POV: Minseok
"Waktu mu tinggal sedikit lagi"
"Kau harus kembali, atau kau akan kehilangan seluruh hidup mu, begitupun dengan diriku"
Ku renungi kedua kalimat yang diucapkan oleh Eunjin. Yeoja itu.. berada dalam kondisi yang sama dengan ku. Kondisi tubuhnya jauh lebih parah dariku, karena sudah terlalu lama ia terkurung dalam mimpinya. Kami tidak akan kembali sebelum gelang di tangan ku hancur. Apa yang harus kulakukan? Menggerakkan tubuh ku saja sulit, apalagi menghancurkan gelang ini.
Tepat disamping ku, Inkyung tertidur dengan kepala bersandar pada sisi tempat tidur ku. Ia lebih sering datang semenjak sudah tidak bersama Lay lagi. Tunggu.. mungkin Inkyung bisa membantu ku.
Satu hal lagi.. apa yang Eunjin hendak ucapkan sebelum tubuhnya menghilang tadi? apa yang sebenarnya berusaha ia sampaikan pada ku?
***FLASH BACK ***
"Jogiyo.." Panggil ku padanya. Perasaan ku mengatakan anak ini ada hubungan nya dengan apa yang terjadi pada ku.
Ia menoleh ke arah ku. "Oppa.. akhirnya kau datang"
"Kau mencari ku?" Tanya ku padanya.
Ia mengangguk, "Ne..Nama ku Kim Eunjin" Mendadak ia memperhatikan ku dengan seksama. Perlahan wajah nya berubah seperti tak percaya. "Oppa.. kau berada dalam dunia mimpi? Tidak mungkin.."
"Bagaimana kau mengetahui nya?" Tanya ku tersentak. Sudah ku duga yeoja ini mengetahui sesuatu. Saat itu ia pergi begitu saja seperti hantu. Malam dimana aku bertemu dengannya, adalah malam terakhir sebelum aku mengalami kecelakaan.
"Entahlah Oppa.... Kau hanya..... berbeda dengan manusia normal dimataku, mungkin karena kau.. sama dengan ku"
"Mwo? Eunjin-ah.. maksud mu kau juga.."
"Ne.. Sejak pertama kali aku bertemu dengan Oppa dulu, aku memang sudah hidup dalam mimpi ku" Pernyataannya membuat ku sangat terpukul. Jadi ini adalah alasan ia menghilang tiba-tiba beberapa tahun lalu.
"Dimana tubuh asli mu Eunjin-ah? Lalu mengapa saat itu aku bisa melihat mu sementara kau hidup dalam mimpi mu? apa dunia mimpi ini dan dunia nyata kita.. terhubung?"
Eunjin mengangguk. "Semua orang yang kau temui dalam mimpi mu ini, nyata.. dan mereka juga melihat mu seperti manusia nyata. Semakin lama kau habiskan waktumu di dunia mimpi, maka tubuh asli mu akan musnah. Oppa.. kau harus menghindar untuk kembali, jangan tertidur. Kau harus secepatnya mencoba bergerak lalu.. Kau harus menghancurkan gelang ditangan mu saat ini, kalau tidak selama nya kau dan aku... akan hidup di tengah-tengah antara alam nyata dan tidak nyata kita", Jelas Eunjin. "Aku ingin mati secepatnya. Aku sungguh tersiksa dengan keadaan ku saat ini.."
"Apakah tubuh asli mu sudah.."
Eunjin mengalihkan wajahnya. Ia bersedih mengingat hal tersebut. "Tak ada satupun dari organ tubuh ku yang berfungsi. Tapi aku juga tidak bisa mati.. tubuh ku saat ini persis seperti mayat yang terus membiru hikss.. hikss bantu aku Oppa, bantu aku.."
Aku tak tega melihatnya. Ku peluk tubuh kecil nya "Tenanglah Eunjin.. Aku akan berusaha melakukannya dengan sisa kesadaran ku"
"Waktu mu tinggal sedikit lagi Oppa. Kau harus kembali atau kau akan kehilangan seluruh hidup mu di dunia nyata, juga akan kehilangan hidup mu di dunia mimpi mu. Seperti..Aku". Bagai hantu yang menyeramkan, seketika tubuh Eunjin berubah membiru, tubuhnya mengurus.. semakin mengurus..hingga seperti hanya tulang terbungkus kulit.. penampakan Eunjin begitu menakutkan.
"E-Eunjin-a..", gumamku shock setelah melihat sosok asli Eunjin. Jika aku tak segera bertindak, cepat atau lambat, aku akan sama dengannya.
"Tolong aku Oppa..", Pinta nya lirih dengan sosoknya yang menakutkan sekarang. "Ah.. Xiumin Oppa.. teddy bear..teddy bear itu..." WWUUUUSSSHHHHHH..
"Eunjin.. Eunjin!!" Sosok Eunjin menghilang dari padangan ku.
***END FLASHBACK***
Pasti ada yang tidak beres dengan teddy bear yang ia berikan pada ku waktu itu. Ayolah Minseok.. kau harus terus berusaha untuk bangkit.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
POV: Author
22.30 (10.30 PM)
Isakan Songhee tak henti terdengar dari ruang kerja Miyoung. Satupun dari mereka tidak ada yang memasuki ruangan itu selepas kepergian Chanyeol. Miyoung sendiri meringkuk memeluk kakinya didepan pintu ruangan, meski dadanya semakin sesak, ia tidak berhenti menangis.
"Kau ingin tetap disini?" Tanya Kris disampingnya.
"Kau pulanglah.." Ucap Miyoung. "Aku akan menunggu sampai Songhee merasa baikan hiks"
Lay memasuki toko bunga. Ia melangkahkan kakinya sampai dihadapan Kris dan juga Miyoung. "Kris hyung, Minhyo masih diluar. Ia belum pulang. Ini sudah terlalu malam. Aku akan mengantarnya dulu, nanti aku kembali lagi kesini"
Jam ditangan Kris sudah menujukkan pukul 22.30 PM. Ia berdiri dan menepuk pundak Lay. "Kau tunggu disini saja, aku akan antar Minyo".Ia melempar padangannya pada Miyoung, mencoba memberi tanda pada Lay untuk menjaganya dulu.
"Kris, gunakan mobil ku.. hiks.. tolong sampaikan maaf pada orang tua Minhyo karena ia harus pulang larut begini dari tempat kerja", Ujar Miyoung seraya memberikan kunci mobilnya.
"Araseo"
***
Sungchan menyusuri jalan kembali menuju rumahnya. Kris mengantar Minhyo pulang. Yoora pergi bersama Sehun dan Kai. Sungchan tidak tahu kemana Chanyeol pergi. Ia sudah mencoba menghubungi Chanyeol, tapi ponselnya tidak aktif. Ia khawatir pada adik semata wayangnya itu. Yeoja yang terkenal tenang dan jarang terlihat bersedih itu kini tertekan dengan masalah yang ada. Baginya biarlah masalah seberat apaun datang padanya, ia akan berusaha bertahan. Tapi saat semua masalah datang pada sang adik Chanyeol, sekalipun ia tak mampu mengatakan secara lantang pada Chanyeol, tapi hatinya terluka.
Malam itu air matanya menetes tanpa perintah. Jalanan sepi dan gelap malam itu melengkapi gelap dalam hatinya. Isakan demi isakan terdengar cukup jelas. Langkah nya tertahan. Ia menemukan bayangan kaki seseorang di depannya.
Sungchan segera menghapus air matanya. Belum sempat ia mengangkat pandangannya untuk mengetahui siapa yang berdiri di depannya. Tubuhnya tertarik ke dalam pelukan hangat yang Sungchan tahu pasti siapa pemiliknya. "Chanyeol pergi ke rumah Suho untuk membereskan barang-barangnya.. malam ini ia akan kembali ke rumah mu. Baekhyun memberi tahu ku tadi." Suara manis itu berucap halus.
Tidak ada balasan dari Sungchan selain rangkulan pada namja yang sedang memeluknya saat itu. Ia menangis jauh lebih terisak di dalam pelukan namja itu "Hikss.. hhh~ hikss ssh hiks"
Namja itu membelai kepala Sungchan, mencoba menenangkan sang gadis dengan sentuhan tangannya. "Uljima.."
☆*:.。. o)o .。.:*☆
"Kau tidak masuk? kenapa malah duduk disitu?" Tanya Bekhyun heran karena Micha tidak masuk kedalam rumahnya, yeoja itu justru duduk di tangga depan pintu rumah.
"Aku mau tunggu Oppa" Jawab Micha.
"Baiklah, ku temani sampai Luhan hyung datang" , ujar Baekhyun. Ia lantas duduk di samping Micha. Langit mendung malam itu menyembunyikan semua bintang yang biasa menerangi. "Hh~ Suho hyung keterlaluan sekali", Ujar Baekhyun dengan kepala menengak memandang langit.
"Semua ini bukan murni kesalahannya...ia hanya salah paham", ujar Micha.
"Psh.. lalu siapa yang salah? Songhee? Chanyeol?.. cih.. jangan bilang kau berada di pihak Suho hyung, dilihat dari sisi manapun ia bersalah" Gerutu Baekhyun.
Micha hanya diam, tidak ingin membahas nya lagi.
"Wae? Aku salah bicara?", Tanya Baekhyun menyadari Micha tiba-tiba diam.
Micha menggelengkan kepalanya. "Ani, aku hanya sedang tidak ingin beragumen. Apa yang kupikirkan belum tentu sama dengan orang lain. Kadang memang lebih baik ku simpan sendiri. Lagipula ini bukan masalah kita juga, tidak lucu kalau kita berkelahi karena urusan ora,ng lain"
Sigh~ "Kau sensitif sekali" Baekhyun menyentuh-nyentuh jahil lengan Micha "Malhae.. palli" candanya.
"Musowoso"
Baekhyun terdiam dengan satu kata yang Micha ucapkan, "Wae?"
"Saat seseorang mencintai orang lain begitu dalam.. sekecil apapun respon dari orang yang kau cintai berikan, hal itu akan membuat mu senang, tidak perduli maksud sebenarnya dari respon tersebut.. entah hanya kasihan, tidak enak hati ataupun yang lainnya."
"Tapi Suho hyung seharusnya sedikit peka. Bagaimana mungkin ia tidak tahu mengenai kedekatan Chanyeol dan Songhee. Sementara hampir semua orang disekitar nya sudah mengetahui tentang hal itu. Ia terlalu percaya diri Songhee menyukainya" Sangkal Baekhyun.
"Kita tidak pernah mengetahui pasti bagaimana hubungan Songhee dan Suho sebenarnya. Mereka sudah saling mengenal dalam waktu yang lama. Belakangan Songhee juga menjadi lebih dekat dengan Suho meski niat sesungguhnya adalah Chanyeol. Suho menjadi besar kepala karena sikap Songhee berubah menjadi tak biasa terhadapnya. Ia berfikir itu adalah cinta. Kadang kau akan takut mencampuri urusan seseorang yang kau sukai terlalu jauh, karena kau takut ia tidak akan menyukainya. Kau akan takut ia semkain jauh dari mu jika kau melakukannya. Atas dasar itu Suho mungkin membiarkan Songhee dekat dengan siapapun termasuk Chanyeol, yang tanpa ia sadari hubungan keduanya lebih dalam dari ekspektasinya." Micha mengucapkan kata-katanya dengan pandangan yang begitu dalam, ia seperti...
Micha mengehela nafasnya "Mianhae,kurasa aku terlalu serius memikirkannya"
Ia berdiri dari tangga depan pintu rumahnya "Baekhyun-ah, tunggu disini sebentar", ujar Micha lalu masuk ke dalam rumahnya.
"Seharusnya aku tahu apa yang kau pikirkan sejak awal, bodoh" Gumam Baekhyun pada dirinya sendiri.
***
Baekhyun menunggu Micha. Di sebrang jalan ia melihat Luhan mengantar Sungchan. Keduanya masuk ke dalam rumah Sungchan.
Micha keluar dari rumah nya beberapa saat kemudian. "Baekhyun-a"
"Eo..?"
Micha menyerahkan buku catatan Baekhyun yang untuk kesekian kalinya terbawa oleh dirinya. "Ini.. terbawa oleh ku...lagi"
Baekhyun memperhatikan buku itu tanpa sedikipun niat untuk mengambilnya.
"Cepat ambil! jangan sampai nanti malam kau memaki-maki ku lagi gara-gara buku ini lupa ku kembalikan!" Seru Micha.
"Kau simpan saja"
"Wae?"
"Aku masih ingin memaki-maki mu nanti malam" Baekhyun melirik jam di tangan kiri nya. "Sudah malam, masuklah.. Luhan hyung sepertinya masih agak lama. Ia ada di dalam rumah sebrang kkk" Canda Baekhyun. Ia berjalan dua langkah sebelum akhirnya menghentikan langkahnya kembali. "Ah..aku hampir lupa" Ia berbalik, mengarahkan tatapan matanya langsung pada mata Micha. "Dalam hubungan mu dengan orang lain, kau tidak bisa hanya mementingkan perasaan mu, tapi juga tidak bisa hanya memikirkan perasaan orang lain saja. Suho hyung.. mencintai yeoja yang tidak mencintainya.. karena ia hanya memikirkan perasaanya sendiri. Sebaliknya, Luhan hyung, karena selalu berfikir Sungchan noona mencintai orang lain, ia melepaskannya karena ia ingin Sungchan noona bahagia dengan namja yang dicintainya. Nyatanya baik Suho hyung dan Luhan hyung.. keduanya salah besar. Semua hanya karena mereka tidak pernah memastikan sebelum melakukan tindakan gegabah yang dampaknya terlalu besar.. jangan abaikan apa yang seharusnya kau pikirkan dan jangan buat rumit semua yang seharusnya bisa kau lakukan dengan mudah.. kkeut.. annyeong"
"Byun Baekhyun" Panggil Micha.
"Apa lagi? Masih belum mengerti juga?" Eluh Baekhyun.
Micha nampak ragu. Ia menutup matanya sesaat. Membawa sebuah pertanyaan seiring kembali terangkatnya pelupuk mata itu. "Masih berniat menjelaskan hubungan mu dengan Inkyung? Kalau kau tidak berniat menjelaskan. Aku juga tidak mood mendengarkannya lain waktu" ujar Micha membalikkan ucapan Baekhyun kemarin.
Baekhyun tersenyum kecil. Micha menangkap ucapannya lebih baik dari perkiraan Baekhyun. "Cih" Baekhyun berubah pikiran. Ia mengambil buku catatan miliknya dari tangan Micha. "Buku ini tidak penting lagi"
"Eum?"
"Na cheon halkke...annyeong" Baekhyun berlari cepat meninggalkan pekarang rumah Micha.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
Luhan dan Sungchan memberi jarak pada posisi duduk mereka. Sungchan duduk di sisi kiri sofa sedangkan Luhan duduk di sisi kanan. Sungchan menyandarkan kepala pada sisi samping sofanya. Ia memang jarang bicara jika tidak ada yang mengajaknya bicara. Yeoja yang hanya diam saat hatinya sakit. Ia juga tidak tahu mengapa ia bisa menangis begitu terisak malam itu.
"Kris lama sekali" Ucap Luhan memecah keheningan.
Suara Sungchan terdengar pelan. "Kau pulanglah, kasihan noona sendiri"
"Jangan mengombang ambingkan ku hehe" Senyum tipis ditunjukkan Luhan. "Anak itu baru saja mengatakan agar aku tetap disini. Ia bilang ia akan mengunci pintu rumah dari dalam"
"Psh.. dasar noona"
Hening kembali menyeruak setelahnya. Suara yang terdengar hanya helaan nafas keduanya. Sungchan menoleh ke arah Luhan yang masih dengan tenang menunggu. Meski ia terlihat seperti anak hilang yang tak tahu harus berbuat apa, tanpa ia sadari sudut bibirnya bergerak naik. Tingkah Luhan yang kekanak-kanakan itu selalu membuatnya tersenyum, meski ia tidak pernah terang-terangan melakukannya di hadapan Luhan. Ia merasa aman hanya dengan kehadiran namja itu disampingnya. "Aku lupa menawarkan minum untuk mu", Sungchan ingin mengambilkan minum untuk luhan "Kau mau minum apa?" Tanya Sungchan.
"Eumm..", Luhan ikut berdiri. Ia berdiri tepat dihadapan Sungchan. "Aku.. tidak haus, aku.. ingin"
Luhan belum menyelesaikan ucapannya. Seakan mengerti, Sungchan mengambil jaketnya di sofa. Ia merogoh saku pada jaket tersebut. Saku jaket Sungchan menggembung, berisi sesuatu. Ia mengambil salah satunya dari sana. Permen. Benda itu yang disimpan Sungchan dalam sakunya. Ia membuka bungkus permen yang baru saja ia ambil. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi yang berarti, selayaknya Sungchan. Setelah membuka bungkus permen, ia menyodorkan permen itu pada Luhan.
"...."
"Buka mulut mu" , Ujar Sungchan datar.
"Shireo" Tolak Luhan. "Aku ingin rasa lain", Luhan merogoh sendiri kantung jaket Sungchan tanpa izin sang pemilik.
Lucu. Ekspresi Luhan saat itu begitu lucu dimata Sungchan. Ia ingin tersenyum, perasaan itu begitu mendorongnya, lebih keras dari sebelumnya "Bodoh" Tapi hanya ejekan semacam itu yang lagi-lagi ia keluarkan.
Luhan mendengarnya. Ia jelas mendengar hal itu. Sengaja ia mengabaikannya. Ia meneruskan aktifitasnya mencari permen di saku Sungchan. "Dapat.."
"Dragon fruit? kapan aku membeli permen semacam itu?", gumam sungchan pada dirinya sendiri.
"Permen rasa Kris hahaha", Canda Luhan.
"Psh~", gerutu Sungchan.
"Park Sungchan" Panggil Luhan.
Panggilan yang terasa asing di telinga Sungchan. Ka harus menerima kenyataan, ia dan Luhan memang bukan lagi sepasang kekasih. Panggilan sayag yang kadang terus berubah seiring mood Luhan itu mungkin tidak akan pernah lagi didengarnya. "Eum?"
"Kau suka dipanggil Park Sungchan bukan?", ujar Luhan sambil berusaha membuka bungkus permen. "Ishh susah", sungutnya.
Sungchan hanya bisa menatap Luhan dengan pandangan kosong. Ia belum menangkap makna dari ucapan Luhan.
"Ah! kenapa bungkus permen ini susah sekali dibuka?!", Gerutu Luhan sekali lagi. "Ah.. berhasil", ujarnya tak lama kemudian. Pandangan Sungchan tak henti mengarah pada Luhan.
Tawa manis Luhan menusuk hati Sungchan. "Karena kau suka semua orang menyebut mu Park Sungchan dengan canggung, karena itu kau membiarkan Chanyeol membenci mu selama lima tahun lamanya", ujar Luhan.
Pelupuk mata Sungchan melebar, "Luhan.."
"Aku bosan.. Aku bukan Chanyeol yang tahan bermain petak umpet dengan mu selama lima tahun. Kita berhenti bermain permainan ini saja.. kau setuju?", ujar Luhan tanpa beban. Ibu jari dan telunjuk luhan mengapit permen yang tadi susah payah ia buka, "aa~~"
Sungchan tidak dapat mengungkapkan apa yang ia rasakan saat itu. Semua rasa sakit, bingung, bahagia, hancur, dan kesal menjadi satu. Manisnya rasa permen yang baru saja ia biarkan Luhan masukkan ke dalam mulutnya bagai racun yang menghancurkan pertahanan dirinya. Sekali lagi.. yeoja yang jarang sekali menangis ini meneteskan air matanya. "Kau.. hiks.~ pasti.. hiks~ memberi racun pada permen ku" Ujarnya pada Luhan.
"Benarkah?", tanya Luhan. "Tidak romantis kalau kau mati sendirian. Aku harus menikmati racun itu bersama mu hohoho..",.Luhan tidak membiarkan Sungchan berfikir. Ia hanya membiarkan dirinya melakukan apa yang ia inginkan.
***
POV : Sungchan
Lagi, kurasakan cairan hangat ini membasahi pipi ku. Ada apa dengan hari ini? ada apa dengan orang-orang disekitar ku? apa ada dengen diriku? Aku.. bukanlah diri ku. Aku.. seharusnya tidak semudah ini menangis. Semakin kupaksa diri ku, semakin hangat air mata ini membasahi pipiku.. Namja bodoh dihadapan ku ini, pasti menukar jiwa nya dengan jiwaku. Dia lah yang biasanya menangis. Ia yang selalu sedih setiap saat. Tapi saat ini.. mengapa ia justru begitu tenang? "Kau.. hiks.~ pasti.. hiks~ memberi racun pada permen ku", ujarku pada Luhan.
"Benarkah?", ujar bocah ini santai. "Tidak romantis kalau kau mati sendirian. Aku harus menikmati racun itu bersama mu hohoho.." Apa maksudnya?
Andwe..
Ia..
Berani sekali.. ia.
Pikiran ku tidak bisa bekerja. Apa yang ia sedang lakukan sekarang? Tubuh ku berada dalam hangat peluknya. Setiap detik semakin kurasa begitu nyaman. Dapat kumaafkan diriku jika aku hanya membiarkannya melakukan hal ini.. tapi.. Mataku.. terpejam dengan bodohnya. Membiarkan bibir ku merasakan manis bibirnya. Ia pasti meracuni ku. Kau.. bodoh Park Sungchan! kau membiarkan rusa bodoh ini mengecup bibirmu.. kau.. bodoh.
Belum.. belum terlepas juga? sampai kapan ia akan melakukannya? Atau harus kah ku tanyakan pada diriku.. 'sampai kapan kau membiarkan ia melakukannya'?
hentikan.. hentikan... Entah mengapa pikiran ku terus berteriak sementara tangan ku semakin erat mendekap nya. Aku kehilangan sinkronisasi akan pikiran dan tindakan ku. "Lu..eumh"
Ia melepaskan ku. Menatap ku seperti tak melakukan apapun sebelumnya. "Wae?" Tanya nya enteng.
"Neo Paboya?!", seruku kesal.
Senyum itu lagi, senyum itu sungguh melemahkan ku. Ia memelukku semakin erat, membuat ku susah bernafas. Ku perhatikan bibirnya bergerak seperti sedang mengemut sesuatu, maldoandwe... jangan katakan itu.. permen? "YA!"
"A waeee hahahah" Tawanya puas.
Ia tertawa? wae? wae wae waeeee... sejak kapan permen di mulut ku berpindah ke mulutnya.
Neo.. Park Sungchan.. hh~ dari awal rusa bodoh mu mengatakan ia akan menikmati 'racun' itu bersama mu. Seharusnya kau sadar 'racun' itu ada di mulut mu. Tentu ia akan mengambil nya dengan cara.. barusan. "Lepaskan aku!" Bentak ku sebal.
"Lepaskan aku hihi", Ia mengulangi ucapan ku dengan gaya... yang menggemaskan .. aku ingin sekali melempar sofa ke wajahnya.
"Hahahahah", tawanya semakin nyaring. "Yeobo"
"Tidak! aku tidak mau main dengan mu! permainan mu berbahaya!", Serangkaian kalimat childish terucap dari bibir ku. Aku sungguh sudah diracuni.
Bibirnya bergerak mendekat kembali. Tidak ada yang bisa kulakukan. Ia mendekat. "Neo maeumi.. naekoya" bisiknya. "Saranghae... Park Sungchan"
Kali ini ia membuat ku terdiam. Aku.. tidak pernah memohon. Aku.. tidak pernah meminta seseorang memandang baik akan diriku. Aku.. tidak pernah menghalangi siapapun yang ingin datang dan pergi dalam kehidupan ku. Mungkin ini yang disebut.. Bantuan selalu datang justru setelah seseorang pasrah akan takdirnya. Tanpa kuminta, ia kembali padaku.. mengucapkan kata-kata yang ingin kudengar darinya.. Mungkin suatu hari nanti aku akan tertawa geli jika ku ingat apa yang akan ku ucapkan padanya hari ini. Tidak ada alasan lain, Aku tak mau lagi kehilangan rusa bodoh ku. Aku ingin ia tetap bersama ku. "Nado.. Saranghae Luhan Oppa"
Ia menyibak poni yang menutupi sebagian mata ku. Ia menutup kedua matanya bagai menarikku untuk melakukan hal serupa. Kedua kalinya ku rasakan bibirnya bersinggungan dengan bibir ku, lembut.. dan tenang.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
POV : Author
23.00 (11.00 PM)
Kyungsoo merebahkan dirinya di atas kasur. Ia baru saja pulang setelah menghabiskan waktu bersama Eunkyo tadi. Hampir tak percaya Eunkyo bukanlah yeoja yang ' dilamar ' Suho. Ia bahagia, sekaligus sakit disaat yang bersamaan setelah tau bahwa sahabatnya Songhee yang dalam event tadi mendapat pernyataan cinta dari Suho.
** FLASHBACK**
"Gomawo", gumam Eunkyo pada Kyungsoo ketika namja itu mengantarnya pulang. "Maaf...aku jadi ikut menyusahkanmu...seharusnya kau tak perlu menemani-"
"Mwoya", potong Kyungsoo. "Aku hanya khawatir kau akan melompat ke danau dan mengambang di sana", ledeknya.
"Ya! Aku tak sebodoh itu juga", sungut Eunkyo. "Dan aku bisa berenang", sambungnya.
"Pffth...gurae..masuklah...ini sudah larut malam dan udara semakin dingin", ujar Kyungsoo meminta Eunkyo untuk segera masuk ke dalam rumahnya.
Eunkyo mengangguk pelan dan melangkah hendak masuk ke dalam rumahnya. Namun, tiba-tiba ia terhenti tepat di depan pintu rumahnya dan menoleh ke arah Kyungsoo yang masih berdiri di depan rumahnya, menunggunya hingga masuk ke dalam rumah. Eunkyo kemudian terlihat berbalik dan kembali menghampiri Kyungsoo.
"Waeyo? Apa ada yang tertinggal?", tanya Kyungsoo.
"A-Ani...hanya saja...", gumam Eunkyo ragu. Ia sesekali melirik Kyungsoo yang masih menatapnya seolah menunggu kelanjutan ucapannya. "M-Menurutmu...apa mungkin...a-aku bisa menyukai seseorang lagi...setelah apa yang terjadi hari ini?", tanya Eunkyo ragu.
Kyungsoo terdiam sejenak memperhatikan yeoja itu mencoba mencari tahu apa makna dibalik pertanyaannya. Ia kemudian menghela nafas sejenak. "Kau tak akan pernah tahu jika kau tak mencobanya sendiri", ujarnya tenang.
Eunkyo mendongak menatap Kyungsoo bingung. "M-Maksudmu?"
"Kau tak akan pernah tahu kalau kau tak mencoba membuka hatimu untuk yang lain", ujar Kyungsoo menjelaskan maksud ucapannya.
"Ah...gurae...arasseo", ujar Eunkyo tersenyum. "Na kalkke", sambungnya.
"Eo...gurae", balas Kyungsoo mempersilahkan yeoja itu masuk ke rumah. Ia tetap berdiri di sana sampai sosok Eunkyo menghilang. Tak lama setelah sosok Eunkyo menghilang, ia merasakan ponselnya bergetar dan sebuah pesan singkat tertera di sana:
Eum...apa besok kau sibuk? Apa kita bisa bertemu di cafe dekat akademi pukul tiga sore?
- Kim Eunkyo-
"Pssh...", Kyungsoo tertawa pelan ketika membaca pesan singkat dari Eunkyo.
** End of Flashback**
Tok tok tokk.. "Oppaa~", terdengar suara Kyungn di balik pintu kamarnya. Kyungsoo membuka matanya. Ia hampir saja terlelap. Kyungsoo beranjak dari tempat tidurnya. Ia membuka pintu, kemudian melihat sang adik di depan pintu kamarnya. "Wae? Kau belum tidur? besok kau sekolah"
"Aku sudah hampir tidur.. tapi Chen Oppa datang. Memangnya Oppa tidak dengar suara bel rumah tadi?", ujar Kyungna.
"Ah Mian, Oppa tertidur.. Kau kembali lah ke kamar.. Oppa akan temui Chen. Gomawo", Kyungsoo mengusap kepala sang adik. Ia bergegas menuju ruang tamu di mana Chen sudah menunggu. "Eo? Jongdae-ah wae? Kenapa kau membawa semua barang-barang mu?", Tanya Kyungsoo setengah stress melihat barang-barang Chen. "Suho hyung mengusir mu?"
"Tentu saja tidak.. Aku dan Chanyeol pergi dari sana.. Chanyeol menyuruh ku tinggal di rumahnya dulu. Tapi disana sepi.. Chanyeol juga pernah cerita Ibu nya dulu meninggal di rumah itu.. Mengerikan", Adu Chen ketakutan. "Kyungsoo-ya, izinkan aku menginap disini, jeball" Chen memohon-mohon pada Kyungsoo sambil menggenggam tangan namja itu.
"Ah...ige tto mwoya?", keluh Kyungsoo memijat-mijat dahinya. Ia sudah cukup pusing mendengar apa yang terjadi ketika Eunkyo menceritakan semuanya padanya. Ia sedikit merasa lega karena ia memilih pergi dan tak berada di sana ketika insiden itu terjadi. "Tapi dua hari lagi eomma dan Appa ku akan pulang.. Aku harus mengatakan apa nanti pada mereka?"
Chen menggenggam tangan Kyungsoo penuh harap. "Jeballl ~ malam ini saja juga tak apa, besok kita pikirkan lagi"
"Kau.. bukan kita" Ujar Kyungsoo meralat ucapan Chen.
"Kau tidak setia kawan sekali", gerutu Chen.
"Yang bermasalah adalah Chanyeol. Kenapa kau ikut-ikutan keluar dari rumah Suho Hyung? kau yang mencari-cari perkara Jongdae-ah", gerutu Kyungsoo.
"ARA ARA ARA! Ini memang salah ku! Tapi kalau aku sampai kembali lagi. Suho hyung bisa makin curiga..", balas Chen.
Kyungsoo menghela nafas sejenak. "Arasseo...masuklah", ujar Kyungsoo mengalah dan membiarkan Chen menginap di rumahnya.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
NEXT 6 DAYS
POV : Minseok
02.00 AM
Hampir enam hari sebisa mungkin kupaksa diriku untuk tetap terbangun. Kondisi ku ... haruskah ku sebut memburuk? mengingat aku tidak memejamkan mata ku selama enam hari? Nyatanya tidak seperti itu. Selama aku tidak kembali ke dunia mimpi ku, perlahan keadaan tubuh ku justru semakin membaik. Beberapa kali aku berhasil menggerakkan jari ku di hadapan Inkyung. Sayangnya aku belum juga bisa menyampaikan pesan baginya untuk membantu ku.
Lalu bagaimana keadaan Eunhee saat ini? Apa ia baik-baik saja?
Aiissh~ apa yang ku pikirkan? Ia pasti baik-baik saja. Kalaupun hal buruk terjadi padanya, ia pasti memberi tahu Kris lebih dulu. Aku harus fokus memikirkan cara untuk bergerak. Hntuk menghancurkan gelang ini. Jntuk mengembalikan hidup ku dan hidup Eunrin.
Pintu kamar ku terbuka. Ya... bukan hal baru anak itu masuk ke dalam kamar ku dini hari begini. Ia masuk ke dalam dengan tenang. Di tangannya sebuah selimut terlipat rapih. Ia merentangkan selimut ditangannya, lalu menyelimuti tubuh Inkyung. "Kau belum mau sehat juga Kim Minseok? Sampai kapan kau tega melihat yeoja yang kau cintai menunggu mu di tempat ini", sindirnya.
Aku sedang berusaha. Seharusnya kau membantu ku bodoh! Kata-kata semacam itu pasti terucap jika bibir ku bisa bicara.
"Tapi hyung", Ia duduk disamping ku. Sudah ku duga, ia tidak pernah satu hari pun absen bercerita pada ku. "Tadi Kris hyung juga yang lain membicarakan tentang seorang teman sekelas nya bernama Xiumin. Mereka sepertinya repot sekali karena katanya anak itu menghilang tanpa kabar. Aku penasaran Xiumin itu sebenarnya siapa... 'Si Anak bodoh' itu juga sering menyebut-nyebut nama Xiumin, aku jadi penasaran", gumamnya.
Apa aku tidak salah dengar? Jadi Kris dan yang lainnya menghawatirkan ku? Ayo teruslah bicara.. mungkin saja kau bisa menceritakan sesuatu terkait Eunhee.
Seakan mendengar ucapan ku, tiba-tiba "Ah.. Hyung, kau tahu Eunhee noona? Ia anak keluarga Kim yang dulu tinggal tak jauh dari sini.. Aku bertemu dengannya di perkebunan bunga Miyoung noona dan ia terlihat sehat. Padahal dari berita yang menyebar, Eunhee noona depresi setelah kematian kedua orang tuanya dua tahun yang lalu"
Hufh~ Syukurlah Eunhee baik-baik saja. Entah aku harus merasa lega ataupun sedih. Aku bahagia Eunhee baik-baik saja, tapi disisi lain.. hatiku sakit menerima kenyataan ia tidak memerlukan ku lagi di sampingnya. Ayolah Kim Minseok.. kapan kau berhenti berharap? Ia memiliki namjachingu sempurna yang akan selalu setia menemaninya.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
POV: Author
3.00 PM
Inkyung memasuki toko bunga dimana Lay dan Songhee sedang bertugas sore itu. Songhee menyibukkan dirinya dengan berbagai pekerjaan untuk melupakan masalah yang terjadi. Selama satu minggu full ini ia juga tidak masuk academy. Ia belum siap untuk bertemu dengan Chanyeol.
Lay berdiri tenang disamping Inkyung. "Inkyung-ah.. bunga ini masih segar, sepertinya tunangan mu akan menyukai nya"
"Gurae.. Kalau begitu aku akan beli 10 tangkai" Jawab Inkyung. "Aku ingin dihias dengan pita berwarna merah"
"Leeyoo-yaa.. tolong rangkai bunga ini", Pinta Lay pada karyawan yang memang bertugas untuk menghias dan merangkai bunga disana. "Mengapa merah, biasanya kau selalu menyukai pita berwarna putih?", Tanya Lay.
"Agar lebih bersemangat saja", Ujar Inkyung lesu. "Mungkin warna putih selama ini membuatnya semakin tenang dan malas"
Lay menepuk-nepuk pelan pundak Inkyung. "Bersabarlah.."
"Aku merasa semakin bodoh", Inkyung tersenyum miris.
***
Inkyung keluar dari toko bunga. Lay kembali ke samping Songhee. "Jangan melamun terus Songhee-ah", tegur Lay.
"Hem", respon Songhee tak bersemangat. "Oppa.."
"Eo?"
"Kalian masih saling mencintai bukan?"
"Eum? siapa maksud mu?"
"Kau dan Inkyung.."
Lay memanggut tenang. "Mungkin....tapi Aku tidak tahu pasti perasaannya"
"Perasaan mu? Bagaimana perasaan mu?"
"Aku masih mencintainya", Lay menjawab tanpa beban sedikitpun. "Tapi aku tak tahu apa ia juga merasakan yang sama terhadapku"
Songhee menatap Lay heran. "Oppa, Kau mencintainya.. lalu kau melepaskan Inkyung, membicarakan tentang tunangannya dengan tenang seperti itu, kau tidak sakit hati? Kau seharusnya mempertahankan cintamu untuk Inkyung dan mencoba melakukan hal yang bisa membawa nya kembali pada mu"
Lay tersenyum tenang. "Songhee-ah, sejak awal aku lah yang telah merebut Inkyung dari tunangannya. Meski sebenarnya aku tidak mengetahui apapun. Aku mencintainya.. Karena hal itu juga aku membiarkannya pergi"
"Ya! Oppa bisa lihat sendiri bukan? Inkyung dan Baekhyun itu tidak pernah akur! Apa Oppa pikir membiarkan Inkyung meneruskan pertunangannya dengan Baekhyun akan membuat Inkyung bahagia? Oppa mencintai Inkyung, aku juga yakin Inkyung mencintai Oppa, seharusnya Oppa menyelamatkan Inkyung dari pertunangan paksa keluarga mereka itu!", Mendadak amarah Songhee tersulut karena tindakan Lay persis sama seperti apa yang dilakukan oleh Chanyeol.
"Dan melawan dunia ini? Untuk apa.. Hanya untuk membuktikan cinta kami kuat? abadi? Lalu apa setelah itu? hidup bahagia.. selamanya? psh~ bahkan sebuah drama mengenal kata 'sad ending' Songhee-ah", Lay mengambil jeda setelah mengucapkan hal tadi. "Mempertahankan Inkyung disamping ku hanya akan semakin mempersulit keadaan...Aku tidak ingin ia bersusah payah tersakiti karena diriku. Dia belum tentu tidak bahagia dengan pasangan nya. Ia justru tidak akan bahagia jika aku tetap "memaksanya" untuk tetap mencintaiku, sementara mungkin pasangannya saat ini justru lebih mencintai nya dibanding diriku. Tidak ada jaminan ia akan berakhir baik juga jika ku paksakan ego ku.. Kadang, saat kau tidak tahan dengan siksaan waktu yang menerkam mu. Kau harus menyerah, melihat, menunggu dan membiarkan waktu.. menjawab kapan ia akan membiarkan mu bertemu dengan kebahagianmu. "
Songhee terdiam, dalam hatinya ia tetap belum bisa menerima mengapa sebagian dari mereka dapat mencintai pasangannya dengan cara semacam itu. setitik air matanya terjatuh.
"Suho hyung.. tidak seburuk yang kau pikirkan. Aku juga tidak mengatakan ia orang yang baik.. tapi sekarang Chanyeol telah melepaskan mu. Kau lah yang memilih ingin bahagia atau tidak. Yang ku tahu pasti.. selama kau merasa sakit, maka Chanyeol juga akan terus merasakan hal yang sama.. Kau bisa saja mengakhiri semua ini. Kembalilah pada Chanyeol, yakinkan ia. Setelah itu bersiaplah karena orang tua mu akan membenci mu dan yang terparah, mungkin saja mereka bisa melakukan apapun untuk menjatuhkan Chanyeol. Begitupun dengan keluarga Suho. Bukan hanya kau.....mereka juga pasti akan menekan Chanyeol. Dibanding kau harus terpaksa menerima Suho, pasti lebih sakit bagi mu melihat hidup Chanyeol hancur karena diri mu. Aku yakin Chanyeol sudah memikirkan hal itu. Ia tidak bisa meraih mu kembali, karena ia takut kau akan lebih hancur lagi saat kau merasa bersalah melihat dirinya yang menderita karena mu."
"H..Hikss.. Hiksss.. tapi aku mencintainya Oppa... Aku ingin hidup bahagia bersama Chanyeol.. Hikss.. hiksss"
Lay memberikan pelukan tenang untuk Songhee. "Ara.. Aku sangat mengerti perasaan mu. Aku juga merasakan hal yang sama.. tapi tidak ada yang bisa kita lakukan selain melanjutkan hidup ini.. gwenchana.. kau bebas menangis, aku tahu perasaan mu sakit sekali saat ini"
☆*:.。. o)o .。.:*☆
POV : Minseok
03.05 PM
Tidak...aku begitu mengantuk dan akhirnya kembali ke tempat ini. Perkebunan bunga.. di depan tempat ini aku berdiri sekarang. Apa yang harus ku lakukan agar aku segera kembali terbangun? Arrghh.. sakit! dada ku kembali sesak, sial!
"Xiumin Oppa?"
Kulihat sosok Inkyung baru saja keluar dari perkebunan bunga. Di tangannya ia memegang seikat bunga. Miris rasanya, karena aku mengetahui ia akan memberikan bunga itu untukku. Setiap hari Inkyung selalu membawa bunga untukku.
Arggghh..!! Aku terjatuh hingga lututku menyentuh aspal. Sesak sekali.. eotthokhe.
Inkyung berlari panik kearah ku "Xiumin Oppa gwenchanayo?!" Tanya Inkyung Khawatir.
Chakakamman.. Inkyung? dunia mimpi dan dunia nyata ku.. Jika kuminta Inkyung untuk menghancurkan gelang giok itu, mungkin aku.. bisa mengakhiri semua ini. "Inkyung-a. .aargh"
"waeyo Oppa wae?! Aku akan cari bantuan! Oppa bertahan lah!", serunya panik. Ia hampir saja meninggalkan ku, namun ku tahan kuat pergelangan tangannya. "Andwe.. argh.. tak perlu, kau lah satu-satunya yang bisa menolong ku"
"Oppa.. Apa yang bisa aku lakukan?"
"Inkyung-ah..", kutatap dalam matanya. "Kau mengenali ku. Sejak awal kau bertemu dengan ku, aku yakin kau mengenaliku bukan?"
"S-Solma...", gumamnya terkejut. Ia menyentuh wajahku dengan telapak tangan yang bergetar hebat. Ia memandang ku dengan seksama. "Oppa.. Min..seok oppa?" sebutnya terbata. Ia membendung air mata di pelupuk matanya. "Kau.. sudah bisa bergerak? kau..selama ini"
"Aniya Inkyung-ah", sanggahku cepat. Ku genggam tangan Inkyung yang tadi menyentuh wajah ku. "Aku tidak bisa menjelaskan panjang lebar padamu..Aku bermimpi. Aku sedang tertidur saat ini Inkyung-ah"
"Tapi oppa.."
"Inkyung dengarkan aku.. aku tidak memiliki banyak waktu disini. Semakin lama aku terperangkap dalam dunia mimpi ku, maka tubuh nyata ku akan semakin lemah. Aku mungkin bisa mati Inkyung-ah arrghh"
"Oppa!" Inkyung menopang tubuh ku saat sakit ini menyerangku lagi. "Aku tidak mengerti.. sama sekali tidak mengerti!.tapi apapun yang bisa ku lakukan, aku akan melakukannya untuk mu. Katakan pada ku Oppa.. katakan apa yang bisa kulakuka untuk mu!" Pintanya. Ia bicara sangat cepat karena ia panik.
"Kau tahu aku menggunakan gelang giok ditanganku. Sekarang juga.. kau pergi lah ke kamar ku dan hancurkan gelang itu.. Aku tidak bisa berjanji akan sembuh seketika, karena aku juga tidak mengetahui bagaimana semua ini bekerja. Tapi setidaknya.. aku tidak akan kembali ke alam mimpi ku, saat gelang itu hancur... arrgghhhhhh!", Sial sakit sekali! aku tidak tahan dengan rasa sakit ini!
"Oppa.. lalu bagaimana dengan diri mu disini?"
"Jangan pikirkan Inkyung-ah.. aku akan kembali ke dalam tubuh ku saat kau hancurkan gelang itu, jadi.. argghh!!"
"Araseo.. araseo!! aku akan pergi sekarang juga!", seru Inkyung. Ia melihat seseorang dibelakang ku. "Ah.. Sehun! Kai! ilowa palli!!" panggil Inkyung terburu-buru. Ah ternyata itu Kai dan Sehun.
"Noona waeyo?", Dapat kudengar suara langkah Kai dan Sehun. Mereka berlari ke arah ku. "Xiumin hyung? wae guraeyo?" Tanya Sehun tak kalah panik dari Inkyung.
"Sehun-ah.. kau antar aku sekarang juga ke rumah besar! Kai.. tolong aku jaga Xiumin Oppa sampai aku kembali!" perintah nya. Kulihat tangan Inkyung menarik cepat tangan Sehun "Palli Sehun-ah"
"Ah araseo noona!" Jawab Sehun patuh.
"Inkyung tunggu!" Panggil ku.
"Waeyo oppa?"
"Aku.. arrgh menyimpan sebuah boneka teddy bear besar di dalam lemari ku. argh.. minta kunci lemari itu pada eomma", Kuharap Inkyung dapat menemukan sesuatu disana. Semoga ini dapat menyelesaikan semuanya. Inkyung, Sehun aku mempercayai kalian.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
POV: Author
02.40 PM
"Kyungsoo-ya",Eunkyo berjalan memasuki cafe tempat ia dan Kyungsoo berjanji untuk bertemu hari ini. "Mianhae, kau pasti sudah menunggu lama", ujar Eunkyo duduk di depan Kyungsoo yang sudah menunggunya.
"Ani.. aku juga baru saja datang", ujar Kyungsoo.
"Psh.. Kau datang dua jam yang lalu pun kau pasti akan mengatakan kau baru datang", Ujar Eunkyo. "Kau selalu seperti itu"
"Ah.. aniya.. aku memang baru datang sepuluh menit yang lalu", ujar Kyungsoo.
"Baiklah.. aku percaya padamu", ujar Eunkyo.
"Kau ingin mencari buku lagi hari ini? Buku apa yang ingin Kau cari?" Tanya Kyungsoo Biasanya Eunkyo memang selalu mengajaknya untuk mencari buku bersama.
Eunkyo terdiam sejenak menatap Kyungsoo, "Apa aku selalu seperti ini? Sepertinya aku membudakimu sekali....mianhae", gumamnya tersenyum getir.
"M.. mwoya~ Bukan itu maksud ku! hanya.."
"Aku hanya ingin jalan denganmu saja. Tidak harus mencari buku, hanya sekedar berkeliling pun tak apa", ujar Eunkyo.
DEG.. Kyungsoo tidak menunjukkan ekpresi lain selain kaget. Tapi dalam hantinya ia begitu senang. Jarang sekali Eunkyo mengajaknya pergi tanpa tujuan begini. "Ah....gurae?"
"Hanya itu reaksinya?", Eunkyo menaikkan sebelah alisnya. Ya tuhan, mengapa mendadak aku jadi merasa seperti yeoja centil begini?" gerutu Eunkyo pelan sekali. Ia memukul-mukul pelan kepalanya sendiri tanpa sadar bahwa Kyungsoo memperhatikannya.
"Neo gwenchanayo?", tanya Kyungsoo.
"N-Ne! haha...apa yang terjadi belakangan ini cukup membuatku sakit kepala...kurasa aku butuh refreshing", ujar Eunkyo.
"Eum..gurae...", ujar Kyungsoo mengangguk pelan. "Eunkyo-ya"
"Ne?"
"Bagaimana kalau kita berkencan ke tempat yang jauh? Aku bosan berkencan disekitar sini saja" Ajak Kyungsoo tanpa ragu sedikitpun.
"K..Kencan?",Eunkyo terdiam. Kyungsoo ternyata menemukan kata yang sesuai dengan 'maksud' Eunkyo mengajaknya bertemu dengannya hari ini.
"Eum kencan...pergi bersama ke suatu tempat...menghabiskan waktu bersama dan.."
"Arasseo! Arasseo! T-Tak usah dilanjutkan!", potong Eunkyo. Entah mengapa tapi wajah yeoja itu mendadak memerah. "Aku tahu apa itu berkencan", gerutunya.
Kyungsoo tersenyum melihat reaksi Eunkyo. "Gurae...Kau tidak keberatan berkencan dengan namja yang lebih muda dari mu bukan?" Tanya Kyungsoo sekali lagi. "Lagipula...ini menyangkut taruhan kita...kau gagal mendapatkan Suho hyung, maka dari itu kau harus berkencan denganku seminggu...ottae?", tanya Kyungsoo santai.
Eunkyo masih terpaku. Di luar kesadarannya ia mengangguk begitu saja. Juga diluar kesadarannya, ia tersenyum begitu manis, membuat Kyungsoo. memperhatikannya. "Arasseo", ujar Eunkyo tersenyum.
Kyungsoo mencoba mencari alasan dibalik senyum Eunkyo. "Mungkinkah Kau bahagia karena aku mengajak mu kencan...? Atau ada hal lain yang sedang membuat mu bahagia? Eunkyo-ya..." Tanya Kyungsoo dalam hatinya.
☆*:.。. o)o .。.:*☆