuk mengambilnya. Walaupun aku berusaha keras sambil berjinjit maupun meloncat-loncat dihadapannya.
“Kembalikan!” perintahku. Setelah mendengar petintahku itu dia langsung menolehkan wajahnya ke arah bawah. Wajahku kini tepat berada di bawah wajah Taehyung. Dia malah menatapku dengan tatapan aneh, sama persis seperti waktu dia menarikku di halte bus. Dan tiba-tiba jantungku malah jadi berdetag tidak karuan saat aku menatap matanya. Kenapa aku merasakan hal seperti ini lagi?
Untuk menghindari perasaan aneh ini, aku langsung menutup kedua buah mataku. Tapi tanpa aku sadari ternyata Taehyung malah sudah berlari lagi menjauhiku.
“Yaa, Taehyung berhentilah!” Aku kembali mengejarnya berlari. Kami seperti anak kecil yang sedang bermain kejar-kejaran. Tapi dipikir-pikir sudah lama sekali kami tak bermain seperti ini bersama.
“Duukk...” Aku terjatuh di tanah karna menyandung batu yang tak ku lihat. Aku merasakan perih di lututku bagian kiri. Ku lihat ada darah yang keluar dari kulit lututku. Aku hanya memakai celana pendek di atas lutut. Jadi sangat terlihat jelas goresan luka yang aku dapati akibat kejadian barusan.
“Eunji apa kau tidak apa-apa?” Taehyung menghampiriku. Ku lihat raut wajahnya sangat panik melihat keadaanku saat ini.
“Mianne, ini semua karna salahku kau jadi terluka... miannn,” ucapnya menyesal.
Padahal aku belum menyalahkannya, dia malah minta maaf duluan padaku. Dia benar-benar tampak sedang panik. Dia langsung menundukan kepalanya mendekati lututku yang terluka. Dia meniupi kotoran yang menempel dilukaku dengan perlahan. Aku hanya dapat menatapnya. Entah kenapa tiba-tiba aku merasakan hatiku kembali hangat melihat sikap khawatirnya itu padaku. Perasaan yang sama saat ia menolongku saat hujan turun minggu lalu.
Dan satu lagi, jantungku kembali berdetak sangat cepat saat aku menatap Taehyung. Apa ini? Seharusnya aku hanya merasakan ini saat bersama Jimin. Tapi ini, kenapa?
-Next Chapter-
#Chapter 4 - Something Forgotten