'Tiiing tooong'
Suara bel menggema di seisi rumah yang begitu sepi. Dara tentu saja mendengar dengan jelas, namun rasanya begitu malas untuk bergerak dari tempat tidurnya walaupun sinar matahari yang masuk menembus kaca jendela kamarnya sudah menyapa sejak tadi. Ia kembali membenamkan diri di balik selimut. Tidak lama berselang, suasana kembali sepi tidak ada lagi bunyi bel yang menggangu telinga, Dara menutup matanya berusaha kembali masuk dalam mimpinya yang sempat terputus.
"Unnie!!!!!!!"
Teriak seseorang yang langsung mendobrak masuk pintu kamar.
"Mwoya!", Dara melompat kaget
"Unnie~", Hayi melompat ke tempat tidur Dara dan memeluknya
"Aigooo ... ya ... mwoya ige ... kenapa kau tiba-tiba ada disini... aigoo", Dara kaget karena kedatangan Hayi yang tiba-tiba.
"Ya! Unnie, harusnya yang tadi membukakan pintu itu kau, isshhh menyebalkan sekali harus melihat ahjumma itu pagi-pagi seperti ini. Irreona unnie ... hari ini aku ingin jalan-jalan. Ayo temani aku Dara unnie", Hayi merengek demi mendapat kata 'iya' dari Dara
"Hayi-ah, ini masih terlalu pagi. Biarkan aku tidur sebentar lagi. Eoh!?! (Dara kembali menarik selimutnya) ah! dan Hayi-ah, unnie tidak mau kau bicara seperti itu tentang ahjumma, dia mungkin hanya pegawai di rumah ini, tapi ia sudah seperti orangtua bagiku... kau mengerti kan?", Dara membelai kepala Hayi, setelah itu berusaha kembali pada posisi tidurnya.
"Isshhh, arraseo, aku hanya merasa sebal karena ia tidak pernah terlihat ramah padaku, dia memiliki aura yang aneh. Hmmm anyway unnie, ini sudah pukul 8. Kajja! Cepat siap-siap. Aku tunggu di ruang tamu", kata Hayi yang segera turun dari tempat tidur dan bergegas ke ruang tamu
"Aigooooo ... kenapa aku tidak bisa bilang tidak padanya..... uuuhhhh!!", Dara tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti keinginan Hayi
Di K cafe di sebuah mall ....
"Unnie, gomawo ... hari ini aku sangat senang. Akhirnya kita bisa hang out lagi setelah sekian lama. Bukankah terakhir kali kita seperti ini hmmmm sekitar dua tahun yang lalu!?!", Hayi berusaha mengingat-ingat
"Eung... Waktu itu kau masih sangat kanak-kanak. Aku tidak menyangka kau bisa seperti sekarang ini hanya dalam dua tahun", kata Dara mengenang masa lalunya bersama Hayi
"Mwoya, apa maksudmu ... apa aku sekarang terlihat tua!?!"
"A-aniya, bukan begitu maksudku. Kau sekarang adalah gadis remaja yang cantik dan pintar. Bukan lagi adik kecil yang selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Aku rasa sekarang ada banyak pria yang menyukaimu", ucap Dara lembut
"Eiiii, Unnie ... aku selalu cantik dan pintar sejak dulu (tertawa) keunde unnie, aku masih suka berada di dekatmu. Kau tahu aku selalu ingin punya kakak perempuan. Aku senang bisa bertemu denganmu"
"Hmmm ... kalau dipikir-dipikir, ini semua berkat Sehun, akan seperti apa aku sekarang kalau bukan karenanya", Dara tersenyum simpul mengingat Sehun
"Unnie", Hayi menunjukkan wajah serius.
"Apa kau pernah merasa menyesal mengenal Sehun oppa?", lanjut Hayi yang tadi sekilas melihat kesedihan dalam ekspresi Dara
"Ya! Bagaimana mungkin aku merasa seperti itu. Hayi-ah, kalau bukan karena kakakmu, aku mungkin tidak akan selamat dari kecelakaan itu, ia bahkan memberikanku bonus seorang adik sepertimu", Dara tertawa, berusaha menunjukkan ekspresi keceriaan terbaiknya
"Unnie! Aku bukan bonus ishhh", Hayi menggerutu mendengar pernyataan Dara
Melihat itu, Dara hanya tertawa ...
"Keunde unnie, kenapa kau mau bertunangan dengan oppa?", tanya Hayi yang merasa ingin tahu
"Kenapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja karena aku menyukainya"
"Jinjja? Bukan karena kau merasa berhutang budi kan? Unnie, kau tahu kalau kau tidak harus melakukannya hanya untuk membalas budi"
"Ah aniya Hayi. Kenapa kau bicara begitu .... tentu tidak seperti itu"
Dara menundukkan kepalanya, pikirannya menerawang, pertanyaan Hayi saat itu memukulnya dan membuat dia sendiri bertanya hal yang sama pada dirinya.
***
Chanyeol sedang bersiap didalam kamarnya. Ia mengambil ransel hitam dan memasukkan beberapa bajunya. Dompetnya ia selipkan dalam saku belakang celana jeans hitam yang dikenakannya. Kaos putih polos yang dipakainya kini tertutup oleh hoodie biru yang tadinya tergantung di gantungan pakaian. Tak lupa ia mengambil topi hitam untuk melengkapi gaya busananya hari itu.
Tiba-tiba ponselnya berdering....
'Riiiiiiiing............'
*click*
"Ne.... eoh, aku sedang bersiap-siap. Ah tidak perlu, aku akan langsung kesana. Eung, sampai jumpa"
Chanyeol menutup pembicaraan dan segera mengenakan ranselnya. Namun ia teringat dengan buku catatan kematian dan akhirnya kembali duduk dan mengambilnya dari dalam laci meja.
"Apa aku bawa saja buku ini? Bagaimana kalau tiba-tiba tulisan lain muncul"
Chanyeol membuka buku itu untuk memastikan...
"Ah syukurlah tidak ada tulisan baru"
Chanyeol tampak lega karena ia tidak perlu mengkhawatirkan Dara selama tidak ada kejadian baru yang tertulis dalam buku itu. Ia membuka kembali tas ranselnya dan memasukkan buku itu. Setelah itu ia segera bergegas pergi. Didepan rumah sudah ada sebuah taksi yang menunggunya. Tanpa ia sadari, sinar aneh terpancar dari sela-sela rit ranselnya. Buku itu memancarkan cahaya seperti yang dulu pernah Dara lihat... Chanyeol tidak menyadari itu dan masuk ke dalam taksi yang kemudian membawanya pergi ketempat yang menjadi tujuan Chanyeol.
Chanyeol duduk di kursi belakang. Matanya menatap jalanan yang ia lintasi selama perjalanannya itu. Wajahnya terlihat sendu, matanya berkaca-kaca seraya pikirannya berkelana kemasa lalu. Ia kemudian teringat dengan Dara, gadis yang mengisi hari-harinya sejak berada di Seoul. Ia mengambil tas yang ia letakkan disampingnya, diambilnya buku catatan kematian, dan dibukanya. Namun, ia justru dibuat terkejut karena ada tulisan baru disana, padahal saat dirumah tadi belum ada tulisan apapun.
"Damn!! Ba-bagaimana mungkin ini .... hishhh!"
Chanyeol membaca setiap kata dalam buku itu....
"Dara!"
Chanyeol segera mengambil ponsel disakunya dan segera menelepon Dara
"Dara-ya... cepat angkat!"