home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > GRAY PAPER

GRAY PAPER

Share:
Published : 06 May 2015, Updated : 02 Nov 2015
Cast : Juliette Lee (OC), Super Junior's Yesung, Jane Lee (OC), Super Junior Member, CEO, Managers and
Tags :
Status : Complete
1 Subscribes |6904 Views |2 Loves
GRAY PAPER
CHAPTER 13 : Chapter 11-A

Aku tidak pernah merasa sebahagia ini, oppa selalu bisa membuatku bahagia. Bahkan rasanya aku tidak bisa bahagia jika bukan denganmu.

Lee Hyo Yeon–

 

4th of May 2013, 20:39 PM K.S.T.

Mouse & Rabbit Cafe, South Korea

Suasana di kafe ini masih sangat ramai, padahal beberapa jam lagi kafe ini akan tutup. Hyo Yeon yang sejak tadi duduk di pojok kafe itu bersama dengan Hyo Jin pun menghela napasnya kembali. Ini sudah satu jam lebih ia menunggu Jong Woon, selalu seperti ini, kebiasaan.

Hyo Yeon kembali menoleh ke arah Jong Woon yang masih setia berdiri di meja kasir, kemudian ia mendengus kesal. Apa Jong Woon tidak sadar jika kekasihnya sudah menunggu lama seperti ini? Ia meniup poninya dan tiba-tiba langsung kembali menoleh ke arah Hyo Jin ketika gadis itu tidak sengaja menguap.

Cheolyeo? Mianhae..” ucap Hyo Yeon sambil menatap Hyo Jin, ia pun menggeleng dan tersenyum kecil. (Kau mengantuk?)

Gwaenchanha, eonni. Tidak usah khwatir. Mungkin aku mengantuk karena kelelahan sejak fansigning tadi siang.” Jelas Hyo Jin. Hyo Yeon yang mendengarnya hanya menghela napasnya, ia sangat mengenal Hyo Jin, ia sangat tahu gadis itu seperti apa, tidak ingin menyusahkan orang lain, Hyo Yeon tahu sekarang adalah jam tidurnya.

“Nanti aku saja yang akan menyetir.” Ucap Hyo Yeon lagi, memaksakan senyuman kecil dibibirnya ketika melihat Hyo Jin mengangguk. Hyo Yeon langsung mengambil ponselnya dan mengirim pesan ke Jong Woon. Ia sudah tidak betah ada di tempat ramai seperti ini, biasanya kalau datang ke Mouse & Rabbit, ia pasti akan langsung berada di kamar Jong Woon, kalau ia datangnya sendirian. Hyo Yeon mendengus lagi saat Jong Woon hanya membaca pesannya saja, tidak membalasnya. Ia malah terus berbicara kepada ELF yang ada didepannya.

“Kenapa kau menginginkan pergi wajib militer secara diam-diam?” pertanyaan dari penggemarnya pun membuat Jong Woon mengalihkan wajahnya dari Hyo Yeon. Ya, laki-laki itu sejak tadi memperhatikan gadis itu, meskipun dari jarak yang jauh. Ia pun tersenyum dan kembali menjalankan tugasnya itu, menjadi seorang kasir di kafenya miliknya sendiri.

“Karena aku sangat takut tidak bisa mengucapkan perpisahan pada kalian semua dengan sebuah senyuman.” Jelas Jong Woon, ia sedikit berdehem dan menandai sebuah kartu untuk orang yang memesan minumannya itu, percakapan ringannya dengan para penggemarnya pun berlanjut. Membuat Hyo Yeon yang memperhatikannya kembali mendengus kesal, entah rasanya ia seperti bisa mendengar semua obrolan kekasihnya dengan para ELF itu.

Meskipun ia membenarkan ucapan-ucapan Jong Woon, bahwa kekasihnya benar-benar akan pergi secara diam-diam saat wajib militer, sama sepertinya ketika ia harus segera pergi nanti. Hyo Yeon menghela napas ketika tidak ada tanda-tanda Jong Woon akan membalas pesan darinya.

Aish, ahjeossi itu benar-benar!” Kesal Hyo Yeon, padahal hari ini ia sengaja mempercepat jadwal latihan dance dan menunda jadwal rekaman lagu barunya hanya karena ingin bertemu dengan Jong Woon.

Tapi, sepertinya tindakannya kali ini salah, Hyo Yeon menghela napasnya lagi. Sampai sekarang laki-laki itu belum menghampirinya juga, malah kembali asik berceloteh ria dengan para penggemarnya itu. Padahal sebentar lagi ia akan melakukan pelatihan untuk wajib militernya.

Hyo Yeon mengambil ponsel yang tadi ia letakkan di meja dengan asal itu kembali. Ketika ia menyalakannya, langsung terlihat wallpaper foto narsis Jong Woon. Kalau saja laki-laki itu bukan kekasihnya, kalau saja mereka berdua bukan artis, kalau saja di tempat ini tidak banyak ELF. Hyo Yeon bisa pastikan, Jong Woon benar-benar dalam bahaya karena telah membuatnya kesal.

“Oppa! Aigoo, kau ingin membuatku menunggu sampai lumutan, hah? Aku merasa tidak enak dengan Hyo Jin-ah, aku akan langsung pulang sekarang. Mianhae, annyeong.”

Send!

Hyo Yeon menghela napas dalam-dalam, rasanya ingin menangis saat ini juga, tidak, ia tidak mempermasalahkan Jong Woon yang sedang berceloteh ria dengan para penggemarnya.

Tapi ia kecewa, hari ini adalah hari terakhir ia bertemu Jong Woon sebelum ia harus kembali sibuk dengan pembuatan mini albumnya. Tapi, Hyo Yeon malah diabaikan seperti ini, hati wanita mana yang tidak sakit?

Sedetik, Hyo Yeon melirik lagi ke arah Jong Woon dan kembali mendengus, ia terus seperti itu selama lima belas menit ke depan dan itu membuatnya merasa sangat bosan. Hyo Yeon benci sekali diacuhkan seperti ini oleh kekasihnya sendiri.

Eonni, kajja kita pulang. Dia juga tidak akan datang kesini.” Ucap Hyo Jin dengan nada seperti orang mengantuk, lalu ia meletakkan kepalanya ke atas meja lagi. Oh, astaga. Gadis itu benar-benar sudah hampir tertidur, ia langsung mengangguk dan menyesap minumannya yang tinggal sedikit itu sampai habis.

“Aku ingin memberi pelajaran untuk seseorang dulu.” Ucap Hyo Yeon, ia langsung bangkit dari duduknya dan mengantri di dekat meja kasir, bermaksud ingin memesan minuman lagi, minuman dingin lebih tepatnya. Lihat saja jika Jong Woon melarangnya nanti, ia akan membuat laki-laki itu kesal juga.

Jong Woon sesekali menatap ke arahnya tanpa mengatakan apapun, membuat Hyo Yeon kembali menatap laki-laki itu dengan tatapan kesal.

Saat sudah gilirannya untuk memesan, Hyo Yeon langsung berkata, “Blue Lemonade, yang dingin.” Katanya diakhiri dengan seringaian kecil.

Jong Woon yang mendengarnya terlihat terkejut, pasalnya Hyo Yeon jarang memesan minuman dingin. Lagi pula, ia juga melarang gadis itu untuk meminum minuman yang dingin.

“Baiklah, tunggu dimejamu, agassi.” Kata Jong Woon, ia menandai sebuah kartu dan memberikannya pada Hyo Yeon, gadis itu langsung membalikkan tubuhnya dan mendengus kesal. Hanya seperti itu saja reaksinya? Tidak ada omelan? Tidak ada teguran apapun? Astaga, Jong Woon itu benar-benar, gerutunya dalam hati.

Hyo Yeon pun menghentakkan kakinya kesal dan berjalan kembali ke kursinya. Sedangkan, Jong Woon yang sejak tadi memperhatikannya itu, tepatnya sejak Hyo Yeon membuka pintu kafenya, saat gadis itu baru datang, pun tersenyum evil, Jong Woon benar-benar ingin membuat gadis itu kesal setengah mati.

Jong Woon kemudian tersenyum kecil saat melihat ekspresi wajah Hyo Yeon yang begitu lucu menurutnya, sepertinya baru kali ini ia membuat gadis itu kesal lagi. Setelah beberapa hari kemarin Jong Woon melihatnya menangis sesenggukkan didepannya karena banyak masalah yang Hyo Yeon alami.

Jong Woon langsung menghela napas saat mengingatnya, masalah. Ya, masalah-masalah yang membuat dirinya di panggil oleh Young Min—Petinggi agensinya—dan yang membuatnya sempat bertengkar dengan Hyo Yeon, hanya karena surat kontrak perjanjian. Dan juga, karena ia yang sebentar lagi akan wajib militer itu.

Jong Woon menghela napasnya lagi, ketika pikirannya sadar akan dirinya yang berangkat wajib militer dua hari lagi. alih-alih ia harus merasa gugup, tapi ia malah merasa ingin menangis. Menangis keras sepertinya.

Karena sebentar lagi, selama masa pelatihannya yang sebulan penuh, ia pasti tidak bisa melihat Hyo Yeon lagi, tentu saja karena ia harus menginap di area Base Camp sebelum benar-benar melakukan wajib militernya itu.

Oppa, aku ingin memesan minuman.” Jong Woon langsung mengerjapkan matanya beberapa kali, terlihat jelas jika ia terkejut. Seolah pikirannya disadarkan kembali dengan suara seorang penggemarnya yang sudah berdiri didepannya itu, ia pun tersenyum kecil.

Jong Woon langsung memberitahu pada Jong Jin saat ia mengingat pesanan yang tadi Hyo Yeon sebutkan. Setelah ia memberi minuman yang dipesan oleh penggemarnya, Jong Woon sedikit mendongakkan wajahnya, mencari Hyo Yeon dan matanya langsung melotot ketika ia melihat Hyo Jin yang sudah tertidur dengan kepala diatas meja, ia pun menghela napas.

Jika Hyo Jin tertidur, lalu siapa yang akan menyetir mobilnya itu? Jong Woon tidak akan mungkin mengizinkan Hyo Yeon untuk menyetir lagi. Karena, sumpah demi apa pun kecelakaan yang gadis itu alami untuk yang kedua kalinya waktu itu benar-benar membuatnya sulit bernapas, bahkan sedetik pun.

Ya! Jong Woon oppa!” Teriakan Hyo Yeon terdengar jelas ditelinganya saat ia baru akan menghitung kembalian seorang pembeli di kafenya itu, kepalanya yang sejak tadi menatap layar datar komputer didepannya langsung mendongak ke arah Hyo Yeon. Oh, ya ampun. Jong Woon sudah membangunkan iblis-iblis yang ada didalam diri Hyo Yeon. Buktinya, gadis itu tengah menatap ke arahnya dengan tatapan tajam dan sangat tergambar jelas diekspresi wajahnya, kalau ia benar-benar sudah sangat kesal tingkat akhir.

Hyo Yeon benar-benar sangat sebal dengan Jong Woon sekarang, sudah tadi diacuhkan, dianggap seperti orang-orang biasa yang tidak laki-laki itu kenal dan sekarang? Laki-laki bermata sipit yang bernama Jong Woon itu malah menyuruh Jong Jin membuatkan minuman pepsi berwarna biru dengan beberapa bongkah es batu, bukan Blue Lemonade dingin seperti yang sudah dipesan olehnya.

Meskipun bukan Jong Woon yang mengantarkan minuman itu, tapi, tetap saja Hyo Yeon sangat kesal padanya, parahnya lagi sekarang, Jong Jin malah menahan tawanya sedangkan ibu Jong Woon terlihat baru keluar dari dapur karena mendengar teriakannya, dan jangan lupakan ELF yang langsung menoleh ke arahnya, semua itu benar-benar bisa menjatuhkan harga dirinya.

Hyo Yeon pun menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar, ia bangkit dari duduknya dan berjalan cepat dengan penuh amarah ke arah Jong Woon berdiri, ia bahkan nekad masuk ke dalam meja kasir. Jong Woon yang melihatnya hanya terdiam, tepatnya laki-laki itu terpaku saat melihat dirinya sudah berdiri tepat didepannya.

Oppa. Kau. Benar-benar. Sangat. Menyebalkan. Kau tahu?!” ucap Hyo Yeon dengan penekanan disetiap katanya, ia masih menatap tajam ke arah Jong Woon yang tidak mengedipkan matanya sejak tadi. Ia mendengus kesal, lalu mengesampingkan poni laki-laki itu dan setelahnya ia menyentil dengan keras kening laki-laki itu.

TAKK

“ARGH! Aigoo!” Seakan mendapat sengatan listrik yang benar-benar sangat kuat, Jong Woon pun tersadar dari keterpakuannya saat sebuah sentilan kasih sayang dari Hyo Yeon itu mendarat dengan mulus dikeningnya. Ia langsung menjerit dan meringis kesakitan, menatap sebal ke arah Hyo Yeon.

Neon jeongmal! Ya! Kim Hyo Yeon!” Jong Woon langsung berteriak ketika Hyo Yeon membalikkan tubuhnya kembali, ia melambaikan tangannya ke arah Jong Woon, seakan merasa puas dengan apa yang baru saja terjadi, habisnya laki-laki itu selalu bisa membuatnya merasa kesal.

“Namaku Lee Hyo Yeon bukan Kim Hyo Yeon, Kim Jong Woon!” Protesnya saat ia akan menutup pintu kafe itu, setelah Hyo Jin keluar dari ruangan itu lebih dulu. Hyo Yeon menyeringai ke arah Jong Woon yang masih mengusap-usap keningnya yang memerah.

YA!” Jong Woon langsung ingin melemparinya dengan beberapa botol minum yang memang terpajang di etalase yang ada didekatnya itu. Ia langsung mendengus kesal saat pintu itu tertutup. Sakit sekali keningku, pikirnya.

“Kalian jangan tertawa.” Ucapnya pada beberapa penggemarnya yang menertawakan tingkahnya dengan Hyo Yeon. Benar-benar tidak terlihat seperti sepasang kekasih.

Jong Woon menggelengkan kepalanya pelan, sikap gadis itu benar-benar aneh menurutnya, Ia pun kembali melayani pembeli yang sudah mengantri itu. Bahkan antrian pembelinya yang rata-rata adalah para penggemarnya sudah memenuhi jalanan di luar kafenya sejak tadi pagi.

“Ah, ya. Aku melupakan sesuatu. Astaga,” gumam Jong Woon pelan, setelah ia memberikan minuman ke seorang pembeli, ia pun memanggil Jong Jin untuk menggantikannya menjaga kasir. Laki-laki itu harus ke dorm Hyo Yeon, untuk melakukan rencana yang memang sudah ia susun dengan rapi sejak jauh-jauh hari kemarin itu.

Hyung, eodiga?” tanya Jong Jin ketika ia melihat Jong Woon yang merapikan pakaiannya, laki-laki itu sudah memakai bannie berwarna hitam, memakai jaket dan kacamatanya, tentu saja. Jong Woon dan kacamatanya itu seakan tidak pernah bisa lepas. Ia tersenyum menyeringai.

“Aku akan membalas gadis itu.” Gumam Jong Woon dengan pelan saat berjalan melewati Jong Jin.

Ia tidak mungkin mengucapkannya dengan sangat jelas dan dengan suara yang besar kan? Bisa-bisa skandalnya dengan Hyo Yeon benar-benar menjadi sangat banyak. Oh, Ya. Skandal. Jong Woon mendengus kesal ketika ia sudah berada di luar kafe.

Jong Woon menghela napasnya saat ia membuka pintu mobilnya, menyadari jika Hyo Yeon benar-benar menyetir mobil milik Hyo Jin malam ini, bahkan ia rasa, ia lebih memilih mempunyai banyak skandal dengan gadis itu daripada Hyo Yeon harus menyetir mobil sendiri, yang akhirnya mengalami kecelakaan. Ia pun menggelengkan kepalanya pelan, duduk dibelakang kemudi dan menutup pintu mobilnya.

Jong Woon tahu ia tidak boleh berpikir yang tidak-tidak pada gadis itu, ia harus percaya bahwa Hyo Yeon bisa menyetir dengan sangat baik sekarang, Oh tentu saja, bukannya waktu itu ia pernah datang ke dorm Super Junior dengan menyetir mobil sendiri? Bersama Jin Yeon pula.

Jong Woon tersenyum kecil saat mobil yang ia kendarai itu sudah masuk ke jalan raya yang lengang, meski lampu-lampu beberapa gedung bertingkat disisi kanan dan kiri jalan itu masih terlihat gemerlap, tapi jalanan kota Seoul saat ini benar-benar terasa sepi.

 

***

 

23:17 PM K.S.T.

Galleria Foret Apartment, Seoul, South Korea

Mworae? Sebuah pesanan? Dari pos?” pertanyaan bertubi-tubi dari Hyo Yeon itu langsung masuk ke dalam gendang telinga Chang Hyun, laki-laki itu hanya menganggukkan kepalanya dengan santai sambil tetap menonton film di layar televisi yang datar dan lebar. Hyo Yeon pun mendengus melihat manajernya bersantai seperti itu.

“Aku rasa aku tidak memesan apapun akhir-akhir ini.” Ucap Hyo Yeon, ia yang sudah melepas sepatu hak setinggi tujuh senti yang tadi ia pakai, lalu ia pun melangkahkan kakinya berjalan ke arah dapur.

Hyo Yeon merasa haus dan sekarang tenggorokkannya menjadi tidak enak, ia kembali mendengus, ahjeossi pabo. Pabo! Sudah tahu aku tidak suka dengan pepsi, tapi dia masih saja memberi minuman seperti itu, kesalnya dalam hati.

Oppa, kau benar-benar tidak tahu siapa orangnya?” tanya Hyo Yeon sedikit berteriak dari arah dapur.

“Aku tidak tahu, kurasa ada yang mengirimkannya padamu.” Ucap Chang Hyun, ia mengambil beberapa potong buah yang ia letakkan dimeja kecil didekatnya itu. Mendengar ucapan manajernya, mata Hyo Yeon pun melotot.

MWORAE?” ucapnya, Hyo Yeon hampir saja tersedak minumannya sendiri dan setelah ia meletakkan kembali gelas yang tadi dipegang olehnya itu, lalu berjalan cepat menghampiri Chang Hyun, Hyo Yeon menatap penasaran ke arah manajernya.

“Sepertinya seorang ahjeossi, atau mungkin...” ucapan Chang Hyun terputus tiba-tiba, ia sengaja ingin membuat Hyo Yeon penasaran.

“Zin.” Gumamnya pelan, Hyo Yeon semakin terkejut mendengarnya.

MWORAGO?!” jeritnya. Matanya langsung melotot.

“Jangan sampai dia!” Teriaknya lagi, ia benar-benar tidak ingin kejadian masa lalunya itu terulang kembali. Cukup Zin, orang yang benar-benar dibencinya dari masa sekolahnya hingga sekarang. Menurutnya, laki-laki yang bernama Zin itu harus dikeluarkan dari dunia secepatnya.

“Habisnya, dia tidak kelihatan akhir-akhir ini. Ya, aku sudah menyuruhmu untuk pulang jam sembilan malam, itu batas waktu malammu, kenapa jam segini kau baru pulang, hah?” omel Chang Hyun, membuat Hyo Yeon langsung menghempaskan tubuhnya diatas sofa panjang yang tengah diduduki oleh manajernya, ia menghela napas.

“Hyo Jin-ah tadi ketiduran saat di kafe, jadi mau tidak mau aku yang membawa mobilnya dan mengantarkannya ke dorm. Dan, kau tahu kan, oppa? Hyo Jin-ah kalau sudah mengantuk berat pasti seperti orang mabuk.” Jelas Hyo Yeon panjang. Ia menghela napas lagi dan tersenyum kecil saat ingat ia benar-benar tidak mendapat protes dari Jong Woon saat ia menyetir sendiri lagi.

Chang Hyun mengangguk pelan, ia cukup mengenal dekat dengan gadis yang bernama Hyo Jin. “Kau serius menyetir sendirian? Tidak terjadi apa-apa kan?” tanya Chang Hyun lagi. Hyo Yeon yang baru bangkit dari duduknya pun menoleh.

“Aku selamat sampai dorm, berarti tidak ada yang terjadi padaku kan? Lagi pula, jalanan sangat lengang tadi, jadi aku bisa mengebut saat menyetir mobil dengan bebas.” Jelas Hyo Yeon, Chang Hyun langsung melotot kearahnya.

“Astaga, kau mengebut saat mengendarai mobil tadi?!” omel Chang Hyun lagi, refleks dengan nada tinggi, ia langsung memijit pelan keningnya yang langsung terasa pusing. Hyo Yeon hanya menghela napas saat mendengarnya, lalu mengangguk.

“Ye Sung-ssi tidak mengomel?” tanya Chang Hyun cepat, ia benar-benar tahu sifat Jong Woon yang selalu mengomeli Hyo Yeon kalau gadis itu melanggar peraturan-peraturan kecil yang sudah ditetapkan oleh Jong Woon padanya. Hyo Yeon menggeleng dan membuka pintu kamarnya. Otomatis, lampu-lampu yang ada didalam kamarnya pun menyala.

“Dia tidak akan mengomel, oppa.” Jawabnya dengan nada malas, otaknya tanpa ia perintah itu entah kenapa mengulang kembali kejadian di kafe Jong Woon tadi. Ketika menyadari tidak ada sahutan apa-apa dari manajernya, seolah manajernya itu terkejut dengan ucapannya. Hyo Yeon yang baru akan masuk ke dalam kamarnya itu pun membalikkan tubuhnya ke arah koridor yang berhubung dengan ruang tengah dan berjalan mendekat.

“Aku menyentil keningnya tadi di Mouse & Rabbit. Ekspresinya benar-benar menyebalkan.” Ucap Hyo Yeon sambil tertawa ketika mengingat ekspresi wajah terkejut seorang Kim Jong Woon.

“Hah?” Chang Hyun langsung menatap kosong ke arah TV, ia benar-benar tidak percaya jika Hyo Yeon melakukan hal itu pada Jong Woon. Padahal manajernya sudah ikut andil dalam rencana yang sedang berjalan itu, yang telah dibuat oleh Jong Woon.

 

***

 

Hyo Yeon melangkahkan kakinya ke dalam kamarnya yang luas dan bernuansa biru laut itu, dan rasa tenang ketika ia melihat warna-warna kesukaannya itu langsung ia rasakan, ia pun menghela napas panjangnya, lalu menghembuskannya perlahan, seolah menikmati pemandangan yang disuguhkan oleh kamarnya itu.

Hyo Yeon meletakkan tasnya dengan asal di sofa panjang yang ada di dekat kasurnya dan beranjak untuk pergi mandi, baginya meskipun saat ini adalah musim semi dan cuacanya juga tidak panas sama sekali tapi ia tetap merasa butuh mandi.

Butuh menyegarkan pikirannya kembali, yang sempat dikacaukan oleh seorang laki-laki yang kebetulan menjadi kekasihnya itu. Padahal tiga hari lagi... Oh, astaga. Bukannya bulan ini ahjeossi itu akan pergi wajib militer? Pikirnya dalam hati. Matanya yang tadi sempat terpejam, karena guyuran air dari shower itu langsung terbuka.

Hyo Yeon merasa sangat bodoh karena baru mengingatnya sekarang dan ia langsung menggigit bibir bawahnya pelan, setelah otaknya dan pikirannya tanpa Hyo Yeon perintahkan itu memikirkan kejadian-kejadian yang sudah dialaminya sampai sekarang ini.

Memikirkan semua hal yang berhubungan dengan dirinya dan Jong Woon, pertengkarannya dengan laki-laki itu, sekarang tanpa diperintah airmatanya sudah akan mengalir di kelopak matanya. Hyo Yeon merasa dirinya benar-benar bodoh karena tadi ia menyentil kening laki-laki itu, seharusnya ia memeluknya kan? Sebagai tanda perpisahan.

Hyo Yeon langsung menggeleng pelan, ini bukan perpisahan, Jong Woon akan kembali padanya setelah wajib militer, pikirnya lagi. Tapi, jika mengingat bulan Juli nanti ia akan pergi dan mungkin tidak akan kembali lagi, Hyo Yeon benar-benar merasa bersalah. Tapi, kenapa ia harus merasa seperti itu? Bukannya tadi Jong Woon yang lebih dulu membuatnya kesal?

Hyo Yeon menghela napasnya dan membasahi rambutnya, berusaha menenangkan pikirannya yang sudah kusut itu, bermaksud otaknya bisa kembali dingin dan tenang.

Tidak lama setelah ia mandi dengan air hangat, ia pun masuk ke ruang pakaiannya dan memakai baju tidurnya dan mengeringkan rambutnya pada sehelai handuk, lalu kembali masuk ke dalam kamarnya yang luas itu.

Saat ia melewati meja belajar, matanya melotot ketika melihat sebuah kotak karton kecil dengan sampul buku yang berwarna cokelat. Keningnya pun mengerut heran, siapa yang mengiriminya benda itu? Dan, apa isinya? Tanya Hyo Yeon dalam hati. Ia sedikit menggoyangkan kotak itu, tidak berat dan terasa sangat ringan.

Oppa! Apa kotak yang ada diatas meja belajarku ini pesanan yang tadi kau katakan itu?!” teriak Hyo Yeon dengan cempreng, ia sempat mendengar Ah Ra berteriak padanya dan menggerutu.

Oh, jadi penata riasnya itu sudah pulang dari agensinya itu sekarang? Dan begitu mendengar teriakan balasan dari Chang Hyun ia pun membuka kotak itu.

Hyo Yeon langsung membukanya dengan perlahan, entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdetak sangat cepat, padahal ia baru membuka seuntai pita berwarna merah yang melingkari kotak itu.

“Untuk Juliana Caroline Claire.” bacanya pada sisi depan kotak itu, keningnya mengeryit lagi. Apa keluarganya yang dari London mengiriminya sesuatu? Hyo Yeon langsung menggelengkan kepalanya, itu tidak mungkin.

Keluarganya itu hanya akan mengiriminya hadiah kalau ia sedang berulang tahun saja dan hari ini, jelas bukan hari ulang tahunnya. Matanya semakin penasaran dengan isi kotak itu.

Hyo Yeon berjalan ke arah kasur dan mendudukinya. Ia memejamkan matanya sejenak, berusaha menenangkan detakan jantungnya, tiba-tiba ia menjadi gugup entah karena apa. Ia menghela napasnya dan membuka matanya kembali tepat ketika ia membuka kotak karton berukuran kecil itu. Dan, bisa ia pastikan matanya akan terjatuh kalau ia berada di dalam komik ketika melihat benda berkilauan yang ada ditengah-tengah kotak itu, benda keramat.

Benda itu, cincin.

Kkamjjakiya!” jeritnya tertahan. (Astaga!)

Eo, cincin?” Hyo Yeon masih melototi benda itu dan pikiran serta otaknya bekerja sama untuk mengira-ngira siapa yang memberinya cincin itu, dan entah kenapa dengan seenaknya otak dan pikirannya itu beranggapan bahwa Zin yang mengiriminya cincin itu, beserta surat berdarah merah. Tapi, begitu ia kembali memeriksa kotak itu, tidak ada apa-apa kecuali cincin itu sendiri.

Hyo Yeon kembali berpikir, “Atau... Apa mungkin kurir barang yang mengantarkan kotak ini salah alamat?” Gumamnya dengan pelan.

Hyo Yeon menghela napasnya lagi dan kepalanya langsung menoleh ke arah pintu balkonnya yang terbuka. Matanya membulat lebar lagi, siapa yang membuka pintu balkonnya malam-malam seperti ini? Hyo Yeon menggerutu pelan dan berjalan ke arah pintu yang berwarna putih, tangannya masih memegang kotak yang berisi cincin perak.

Dengan langkahnya yang perlahan, karena takut-takut kalau nanti ada penjahat, antifans, sasaeng fans, atau semacamnya itu, lalu tiba-tiba datang menerkamnya bahkan menculiknya. Ia menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran-pikiran tidak berarti itu dari kepalanya.

Hyo Yeon menolehkan kepalanya ke arah kiri, tepat di depan pintu balkon itu. Ia hanya melihat sebuah miniatur kotak telepon berwarna merah khas London yang diberikan oleh Jong Woon tahun lalu padanya, tepatnya saat ia berulang tahun. Memang namanya miniatur, tapi besarnya itu benar-benar seperti asli.

“Sepi, tidak ada orang.” Ucap Hyo Yeon, ia menolehkan kepalanya ke arah kanan. Dan, sumpah demi apapun jantungnya nyaris merosot dari tempatnya saat ia melihat seseorang laki-laki yang sangat ia kenal, yang sangat ia cintai dan sayangi itu berdiri tepat didepan Hyo Yeon dengan seringaiannya yang membuat jantungnya semakin berdetak cepat.

OPPA!” Refleks Hyo Yeon berteriak, melihat ekspresi wajahnya yang seperti itu, Jong Woon langsung tertawa dengan terbahak-bahak, membuatnya langsung cemberut. Entah kenapa laki-laki itu jahat sekali padanya hari ini.

Jong Woon memang sudah berada di dorm sejak gadis itu keluar dari kafenya. Ia langsung pergi ke dorm Hyo Yeon dan ingin mengejutkannya, nyatanya rencananya itu berhasil dan sekarang ia melihat wajah Hyo Yeon yang tadi sempat ketakutan. Ia sudah menunggu gadis itu di balkon kamar. Sebelumnya, ia sudah bertemu dengan Chang Hyun terlebih dahulu untuk membicarakan hal itu dan laki-laki itu langsung menyetujuinya, malah ikut andil bersama dengan Ah Ra, bahkan manajer gadis itu juga sudah mempersiapkan semuanya. Meskipun Jong Woon sendiri yang membeli kue tartnya.

“HAHAHAHAHA!” Jong Woon masih tertawa keras.

Oppa, geumanhae!” Teriak Hyo Yeon kesal ketika tawa Jong Woon tidak juga berhenti, ia pun berjalan selangkah dan sudah ada tepat didepan laki-laki yang masih tertawa itu, ia mencubit lengan Jong Woon dengan keras dan laki-laki itu langsung menghentikan tawanya, lalu ia mengaduh kesakitan, membuatnya tersenyum menang.

“Kau Jahat sekali sih!” Protes Jong Woon yang menatap ke arah Hyo Yeon sambil mengusap-usap lengannya yang memerah. Hyo Yeon hanya mendengus kesal.

“Yang lebih dulu jahat itu sebenarnya siapa?” tanyanya kepada Jong Woon, ia menyandarkan tubuhnya pada kaca jendela panjang yang ada dibelakangnya. Jong Woon langsung menunjuk kearahnya membuatnya melotot tajam.

Oppa, neon jeongmal! Sudah tadi di kafe membuatku kesal setengah mati dan sekarang membuatku ketakutan setengah mati. Aigoo,” jelasnya panjang yang diakhiri oleh tarikan napasnya yang berat. Jong Woon yang mendengarnya hanya tersenyum dan berdiri disamping Hyo Yeon, tapi matanya masih memperhatikan gadis itu. Senyumannya kembali merekah ketika Jong Woon melihat kotak karton berukuran kecil yang masih dibawa oleh gadis itu.

Eo, kotak dari siapa itu? Isinya apa?” tanya Jong Woon, pura-pura penasaran. Hyo Yeon pun tergugup dan menggigiti kuku jarinya dengan pelan, ia menatap ragu-ragu ke arah Jong Woon. Masalahnya, ia juga tidak tahu siapa yang meletakkan benda itu di atas meja belajarnya dan kenapa pikirannya saat ini benar-benar tidak bisa konsisten sih?! Kesalnya dalam hati.

Hyo Yeon langsung memberikan kotak karton itu kepada Jong Woon. “Aku tidak tahu siapa yang mengirimkan benda itu padaku, tapi aku bersumpah orang yang mengirimkannya itu pasti tidak kreatif sampai-sampai harus menggunakan sampul buku seperti ini. Ini, oppa saja yang mencaritahunya sendiri.” Jelasnya panjang–lebar, sungguh. Jong Woon benar-benar ingin tertawa keras lagi kali ini, gadis ini memang bodoh, pabo. Pikirnya.

Jong Woon mengambil kotak itu dan membukanya, matanya membulat seolah-olah dirinya terkejut saat melihat sebuah cincin.

Eo, kau dilamar oleh seseorang, Hyo Yeon-ah? Wah, aku merasa sangat cemburu, sekarang.” Ucapnya, ia pura-pura terlihat kesal. Hyo Yeon mengangkat bahunya tanda tidak tahu dan mengalihkan pandangannya, menatap ke atas, ke arah langit malam yang sekarang dipenuhi dengan banyak bintang, seakan bintang-bintang itu lebih menarik daripada Jong Woon. Tapi, tentu saja Jong Woon menjadi juaranya meski semenarik apapun benda langit yang berkerlap-kerlip dengan jumlahnya yang tidak terhitung itu.

“Kata Chang Hyun oppa yang mengirimkannya adalah ahjeossi. Ahjeossi tukang pos kah?” tebak Hyo Yeon, matanya masih menatap ke arah langit, sedangkan Jong Woon yang disampingnya itu menyengir kecil. Memperhatikan berbagai ekspresi yang Hyo Yeon tunjukkan padanya itu sudah menjadi suatu kesenangan, suatu kebahagiaan untuknya. Seolah Jong Woon merekam semua ekspresi gadis itu di otaknya, mengisi ulang pikirannya dengan segala hal tentang Hyo Yeon, ia pasti akan sangat merindukan gadis ini saat ia sudah di Base Camp nanti.

“Atau mungkin ahjeossi tukang pos itu salah mengirim pesanannya ke dorm-ku.” Ucap Hyo Yeon lagi, gadis itu mengatakannya dengan nada polos yang terdengar jelas.

Jong Woon yang ingin terbahak langsung berdehem kecil, berusaha tetap tenang seakan ia tidak tahu apa-apa ketika Hyo Yeon meliriknya dengan tiba-tiba.

“Mungkin saja ahjeossi itu benar-benar mengirimkannya ke dormmu.” Kali ini Jong Woon mengikutinya yang menatap ke arah langit. Ia menghela napas lega, Dari awal bulan Mei ini, memang hubungannya dengan Hyo Yeon mulai membaik setelah beberapa kali bertengkar karena masalah agensi dan skandal-skandal mereka itu. Terlebih saat Hyo Yeon tidak sadar jika dirinya dua hari lagi akan pergi, meskipun tidak bisa dipungkiri hatinya juga gelisah dan sedih karena akan meninggalkan Hyo Yeon sebulan penuh nanti.

Ahjeossi mana yang ingin mengirimkan benda sakral seperti itu padaku.” Ujar Hyo Yeon, ia memajukan bibirnya.

Jong Woon benar-benar gemas melihat gadis itu yang bertingkah seperti itu. Astaga, apa Hyo Yeon tidak sadar jika kekasihnya seorang ahjeossi? Setidaknya, Jin Yeon yang memanggil Jong Woon dengan sebutan seperti itu.

“Atau...” ucapannya terputus.

“Sini, tanganmu mana?” ucap Jong Woon tiba-tiba, dan melepaskan sebuah cincin perak berdesain rumit sekaligus elegan itu dari kotak karton kecil sederhananya. Ia sempat menyengir kecil melihat Hyo Yeon yang langsung menatapnya tidak percaya.

Eo? Apa maksud, oppa?” tanya Hyo Yeon tidak mengerti, matanya mengerjap-ngerjap beberapa kali. Membuat Jong Woon hanya tersenyum dan meraih tangan kiri Hyo Yeon.

Oppa...” panggilan Hyo Yeon terputus begitu saja saat Jong Woon memakaikan cincin itu dijari manis tangan kirinya dan itu sangat pas, tidak kebesaran ataupun kekecilan. Jong Woon memang sudah berniat untuk mengikatnya sebelum ia melakukan wajib militernya.

Tiga hari lagi adalah tanggal tujuh dan hari sabtu. Hari perayaan hubungan Jong Woon dengan Hyo Yeon dan sudah pasti ia tidak bisa merayakannya karena ia akan berada di Base Camp. Karena itu, ia ingin menjalankan rencananya itu hari ini.

Jong Woon pun membuka mulutnya, terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada satupun yang keluar, akhirnya ia menutup mulutnya lagi. Ia berkali-kali menghela napasnya dan menghembuskannya dengan perlahan. Ia berusaha meredakan detakan jantungnya yang sekarang seperti sedang melompat-lompat itu.

Bayangkan. Hanya ingin melamar gadis didekatnya ini saja sudah segugup ini, bagaimana saat ia mengucapkan janji suci di depan pendeta saat menikahi Hyo Yeon nanti? Jong Woon kembali menghembuskan napasnya, sedangkan Hyo Yeon hanya terpaku dan menatapnya. Gadis itu bahkan terlihat seperti patung sekarang. Seolah menjelma seperti miniatur kotak telepon yang berdiri terdiam tidak jauh dari Hyo Yeon itu.

“Hyo Yeon-ah, nareul ungmollaeyo.” Ujar Jong Woon akhirnya, penuh dengan ketegasan dan keseriusan, meskipun dalam nada yang lembut. Dan, detik itu juga, airmata Hyo Yeon entah kenapa langsung mengalir, rasanya sudah lama ia tidak pernah menangis bahagia seperti ini lagi. (Aku melamarmu.)

Ne?” mata Hyo Yeon mengerjap beberapa kali, ia menatap dengan tatapan tidak percaya ke arah Jong Woon, seolah dirinya salah dengar dengan ucapan dari laki-laki itu. Tapi, itu bukanlah kesalahan, Hyo Yeon tidak salah dengar dan yang ia dengar tadi memang sebuah kenyataan. Sebuah kenyataan yang bisa membuatnya bahagia.

Jong Woon menghembuskan napasnya keras, berusaha menghilangkan rasa gugupnya, “Aku melamarmu, Lee Hyo Yeon. Aku ingin mengikatmu sebelum aku melakukan wajib militer nanti, sebelum pelatihanku yang akan aku lakukan dua hari lagi. Aku sudah berniat untuk mengikatmu seperti ini.” Jelas Jong Woon panjang dengan satu tarikan napas dan dengan nada suara yang cepat.

Mendengar kata-kata itu membuat Hyo Yeon langsung menangis, bukan hanya menitikkan airmatanya saja. Tapi, ia benar-benar menyadari bahwa Jong Woon akan pergi darinya, benar-benar akan pergi. Tapi, ia juga tidak bisa mengelak kalau ia sangat bahagia saat ini.

Akhirnya laki-laki itu mengikatnya dalam suatu hubungan yang lebih serius lagi. Akhirnya, sedikit demi sedikit impiannya itu hampir terkabulkan. Impiannya yang menjadi seorang istri untuk Jong Woon kelak, meskipun ia tahu ia tidak sempurna untuk laki-laki itu.

Oppa, jeongmal gomawo.” Ucap Hyo Yeon dengan tulus. Ia ingin sekali menatap mata Jong Woon, tapi ia tidak bisa. Bukannya tidak mau, tapi ia benar-benar tidak tahu harus apa selain langsung memeluk tubuh Jong Woon dengan sangat erat seperti ini.

“Aku tahu aku bukanlah laki-laki yang romantis, aku tahu ini bukan seperti konsep yang kau inginkan. Tapi, jangan menolak lamaranku ini, arra?” bisik Jong Woon saat ia sudah membalas pelukan dari Hyo Yeon. Gadis itu langsung menganggukkan kepalanya dengan mantap dan masih menangis, Jong Woon merasa khawatir.

Apakah gadis ini menangis bahagia dan haru? Atau, apa gadis ini masih mempunyai masalah yang Jong Woon sendiri tidak tahu? Hyo Yeon memang sering merahasiakan beberapa masalahnya pada Jong Woon sejak beberapa minggu lalu. Memikirkannya membuat napas Jong Woon seakan tercekat.

“Aku tidak pernah merasa sebahagia ini, oppa selalu bisa membuatku bahagia. Bahkan rasanya aku tidak bisa bahagia jika bukan denganmu.” Jelas Hyo Yeon, ia langsung menghapus airmatanya yang mengalir. Ucapannya membuat hati Jong Woon merasa lega dan membuatnya seakan bisa bernapas kembali.

“Aku sudah mengikatmu dengan cincin itu. Kau tidak bisa lari dariku lagi, Hyo Yeon-ah. Bahkan selangkah pun kau bisa.” Jelas Jong Woon, membuat Hyo Yeon yang mendengar kata-kata itu kembali meneteskan airmata. Ia tahu ia tidak bisa lari, bahkan ia tidak pernah bisa lari dari laki-laki itu, dari Jong Woon.

Hyo Yeon buru-buru menghapus airmatanya lagi dan tersenyum kecil, biarlah keadaannya seperti ini dulu. Biarlah ia tidak memikirkan hal-hal yang membuatnya tertekan. Karena sekarang, Hyo Yeon ingin merasakan kebahagiaannya bersama laki-laki itu.

Jong Woon pun mengecup pelan puncak kepala gadis itu dan mengusap-usap punggungnya, ia menghembuskan napas lega, entah kenapa semua hal yang membuat kepalanya pusing beberapa waktu terakhir ini seakan terangkat ketika salah satu tujuannya itu tercapai.

Ya, melamar Hyo Yeon, mengikatnya dalam suatu hubungan yang lebih serius lagi. Jong Woon bukannya ingin cepat-cepat dan mendahului member Super Junior yang lain, tapi, ia merasa sudah cukup bermain-main dengan hubungan yang tidak serius. Jong Woon benar-benar ingin menjalani hubungan ini dengan Hyo Yeon, ia benar-benar ingin menjadikan Hyo Yeon sebagai seseorang yang akan menjadi pendamping hidupnya, kelak.

Ya, pendamping hidupnya. Menjadi istrinya.

Istri yang akan menua bersamanya.

Hingga akhir hidupnya.

Dan itu, harus seorang gadis bernama Lee Hyo Yeon.

Seorang gadis bernama panggung Juliette Lee.

Gadis yang ia cintai setelah ibunya sendiri.

“Tapi, dengan aku yang melamarmu sekarang ini, bukan berarti kau bebas dari omelanku, Kim Hyo Yeon.” Jelas Jong Woon, lagi-lagi dengan seenaknya merubah nama keluarga gadis itu. Hyo Yeon yang mendengarnya langsung merengut.

“Kau mempunyai dua kesalahan.” Jelas Jong Woon lagi. Hyo Yeon menatapnya datar. Seolah tidak peduli dengan ucapan Jong Woon.

“Siapa yang menyuruhmu untuk memesan minuman seperti itu, hah? Dan, siapa yang mengajarimu kebut-kebutan saat menyetir mobil, hah?!” omel Jong Woon. Ia memang bisa mendengar jelas ucapan Hyo Yeon ketika gadis itu mengobrol dengan Chang Hyun tadi, karena ia sempat berdiam di kamar gadis itu sebelum ia memutuskan untuk menunggunya di balkon saja. Hyo Yeon langsung melotot ke arahnya, Jong Woon ini tidak sadar dengan kesalahannya sendiri ya?! Kesalnya dalam hati.

Aish, oppa sadar kesalahanmu itu apa?” tanyanya, ia menatap Jong Woon tepat dimanik matanya. Jong Woon pun hanya mengangkat bahunya tanda tidak tahu, membuat Hyo Yeon kembali menatapnya dengan sebal.

Oppa membuatku benar-benar kesal hari ini, oppa tidak memberitahu padaku kapan kau akan mengikuti pelatihan wajib militer dan terlebih, oppa juga mengganti pesananku itu! Aish!” Gerutu Hyo Yeon dengan nada kesal.

Jong Woon yang mendengarnya langsung tersenyum kecil, mengabaikan ucapan gadis itu dan malah memeluk gadis itu dengan sangat erat. Membuat Hyo Yeon langsung memberontak. Bukannya ia tidak ingin dipeluk oleh Jong Woon, tapi ia masih ingin mengajukan kalimat protesnya.

Aish, aku tidak ingin dekat-dekat denganmu!” Teriak Hyo Yeon, ia langsung melepas pelukannya dan menjaga jarak dari Jong Woon. Laki-laki itu langsung terkekeh dan mendekatinya.

YA! Jauh-jauh dariku!” Protes Hyo Yeon, ia pun menghentakkan kakinya kesal.

YA! Oppa!” Teriak Hyo Yeon lagi, ia langsung lari dan masuk ke dalam kamarnya saat Jong Woon kembali mendekatkan jarak Hyo Yeon dengan jarak laki-laki itu.

Dan sekarang, ia berteriak-teriak agar Jong Woon tidak mendekatinya, tapi Jong Woon malah mengikuti langkah kakiya yang sudah keluar dari kamarnya itu. Menurutnya, melihat Hyo Yeon marah atau merajuk itu lebih baik daripada melihatnya menangis sesenggukkan dihadapannya.

 

***

 

Oppa! Jangan men—Aigoo!” Jeritnya lagi. Apa lagi ini? Tanyanya dalam hati. Matanya melotot tidak percaya saat ia membuka pintu kamarnya dan saat itu juga sebuah kue tart berukuran kecil bertingkat tiga ada di depan wajahnya. Kue tart itu berwarna putih dengan penuh hiasan buah stroberi disekelilingnya dan diujung tingkat kue itu terdapat lilin berangka dua puluh dan disekeliling tubuh kue itu terdapat lilin-lilin panjang warna-warni yang tersebar masing-masing sembilan jumlahnya. Keningnya mengeryit heran, kenapa manajernya membawa kue tart seperti itu? Ulang tahunnya yang ke dua puluh saja sudah lewat.

Hyo Yeon langsung menoleh ke arah Jong Woon ketika laki-laki itu berdiri tepat dibelakangnya, “Oppa..” panggilannya terputus ketika Jong Woon tiba-tiba mengecup bibirnya dengan pelan.

Membuat Ah Ra yang ada disamping manajernya langsung menjerit tertahan, membuat Chang Hyun berdehem. Pipinya langsung memerah seperti kepiting rebus, ia merasa sangat malu karena dicium dengan tiba-tiba meskipun di depan orang yang sudah lama bersamanya itu.

“Meskipun masih tiga hari lagi. Tapi,” bisik Jong Woon.

Happy Twenty Months Anniversary.” Lanjut Jong Woon, Hyo Yeon pun menutupi wajah bahagianya dengan kedua tangannya.

Hyo Yeon merasa sangat malu karena ia benar-benar tidak bisa mengingat dengan baik hari jadinya dengan Jong Woon. Ya, meskipun masih tiga hari lagi. Jadi, laki-laki itu sengaja melamarnya dihari yang hampir istimewa seperti ini? Jadi, karena hal itu Jong Woon membuatnya kesal dahulu lalu membuatnya bahagia setengah mati?

Pundaknya ditepuk-tepuk oleh Jong Woon, supaya Hyo Yeon membuka tangannya dan meniup lilin yang perlahan meleleh itu.

Kajja, tiup lilinnya. Aku sudah tidak sabar untuk memakan kuenya.” Jelas Chang Hyun.

Hyo Yeon hanya mendengus dan ia juga Jong Woon pun meniup lilinnya bersamaan, dengan tepukan tangan kecil dari Ah Ra, mereka berempat pun berjalan ke ruang makan untuk menikmati kue tart itu bersama-sama.

Sayangnya, Jin Yeon tidak bisa mengikuti perayaan itu, adiknya sedang benar-benar disibukkan oleh jadwal comeback stage internasional yang menguras tenaga.

 

_T.B.C._

 

-2015.07.24 

 

Please give me love and your coment my lovable readers! Thanks for reading~^^

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK