“YA !!” bantingan keras buku tebal itu sontak membuat namja yang tengah serius berkutat dengan angka-angka dan garis diagonal itu terperangah kaget.
“Yak !! Bunnyyyy !!” teriak namja itu kesal, namun tak membuat gadis yang berhasil membuat jantungnya hampir copot itu merasa bersalah malah tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah pucat Junmyeon.
“Ya Kim Junmyeon, kau akan kerasukan jika terlalu serius seperti itu” kekehan masih terus keluar dari bibir tipis gadis yang jika orang lain memanggilnya Hae Ra atau Byun Hae Ra tetapi Junmyeon memanggilnya Bunny.
“Ya, sudah ku peringatkan untuk tak memanggilku dengan nama itu !!” Junmyeon menudingkan jarinya lurus tepat menuju jidat gadis itu, menoyor kepalanya keras.
“Araasssooo, Kim Suho” ralat Hae Ra malas
“Apa bedanya Junmyeon atau Suho ? Toh tetap kau orangnya, lagipula siapa yang peduli nama aslimu asalkan kau masih tetap siswa terpintar di sekolah ini, dan tak akan ada rumor yang akan merusak namamu selagi kau masih anak dari penyumbang terbesar di yayasan ini” jelas Hae Ra panjang lebar, tak begitu di tanggapi oleh Junmyeon yang kembali berkutat dengan angka-angka pada buku tulisnya.
“Ya ..”
“Ayo temani aku melukis” suara gadis itu melembut, perlahan menimbulkan nada rengekan manja, hal yang paling di benci Junmyeon karena Ia tak pernah sekalipun menang melawan ataupun menahan diri dari sikap manja Hae Ra.
“Shiero !!” balas Junmyeon singkat dan tegas tak mau menolehkan wajahnya barang sedikitpun.
“Junmyeon-aahhh ..”
“Kim Junmyeeoonn ..”
“Suhoo-aaahhh ..”
“Aiissshhhhh, arassoo .. arassooo !!”
- - -
Kim Junmyeon POV
“Ya, cepat selesaikan itu !” perintahku malas, meski tubuhku mengikutinya hingga stasiun namun bukan berarti aku sanggup melakukannya. Paling tidak kami akan duduk di sini hingga gelap, kabar buruknya mungkin hingga bus terakhir.
“Arrasssooo” jawab gadis itu sibuk membongkar peralatan melukisnya
“Aku akan menyelesaikannya dengan kecepatan LTE” dan yaapp jawaban barusan sama persis seperti kebohongan yang biasa kau ucapkan pada adikmu agar berhenti merengek. Dan bodohnya, aku mempercayainya atau lebih tepatnya aku mengikuti semua hal yang keluar dari mulutnya.
Gadis berambut coklat bergelombang dengan kemampuan melukis yang luar biasa, gadis dengan segala talenta yang Ia miliki kecuali memasak, gadis dengan kecerewetan dan perilaku jahil yang tak biasa, gadis dengan masa lalu misterius yang diam-diam mencuri hatiku dan menahannya hampir 10 tahun belakangan ini.
Gadis itu bernama Byun Hae Ra, atau .. Kim Jin Ah ? Setidaknya itulah sepenggal tragedi miris yang ku ingat dari kejadian yang berlangsung kira-kira 10 tahun yang lalu, tragedi yang membuat gadis itu akhirnya berada di hidupku.
Flashback
“Kim Junsoe .. Junsoe-yyaa ..”
“Bagaimana bisa kau melakukan ini pada Oemma ?”
Meski bocah laki-laki itu mencoba melupakannya, justru teriakan histeris Ibunya saat itu menjadi hal yang paling Ia ingat hingga detik ini. Meneriaki tubuh kaku kakak laki-lakinya, Kim Junsoe yang telah terbaring tanpa aliran nafas dan darah di tubuhnya.
Tragedi kecelakaan yang menggemparkan seluruh keluarganya, juga seluruh Korea Selatan karena tak hanya kakak laki-lakinya seorang yang menjadi korban dari kecelakaan besar itu. Kecelakan beruntun yang menelan korban 78 tewas dan puluhan lainnya luka-luka itu berhasil membuat rumah sakit terbesar di Seoul itu sibuk bukan main.
Bus sekolah yang di tumpangi kakaknya mengalami kecelakaan beruntun, tak ada seorangpun yang di ketahui berhasil selamat dari dalam bus termasuk anak tertua dari keluarga Kim, Kim Junsoe.
“Oemmaa .. Oemmaaaa ..” bocah laki-laki yang sedikit terabaikan itu terus merengek, menangisi hal yang entah Ia mengerti atau tidak. Terus menarik baju belakang Ibunya yang tak henti-hentinya memeluk Kakak laki-lakinya yang saat itu sudah menjadi “jenazah” , tanpa peduli betapa takutnya dan asingnya bocah itu dengan situasi UGD rumah sakit yang terus menimbulkan suara teriakan kesakitan atau suara tangisan yang tak kalah histeris dengan suara Ibunya.
“Hiks .. Hikksss ..” dari seluruh suara mengerikan yang terdengar di sana, entah kenapa ada sebuah rengekan pilu yang berhasil menarik perhatian bocah berambut mangkuk itu.
Ia memberanikan diri melepaskan cengkramannya dari baju sang Ibu, menggeser langkahnya pelan membuka perlahan korden putih yang Ia yakini adalah penghalang antara dirinya dan suara itu.
Dilihatnya seorang gadis tengah tertunduk takut, tubuhnya bergetar hebat terlihat goresan dan luka bahkan dengan darah segar yang masih mengalir memenuhi tubuh mungilnya. Tak ada orang yang menangisinya, tak ada orang yang melihat dan mendengarkan tangis pilunya, tak ada seorang yang mencoba memeluknya seperti yang Ibunya lakukan untuk sang kakak.
Bocah itu memberanikan diri, atas dasar kemanusiaan yang bahkan belum Ia mengerti namun telah Ia rasakan, Ia mendekat, melangkah mendekat dengan gadis “sebatang kara” itu.
“Hey ..” telapak tangannya langsung menggenggam lembut jemari penuh luka itu, meski bocah itu sendiri cukup ngeri melihatnya.
“Nu .. nuu .. gguu .. see .. yyoo ?” gadis itu mendongak pelan, mengusap air matanya lalu melemparkan tatapan polos tak mengerti ke arah bocah kecil yang juga tak mengerti.
“Aku ? Kim Junmyeon” jawab bocah laki-laki itu polos
“Kau ?” tanya Junmyeon balik
“Aku ?” gadis itu merubah raut wajahnya seketika, mengerutkan dahinya penuh curiga, bukan mencurigai bocah yang masih menggenggam lembut jemarinya, namun menaruh curiga pada dirinya sendiri, merasa asing pada hidupnya.
“Apa kau tak mengetahui siapa namamu ?” Junmyeon kecil tahu ada yang tak beres dari raut wajah bingung yang gadis itu ekspresikan.
“Hey ..” panggil Junmyeon kecil pelan, menyadarkan gadis kecil itu dari kebingungannya.
“Aku tak tahu siapa namaku ..” gelengan diiringi tangisan pilu itu cukup membuat Junmyeon kecil panik bukan main.
“Ya .. Gwenchanaa .. Uljimaa ..” ucap Junmyeon kecil cepat, mencari cara untuk menenagkan gadis kecil yang terlihat semakin ketakutan itu.
“Namamu Bunny, ya .. Bunny” Junmyeon kecil mengarang cepat, atau lebih tepatnya mengeluarkan hal yang ada di kepalanya. “Bunny” nama kelinci kecilnya yang telah mati beberapa bulan yang lalu. Terdengar tragis mungkin, tapi sebatas itulah Junmyeon kecil yang berusia 6 tahun mampu berpikir dengan cepat.
“Bunny ?” tanya gadis itu mendadak mengentikan rengekannya, menatap Junmyeon kecil penuh harap, seolah rasa asing yang merasukinya perlahan memudar.
“Hey .. Kenapa kau ada di sini ?”
“Ayo keluar dari sini !!” seorang perawat yang datang dengan berbagai peralatan tajam itu langsung menuntun Junmyeon kecil keluar dari sana, namun rasa seolah tak ingin berpisah dari gadis kecil itu membuat Junmyeon kecil terus menolehkan wajahnya ke arahnya.
Hingga sebuah hal kecil yang mungkin tak akan mendapat perhatian oleh seorang bocah 6 tahun selain Junmyeon kecil. Sebuah kalung nama yang baru saja dilepaskan dari leher gadis kecil yang Ia beri nama Bunny itu, Ia melihat dan membaca dengan mata kepalanya sendiri, kalung emas dengan nama “Kim Jin Ah” yang langsung di masukkan kesebuah tempat sampah bersamaan dengan kapas-kapas penuh darah.
6 bulan kemudian
“Suho-yya ..”
“Cepat turun, Baekhyun sudah sampai” teriak Nyonya Kim langsung membuat Suho berlari girang bukan main, seingatnya teman laki-lakinya itu pergi ke jepang sekitar 3 bulan yang lalu dan akhirnya kembali ke Korea.
Dan soal nama Junmyeon yang mendadak berganti menjadi Suho adalah karena Nyonya Kim bersikeras tak ingin bocah laki-laki itu menggunakan nama Junmyeon yang dulunya mereka berikan karena Alm. Kakak laki-lakinya Junseolah yang menyarankan nama itu. Dengan alasan mengubur kenangan, mereka menggantinya menjadi “Suho” dari bahasa Korea yang berarti guardian dengan harapan anak mereka yang tersisa akan menjadi penjaga dalam keluarganya.
“BYUN BAEKHYUUUNNNN !!” pekik Suho kecil girang, meneriaki nama Baekhyun dengan semangatnya bahkan sahabatnya itu belum membuka pintu mobilnya.
“Baek .. Hyuun .. aahh ..” suara bocah itu mengecil, raut kegembiraannya mendadak luntur, bukan karena Baekhyun tapi karena seseorang yang tangannya digandeng erat oleh Baekhyun. Gadis yang pernah Ia temui dulu, meskipun hanya bertemu sekali tapi Ia yakin bahwa itu gadis yang sama, Bunny.
“Jun .. Ahh .. Suho-yya ..”
“Bogoshipppooo !!” Baekhyun langsung membuka lengannya, berharap Suho akan berlari memeluknya seperti biasa namun tidak. Suho hanya berdiri, mematung tak mengerti menatap gadis yang berdiri tepat di samping Baekhyun.
“Ahh .. Kenalkan, dia kembaranku, Byun Hae Ra” jelas Baekhyun lepas, tenang, sangat normal seperti hal itu benar-benar terjadi, seperti gadis itu adalah benar-benar saudara kandungnya, seperti gadis itu benar-benar kembarannya.
Hingga detik ini, semuanya berjalan sama persis seperti waktu itu, Byun Baehyun dan Byun Hae Ra adalah saudara kembar, tentang hal itu ... hanya Junmyeon kecil dan Bunny kecillah yang mengetahuinya. Karena baik Suho dan Hae Ra yang sekarang adalah mereka yang tak ingin mengungkit masa lalu itu.
Flashback End
- - -
“Suho-ssi ..”
“Sepertinya kau sangat senang menemaniku di sini”
“Bagaimana tidurmu ? Apakah nyenyak ?” sindir Hae Ra, membuat Suho akhirnya membuka matanya. Ia tak tidur, Ia hanya tak tahu harus apa karena mendadak ingatannya melakukan flashback kilat ke masa lalu.
“Kau sudah siap ?”
“Ayo kita pulang” namja itu mencoba menyembunyikan raut wajahnya, wajah sedih sekaligus bingung karena sampai detik ini sama sekali tak ada jawaban atas rasa penasarannya tentang masa lalu Hae Ra.
“Wae ? Apa kau bermimpi buruk ?” tanya Hae Ra mengerti betul jika Suho sedang mencoba menutup sesuatu
“Aniyo” jawab Suho cepat
“Katakan !!” Hae Ra memelototi namja itu
“Itu lagi ?” tuduh Hae Ra cepat
“Mwoooo ?” tanya Suho masih mencoba menyembunyikannya sampai akhir
“Kau tak bisa berbohong Kim Junmyeon, apalagi membohongiku !” ucap Hae Ra tenang
“Eemmm ..” Suho terdiam, cukup lama hingga Hae Ra selesai membereskan peralatan melukisnya
“Bunny-ah ..”
“Oh ?”
“Apa kau masih lupa ?” tanya Suho hati-hati, Ia sebenarnya ingin bertanya dengan kata-kata lain, namun Ia sulit menemukan kata-kata yang tepat untuk pertanyaan itu.
“Lupa ? Apa aku pernah melupakan sesuatu ?”
* * *
“Seoul ?”
“Kai-yya ..”
“Apa yang ingin kau lakukan lagi di sana ? Oh ?”
“Andwee !!”
“Oemma tak menyetujuinya, kau tak boleh kemana-mana !!”
“Tetaplah di sini !! Kau tahu pasti semengerikan apa tempat itu !!” wanita paruh baya itu mendadak histeris, meluapkan ketakutan serta menunjukkan kekuasaannya sebagai seorang Ibu yang berhak mengatakan tidak pada anak satu-satunya itu.
“Oeemmaaa ..”
“Aku ..”
“Ani !! Kau tahu itu hanya khayalanmu saja !!”
“Berhentilah nak, Oemma bahkan sudah merelakan mereka !!”
“Jebbaaallll !! Jangan biarkan Oemma kehilanganmu, jangan biarkan Oemma mati secara perlahan karena tak sanggup menanggung semua ini sendiri !!” wanita itu mencengkram dadanya erat, menahan dirinya sendiri untuk melawan kesakitan yang Ia lebih tahu rasanya di banding orang lain.
“Oemma !!”
“Sekali ini saja ..”