Perempuan dengan arm sling itu membuka pintu taksi dan kembali menutupnya, sesaat setelah sosoknya telah keluar dari mobil yang mengantarnya dari bandara ke hotel yang tengah ia tatap. Dengan tangan kanannya yang tak berada dalam armsling, perempuan itu membenarkan letak kacamata minusnya. Dia melangkah memasuki hotel berbintang yang menjadi tempat tinggal anak asuhnya selama acara GDA berlangsung.
Kami ada di lantai 9, kamar nomor 913 dan 915. Perempuan itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jaket hitam yang telah menghangatkan tubuhnya sedari berada di Seoul. Matanya terpaku pada satu kotak berwarna silver di depannya. Kedua kakinya menghentak tak sabar, karena pintu lift yang ditunggu tak juga terbuka.
“Ting…” dentingan bunyi lift, membuat sosok itu membenarkan letak ransel hitam yang hanya bertengger pada bahu kanannya. Langkah yang akan memasuki lift itu terhenti tatkala satu sosok yang tengah berada di dalam lift, melambaikan tangan.“O? Anyeong manager Park,” sapa manager Kim yang tengah memberikan senyum lebar kepada sosoknya.
Perempuan berambut sebahu itu tak menghiraukan sapaan sang teman, yang biasa berbagi cerita. Janeul segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift, berdua bersama manager Kim yang masih terpaku pada sikap dinginnya. Perempuan disamping Janeul berdehem, menghilangkan perasaan aneh yang tiba-tiba hinggap di dirinya.
Janeul menekan tombol bulat dengan angka Sembilan di dalamnya, lalu kembali berdiri di samping Shinneul yang masih menatapnya ragu.“Kata Sehun kau tidak datang kesini. Kalau aku tahu kau..”
“Kalau kau tahu aku datang, maka kau tidak bisa menghabiskan waktu berdua dengan Seungyoon? Begitu maksudmu?” tanya Janeul memotong ucapan Shinneul. Shinneul mengangkat kedua alisnya, tak mengerti dengan ucapan yang baru saja terlontar dari manager utama WINNER.“Ye? Aku tidak mengerti apa yang kubicarakan,” ujar Shinneul membuat Janeul mendecih tak suka.
Tangan Janeul, yang menggenggam erat tali tas ranselnya, semakin mengepal karena emosi yang seakan mendidih di dalam kepalanya.“Kalau kau memang ditugaskan untuk menghancurkan grup lain, maka jangan pernah lagi mengaku bahwa kau adalah temanku,” ucap Janeul yang diikuti suara dentingan, menandakan benda berbentuk kubus itu sudah sampai di lantai yang dia tuju.
Janeul masih menatap sosok yang menundukkan kepala, akibat mendengar ucapannya.“Jika kau tidak bisa menjauhi Seungyoon, maka aku yang akan menjauhkan kalian berdua.” Tambah Janeul sebelum melangkah keluar dari lift. Perempuan itu tak sekalipun menghilangkan ekspresi dingin dari wajahnya yang biasa tersenyum kepada manager Kim.
“Nuna?” tanya Seungyoon setelah pintu bernomor 915 itu terbuka dan menampilkan sosok Seungyoon dari dalam kamar. Janeul menatap Seungyoon yang tengah membuka mulut, karena melihat keadaan tangan kirinya yang berbalut gips.“Waegure? Kau bukannya sedang liburan?” tanya Seungyoon yang kini beralih menatap mata sang manager utama, yang lebih dulu menatap matanya.
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Seungyoon, membuat sosok itu segera mengalihkan pandangan karena dorongan keras di pipi kirinya.“Ige mwoya?” tanya satu sosok yang ikut keluar dari dalam kamar dan membuka pintu lebih lebar, hingga sosoknya terlihat jelas di mata Janeul. Taehyun menatap leadernya yang tengah memegang pipi kirinya yang memerah.
“Neo micheoseo?” tanya Taehyun menatap Janeul sambil mengernyitkan dahi. Janeul menghela nafas dan mengusap wajah kasar.“Jika kau tidak bisa menjadi leader yang baik, maka mundur dari pekerjaan ini dengan segera. Aku muak melihatmu yang selalu tak mendengarkan perkataanku,” ujar Janeul membuat Seungyoon menatapnya dengan ekspresi yang tak bisa ditebak.
Janeul menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangis yang dia pendam sedari dirinya berada di Seoul.“Kau tidak bisa menghancurkan apa yang tengah aku pertahankan, Kang Seungyoon.” Tambah Janeul dengan penekanan disaat memanggil nama leader dari anak asuhnya. Perempuan itu membalikkan badan, melangkah meninggalkan dua anak asuhnya yang masih tak mengerti dengan apa yang terjadi.
Langkahnya kembali menapaki lorong yang sebelumnya telah dilewati. Badannya berbalik karena tarikan dari magnae yang masih ingin mendengar penjelasannya.“Kau tidak bisa seenaknya melakukan itu pada Seungyoon,” ujar Taehyun kesal dan menatap Janeul. Janeul menatap malas pada sosok di depannya itu.
“Jangan menambah masalah, Nam Taehyun. Aku hanya ingin kau menampilkan yang terbaik di WWIC besok,” ucap Janeul dengan nada dingin. Tangan Taehyun yang tadinya menggenggam erat lengan kanan Janeul, perlahan melemah dan melepaskan genggamannya. Sosok manager utama itu memasuki lift yang telah hadir di lantai itu untuk membawa sosok tersebut turun, meninggalkan sosok Taehyun yang masih terdiam.
-Hello, Manager Park-
“Chukkae!” ucap Janeul saat tangan kanannya ber-high five bersama Mino yang baru turun panggung. Namun tangan kanannya tak lagi ber-high five pada sosok dibelakang Mino yang kini menatapnya sedih.“Kau terhebat oppa!” tambah Janeul lagi saat telapak tangan kanannya beradu dengan telapak tangan si member tertua.
Keempat anak asuhnya berjalan di depannya dengan berbaris rapih. Sedang Janeul berjalan beriringan bersama Byungyung dan Seho yang masih sibuk tertawa bahagia, karena konser WWIC kedua berhasil dengan sukses.“Hah~ perjuangan kita untuk mengadakan konser sendiri berhasil!” seru Mino saat ketujuh orang itu telah masuk ke dalam ruang tunggu WINNER yang berisi kelompok stylist mereka.
Mino yang tak mengenal kata lelah itu masih menggoyangkan badan, karena senang telah berhasil menghibur Inner Circle di panggung yang bertempat di Grand Stage Shanghai. Namun gerakannya terhenti mengingat seseorang yang mestinya menari bersamanya.“Ah.. andai ada Seunghoon disini. Pasti akan sangat ramai,” ucapnya seraya menundukkan kepala menghadap lantai. Ketiga member yang tengah duduk di sofa itu hanya menggeleng melihat kelakuannya.
Janeul tersenyum kecil lalu merebahkan tubuh di sandaran sofa yang tengah dia tempati bersama Jinwoo di sampingnya.“Lenganmu sudah tidak apa-apa?” tanya Jinwoo yang membuat Janeul menoleh. Perempuan itu tersenyum dan menggeleng, seakan meyakinkan Jinwoo bahwa tangan yang masih berada dalam gendongan arm sling itu tak bertambah buruk.
“Nuna. Kau ikut kami pulang besok kan?” tanya sang leader yang duduk di serong dari tempat Janeul duduk. Sang manager utama tak menghiraukan pertanyaan sang leader dan lebih memilih menatap Jinwoo.“Gomawo oppa. Sudah mengkhawatirkanku,” jawab Janeul yang membuat Jinwoo menatap sosoknya dan Seungyoon bergantian.
Suasana yang tadinya berisi tawa dari Mino dan Seho yang tengah bercanda itu menjadi sunyi karena perlakuan Janeul kepada Seungyoon.“Nuna, kau ada masalah denganku?” tanya Seungyoon kali ini menatap manager utamanya dengan wajah serius. Tanpa menjawab, sosok perempuan itu berdiri dan mengambil tas ransel untuk disampirkan di bahu kanannya.
“Seho kau bantu Byungyung untuk membereskan sisanya ya? Aku akan beristirahat,” ucap Janeul seraya berjalan keluar dari ruang tunggu, dimana semua pasang mata yang ada menatap punggungnya. Perempuan itu segera menghela nafas berat sesaat dia menyenderkan tubuhnya pada pintu ruang tunggu WINNER. Tak tunggu lama, dia kembali melangkah keluar dari Grand Stage Shanghai. Satu mobil yang telah berisi seorang supir itu segera dia masuki dan mengantarnya kembali ke hotel tempatnya menginap.
Setelah melempar asal tas ransel hitamnya, Janeul segera menelentangkan tubuh di kasur tempatnya tidur sedari 3 hari lalu. Sosok itu meringis tatkala lengan kirinya menghantarkan perasaan sakit karena letih bekerja semaksimal mungkin selama tiga hari. Seluruh urat yang ada disana terasa tertarik membuat Janeul sekarang merintih sakit.
Satu getaran dari ponsel yang berada di saku jaket membuat Janeul segera mengambil benda kotak dengan case mickey mouse itu. Sudah kembali ke hotel? Setidaknya balas pesanku ini. Satu pesan yang berasal dari Oh Sehun itu membuat Janeul menghembuskan nafas lelah. Dia telah memberi tahu Sehun untuk tidak menghubunginya terlebih dahulu selama beberapa pekan, karena sosoknya tengah diberi masalah yang harus membutuhkan tenaga dan waktu ekstra untuk menyelesaikannya.
Tapi magnae grup yang terkenal itu tak pernah bisa mendengarkan kemauannya. Tanpa mau membalas, Janeul menaruh ponselnya tepat di atas kasur di samping tubuhnya berbaring. Janeul menatap plafond hotel yang berwarna orange karena pantulan sinar dari lampu yang berada di meja samping tempat tidurnya. Getaran lain datang kembali di ponsel yang tadi tak dihiraukan Janeul.
Apa aku harus ke Shanghai hanya untuk memastikanmu sudah kembali ke hotel? Pesan selanjutnya dari Oh Sehun yang sudah seperti ancaman bila sosok manager utama itu tak membalas pesannya. Dengan malas, sosok dengan rambut sebahu itu membuat balasan untuk satu sosok yang pasti tengah merengut karena tak menerima balasan darinya. O. Aku di hotel. Balasan itu terkirim sesaat setelah Janeul memilih tulisan ‘send’ di layar ponselnya.
Bunyi bel yang menggema di kamar hotel membuat Janeul segera mendudukkan tubuh letihnya dan berjalan ke arah pintu kamar hotelnya yang tertutup rapat. Setelah mengintip dari bulatan kecil di tengah pintu, Janeul segera membuka pintu tersebut.“Aku mau makan di kamarmu. Kau butuh tempat bercerita,” ucap sosok dengan tubuh berisi yang segera masuk ke dalam kamar Janeul membawa sebungkus plastic yang diyakini Janeul berisi makanan.
Janeul menutup kembali pintu kamarnya dan mendudukan diri di pinggir kasur. Matanya mengikuti pergerakan Byungyung yang tengah mengeluarkan sekotak makan malam di meja yang berisi kertas-kertas tentang WWIC.“Jadi apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Byungyung to the point, setelah dia menyumpit nasi beserta lauk yang ada di dalam kotak makan itu. Janeul tertawa kecil melihat kelakuan sunbaenimnya yang sekarang memaksanya untuk memanggil ‘oppa’.
“Geunyang… mungkin aku letih,” jawab Janeul asal dan menekuk kakinya agar bersila di atas kasur. Tubuhnya menghadap Byungyung yang masih makan di meja kerjanya.“Kau harus bercerita padaku Janeul~ah,” paksa Byungyung kali ini dengan menaruh sumpit di atas kotak makannya dan menghadap Janeul sepenuhnya.
Sosok yang ditatap kini hanya menundukkan wajah. Dia berpikir untuk memilih satu diantara dua pilihan yang ada. Memberi tahu Byungyung atau tetap berbohong bahwa tak ada masalah yang hanya dia ketahui.“Seungyoon berkata padaku bahwa dia tidak tahu apa kesalahannya,” ujar Byungyung membuat Janeul segera mendongakkan kepala dan menatapnya serius.
“Kau tiba-tiba datang dan menamparnya tanpa sebab. Dia pikir kau mabuk dan Seungyoon dijadikan alasan untuk hal itu,” tambahnya yang masih mendapatkan perhatian Janeul sepenuhnya.“Tapi keesokannya kau malah tak menghiraukan kehadirannya. Dia sebenarnya marah padamu, tapi dia menahannya.” Tambah Byungyung membuat Janeul mengalihkan pandangan, karena tiba-tiba emosi datang begitu saja ke dalam dirinya.
Janeul berdiri dan membuka resleting tas gemblok hitamnya, mengeluarkan beberapa kertas foto yang lumayan banyak. Tanpa berbicara, Janeul membanting tumpukan foto itu di meja samping kotak makan malam Byungyung yang masih berisi.“Siapa yang harusnya marah disini?” tanya Janeul dengan nada kesal lalu kembali melangkah ke kasurnya.
Byungyung melihat kertas-kertas foto yang berisi dua sosok berlawanan jenis tengah berpacaran dengan sangat intim. Matanya yang biasa terlihat sipit, membulat melihat satu kertas foto yang memuat leader dari anak asuhnya tengah mencium sosok perempuan yang tak dikenalnya.“I.. Ige mwoya?” tanyanya gugup dengan tangan bergetar.
“Foto Seungyoon dengan pacarnya,” jawab Janeul singkat membuat Byungyung membuka mulutnya, kaget. Matanya mengedip tak percaya dan kembali melihat kertas foto lain yang tetap menampilkan gambar salah satu anak asuhnya dengan perempuan yang sama.“Kau mendapatkan ini darimana?” tanya Byungyung lagi, kali ini dia membanting punggung di sandaran kursi meja kerja Janeul.
Perempuan itu tersenyum miris mengingat sosok yang memberikan tumpukan foto-foto itu.“Sajangnim. Dia bilang dia harus membayar mahal dispatch untuk memberinya foto-foto itu,” jawab Janeul dengan matanya yang seakan menerawang. Otaknya kali ini memutar pertemuannya dengan Yang sajangnim sesaat sebelum dia memutuskan untuk menyusul anak asuhnya di Beijing.
Byungyung yang sudah kehilangan kekuatannya itu menatap tak percaya sosok Janeul yang masih menatap karpet cokelat yang menutupi lantai kamar hotel.“Lalu apa yang dikatakan sajangnim?” tanyanya lagi ingin tahu ucapan yang dikeluarkan sajangnimnya. Janeul menghela nafas lalu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil.
“Geunyang..” jawab Janeul menatap Byungyung dengan mata yang berkaca-kaca. Sosok berisi itu melangkahkan kaki mendekati sosok perempuan yang butuh sandaran untuk menangis itu. Dengan sekali gerakan, Byungyung segera duduk disamping Janeul dan menaruh tumpukan foto di tangannya di kasur berlapis sprei putih itu. Perempuan yang sedari 3 hari lalu menahan tangisannya itu kini menangis di pundak Seho yang memeluknya namun tak erat, mengingat tangan kirinya yang masih cedera.
Isakannya semakin terdengar nyaring karena gema yang ditimbulkan kamar hotelnya.“Sajangnim bilang, dia akan membatalkan jadwal debut WINNER di Jepang. Dia bilang.. hiks hiks,” ujar Janeul di tengah isakan yang terasa menyesakkan dada. Seho hanya bisa mengelus punggung Janeul yang bergetar. Dia tidak mau banyak komentar, karena dia tahu satu hal yang dibutuhkan sosok yang tengah dipeluknya adalah tempat untuk bersandar dan bercerita.
-Hello, Manager Park-
“Kau menangis semalam?” tanya satu sosok yang tiba-tiba muncul disamping Janeul dengan kacamata bulat tanpa lensa bertengger di hidungnya. Janeul menoleh dan menggeleng pada sosok yang masih menatapnya tak percaya.“Apa yang terjadi? Kau tidak mau bercerita padaku?” tanya sosok itu lagi, kini memaksa Janeul untuk bercerita.
Janeul tersenyum lalu menepuk bahu Mino yang tertutup jas abu-abu yang menghangatkan tubuhnya. Perempuan dengan tangan kiri berada di dalam arm sling itu mempercepat langkahnya dalam memasuki badan pesawat, tak ingin Mino bertanya lebih tentang kejadian semalam. Setelah menaruh tas ranselnya di rak atas kursi penumpang, Janeul segera mendudukkan diri di kursi samping jendela.
Hari ini adalah hari kepulangan tim WWIC kembali ke Korea Selatan. Setelah menangis mengeluarkan semua emosi yang dipendamnya semalam, Janeul merasa kelegaan hadir di dalam dirinya. Satu pergerakan dari bangku samping kanannya, membuatnya menoleh. Mata yang bengkak itu membulat melihat sosok dengan topi fedora duduk di sampingnya.
Seho yang tak sengaja berjalan melewati bangku yang mestinya diduduki sosoknya itu hanya mengangkat bahu, seakan menjawab pertanyaan dari ekspresi wajah Janeul.“Aku bertukar tempat duduk dengan Seho hyung.” Ucap Seungyoon membuat Janeul kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela pesawat.
Dengan segera Janeul kembali memasang headset di kedua telinganya, berharap dengan seperti ini dia dapat dengan tenang sampai ke Seoul. Pemandangan di luar pesawat mulai bergerak, menandakan pesawat mulai melaju di landasan pacu. Setelah merasakan getaran akibat pesawat yang berhasil mengudara, Janeul kembali membuka mata dan mendengarkan lagu yang masih terngiang di telinganya.
Music yang tadi melantun di telinga kanannya itu berhenti karena earplug headsetnya dilepas oleh sosok yang duduk disampingnya. Pergerakan Janeul yang akan kembali memasang headsetnya itu terhenti, saat dua buah kata keluar dari bibir sosok disampingnya.“Mianhae nuna,” ucap Seungyoon yang kini menatap bangku dihadapannya dengan perasaan bersalah.
Janeul menoleh, mendapati anak asuhnya yang tak berani menatap wajahnya.“Jinjja mianhae.” Tambah Seungyoon masih memandang bangku yang berada di depannya. Sosok leader itu menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan airmata yang ingin mengalir.“Aku tidak tahu kalau.. kalau ada yang mengikutiku disaat bertemu dengannya.” Jelas Seungyoon membuat Janeul menghela nafas.
Perempuan itu tahu bahwa dengan bercerita pada Byungyung, sama saja menceritakan kepada si pembuat masalah.“Aku memang tak pantas untuk menjadi leader yang selalu mendengarkan perintahmu. Aku tak pantas menjadi seseorang yang membuatmu bangga karena menjadi managerku. Aku tak pantas.. hah~,” Seungyoon menghela nafasnya lalu menunduk, membiarkan tetes airmata mengalir dan jatuh ke celana jinsnya.
Sang manager utama menggigit bibir bawahnya, menahan tumpukan airmata yang sudah menggenang di pelupuk mata agar tak kembali mengalir.“Kumohon nuna, maafkan aku,” ucap Seungyoon yang kali ini menoleh dan menatap Janeul setelah mengelap aliran airmatanya. Janeul mengalihkan pandangan, berusaha menahan tangis karena menatap wajah Seungyoon.
“Berikan aku satu kesempatan lagi,” tambah Seungyoon lagi kali ini sambil menggenggam lengan kanan Janeul.“Kesempatan ini aku akan menunjukkan padamu, bahwa aku tidak akan membuat masalah lagi. Bahwa aku bisa membuatmu bangga telah menjadi managerku,” ujar Seungyoon sesaat setelah Janeul kembali menatapnya yang juga tengah menatap sang manager utama.
Genggamannya mengerat di lengan Janeul, berusaha meyakinkan perempuan itu agar percaya padanya.“Jangan tinggalkan aku nuna. Aku mohon, kau adalah sosok yang paling ingin kubanggakan,” Seungyoon menatap kedua mata yang tengah menatapnya dengan berkaca-kaca. Janeul merasa pertahanannya goyah mendengar ucapan sang leader yang terus saja membuat janji.“Aku tak mau kau meninggalkanku karena kecewa padaku. Aku ingin kau pergi meninggalkanku setelah kau bangga padaku,” tambahnya menatap Janeul dengan wajah memohon.
Janeul menghembuskan nafas melihat wajah memohon anak asuhnya yang tak pernah bisa ditolak. Dengan terpaksa, Janeul menganggukkan kepala membuat Seungyoon tersenyum kecil melihat respon sang manager utama.“Aku tak akan mengulangi kesalahanku lagi. Aku akan menemuinya jika ada kau bersamaku,” ucap Seungyoon membuat Janeul mengernyitkan dahi.“Kang Seungyoon. Sekarang waktumu untuk menceritakan hal yang terjadi di kejadian foto itu. Aku mau kau menjelaskan dari kau pergi sampai kau pulang kembali ke dorm,” perintah Janeul membuat Seungyoon dengan segera menceritakan kejadian yang belum diketahuinya.