“Tapi, selama aku mencintaimu, tidak ada yang perlu kau khawatirkan.”
–Lee Hyo Yeon–
[Kyu Hyun 'Super Junior' - Ways of Breaking Up]
17:59 PM K.S.T.
Han River, Seoul, South Korea
“Ah, akhirnya aku berhasil keluar dari gedung itu.” Ujar Jin Yeon.
Jin Yeon berjalan di trotoar jalanan dan mengatur napasnya yang terengah, rasanya kakinya hampir putus setelah berlari dari lantai lima sampai keluar gedung. Jin Yeon menyeka keringatnya dan kembali berjalan. Kali ini langkah kakinya pelan-pelan sekali, sangat lelah rasanya. Tapi, kalau ia kembali ke gedung SM Entertainment pasti ia akan menemui orang itu.
“Aish, menyebalkan!” Gerutunya kesal. Ia kembali meneruskan langkahnya yang mulai tertatih, menolehkan kepalanya ke arah kiri dan kanan. Aish, di mana ia sekarang? Ia memang sering lewat sini, tapi dengan mobil, bukan dengan berjalan kaki seperti ini.
Jin Yeon menatap tangannya dan begitu menyadari tas tangannya tertinggal saat ada di ruang latihan dance, ia mendengus kesal. Sekarang aku harus apa? Ini semua karena Cho Kyu Hyun! Kesalnya dalam hati. Jin Yeon meniup poninya lagi.
Saat ada berapa rombongan anak remaja yang lewat didekatnya, Jin Yeon segera merapikan syal yang untungnya masih tergantung dilehernya sampai saat ini, bahkan kacamata hitamnya saja ikut tertinggal disana. Ia menyipitkan matanya saat menyadari sungai yang ada di seberang trotoar ini dan ia merasa tidak asing dengan sungai itu.
Jin Yeon merasa seperti mengenalinya, tunggu.. Kalau tadi aku ada di SM Entertainment, bisa jadi sungai ini adalah sungai Han, pikirnya. Ia langsung mengangguk, Ya pasti ini sungai Han. Pikirnya lagi. Ia baru akan menyeberang jalan, air hujan langsung turun dengan tiba-tiba, mana deras sekali lagi!
Astaga, kenapa aku begitu sial hari ini? Gerutunya lagi. Ia menghela napasnya dan begitu lampu lalu lintas berwarna merah kembali, ia langsung menyeberang dengan tergesa dan ia kembali berjalan ketika sudah sampai di dekat pagar pembatas sungai. Aku merasa seperti anak hilang sekarang, lagi pula, bukannya tadi dia ikut mengejarku? Kemana dia sekarang? Kenapa belum datang juga? Aish, apa yang aku pikirkan, tentu saja dia lebih memilih untuk kembali latihan dance dengan penari latar wanita yang seksi-seksi itu! Kesalnya lagi. Ia benar-benar ingin marah-marah sekarang.
Jin Yeon memeluk dirinya sendiri saat merasakan dingin yang luar biasa, baju yang dipakainya sudah basah semua dan hujannya pun semakin deras. Ia mengusap wajahnya pelan dan berhenti berjalan, menatap ke arah sungai Han yang terbentang luas dan terdiam. Bagus, sekarang ia sendirian. Ia menghembuskan napas beratnya. Ia memejamkan matanya, masa bodoh dengan udara dingin yang semakin masuk ke dalam tulangnya, awas saja jika aku sampai sakit, pasti Kyu Hyun-ah yang lebih dulu harus disalahkan. Pikirnya.
“Hujan-hujanan seperti ini tidak baik untuk kesehatan tubuhmu.” Suara yang tidak asing langsung masuk ke dalam telinga Jin Yeon tidak lama setelah ia terdiam. Jantungnya pun berdetak cepat ketika menyadari suara itu benar-benar nyata.
Itu, dia kan? Itu suara Kyu Hyun-ah kan? Kenapa dia baru datang sekarang? Ucap Jin Yeon dalam hati. Ia mendengus kecil dan tetap memejamkan matanya. Berpura-pura seakan ia tidak tahu jika Kyu Hyun telah datang. Terdengar helaan napas dari Kyu Hyun, karena ia berdiri didekatnya.
“Pakai ini.” Ucap Kyu Hyun, ia pun merasa bahwa laki-laki itu memakaikannya sebuah pakaian, tidak, tapi sebuah jaket kering yang langsung terasa hangat ketika Kyu Hyun memakaikannya ditubuhnya. Harusnya aku marah kan? Ayolah, kenapa kau menjadi diam seperti ini, Jin Yeon-ah? Tanyanya dalam hati. Jin Yeon merasa heran dengan dirinya sendiri.
Jin Yeon membuka matanya dan menatap tajam ke arah Kyu Hyun, “Tidak usah pura-pura mempedulikanku,” ucapnya dengan nada dingin, ia pun melepas jaket itu. Kyu Hyun menatap Jin Yeon dengan tidak percaya saat ia menyodorkan kembali jaketnya.
“Ini, aku tidak butuh ini.” Lanjutnya dan ia segera meletakkan jaket itu di tangan Kyu Hyun dengan kasar. Jin Yeon menghela napasnya dan memejamkan matanya, menahan rasa sesak di dalam hatinya yang entah sejak kapan munculnya.
“Jin Yeon-ah.” Kyu Hyun baru akan melangkah mendekat, tapi Jin Yeon langsung mundur beberapa langkah. Menatapnya dengan dingin dan jujur, hatinya sudah terluka sejak ia melihatnya menari dengan penari latar. Jin Yeon merasa itu bukan hanya untuk tuntutan pekerjaan saja, tapi Kyu Hyun juga ikut menikmati tarian itu. Sial, matanya sudah berkaca-kaca lagi.
“Aku sudah bilang, tinggalkan aku.” Jin Yeon menghapus kasar airmatanya yang mengalir, astaga kau tidak boleh menangis saat ini, Jin Yeon-ah, kau akan terlihat lemah didepannya jika kau seperti itu! Omelnya pada dirinya sendiri. Jin Yeon menghela napasnya dan mendongakkan wajahnya sekilas, menahan airmatanya agar tidak jatuh.
“Tinggalkan aku sendiri, Cho Kyu Hyun!” Teriak Jin Yeon dengan nada cepat tapi bergetar, meskipun ia berusaha berbicara dengan tegas tapi sialnya isakan tangisnya langsung keluar. Jin Yeon pun membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi meninggalkannya sendirian.
Kyu Hyun masih menatapnya, Jin Yeon bisa merasakannya. Ia melangkahkan kakinya pelan-pelan sekali, pikirannya memang menyuruhnya agar ia pergi darinya, setidaknya hanya untuk saat ini saja. Tapi, kenapa hatinya seakan tidak rela? Kenapa hatinya malah menyuruhnya untuk kembali berbalik dan memeluk Kyu Hyun?
Belum sempat Jin Yeon berjalan menjauh, ia mendengar langkah kakinya, astaga kenapa Kyu Hyun malah mengikutinya sekarang? Bagaimana kalau nanti ada sasaeng fans yang mengetahui jika ia bersama seorang gadis disini? Jin Yeon menghela napasnya, untung saja hari sudah gelap dan masih hujan. Jadi, menurutnya tidak akan ada yang tahu, lagi pula, Kyu Hyun memakai payung.
“Ttaraojima!” Teriak Jin Yeon kesal. Ia mempercepat jalannya dan refleks ia meringis kesakitan karena kakinya sudah terlalu lelah untuk berjalan. Begitu ia akan memaksakan diri untuk berlari, tiba-tiba Kyu Hyun menarik tangannya. Jin Yeon langsung melepaskannya dengan kasar. Menoleh ke arahnya dan menatapnya tajam, ia malah menatapnya juga, tapi tatapannya menyatakan bahwa dirinya terluka, dirinya seakan tidak bisa melakukan apa-apa jika Jin Yeon menjauh darinya.
Apa yang harus ia lakukan sekarang?
“Jangan berlari. Aku tahu kau sudah lelah berlari, kasihan kakimu.” Ucap Kyu Hyun, Jin Yeon memejamkan matanya sekilas, lalu kembali menatap lurus jalanan yang ada didepannya dan kembali berjalan lagi. Kyu Hyun yang melihatnya pun mendengus kesal.
“Geumanhae, Jin Yeon-ah. Kenapa kau tidak bisa percaya padaku?” pertanyaan dari Kyu Hyun membuat langkah kaki Jin Yeon terhenti. Sial, umpatnya. Bukannya ia tidak ingin mempercayainya, ia sudah sangat sering percaya padanya, tapi akhirnya tetap sama. Seakan kepercayaannya tidak di hargai oleh laki-laki yang menjadi kekasihnya. Jin Yeon pun mendengus dan ia kembali berjalan.
“Hanya untuk saat ini saja, percayalah padaku.” Ucap Kyu Hyun lagi.
“Tidak bisa.” Ucap Jin Yeon dengan dingin.
“Cho!” Jin Yeon refleks berteriak saat ia merasakan tubuhnya dipaksa berbalik dan sedetik, Kyu Hyun sudah memeluk tubuhnya dengan sangat erat. Tubuhnya menegang dengan matanya yang melotot, astaga, apa Kyu Hyun-ah ini benar-benar bodoh? Pikirnya dalam hati.
Jin Yeon menatapnya kesal, tapi tatapan Kyu Hyun malah langsung membuatnya takut. Ia menatapnya dalam dengan sepasang mata hitam kelamnya.
“Lee Jin Yeon.” Panggil Kyu Hyun. Jin Yeon pun bergumam menyahuti panggilannya itu. Ia menghela napas beratnya.
“Jebal, percayalah padaku.” Kyu Hyun mengucapkan kata-kata itu sambil tetap menatap matanya dalam. Seakan tatapannya bisa membuat matanya hanya bisa melihat dan menatapnya saja. Jin Yeon terpaku dan begitu ia sadar dari keterpakuannya, ia langsung menggelengkan kepalanya dengan pelan.
“Setelah semua yang telah kulihat hari ini?” kata Jin Yeon pelan. Ia menghela napasnya dan menundukkan kepalanya begitu merasakan matanya berkaca-kaca lagi. Kenapa aku jadi cengeng seperti ini? Pikirnya. Bukannya Jin Yeon tidak mau mempercayainya dan bukannya ia tidak bisa. Tapi, ia benar-benar takut kalau ia akan dikecewakan olehnya. Ya, ia akui ia kecewa dan sangat kesal, juga marah. Tapi, sialnya Jin Yeon tidak bisa marah pada Kyu Hyun.
“Jin Yeon-ah, itu hanya untuk—”
“Mwo? Hanya untuk pekerjaanmu saja? Tuntutan pekerjaanmu saja? Apa aku bisa percaya hanya dengan kata-kata seperti itu?” emosinya terpancing begitu tahu apa yang akan Kyu Hyun ucapkan. Jin Yeon mendengus kesal dan saat airmata yang ia tahan akhirnya mengalir, ia segera menghapusnya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Tangan Kyu Hyun yang masih ada di pinggangnya semakin erat memeluknya. Ia memejamkan matanya sekilas. Kumohon jangan seperti ini Cho Kyu Hyun. Aku sudah sangat lelah hari ini dan aku juga tidak ingin bertengkar terus denganmu. Ucapnya dalam hati. Tapi, emosinya benar-benar sudah meluap.
“Kau pikir aku bisa menerimanya dengan mudah? Jika memang hanya untuk itu, kenapa ketika aku menjelaskan tentang masalah yang waktu itu dengan kata-kata itu kau malah memarahiku dan mendiamkanku?!” jelas Jin Yeon dengan nada tinggi.
Masa bodoh dengan airmatanya yang kembali mengalir, ia hanya ingin Kyu Hyun tahu bagaimana rasanya kalau ia berada diposisi Jin Yeon. Bagaimana rasanya harus menahan rasa sakit yang bahkan sudah hampir meluap.
“Jin Yeon-ah. Mianhae.” Kyu Hyun menghela napasnya setelahnya. Mata Jin Yeon langsung mengerjap, seakan tidak percaya dengan ucapannya. Pasalnya, ia tidak pernah meminta maaf lebih dulu.
“Apa hanya dengan kata maaf saja semuanya sudah selesai? Tidak, Cho Kyu Hyun!” Teriak Jin Yeon, menutupi rasa terkejutnya. Ia harus tetap berpikir sesuai logika, mengesampingkan perasaannya yang perlahan luluh.
Jin Yeon mengatur napasnya lagi dan refleks memukul dadanya dengan pelan. Ia merasakan hatinya sesak sekali. Setelah semua kesalahannya dan dengan seenaknya saja Kyu Hyun-ah meminta maaf padaku? Dia menganggap aku ini apa? Kesalnya lagi.
“Aku benar-benar minta maaf. Aku janji—”
“Tidak usah janji-janji kalau kau akan mengingkarinya lagi.” Potongnya lagi. Ia memejamkan matanya sekilas dan airmatanya menetes lagi. Ini menyakitkan untuknya, apakah Kyu Hyun tidak tahu?
Kyu Hyun menghela napas lagi dan memejamkan matanya sekilas. Ia mengeratkan pelukannya pada Jin Yeon dan meletakkan kepalanya di atas pundaknya. Membuatnya membungkuk, karena ia lebih tinggi beberapa senti dari Jin Yeon. Jin Yeon pun tersadar, kenapa ia mau saja dipeluk seperti itu oleh Kyu Hyun? Dan juga, kemana larinya payung yang tadi dipegangnya? Kyu Hyun malah terlihat basah kuyup seperti dirinya sekarang.
“Arra,” Kyu Hyun menghela napasnya lagi.
“Aku tidak akan berjanji lagi, tapi aku akan berusaha. Dan, Jin Yeon-ah, yang kau lihat tadi itu bukan sebuah kenyataan.” Jelasnya. Jin Yeon menghela napas.
“Sudah pasti itu sebuah kenyataan!” Elak Jin Yeon, ia masih kesal. Ia langsung mendengus kesal dan menatap ke arah tanah yang basah oleh air hujan. Jin Yeon bisa merasakan Kyu Hyun tersenyum kecil. Dasar menyebalkan! Teriaknya dalam hati.
“Jin Yeon-ah, bisakah kau berjanji satu hal padaku?” tanya Kyu Hyun, Jin Yeon pun mengerjapkan matanya lagi.
“Berjanji satu hal? Hal apa itu? Aku tidak akan mau berjanji jika hal-hal itu aneh dan tidak masuk akal.” Ucapnya, tapi ia menganggukkan kepalanya dengan pelan.
Kyu Hyun membenamkan wajahnya ke sebelah pundaknya sekilas. Seakan ia menghirup aroma tubuhnya dan Jin Yeon pun akhirnya menyerah, saat ia merasakan bahwa Kyu Hyun benar-benar mencintainya dan ia juga tidak ingin Jin Yeon bersikap seperti ini padanya.
“Bisakah kau mempercayaiku, Jin Yeon-ah? Aku tidak mungkin benar-benar ingin bersama mereka. Jika ini hanya untuk tuntutan pekerjaan saja, aku bisa apa selain menjalaninya? Kumohon, untuk kali ini dan selamanya, tolong... percayalah padaku.” Jelas Kyu Hyun dengan panjang–lebar.
Jin Yeon refleks tersenyum begitu mendengar kalimat-kalimat yang menurutnya manis. Ia pun balas memeluk tubuh Kyu Hyun, membuatnya sedikit menjinjitkan kakinya dan ia langsung meringis kesakitan. Sial, umpatnya lagi. Telapak kakinya terasa sangat sakit karena tadi ia berlari. Jin Yeon mengangguk pelan. “Kau juga harus berjanji seperti itu padaku, Kyu Hyun-ah.” Ucapnya pelan, tepat didepan telinga Kyu Hyun yang langsung menghela napasnya lagi dan menganggukan kepalanya.
“Panggil aku dengan sebutan oppa dulu.” Pinta Kyu Hyun. Jin Yeon yakin ia sudah tersenyum evil sekarang. Ia pun memukul punggungnya dengan pelan dan ia langsung meringis kesakitan. Memang, kalau Jin Yeon sedang kesal dan benar-benar marah padanya, ia tidak pernah memanggil Kyu Hyun dengan sebutan oppa seperti panggilan Hyo Yeon kepada Jong Woon. Meskipun jarak umur Jin Yeon dengannya terbilang jauh, yaitu enam tahun, tapi ia sendiri juga terlihat tidak mempermasalahkannya.
“Andwae!” Tolak Jin Yeon. Ia langsung mendongakkan kepalanya dan menatapnya. Kyu Hyun tersenyum evil lagi dan lebih tepatnya menyeringai. Ia langsung mendengus kecil, lalu memukulinya dengan pelan lagi.
“Jangan tersenyum seperti itu, Evil!” Omelnya. Ia mencubit perut Kyu Hyun pelan, membuatnya langsung mengaduh kesakitan tapi juga terkekeh kecil. Ia tersenyum mendengarnya. Setidaknya, Kyu Hyun tidak dingin lagi padanya, pikirnya.
“Jika tidak mau, aku akan menciummu!” Refleks, mata Jin Yeon melotot ketika keningnya berhasil dikecup oleh Kyu Hyun. Ia pun terdiam mematung sambil menatapnya dengan tidak percaya. Beberapa detik kemudian, Jin Yeon mengerjapkan matanya, berusaha percaya bahwa ini hanya mimpi. Tapi, begitu ia sadar...
“Ya! Cho Kyu Hyun! Apa-apaan itu!” Teriak Jin Yeon. Ia langsung melepaskan pelukannya dengan cepat, lalu mundur beberapa langkah darinya sambil memegangi keningnya yang tadi Kyu Hyun kecup. Tapi, Kyu Hyun malah mendekatinya. Sial, umpatnya yang entah sudah ke berapa kalinya lagi. Ia langsung mengarahkan tangannya untuk mendorong Kyu Hyun dan ia memaksakan kakinya untuk berlari kecil setelah ia membalikkan tubuhnya kembali.
“Ya! Kajima!” Ucap Kyu Hyun, ia malah mensejajarkan langkah kaki Jin Yeon dengan langkah kakinya yang panjang dan merangkul pundaknya.
“Kajja, pulang!” Ajak Jin Yeon. Kyu Hyun langsung mengangguk dan ia berjalan ke arah halte bus, membuatnya langsung menatap Kyu Hyun dengan tatapan heran. Apa Kyu Hyun-ah tidak membawa mobil saat mengejarku? Astaga, jangan-jangan dia benar-benar mengejarku sejak tadi? Pikirnya.
“Aku tidak membawa mobil. Kita naik bus saja, lagi pula hujannya juga sudah mulai reda.” Jelas Kyu Hyun, Jin Yeon mengangguk pasrah, sebenarnya ia paling tidak suka dengan naik transportasi umum terutama bus. Tapi, berhubung ini sudah lumayan malam dan taksi pun jarang muncul lebih baik ia menurut. Selama ada Kyu Hyun disampingnya, ia pasti akan aman terlindungi, meskipun laki-laki itu sering menggodanya. Begitu bus tujuan ke dorm-nya datang, Kyu Hyun menggandeng tangannya masuk ke dalam bus yang berukuran sedikit besar. Untung saja tidak terlalu ramai dan tidak terlalu sepi juga. Jin Yeon rasa, ia bisa tidur sekarang, melepaskan semua rasa lelahnya dengan menyandarkan kepalanya di sebelah pundak Kyu Hyun.
***
20:07 PM K.S.T.
Galleria Foret Apartment, Seoul, South Korea
Sejak diperjalanan menuju dorm, Hyo Yeon dan juga Jong Woon sama-sama asik bercerita tentang masa-masa mereka di universitas Sun Moon, berhubung keduanya berkuliah disana dan karena Hyo Yeon yang memulainya dengan mengatakan bahwa ia besok akan ada acara disana bersama Jin Yeon, Jong Woon pun terlihat tertarik, lalu keduanya saling mengenang apa yang terjadi ketika mereka berkuliah dulu.
Chang Hyun yang keluar dari kamarnya dan berniat untuk mengomeli Hyo Yeon karena ia datang bersama kekasihnya yang notabene member Super Junior pun akhirnya menghela napas setelah ia pikir ini sudah sangat malam. Akhirnya, ia hanya berjalan dalam diam menuju dapur untuk mengambil minum.
Hari ini ia sudah cukup stres dengan semua masalah dan skandal yang muncul karena Hyo Yeon. Dan, bahkan petinggi agensi tempatnya bekerja menjadi manajer Hyo Yeon pun tidak segan-segan memanggilnya dan menanyainya berbagai hal tentang skandal itu, serta menitipkannya beberapa berkas untuk Hyo Yeon. Chang Hyun memijit keningnya dengan pelan, rasanya kepalanya ingin meledak.
Chang Hyun mendengus kecil begitu mendengar Hyo Yeon tertawa, ia dan Jong Woon sedang duduk di sofa panjang berwarna putih yang ada di ruang tengah dorm dan karena letak dapur hanya lurus terus dari tempat itu, Chang Hyun juga bisa mendengar tawa Hyo Yeon serta percakapan-percakapannya.
Chang Hyun menghela napas lagi, Hyo Yeon akhir-akhir ini memang sering menangis karena hal kecil, ia meyakini bahwa perasaannya menjadi sensitif jika menyinggung tentang Jong Woon. Seakan Hyo Yeon hanya terlahir untuk Jong Woon saja, jadi ia seperti meletakkan semua hidupnya pada Jong Woon.
Chang Hyun meminum air putih digelasnya beberapa teguk lalu kembali ke dalam kamar, mengambil berkas-berkas dari agensinya untuk Hyo Yeon.
“Hyo Yeon-ah, ada beberapa berkas dari agensi yang harus kau baca, mungkin kau harus menandatanganinya juga. Aku harus meletakkannya di mana?” tanya Chang Hyun sedikit berteriak. Ia tidak mungkin langsung memberikan berkas itu tepat di depan Hyo Yeon yang sedang bersama Jong Woon, bisa-bisa laki-laki itu akan segera ke SFS Entertainment untuk protes.
“Dikamarku saja, di atas meja belajarku juga tidak apa-apa.” Jawabnya. Chang Hyun langsung merapikan berkas itu ke dalam sebuah map berwarna biru keabu-abuan dan melangkahkan kakinya berjalan menuju kamar Hyo Yeon. Ia meletakkan berkas itu tepat di atas buku paket kuliah gadis itu yang berada di atas meja belajarnya. Lalu, Chang Hyun kembali ke dalam kamarnya, bermaksud untuk tidak mengganggunya.
Chang Hyun mengijinkan Hyo Yeon yang bersama Jong Woon, bahkan berada di dekatnya, tapi hanya jika keduanya di dalam tempat yang tertutup, ia akan memerintahkannya untuk menjaga jarak pada Jong Woon saat mereka ada didepan publik, di luar dorm bahkan di agensinya.
Jong Woon yang sejak tadi meletakkan tangannya disekitar leher Hyo Yeon memainkan beberapa helai rambutnya yang tergerai. Mereka saling bercerita dengan sesekali tertawa saat mengingat kebodohan Jong Woon yang rela datang ke kampus hanya untuknya, meskipun Jong Woon sendiri akan segera wisuda saat itu.
“Oppa, kau membuat seisi kampus ramai waktu itu dengan kedatanganmu.” Ucap Hyo Yeon, ia masih menatap sepasang mata sipit yang kelam. Jong Woon yang memang sejak tadi memperhatikan Hyo Yeon itu kembali menatap matanya.
“Waeyo? Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Jong Woon pura-pura tidak tahu.
“Aish, oppa! Jujur saja, waktu itu adalah pertama kalinya aku bertemu denganmu, jadi—Oops!” Begitu sadar dengan tatapan heran dari Jong Woon, Hyo Yeon langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan mengerjapkan matanya. Ia tahu Jong Woon pasti akan protes.
Saat itu memang Hyo Yeon mengira bahwa itu adalah pertama kalinya ia bertemu dengan laki-laki bermata sipit itu. Tapi setelah beberapa lama ia bersamanya, ia merasa seperti melihat masa lalu dan begitu kecelakaan yang menimpanya menyadarkannya, ia langsung sadar. Bahwa saat kematian ayah tirinya—ayah Dong Hae—disanalah ia pertama kalinya bertemu dengan Jong Woon.
“Berani mengatakannya lagi?” tantang Jong Woon sambil menatap Hyo Yeon dengan tajam, membuatnya menghembuskan napas dan merengut lucu. Ia pun mengacak-acak rambutnya dengan gemas.
“Oppa!” Kesal Hyo Yeon. Ia langsung merapikan kembali rambutnya dan bersiap untuk mencubiti tubuh Jong Woon, membuatnya menghentikan aktifitasnya. Hyo Yeon langsung tergelak.
“Kenapa kau malah mengingat saat di kampus itu? Kenapa kau tidak mengingatku saat di pemakaman ayahnya Dong Hae-ya?” tanya Jong Woon dan tatapan matanya langsung berubah menjadi serius.
“Habisnya, oppa terlihat terlalu keren ketika para penggemarmu berteriak dan mendekatimu, tapi itu juga membuatku kesal. Membuat lingkungan kampus menjadi ramai saja.” Jelasnya lalu memajukan bibirnya, walaupun kejadian itu sudah cukup lama, tapi Hyo Yeon benar-benar masih mengingatnya dengan jelas. Jong Woon datang bersama seorang temannya dan berjalan santai di halaman kampus padahal dirinya sendiri sedang tidak ada kelas.
“Aku tahu aku keren, Ya! Kau cemburu, eo?” ucap Jong Woon yang langsung menatapnya tepat pada manik matanya, pipi Hyo Yeon pun memerah, lalu menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Aniya, mana mungkin aku cemburu padamu.” Sambar Hyo Yeon. Jong Woon pun tergelak.
“Lalu apa namanya jika bukan cemburu, Hm?” kedua tangan Jong Woon terulur untuk menarik pipi tembam Hyo Yeon, membuatnya langsung protes dengan berteriak.
“Aniya, aniya! Oppa lepaskan! Apheuda!” Teriak Hyo Yeon, ia memukuli lengan Jong Woon dengan tidak berperasaan.
CKLEK
Tiba-tiba mereka terdiam dan saling menatap dengan tatapan heran begitu mendengar suara pintu dorm terbuka. Hyo Yeon menggeser duduknya mendekat ke arah Jong Woon ketika mengira yang datang adalah orang jahat, minimal perampok, sasaeng fans, atau sejenisnya. Tapi, Jong Woon menjitak kepalanya.
“Pabo, lebih baik kita menghampirinya saja.” Ucap Jong Woon. Hyo Yeon menatapnya tidak percaya.
“Oppa, hajima! Bagaimana kalau itu perampok? Atau sasaeng fans?” katanya dengan nada khawatir yang terdengar jelas. Hyo Yeon menarik sebelah tangan Jong Woon yang sudah akan berjalan ke arah pintu, ia langsung menatapnya tajam dan menyeringai detik itu juga. Ia pun menarik tangan Hyo Yeon agar bangkit dari duduknya. Mereka berdua berjalan beriringan dengan Hyo Yeon yang ketakutan.
“Kami pulang, astaga berat sekali.” Ucapan itu langsung terdengar ketika jarak mereka berdua semakin dekat. Terlihat Kyu Hyun yang datang dengan Jin Yeon yang ada digendongannya. Sepertinya ketiduran, kebiasaan.
“Omona, oppa! Kukira siapa.” Ucap Hyo Yeon, ia dan Jong Woon langsung menghampiri Kyu Hyun yang masih berdiri di depan pintu, walaupun pintunya sudah tertutup.
“Bajumu basah, kalian hujan-hujanan? Kalian pulang dengan apa, Kyu Hyun-ah?” tanya Jong Woon bertubi-tubi, Kyu Hyun langsung mendengus kesal. Ia hanya mengangguk asal.
“Oppa, baju Jin Yeon-ah juga basah. Eo, lebih baik kita segera membawanya ke kamarnya.” Ujar Hyo Yeon yang masih memeriksa keadaan adiknya yang ada digendongan Kyu Hyun. Kyu Hyun langsung mengangguk dan setelah ia melepaskan sepatunya dengan susah payah, ia langsung melangkah menuju kamar Jin Yeon.
Begitu sampai, Kyu Hyun meletakkan tubuh Jin Yeon perlahan dan hati-hati. Setelah gadis itu sudah ada dikasur, ia menarik selimut sampai sebatas dada dan sedikit merapikan poninya yang berantakan dan jatuh menutupi mata yang terpejam. Ia tersenyum kecil ketika melihat wajah tenang Jin Yeon, bukan wajah yang penuh airmata dan kesal saat di dekat sungai Han tadi.
“Kyu Hyun-ah, kajja keluar kamar. Hyo Yeon-ah akan menggantikan bajunya, kau juga harus ganti baju, kebetulan aku membawa pakaian.” Jelas Jong Woon yang berdiri tidak jauh darinya. Jong Woon memang selalu menyediakan satu pakaian di dalam ransel yang ia bawa kalau ia berpergian, entah kemana. Kyu Hyun menoleh padanya dan mengangguk. Ia mengecup kening Jin Yeon dengan pelan dan berjalan keluar.
Hyo Yeon menghembuskan napas saat melihat Jong Woon dan Kyu Hyun sudah tidak ada di dalam kamar, ia pun menutup pintunya dan duduk di pinggir kasur yang berwarna serba pink.
“Jin Yeon-ah, kau benar-benar tertidur?” tanya Hyo Yeon memastikan.
Hyo Yeon memperhatikan wajah adik kesayangannya, wajah yang putih hampir seperti mayat tidak bisa menutupi kantung mata dan mata yang sembab miliknya. Ia mengira-ngira sejak kapan adiknya menangis.
Apa Jin Yeon menangis sampai tertidur? Tiba-tiba Jin Yeon menggeleng.
Jin Yeon langsung membuka matanya dan mengusapnya pelan. Matanya menatap ke sekeliling kamarnya dan menghembuskan napas lega. Kyu Hyun sudah tidak ada disini, jadi ia bebas untuk menangis saat ini juga.
Meskipun Kyu Hyun meminta maaf padanya karena masalah yang terjadi, tapi ia benar-benar belum bisa melupakannya. Apalagi saat ia mengingat masalah yang terjadi pada kakaknya dan sadar bahwa kalau hubungannya dengan Kyu Hyun menjadi semakin jauh, sangat mungkin ia akan mendapat masalah seperti itu. Memikirkannya saja matanya sudah memerah dan bendungan airmata sudah muncul di matanya kembali.
“Jin Yeon-ah, gwaenchanha?” mata Jin Yeon teralih ke arah Hyo Yeon yang masih memperhatikannya dengan khawatir. Ia belum bisa menceritakan semuanya pada kakaknya, ia tersenyum kecil dan mengangguk.
“Nan gwaenchanha, eonni. Aku akan berganti baju sekarang.” Jawabnya, ia merasakan bajunya yang sudah basah kuyup itu basah dan langsung bangkit dari kasurnya menuju ruang pakaiannya.
Setelah mengambil satu pasang baju tidurnya, ia langsung berjalan menuju kamar mandi. Hyo Yeon yang masih memperhatikannya pun hanya menghela napas. Ia tahu Jin Yeon sedang kenapa-kenapa. Tapi, ia juga tidak mungkin menanyainya sekarang, biarlah sampai Jin Yeon mau menceritakannya sendiri padanya.
“Anak itu, harus benar-benar kuat.” Gumamnya pelan dan memejamkan matanya sekilas.
***
[Lee Seung Chul - No One Else]
Begitu pintu kamarnya tertutup, Jin Yeon memiringkan tubuhnya dikasur dan menghadap ke arah jendela besar yang tertutup tirai berwarna soft pink. Hyo Yeon menghela napasnya, berusaha mengatur napasnya saat merasakan airmatanya mengalir. Ia benar-benar sudah tidak bisa menahannya.
“Hyo Yeon-ah, aku dan Kyu Hyun-ah akan pulang sekarang.” Jong Woon langsung menghampiri gadis yang sudah berdiri tepat didepan pintu kamar Jin Yeon, Hyo Yeon menatap ke arah Jong Woon dan juga Kyu Hyun. Ia pun mengangguk kecil.
“Mianhae, ini sudah sangat malam. Jung Hoon hyung pasti akan mencari kami.” Lanjutnya.
Hyo Yeon kembali menatap kepadanya setelah sedikit lama terdiam karena sedang berpikir. Bahkan ia sedang menahan airmatanya yang akan keluar, menyadari jika Jin Yeon pasti tengah menangis di dalam kamarnya.
“Jung Hoon hyung sudah meneleponku tadi, tapi karena ponselku mati aku tidak jadi mengangkatnya.” Jelas Kyu Hyun yang sudah berganti baju dan memakai baju Jong Woon, Kyu Hyun tengah duduk di sofa panjang yang tadi ia duduki bersama kekasihnya.
“Baiklah, kalian pulang saja.” Kata Hyo Yeon.
Jong Woon menggandeng tangannya dan Kyu Hyun langsung bangkit dari duduknya, lalu ia memberikan tas ransel Jong Woon. Sebelumnya ia memang memasukkan pakaiannya yang basah ke dalam tas ransel berwarna hitam.
Jong Woon mengambilnya dan meletakkannya di sebelah pundaknya. Mereka bertiga berjalan menuju pintu dorm, setelah Hyo Yeon membukakan pintu, Jong Woon dan Kyu Hyun pun keluar dan ia berdiri tepat didepan pintu. Tangan Hyo Yeon masih menggandeng tangan Jong Woon, bahkan menggenggamnya, dan ia juga tersenyum.
“Naeil bwayo, Hyo Yeon-ah. Jaljayo.” Ucap Jong Woon. Ia pun mengecup pelan kening Hyo Yeon dan tersenyum manis. Gadis itu mengangguk pelan dengan kedua pipinya yang memerah.
“Kajja, Ye Sung-ah.” Ujar Kyu Hyun, Jong Woon pun mengangguk.
“Selamat malam, kami pulang dulu.” Pamitnya dan Hyo Yeon mengangguk lagi. Begitu mereka saling melambaikan tangannya dan keduanya berjalan menjauh menuju lift yang sedikit jauh, ia pun tersenyum miris saat memandangi punggung kekasihnya. Hyo Yeon menghela napas lagi saat airmatanya akan terjatuh, dengan cepat, ia kembali masuk ke dalam dorm, lalu menutup pintunya.
Saat Hyo Yeon melihat Chang Hyun yang sudah duduk di sofa ruang tengah, ia langsung tersenyum kecil, berusaha menutupi kesedihannya walaupun mungkin manajernya sudah tahu semua masalah tentangnya.
“Oppa, gomawo.” Ucapnya dengan tercekat. Ketika airmatanya tiba-tiba turun tanpa ia perintahkan, Hyo Yeon langsung menghapusnya dengan kasar dan ia pun berlari menuju kamarnya, menutup pintu kamarnya. Chang Hyun yang melihatnya pun menghela napas berat. Ketika pintu kamarnya sudah ia tutup, Hyo Yeon menghela napas walaupun ia masih merasa sesak, ia membiarkan airmatanya mengalir deras. Seakan meluapkan kesedihannya.
Dengan perlahan Hyo Yeon berjalan menuju meja belajarnya dan ia langsung melihat map yang tadi diletakkan oleh Chang Hyun itu. Setelah ia mengambil map itu dan duduk di karpet kamarnya yang berwarna putih dan berbulu lembut, ia membukanya dan ia kembali menghela napasnya.
Beberapa lembar kertas yang berlogo agensinya disudut kertas itu langsung ia baca dengan teliti. Hampir sama dengan surat perjanjian yang diberikan oleh CEO SM Entertainment padanya. Bahkan ini benar-benar terlihat lebih memberatkannya beberapa kali lipat.
Selain perjanjian dan juga peringatan yang diberikan untuknya, agar ia tidak membuat skandal lagi dengan Jong Woon, ada beberapa syarat dan ketentuan yang lain, yang harus ia patuhi. Dan jika ia melanggarnya, ia benar-benar harus pergi dari Korea Selatan.
Isakan tangisnya menggema di dalam kamarnya yang luas, Hyo Yeon meletakkan berkas-berkas itu ke samping dan menutupi seluruh wajahnya dengan kedua tangannya. Menangis sekeras yang ia bisa, berharap bahwa jika ia menangis seperti itu, rasa sesak dan tertekan yang membuat hatinya terasa amat sakit berkurang lalu menghilang, namun percuma, harapannya tidak terkabul saat ini.
Hyo Yeon menyadari bahwa ketika semuanya yang menurutnya akan baik-baik saja untuknya, tapi pada kenyataannya bahkan ini lebih parah dari kata hancur.
Hyo Yeon menumpahkan semua yang ia rasakan pada tangisannya yang membuat setiap orang yang mendengarnya pasti ikut menangis bersamanya. Ia memang sangat membutuhkan Jong Woon, ia juga tidak akan mau menceritakan semua masalahnya karena Jong Woon yang sebentar lagi juga akan meninggalkannya untuk melakukan wajib militer.
Hyo Yeon kembali mengambil berkas-berkas itu ketika ia sadar ada beberapa kertas yang harus ia tandatangani, bahkan sudah tertempel beberapa materai di atasnya. Membuat hatinya semakin terasa sangat sesak, ia kembali menghela napasnya.
Hyo Yeon bangkit dari duduknya dan meletakkannya di atas kasur, ia pun mencari pulpen di meja belajarnya. Begitu ia sadar bahwa ponselnya mati, ia segera mengisi baterai ponselnya dan mengambil pulpen, serta buku hariannya, lalu duduk diatas kasurnya.
“Oppa, mianhae jika setelah hari ini aku akan menjauhimu, bahkan aku akan menjaga jarak denganmu. Aku akan berusaha berpura-pura tidak mengenalmu dan kita hanya sekedar tahu nama saja. Aku tahu rasanya pasti akan sangat amat menyesakkan. Tapi, selama aku mencintaimu, tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Jadi, jangan khawatirkan aku.” Ucap Hyo Yeon dengan sangat pelan. Ia mengucapkan kembali apa yang ia tulis dibuku hariannya.
Hyo Yeon memang tidak mengharapkan Jong Woon untuk membacanya, untuk membaca semua curhatannya di dalam buku. Tapi, ia hanya ingin merasa lega karena sudah mengatakannya, walaupun Hyo Yeon tidak bisa mengatakannya secara langsung.
Hyo Yeon menutup buku itu dan kembali menatap kertas-kertas yang harus ia tanda tangani. Tangannya tiba-tiba gemetar saat ujung pulpen akan menempel pada kertas-kertas itu. Ia memejamkan matanya sejenak dan mengatur napasnya, ia harus tenang. Tapi, bagaimana ia bisa tenang jika airmatanya masih saja mengalir? Ia mengarahkan lengannya dan menghapus airmata yang keluar dengan agak kasar.
Hyo Yeon dengan cepat menandatanganinya dan akhirnya ia bisa bernapas lega walaupun sedikit. Rasa sesak dan juga sakit saat ia tahu bahwa dirinya akan jauh dari Jong Woon masih terasa dengan sangat jelas dihatinya.
Hyo Yeon membaringkan tubuhnya di atas kasur, menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya dan menghela napasnya. Begitu ia merasa airmatanya sudah tidak mengalir lagi, ia pun memejamkan matanya untuk tidur. Berharap agar ia bisa tertidur dengan nyenyak dan bangun dipagi hari dengan wajah yang segar, serta bersinar cerah, meskipun itu hal yang sangat tidak mungkin terjadi padanya.
_T.B.C._
-2015.06.15