20.04 (08.04 PM)
Kai melangkah lesu hendak kembali menuju rumah sakit tempat di mana Tao di rawat. Hatinya masih terasa berat atas apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan Yoora. Tak berapa lama kemudian, langkahnya terhenti ketika melihat seorang yeoja berdiri tak jauh darinya. “Do Kyungna?”, Tanya Kai pada Kyungna yang merupakan salah satu teman sekelasnya dan merupakan adik dari Kyungsoo.
“A-Annyeong…tadi aku berpapasan dengan Yoora tapi ia berlari begitu saja melewatiku”, ujar Kyungna.
Kai menghela nafas berat. “Ne…”, jawabnya singkat. “Kau mau kemana?”
“Aku mau menjenguk Tao tapi aku mau membeli sesuatu dulu”, ujar Kyungna tersenyum.
“Eo…gurae… kalau begitu aku duluan”, ujar Kai sedikit membungkuk lalu berjalan melewati Kyungna.
Kyungna menoleh memperhatikan Kai lalu ia menghela nafas sejenak. Ia sebenarnya melihat apa yang terjadi pada Kai dan Yoora. Namun ia mencoba untuk tak terlalu ikut campur. Ia pun kembali melangkah menuju supermarket hingga tiba-tiba langkahnya kembali terhenti ketika namja itu kembali memanggilnya.
“Kyungna-ya”, panggilnya.
Kyungna menoleh dan menatap Kai. “Ne?”
Kai kembali melangkah mendekat ke arahnya. “Um…apa kau sibuk?”
“Ani…aku mau menjenguk Tao, tapi oppaku masih berada di sana…pasti masih ramai sekali…Aku akan ke rumah sakit begitu oppa dan teman-temannya sudah pulang”, ujar Kyungna.
“Gurae….kalau begitu…apakah kau mau-“
Kyungna memotong ucapan Kai dengan menyerahkan sebotol ice coffee pada namja itu. “Berhentilah bersikap formal dan canggung padaku….Kita lahir di tahun yang sama dan belajar di kelas yang sama…santailah sedikit…kaku sekali…psh…kaja”, ujar Kyungna santai sembari berbalik dan kembali melangkah menuju supermarket.
“Psh jincha…”, ujar Kai tertawa pelan melihat ice coffee pemberian Kyungna. “Ya Kyungna-ya gidaryeo!”, seru Kai mengikuti Kyungna menuju supermarket.
***
Yoora belum berani membuka matanya. Apa ia sudah mati sekarang? begitu pikirnya. Ia mencoba menarik nafasnya pelan lalu kembali menghembuskanya dan semua masih bekerja dengan benar. Ia mungkin masih hidup.
"Yoora-ya.. Ya Wu Yoora! Ireona jebal! Yoora-ya!", Suara namja itu sangat familiar di telinga Yoora. Ia perlahan membuka matanya.
"Apa aku sudah mati?" Tanya Yoora.
"Ah syukurlah kau sadar.. Ayo cepat bangun! semua orang bergerumun begini mengepung (?) kita. Ppalli..Nanti kau disangka anak bermasalah yang hendak bunuh diri"
"YA OH SEHUN! Aku tidak berniat bunuh diri!! Aku sungguh tidak lihat tadi!" Bentak Yoora membuat orang-orang yang mengerumuni Yoora semakin menajamkan pandangan mereka. Karena malu Yoora pun segera bangun.
Gerak cepat ala pencopet ditunjukkan oleh Sehun yang sudah kepalang malu karena dikerumuni banyak orang. Ia menarik Yoora pergi dari kerumunan itu sambil tertawa -tawa tidak jelas.
Setelah cukup jauh, keduanya berhenti. "Aku lelah!" bentak Yoora ketus.
“Yasudah…kita istirahat dulu saja di sini”, ujar Sehun mengajak Yoora duduk di salah satu bangku taman yang terlihat sepi. Keduanya pun terdiam selama beberapa saat. Sehun pun sesekali melirik-lirik Yoora yang kondisinya terlihat kurang baik hari itu. “Neo gwenchana?”
Yoora menoleh dan menatap tajam, “Menurutmu bagaimana?!”, serunya kesal.
“Arasse! Arasseo! Tak usah marah-marah begitu! Aku hanya bertanya baik-baik!”, gerutu Sehun. “Aish…jincha yeoja memang sulit dimengerti”, sambungnya. Tak lama kemudian, terdengar isakan pelan dari Yoora. “Ah…eu…Y-Yoora-ya…gwenchan-“
“TINGGALKAN AKU SENDIRI!! Hikss…hikss…”, bentak Yoora.
Sehun terkejut dengan ucapan Yoora. “Ah arasseo….arasseo…mian”, gumam Sehun merendahkan volume suaranya. Ia beranjak hati-hati dari kursi taman dan melangkah lesu menjauhi Yoora. Ia sesekali menoleh dan menatap Yoora dari kejauhan. Yeoja itu terlihat menangis tersedu-sedu. Sehun menghela nafas. Dilemma menghampirinya. Ia takut mendekati Yoora tapi disaat bersamaan, ia juga tak tega membiarkan yeoja itu sendirian. Ia melihat sebuah supermarket tak jauh darinya. Ia merogoh sakunya dan menemukan beberapa lembar uang di sana. “Ah…ini hanya pas untuk membeli sekaleng jus dan ongkos naik bis…ah…menyedihkan sekali diriku..hing~”, gumamnya sedih. Ia menoleh sekali lagi kea rah Yoora lalu ia masuk ke dalam supermarket dan keluar tak lama setelahnya dengan sekaleng jus di tangannya. Ia menimbang-nimbang sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali menghampiri Yoora. Ia kembali duduk di samping Yoora dan meletakkan kaleng jus itu tepat di antara mereka.
Yoora menoleh ke arahnya dan menatapnya aneh. “Mwo?’, Tanya Yoora ketus dengan sisa-sisa air mata masih terlihat di matanya.
“Ah…eung…eung…”, ujar Sehun sambil menggerakkan alis dan matanya seolah memberi kode bahwa ia baru saja membelikan minuman untuk Yoora.
“Pfthh….ahahahahahaha”, Yoora tiba-tiba tertawa ketika ia melihat ekspresi Sehun yang dianggapnya lucu. “Ya…neo wae gurae? Kau bisu?”, ledek Yoora.
“Ah neo jincha! Tadi kuaja bicara kau justru membentakku! Sekarang aku mencoba untuk tak bicara padamu kau justru bertanya padaku dan kini mentertawakanku! Aish jincha!!”, gerutu Sehun frustasi. “Jus itu untukmu”, ujar Sehun tak kalah ketus.
Yoora melirik kaleng jus tersebut. Ia mengambilnya dan menyerahkannya pada Sehun.
“Mwo? Kau tak mau?”, Tanya Sehun.
“Bukakan kalengnya untukku”, ujar Yoora datar.
“Aish jincha neo Wu Yoora!”, gerutu Sehun.
“Hiks…..hiks…”, Yoora membuat mimic seolah ingin kembali menangis.
“Arasseo! Arasseo! Aish…michigetda”, gerutu Sehun mengabulkan permintaan Yoora.
“Gomawo….hiks…”, gumamnya terisak sambil menikmati jus pemberian Sehun.
“Cepat habiskan…kita harus segera pulang”, ujar Sehun beranjak dari posisinya bersiap untuk pulang.
“Sehun-ah…”, rengek Yoora.
“Apa lagi?”, gerutu Sehun tak sabar.
“Kakiku sakit…”, rajuk Yoora sambil menunjukkan kakinya yang terluka.
Sehun berjongkok di hadapan Yoora untuk melihat luka tersebut. “Neomu…..apha….hiks”, gumam Yoora dramatis. Bukan kakinya yang sebenarnya terasa sakit saat itu….tapi hatinya. “Sama sakitnya….ketika kau dibuang begitu saja oleh dua orang namja yang kau sayangi”, sambungnya menatap nanar lampu taman.
Sehun menghela nafas mendengar ucapan Yoora. Ia berbalik berjongkok membelakangi Yoora. “Mwohae?”, Tanya Yoora tak mengerti.
“Aku akan menggendongmu sampai halte bus”, ujar Sehun.
Yoora terdiam sejenak mendengar ucapan Sehun. Namun secara perlahan, ia mengalungkan lengannya pada leher namja itu dan Sehun pun mulai berdiri sambil mengangkat tubuhnya. Mereka mulai berjalan menuju halte bus. “Sehun-ah…aku lapar”, rajuk Yoora.
“Kita makan saja di rumah…aku sudah tak punya uang lagi..yang tersisa hanya tinggal uang untuk naik bis”, ujar Sehun tegas.
Yoora cemberut mendengar ucapanSehun. Namun sesekali ia memperhatikan Sehun dan seulas senyum tipis tergambar di wajahnya. Ia menyandarkan kepalanya di punggung Sehun. “Punggungmu hangat”, gumam Yoora.
Sehun sedikit menoleh ketika ia merasakan kepala Yoora menyentuh bagian belakang lehernya. “Ya Wu Yoora….aku memang tak setampan Kai atau sekeren Tao yang pandai bela diri…Tapi aku menyukaimu apa adanya meskipun kau ini menyebalkan dan keras kepala…. Kau tak perlu sungkan untuk datang padaku jika kau membutuhkan teman untuk mendengarkan keluh kesahmu atau pundak sebagai tempat bersandar jika kau sedang tertekan…..”, ujar Sehun memberi jeda pada ucapannya. “Datanglah…padaku…Wu Yoora”, sambungnya. Tak ada respon apapun dari Yoora. Sehun menoleh sedikit dan mendapati yeoja itu tertidur pulas di belakangnya. “Aish…jincha….”, gerutunya.
“Mulai sekarang dan seterusnya..hnghh….kau…Oh Sehun….kau tak boleh menyukai yeoja manapun……hanya…ada satu yeoja yang boleh kau sukai..yaitu….aku….Wu Yoora”, ujar Yoora setengah sadar, setengah mengigau.
Sehun tersenyum lebar mendengar ucapan Yoora yang mengigau. Karena biasanya, apa yang diucapkan oleh seseorang yang tengah mengigau adalah sebuah kejujuran. “Uri sarangeun mido, Yoora-ya!”, seru Sehun senang.
-TBC-