Janeul membuka mata yang sebelumnya tertutup, sinar matahari yang masuk dari jendela kamar Mino yang tidak dia tutup semalam menyilaukan matanya. Perlahan sosok itu mendudukkan diri. Merasa aneh dengan tubuhnya sendiri, dia menempelkan punggung tangannya ke dahinya.“Mwoya ige?” tanyanya pada dirinya sendiri, saat dirasa suhu tubuhnya lebih panas dibanding biasanya.
Pintu kamar Mino terbuka, menampilkan sang empunya kamar yang telah membersihkan rambut dari kepalanya seminggu yang lalu.“Hari ini kau jadi menemaniku kan?” tanyanya dengan nada ceria. Janeul menggigit bibir bawahnya, bingung dalam menjawab pertanyaan sang anak asuh. Sosok yang memakai baju tanpa lengan itu duduk mendekat dan membanting tubuhnya di kasur.
Perempuan yang masih menutup sebagian tubuh dengan selimut itu mengernyit, merasa pusing karena guncangan tubuh Mino.“Wae? Appo?” tanya Mino khawatir. Tangannya yang baru saja terangkat itu ditahan oleh Janeul.“Gwenchana. Aku hanya perlu minum obat,” jawab Janeul cepat sembari menggeleng.
Lelaki bernama lengkap Song Mino itu menatap sang manager khawatir.“Na gwenchana Song Mino. Kau tahu sendiri aku sosok yang kuat,” ucap Janeul meyakinkan. Mino masih menatap sang manager kesayangan dengan pandangan khawatir, membuat Janeul mencubit kedua pipinya keras.“Ya Park Janeul! Aku tak mau melihat kau sakit.” Ucap Mino kesal.
Kedua tangan Mino menarik kedua tangan Janeul yang mencubit pipinya.“Kalau begitu cepat bangun dan mandi. Aku akan menyiapkan obat untukmu,” suruh Mino tegas. Lelaki itu berdiri dan menarik kedua tangan Janeul agar segera berdiri dari kasurnya. Dengan malas, Janeul berdiri di lantai samping kasur Mino.
Tarikan tangan Mino membawa sosok, dengan rambut berantakan karena sehabis bangun, itu keluar dari kamar. Dengan satu dorongan pelan, sosok Janeul sudah masuk ke dalam kamar mandi didekat ruang tengah.“Jangan terlalu lama bermain air. Kita sangat sibuk hari ini,” ingat Mino sesaat sebelum menutup pintu kamar mandi.
Janeul terkekeh kecil dan menganggukkan kepala. Perempuan bersweater putih itu menutup dan mengunci pintu kamar mandi yang telah dia masukki. Melangkah mendekati wastafel dengan kaca berada di tembok atasnya. Janeul menepuk kedua pipi dan menggigit bibir bawahnya yang terlihat pucat.“Jangan sakit Park Janeul! Kau tau waktumu tak banyak,” ujarnya menyemangati pantulan sosoknya di kaca hadapannya.
Setelah 30 menit membersihkan diri, Janeul keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan rambut pendeknya yang basah.“Nuna appo?” tanya satu sosok yang tengah duduk di kursi meja makan. Lelaki dengan rambut belah tengah sedang mengemut sendok itu menatap Janeul khawatir.“Aniya. Mungkin hanya letih,” jawab Janeul sesaat duduk di seberang lelaki tersebut.
Taehyun menganggukkan kepala dan menuangkan air bening kedalam gelas kosong.“Minumlah. Kau harus mempunyai tenaga ekstra dalam menemani Mino hari ini,” ucap Taehyun sembari menaruh gelas yang baru dia isi air di depan sang manager utama. Janeul mengangguk dan segera meminum air yang telah dituang oleh sang magnae.
“Kau jadi menemani Mino pergi hari ini?” tanya Seunghoon yang tiba-tiba duduk disamping Janeul. Janeul menoleh dan mengangguk menjawab pertanyaan sang anak asuh. Seunghoon yang masih mengantuk itu mengusap wajah, berusaha sadar dari alam mimpi yang belum mau melepaskannya.“Lalu hari ini aku ke YG dengan siapa?” tanyanya sedih.
“Kokjongma. Ada aku disini,” ujar satu sosok yang muncul dengan membawa semangkuk sup. Dengan cekatan, lelaki berwajah cantik itu menaruh mangkuk sup di samping gelas Janeul.“Gomawo oppa,” ucap Janeul dengan memberi nada manja. Jinwoo tersenyum lalu kembali melangkah ke dapur.“Kau ikut ke YG hyung?” tanya Seunghoon dengan suara yang dibesarkan, agar sosok yang masih sibuk menuang sup ke dalam mangkuk mendengar suaranya.
Jinwoo menggumam, menjawab pertanyaan Seunghoon.“Assa! Neo jjang hyung!” teriak Seunghoon lagi sembari menunjukkan dua jempol tangannya. Taehyun memutar matanya malas, melihat kelakuan hyungnya dan lebih memilih kembali memakan sarapan paginya.“Kau diantar siapa?” tanya Janeul tiba-tiba.
Merasa diberikan pertanyaan Taehyun mengangkat wajahnya dan menatap sang manager.“Byungyung hyung. Tadinya aku akan pergi bersamamu, tapi Mino hyung sudah membuat janji,” ucap Taehyun kesal mengingat pertengkaran kecilnya dengan Mino.“Padahal kemarin ulang tahunku. Tapi dia tidak mau mengalah hanya karena memenangkan audisi pertama SMTM,” tambah Taehyun.
“Seungyoon odi?” tanya Janeul lagi, kali ini menatap Seunghoon yang baru saja menyuap satu sendok penuh cream soup. Seunghoon menoleh dan menelan makanan yang berada di mulutnya.“Sudah berangkat tadi pagi, dengan Seho hyung. Kupikir dia pamit padamu,” jawab Seunghoon akhirnya.
“Mungkin dia menelpon atau mengirimu pesan,” ucap Jinwoo yang baru saja duduk disamping Taehyun. Janeul meraba kantong sweater yang tengah dipakai, lalu tersenyum kecil mengingat ponselnya berada di meja kamar Mino. Dengan cepat sosok itu berdiri dan kembali ke dalam kamar Mino yang menjadi kamar sementaranya di dorm WINNER.
Ponsel bercase mickey mouse itu segera diambil oleh Janeul. Nuna, aku tidak tega membangunkanmu. Aku berangkat untuk syuting ya^^ satu pesan dari Kang Seungyoon itu membuat Janeul tersenyum lebar. Namun tak tunggu lama, senyum itu menghilang tatkala satu pesan masuk kembali ke handphonenya.
Kau benar-benar marah padaku? Hanya karena masalah album dan bunga? Janeul mendecih membaca pesan masuk dari magnae EXO itu. Jari-jarinya segera mengetik pesan balasan untuk sang kekasih yang masih tak mau dia temui. Aku hanya tidak mau mengganggumu di waktu sibukmu. Kalau dengan bertemu dengan idolamu termasuk waktu sibukmu, maka aku tidak akan mengganggu. Dengan memilih tulisan SEND, Janeul segera melempar ponselnya agar mendarat di kasur Mino lagi.
“Yo Byungyung and Mino in the house yo!” teriakan dari arah luar, membuat Janeul menoleh. Satu sosok bertopi hitam dan kacamata baca bertengger di hidungnya itu menyapa pandangan mata Janeul.“Mwoya? Kau belum makan? Aku sudah membelikanmu obat!” ucap Mino mengangkat kantung kertas berisi obat ditangannya.
“Cepat makan lalu minum obat. Agar kita bisa pergi dengan segera,” tambahnya sembari menarik tangan Janeul agar keluar dari kamar. Mino menekan kedua pundak Janeul agar segera duduk di bangku meja makannya tadi.“Makan yang banyak ya,” ucapnya sembari mengelus pucuk kepala Janeul sayang.
Keempat pasang mata yang berada disitu membulatkan mata, menatap Mino yang tersenyum lebar pada sang manager utama.“Ya Song Mino! Kau bertindak seakan-akan kau adalah kekasihnya,” cibir Taehyun malas. Mino mengangkat wajahnya, menatap empat orang selain Janeul yang berada disana.“Aku adalah kekasihnya bila berada di dorm. Benarkan Park Janeul?” jawab Mino asal.
Janeul hanya dapat menggeleng dan memakan supnya.“Kau sakit Song Mino.” Ucap Janeul sembari menggeleng. Mino menganggukkan kepalanya dan mencubit kedua pipi Janeul.“O. Aku sakit bila melihat kau sakit. Untuk itu sehabis ini kau minum obat agar cepat sembuh. Arra?” ucap Mino makin menguatkan cubitan di pipi Janeul. Janeul hanya bisa meringis merasakan cubitan Mino, sedang yang lain hanya dapat menggeleng dan berusaha kembali sibuk pada urusan masing-masing.
-Hello, Manager Park-
Mino masih setia menutup layar GPS itu dan membiarkan Janeul hanya mengikuti suara arahan GPS.“Kau tidak sedang berpikir untuk bermain ke amusement park kan Song Mino?” ucap Janeul tak percaya melihat Everland berada tak jauh dari tempat mobilnya berada. Suara kekehan yang berasal dari sampingnya membuatnya menoleh, beruntung lampu merah sedang menyala dan membuat mobil Subaru miliknya berhenti.
“Hanya sebentar. Yaksok!” ucap Mino dengan cepat memamerkan deretan giginya yang berbaris rapih. Janeul membanting tubuhnya, membiarkan punggungnnya menyandar pada sandaran jok. Perempuan itu mengusap wajahnya kasar, tak mengerti dengan jalan pikiran Song Mino. Sosok yang dipikirkan malah tengah tertawa bahagia karena berhasil mengelabuinya.
“Ya! Aku hanya tak ingin kau terlalu memikirkan masalahmu dengan Oh Sehun itu. Walau kau tak bercerita padaku. Aku tahu kau sedang bermasalah dengan lelaki itu,” ujar Mino tak terima disalahkan sepenuhnya. Janeul memijat keningnya yang kembali terasa pusing disaat Mino menyebut nama sang kekasih.“Satu jam. Kita hanya akan bermain satu jam, arra?” perintah Janeul.
Mino menoleh dan menganggukkan kepalanya antusias.“Setidaknya selama satu jam aku akan membuatmu melupakan masalahmu dengan lelaki itu,” ujar Mino kali ini menatap gate amusement park di depannya. Janeul menatap sang anak asuh yang terlihat meyakinkan.“Kuharap melupakan dari mulutmu tak berarti kau membuat masalah, Song Mino.” Ledek Janeul lalu kembali mengendarai mobilnya untuk masuk ke dalam amusement park tersebut.
Lelaki disamping Janeul segera memakai masker hitam untuk menutup sebagian wajahnya, agar tak dikenali oleh masyarakat yang tengah berekreasi disana. Janeul menarik rem tangan mobil miliknya sesaat mobilnya telah terparkir rapih di parkiran Everland. Mino keluar dari mobil, diikuti si empunya mobil yang sekarang membuka pintu belakang untuk mengambil tas ransel hitam kesayangannya.
“Akhirnya! Aku bisa kemari,” ucap Mino menatap bianglala disinari matahari senja. Janeul tersenyum kecil dan menyampirkan satu pegangan tas pada bahu kanannya. Setelah mengunci pintu mobil, perempuan itu mulai melangkah, mendekati ticket box yang berada tak jauh dari parkiran tersebut.“Mwoya ige?” tanya Janeul kaget, saat tas ransel yang berada di pundaknya tertarik oleh sesuatu.
Perempuan itu menoleh dan mendapati Mino yang sudah memakai ransel miliknya di punggung. Janeul menggeleng melihat kelakuan sang anak asuh yang sekarang memilih untuk membawa tas miliknya. Setelah melewati gate masuk ke dalam amusement park, Mino tiba-tiba menghentikan langkah. Janeul yang berjalan disampingnya juga ikut berhenti dan menatap satu sosok yang hanya terlihat mata dibalik kacamata bulat.
Lelaki itu membawa tangan kanan Janeul agar melingkar di lengan kirinya. Janeul sempat menatap tak percaya pada sosok yang lebih tinggi 10 cm dari sosoknya itu.“Aku tak mau kau menghilang di tempat umum,” ucapnya lalu mulai kembali melangkah dengan Janeul yang merangkul lengan kirinya. Song Mino dengan sigap berjalan bersama sang manager ke barisan pengantri bianglala.
“Song Mino. Kontestan SMTM 4 yang baru saja lolos audisi pertama, memilih untuk memainkan bianglala dibanding permainan menyeramkan lainnya,” ledek Janeul pada sosok disampingnya. Mino menoleh dan menatap kesal sang manager utama. Lelaki itu menurunkan masker yang menutupi sebagian wajahnya.“Aku memilih menaiki bianglala karena aku tak mau managerku mati ketakutan karena menaiki roller coaster!” bela Mino sembari menjitak pelan kepala sang manager utama.
Satu kelompok pelajar di belakang mereka, mulai mengenali Mino dan segera mengeluarkan ponsel mereka untuk mengambil foto sosok yang kembali memakai masker.“Mino oppa! Kau benar Song Mino WINNER kan?” tanya satu siswi yang berada di samping Mino. Janeul menatap mata Mino yang menatap siswi itu.“Kau manager utama WINNER kan? Manager Park?” tambahnya lagi kali ini dengan senyum yang ceria.
Janeul mengangkat alis saat siswi itu menunjuk sosoknya. Janeul tersenyum kikuk dan dengan perlahan melepas rangkulannya pada lengan Mino. Mino menoleh dan menahan tangan Janeul agar tetap melingkar di lengannya.“O matta, Mino imnida.” Ujar Mino setelah menurunkan masker yang menutupi wajahnya. Empat siswi itu melonjak kegirangan mengetahui tebakan mereka tepat sasaran. Janeul hanya menggeleng pelan melihat kelakuan sang anak asuh.
“Boleh kami meminta foto bersama?” tanya siswi yang sedari tadi bertanya itu. Mino menatap bersalah kepada fans-fansnya itu dan menggeleng.“Mian. Hari ini aku sedang tidak ingin diganggu. Jika nanti kau datang di fanmeet WINNER, beritahu aku kau bertemuku pada hari ini dan kita akan foto berdua. Yaksok!” jawab Mino lalu menepuk bahu siswi tersebut.
Setelahnya Mino kembali menutup sebagian wajahnya dengan masker dan melangkah memasuki wahana bianglala tersebut. Janeul menoleh dan menganggukkan kepala, tanda pamit pada sekelompok siswi tersebut.“Ya kau benar-benar Song Mino,” ujar Janeul saat dirinya sudah duduk di dalam satu kotak bianglala, berhadapan dengan Mino yang sibuk melepas masker.
Mino menoleh dan mengangkat alis karena bingung dengan ucapan sang manager.“Kau membuat siswi-siswi itu tahu keberadaanmu,” jelas Janeul menatap Mino yang juga tengah menatapnya. Lelaki di depannya tersenyum dan menatap keluar jendela bianglala.“Aku memang tidak bisa bila tidak ramah pada mereka,” ucapnya menatap langit senja yang akan menggelap.
Janeul tersenyum dan menendang kaki Mino yang berada di depan kakinya.“Kau memang idol yang baik. WINNER jjang!” puji Janeul memperlihatkan kedua jempol tangannya. Mino menganggukkan kepala melihat tingkah laku sang manager utama. Karena kepribadiannya yang tak bisa diam, Mino memainkan kakinya dengan Janeul.
“Jadi apa yang mau kau bicarakan padaku?” tanya Janeul menyerah pada kakinya yang jadi berada didalam kukungan kedua kaki Mino. Janeul memasukkan kedua tangannya pada saku coatnya dan menyenderkan punggung. Mino menghela nafas dan menatap kakinya dan kaki sang manager utama.“Aku takut tak bisa memenangi SMTM 4 seperti Bobby,” ucap Mino jujur.
Perempuan di hadapannya menegapkan badan, berusaha serius dalam mendengar curhatannya.“Sebelumnya aku memang berniat kontes itu supaya menunjukkan bakatku. Tapi audisi kemarin membuatku sadar, mereka semua membandingkanku dengan Bobby,” tambah Mino yang masih menundukkan kepala.
“Ada satu kontestan yang entah kenapa selalu berkata bahwa seberapa pun yang lain berusaha, pemenangnya pasti aku. Ada lagi yang berkata bahwa aku hanya dijadikan ‘Second Bobby’,” Mino menghela nafas berat. Janeul menggerakkan tangannya, mengelus dengkul kiri Mino.“Ottae? Apa aku harus mengundurkan diri?” tanya Mino kali ini menatap sang manager utama yang juga menatapnya.
Janeul menggelengkan kepala dan tersenyum pada Mino.“Jika kau berhenti sekarang, kau tidak tahu hasilnya Song Mino.” Ujar Janeul menepuk paha Mino pelan. Mino mengerjapkan kedua kelopak matanya, berusaha meminta tambahan kata dari sosok dihadapannya.“Kau yang berkata pada sajangnim, bahwa kau mengikuti kontes ini bukan sebagai Mino WINNER tapi sebagai Song Mino rapper underground,” tambah Janeul yang disanggupi anggukan dari Mino.
“Kalau begitu tunjukkan pada semua masyarakat Seoul diluar sana seperti apa Song Mino sang rapper underground,” ucap Janeul meyakinkan. Mino membenarkan letak kacamata bulatnya dan kembali menatap sang manager utama.“Bagiku, kau menang disaat kau menunjukkan bakat rappermu bukan dengan kau dinobatkan sebagai pemenang. Jika ada yang berkata kau pemenangnya, seharusnya kau berterima kasih karena dia sudah mendoakanmu. Dan jika ada yang berkata kau adalah ‘Second Bobby’, tunjukkan bahwa kau adalah satu-satunya rapper ‘Song Mino’. Be yourself uri Hugeboy!” tambah Janeul sembari menghempaskan genggaman tangan kanannya di udara.
Mino tertawa kecil dan melebarkan kedua kakinya, membiarkan kaki sang manager utama kembali ke tempat semula.“Gomawo. Kau memang orang yang tepat untuk mendengarkan keluhanku,” ucap Mino memainkan sepatu yang tengah dia pakai. Janeul menganggukkan kepala dan menatap keluar jendela kotak bianglala itu.
Melihat pemandangan di bawah sana, entah kenapa membuat kepalanya kembali pusing. Dengan cepat tangannya kembali memijat keningnya yang terasa pening.“Wae? Appo?” tanya Mino khawatir. Janeul menggeleng dan tersenyum kecil pada sang anak asuh yang masih mengernyitkan dahi menatapnya.“Mau minum?” tanya Mino lagi kali ini mengedepankan tas milik Janeul yang sedari tadi berada di punggungnya.
Janeul menganggukkan kepala, Mino dengan segera membuka resleting tas hitam miliknya dan mencari botol air minum di dalam tasnya.“Ige mwoya?” tanya Mino tiba-tiba mengeluarkan sesuatu dari tas Janeul. Janeul membuka mata yang sebelumnya terpejam dan seketika matanya membulat melihat kantung kertas yang berisi obat dibeli Mino tadi pagi.
“Kau tidak minum obat?” tanya Mino lagi kali ini dengan nada yang menahan kesal. Janeul menggigit bibir bawahnya merasa terdesak dengan keadaan seperti ini.“Aku takut mengantuk dan tidak bisa menemanimu hari ini. Aku berniat akan meminumnya nanti saat kita pulang,” jawab Janeul berusaha meyakinkan Mino yang kini memincingkan mata.
“Kita akan pulang setelah ini,” tanpa mau merespon jawaban Janeul, Mino kembali memasukkan barang yang dia pegang ke dalam tas Janeul. Tak lama kotak bianglala itu berhenti tepat di tempat mereka berdua masuk. Mino segera menggenggam tangan Janeul dan membawa perempuan yang terlihat pucat itu keluar dari wahana bianglala.
Janeul menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan pusing dan memikirkan cara agar Mino tidak terbawa emosi.“Song Mino perlahan sedikit. Aku pusing,” ucap Janeul lemah. Mino menghentikan langkah dan berbalik, menatap langsung Janeul yang terengah.“Untuk itu aku menyuruhmu meminum obat tadi pagi Park Janeul!” ujar Mino dengan penekanan dalam menyebut nama sang manager utama.
Keringat dingin sukses membasahi wajah Janeul. Dengan kasar Janeul mengelap keringat tersebut. Wajahnya masih menunduk dan tak berani menatap sang anak asuh.“Mianhae Mino~ya..” ucap Janeul pada akhirnya meminta maaf. Beruntung mereka berada di satu titik yang tidak ramai, lagipula langit sudah menggelap dan lampu berwarna-warni telah menyala. Mino mengusap wajah dan menghembuskan nafas kesal. ‘I’m just different.. I’m just different..’
Janeul mengangkat kepala yang sebelumnya menunduk.“Ponselku,” ucap Janeul berusaha mencari ponsel di kantong coatnya. Sosoknya terlihat panic karena tak menemukan benda itu di dalam kantong coatnya.“Yogi,” ucap Mino sembari menunjukkan ponsel bercase mickey mouse yang tengah berkelap-kelip di tangannya. Si empunya mendekat pada Mino dan berusaha meraih layar ponselnya yang menunjukkan ‘Oh Sehun Calling…’.
Mino menjauhkan ponsel itu membuat Janeul menatapnya bingung.“Kau tak akan menjawab telponnya saat ini.” Ucap Mino seakan memerintah. Janeul menggigit bibir bawahnya dan kembali berusaha meraih ponselnya yang kelewat tinggi karena tangan Mino. Kepalanya yang kembali terasa pusing membuatnya berhenti berusaha menggapai ponselnya.
“Yoboseyo?” ucap lelaki di depannya. Janeul menatap Mino kaget, sosok didepannya sedang berbicara dengan si penelpon.“Ya Song Mino!” teriak Janeul dengan suara kesal. Mino menaruh telunjuk di depan mulutnya, menyuruh Janeul untuk diam.“Wae? Kami memang sedang di amusement park.” Ucap Mino membuat Janeul kembali menggigit bibir, resah.
Janeul memijat kepalanya yang terasa semakin pening.“Jinjja? Jadi kau tahu kalau aku menyukai, ah ani. Aku mencintai manager utamaku?” ucap Mino lagi. Janeul mendongakkan kepalanya, bertatapan langsung dengan Mino yang tengah menatapnya.“O. Aku mencintainya, jika kau sudah tahu, kuharap kau bisa pergi dari hidupnya,” tambah Mino lagi. Perempuan di depannya merasakan kepalanya seperti terhantam sesuatu yang membuat tubuh itu limbung dan jatuh ke tanah. Suara Mino yang memanggil namanya menjadi suara terakhir yang masuk ke dalam telingannya.
-Hello, Manager Park-
Perempuan yang tertutup selimut sampai leher itu membuka kedua matanya perlahan. Plafond yang berwarna keorangean, karena pantulan cahaya lampu, itu menjadi pandangan pertamanya dalam membuka mata. Janeul menoleh, mendyapati satu sosok yang tertidur dengan menggenggam tangannya. Perempuan itu tersenyum lalu menarik tangannya, membuat sosok itu ikut bergerak.
“Kau sudah bangun?” tanya Mino dengan wajah khawatir. Janeul menganggukkan kepala dan mendudukkan dirinya. Dia mengedarkan pandangan dan mendapati kamar Mino yang dipenuhi keempat member lainnya yang tidur di lantai beralaskan selimut.“Kau jatuh pingsan saat kita di amusement park tadi, aku panic dan membawamu kembali ke dorm.” Jelas Mino dengan wajahnya panic.
Janeul menganggukkan kepala pelan, berusaha merespon perkataan Mino.“Gomawo.. geurigo mian,” ucap Janeul dengan suara parau. Mino tersenyum dan mengangguk.“Nado mian. Sudah memarahimu dan…” Mino menggantungkan kata-katanya. Janeul yang baru teringat sesuatu segera mengalihkan pandangan, berusaha menjauhi tatapan anak asuhnya.
“Na arraso. Kau hanya asal bicara tadi,” ujar Janeul akhirnya membuat Mino menatapnya. Mino membuka mulut, berusaha mengeluarkan apa yang ingin dikatakan.“Ttakjo. Aku adalah adikmu selain Danah kan?” tanya Janeul kali ini menggenggam tangan Mino. Mino menggigit bibir bawahnya, karena tak jadi mengeluarkan kata-kata yang ingin dia ucapkan.
Janeul mengeratkan genggaman tangan pada tangan Mino, meminta sosok itu menjawab pertanyaannya.“O. kau adikku yang paling kusayang. Untuk itu jangan sakit seperti ini, arra?” ucap Mino lagi menatap sang manager utama. Janeul tersenyum dan menganggukkan kepalanya.“Aku lapar. Dan ingin makan bubur,” pinta Janeul manja.
“Geurae arraso. Kau beristirahatlah dulu,” ucap Mino yang disanggupi anggukkan oleh Janeul. Sosok itu berdiri dari kursi dan membalikkan badan.“Aiish anak-anak ini tidak mau meninggalkanmu sakit sendirian,” kesal Mino sembari mencari lahan kosong untuk pijakan kakinya melangkah keluar kamar. Janeul tersenyum menatap Mino yang berhasil mencapai pintu kamar.“Gomawo sudah mengkhawatirkanku,” ucap Janeul menatap keempat anak asuhnya yang masih tidur pulas di bawah sana.
Dengan perlahan sosok yang masih terlihat pucat itu kembali menidurkan tubuhnya dan menarik selimut sampai ke lehernya.“Nuna… ireona,” panggil Seungyoon sembari menggoyangkan bahu Janeul yang masih tertidur. Perempuan yang masih memejamkan mata itu merespon dengan gumaman kecil. Dengan perlahan, sosok lelaki yang sudah berpakaian rapih itu mendudukkan diri di sela kasur Mino yang tengah ditiduri sang manager utama.
Janeul mengernyitkan dahinya sebelum membuka mata, mendapati Seungyoon yang tengah menatapnya dibalik kacamata.“Bangunlah, aku sudah membuatkanmu Mandarin Tea.” Ucap Seungyoon dengan tersenyum lebar. Perempuan yang masih berbaring itu tersenyum dan segera mendudukkan badannya dibantu oleh sang leader.
Dengan sigap Seungyoon membantu Janeul untuk segera berdiri dari kasur dan menemani sang manager utama ke ruang makan.“Sudah merasa enakkan Janeul~ah?” tanya Byungyung khawatir. Janeul tersenyum dan mengangguk menjawab pertanyaan sang sunbaenim yang tengah memakan roti di sofa ruang tengah.
Setelah menyuruh sang manager utama untuk duduk, dengan cepat sosok leader itu mengambil cangkir yang berisi cairan berwarna kuning ke orange-an di dapur.“Minumlah. Aku baru saja membuatnya,” ucap sang leader sesaat menaruh cangkir itu di meja di depan sang manager utama. Janeul menganggukkan kepala dan segera menyesap cairan yang masih mengeluarkan uap panas itu.
“Setelah meminum itu, jangan lupa sarapan bubur ya?” suruh satu sosok dengan kepala yang bersih dari rambut. Janeul mendongak, menatap sosok Mino yang menaruh satu mangkuk berisi bubur di samping cangkir berisi mandarin tea buatan Seungyoon.“Aku membeli obat demam yang baru tadi malam sepulang dari latihan. Jadi kau harus meminumnya, arra?” ucap satu sosok yang duduk disamping Janeul.
Perempuan berambut sebahu itu menoleh dan mendapati Seunghoon yang tengah memincingkan mata menatapnya.“Tenang saja hyung. Aku tidak akan berangkat syuting sebelum melihatnya meminum obat,” tambah satu sosok yang baru saja keluar dari kamar mandi dekat ruang tengah. Sosok Taehyun yang tengah mengeringkan rambut dengan handuk yang melingkar di lehernya membuat Janeul mendengus.
“Ini potongan apel hijau. Untuk kau makan setelah memakan bubur itu,” ucap satu sosok yang baru saja keluar dari dapur. Janeul menatap potongan apel yang baru saja tersaji di depannya dengan pandangan lapar.“Ya ya ya! Kalian benar-benar perhatian ya dengan manager utama kalian?” ledek Seho sembari mengambil air minum dari dalam kulkas.
Janeul menoleh dan tersenyum melihat manager pembantunya itu.“Gomawo. Aku rasa aku bisa cepat sembuh dengan perhatian kalian,” ucap Janeul sembari melihat anak asuhnya satu per satu. Seunghoon menyendok bubur yang berada di mangkuk depan Janeul dan mendekatkan sendok itu ke mulut Janeul.“Aku akan memberikan perhatian lebih untukmu supaya kau tidak sakit lagi,” ucapnya sembari menyuruh Janeul untuk memakan suapan darinya.
Setelah tersenyum kecil, Janeul membuka mulut dan menerima suapan dari Seunghoon tersebut.“Janeul~ah aku dan Seungyoon harus segera pergi untuk syuting. Makanlah yang banyak dan lekas sembuh, arra?” ucap Seho yang berhenti sesaat menatap sang manager utama. Janeul menganggukkan kepalanya, merespon perkataan Seho yang tengah menatapnya tajam.
“Ne oppa. Aku akan lekas sembuh dan membantumu mengurus kelima anak ini,” jawab Janeul pada akhirnya. Seho tersenyum dan segera melangkah ke pintu utama dorm. Seungyoon yang sudah siap dengan tas ransel di punggungnya itu melangkah mendekat pada sang manager utama. Janeul mendongak, menatap sang leader bingung. Dengan sekali gerakan, Seungyoon menunduk dan memeluk Janeul erat.
“Nuna. Jangan sakit seperti ini lagi, arraso?” tanya Seungyoon yang terdengar seperti perintah. Janeul menganggukkan kepalanya, berusaha membuat janji pada sang leader yang masih memeluknya. Setelah merasa lega, Seungyoon melepas pelukan singkat itu dan menangkup kedua pipi sang manager utama. Dengan gemas Seungyoon mencubit kedua pipi di kedua tangannya itu sebelum pergi dari dorm WINNER.
Janeul meraba kedua pipinya yang terasa sakit sedang tiga member yang berada di sekitarnya hanya bisa tertawa melihat tingkah laku Seungyoon.“Oppa, aku akan makan dengan tanganku sendiri,” rengek Janeul saat Seunghoon tetap saja menyuapi sosoknya. Dengan gelengan yang terlihat dari sosok Seunghoon, Janeul hanya bisa terus memakan suapan yang disodorkan Seunghoon.
“Hyung! Cepat mandi. Aku tidak mau telat untuk datang ke tempat syuting,” suruh Taehyun sesaat keluar dari kamar. Keempat pasang mata yang berada di ruang makan menoleh dan melihat Byungyung yang kembali menidurkan tubuh di sofa hitam ruang tengah.“Aish jinjja! Ayah seperti apa yang tidak bisa bangun pagi,” umpat Taehyun yang segera menepuk-nepuk kasar badan Byungyung yang masih enggan bangun.
Jinwoo dan Janeul hanya mampu menggeleng melihat giatnya Taehyun dalam membangunkan Byungyung. Sedang dua orang lainnya tertawa geli melihat kegiatan Taehyun di pagi hari itu.“Ini alasan kenapa aku hanya mau diantar oleh Seho hyung ataumu nuna!” kesal Taehyun saat Byungyung sudah mau beranjak masuk ke dalam kamar mandi.
Janeul tersenyum kecil melihat sang magnae yang lebih memilih mencemberutkan bibirnya di pagi hari ini.“Arraso. Setelah aku sembuh, aku akan menemanimu syuting lagi,” ucap Janeul pada akhirnya. Sosok yang tadinya merajuk itu segera tersenyum kecil mendengar janji dari sang manager utamanya. Tak lama bunyi pintu utama yang terbuka, terdengar menggema di dalam dorm tersebut.
“O? Kang Seungyoon neo wa…” ucapan Taehyun terhenti melihat sosok Seungyoon yang kembali ke dalam dorm. Tidak dengan Seho melainkan dengan dua orang yang pernah dia temui.“Neo mwohae?” teriak Taehyun tiba-tiba. Keempat sosok yang masih berada di ruang makan itu terlonjak kaget dan menatap Taehyun yang kini berkacak pinggang.
Seunghoon dengan segera keluar dari ruang makan dan berdiri di samping Taehyun. Mata yang biasanya terlihat sipit itu membesar melihat sosok yang berada di belakang Seungyoon. Janeul menatap dua sosok yang juga masih menatap kedua sosok di ruang tengah itu. Mino menoleh dan menatap kekhawatiran dari sang manager utama, sosok itu berdiri dari duduknya dan ikut bergabung dengan dua member lainnya.“Dia menunggu semalaman di parkiran basement. Aku rasa..”
“Ya Kang Seungyoon! Kau tahu Janeul tengah sakit karenanya. Lalu kenapa kau bawa dia kemari?” kali ini Mino membuka suara. Janeul menggigit bibir bawahnya, panic mendengar anak asuhnya membawa namanya. Perempuan itu perlahan berdiri dari duduknya dan melangkah dari ruang makan.“Biar kami selesaikan masalah kami,” ucap satu sosok yang membuat langkah Janeul terhenti.
Jinwoo yang sedari tadi melihat gerakan sang manager utama, mengangkat kedua alisnya saat dirasa sang manager utama terdiam membeku. Member tertua itu berdiri dan mengintip dari sela ruang makan dan mendapati sosok Sehun dan manager Kim berada disana.“Janeul~ah. Neo gwenchana?” tanya Jinwoo sesaat dia berada di samping Janeul.
Janeul mendongak dan mendapati Jinwoo menatapnya khawatir.“Ani! Aku tidak akan membiarkan Janeul bertemu denganmu,” suara Seunghoon yang terdengar melarang itu, menggema di dorm tersebut. Jinwoo meraih tangan kanan sang manager yang bergetar, dengan erat sosok itu menggenggam tangan Janeul berusaha menjadi tumpuan perempuan itu.
“Kkarago Oh Sehun. Kau terlihat menyedihkan disini,” kali ini suara manager Kim terdengar membela anak asuhnya. Janeul mengeratkan genggaman tangan Jinwoo dengannya, berusaha meredam perasaan sesak di dadanya.“Kita bisa menyelesaikannya di luar, hanya kau dan Janeul. Tidak dengan mereka,” tambah manager Kim yang terdengar kesal.
“Aku akan berbicara dengannya,” ucap Janeul tiba-tiba. Ketiga anak asuhnya, yang sedari tadi membela sosoknya, berbalik badan dan membulatkan mata menatap sosok Janeul yang berada di belakang mereka. Janeul menatap Shinneul yang juga menatapnya kaget.“Ini masalahku dengannya, jadi aku harus menyelesaikannya sendiri,” tambah Janeul tersenyum kecil.
Janeul menatap Jinwoo yang juga tengah menatapnya khawatir.“Gwenchana oppa, na midoyeo,” ujar Janeul melepaskan genggaman tangan Jinwoo pada tangannya. Janeul kembali menatap ke depan, tepatnya kedua mata sosok yang juga menatapnya.“Aku pinjam kamarmu Song Mino,” pinta Janeul dan berjalan pelan menuju kamar Mino. Sosok kurus tinggi yang sedari tadi berada di belakang Seungyoon itu perlahan beranjak dan mengikuti langkah Janeul memasuki kamar Mino.
“Ini. Ini kan yang membuatmu marah padaku?” tanya Sehun sesaat pintu kamar Mino sudah tertutup. Janeul mendongak melihat sebuah album dengan foto Sehun didepannya tengah disodorkan lelaki didepannya itu. Melihat reaksi sang kekasih yang enggan mengambil barang di tangannya itu, sosok itu melempar album ditangannya ke kasur yang tengah didudukki Janeul.“Apa kau bahagia pergi berkencan dengan Mino kemarin, huh?” tanya Sehun sembari melipat tangan di depan dada.
Janeul tersenyum kecut tanpa menatap Sehun yang berdiri di depannya.“Aku benar-benar tak mengerti dengannya yang dengan mudahnya berkata bahwa dia mencintaimu. Apa dia benar-benar mengesalkan?” tanya Sehun lagi tak habis pikir mengingat ucapan Mino dengannya di telpon kemarin. Janeul menundukkan kepala dan menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangisnya yang ingin pecah.
“Apa saja yang kalian lakukan sampai kau sakit seperti ini? Apa kalian bermain hingga dini hari hingga kau sakit?” tanya Sehun lagi kali ini menatap Janeul yang masih menunduk. Lelaki itu mengusap wajah kasar, menahan kesal yang ditahannya sedari kemarin.“Apa kau sangat sakit hingga tidak bisa menjawab pertanyaanku, huh?” tambah Sehun kali ini dengan sedikit gertakan.
Perempuan di depannya itu mengangkat kepala dan menatap lelaki di depannya.“Apa kau benar-benar menyayangiku Oh Sehun?” tanya Janeul tiba-tiba. Sehun menatap kedua mata yang berkaca-kaca di depannya. Janeul tersenyum miris dan menggigit bibir bawahnya.“Pernahkah kau mendengarkan apa yang aku rasa selama ini?” tanya Janeul lagi kali ini diikuti satu tetes airmata yang mengalir.
Janeul mengalihkan pandangan, tak mau terlihat menyedihkan di depan Sehun. Dengan kasar, tangannya menghapus airmata yang mengalir.“Geurae. Kau bisa bilang aku childish dengan kemarahanku kemarin. Tapi tak bisakah kau dengarkan alasan apa yang aku rasakan selama menjauhimu kemarin?” tanya Janeul lagi menatap Sehun yang menatapnya bingung.
“Kau sosok yang sempurna Oh Sehun. Menjadikanmu kekasih tak pernah terpikir di dalam otakku selama ini,” ucap Janeul memulai penjelasan.“Kau satu sosok yang menyadarkanku dengan kesepian yang selama ini aku simpan rapat dalam hatiku. Aku yang selama ini hanya sibuk dengan bekerja mengerti arti seseorang karena mengenal sosokmu,” tambahnya dengan airmata yang mengalir begitu saja.
“Kau seperti tour guide yang menuntunku pergi ke tempat-tempat indah yang tak pernah kubayangkan,” Janeul menundukkan kepala berusaha menahan isakannya yang tak bisa lagi dia tahan.“Dengan segala pengetahuanmu, kau membuatku nyaman pada tempat-tempat indah itu. Dan kemarin aku tersadar, bahwa jika tempat-tempat indah itu kudatangi sendiri maka aku tidak lagi merasa nyaman.”
“Aku meyakinkan diriku bahwa kau akan selalu menemaniku kembali ke tempat-tempat itu. Tapi kesibukamu kemarin membuat hati kecilku tiba-tiba berkata bahwa kau akan pergi setelah ini, meninggalkanku sendiri lagi dengan kesepian yang selama ini menemaniku,” Janeul memejamkan matanya, berusaha mengalirkan airmata yang sedari tadi memenuhi matanya.“Kau punya banyak fans yang selalu menunggumu untuk kembali tampil di hadapan mereka sedangkan aku? Aku hanya punya segelintir orang yang peduli padaku,”
Janeul menutup wajah dengan kedua tangannya membiarkan kembali tenggelam dalam isakannya.“Aku membuatkanmu makanan di hari ulang tahunmu, setidaknya untuk meyakinkan hati kecilku bahwa sosokmu tak akan pergi. Tapi melihat sosok idolamu yang lebih dulu mengucapkan ucapan ulang tahun entah kenapa membuatku ragu untuk bertemu denganmu.. aku merasa aku memang tak penting dalam hidupmu.”
Perempuan berambut sebahu itu berusaha menetralkan nafasnya yang tersengal dan kembali menatap lelaki di depannya yang menatapnya dengan ekspresi tak bisa ditebak.“Jadi.. jika kau bertanya kenapa aku marah padamu, jawabannya adalah aku marah pada diriku sendiri. Karena tanpa aku sadari, diriku bersandar dan terlalu nyaman pada sosokmu, Oh Sehun.” Ujar Janeul mengakhiri penjelasannya pada sang kekasih.
Sehun mengalihkan pandangan, berusaha menjauhi tatapan Janeul yang menatap kedua matanya. Janeul menundukkan kepala, memainkan jari-jari tangannya berusaha memikirkan kata-kata untuk mengakhiri kecanggungan diantara dua sosok itu.“Pulanglah Oh Sehun. Kau seharusnya beristirahat saat in..”
Ucapan Janeul terpotong, saat dengan tiba-tiba lelaki didepannya menarik tubuhnya untuk berdiri. Dengan sekali sentak, tubuh yang masih menyimpan suhu tubuh tinggi itu tertarik dalam pelukan hangat Sehun.“Mian tidak pernah mendengarkan apa yang kau rasakan. Dan terima kasih sudah nyaman pada sosokku,” ucap Sehun mengelus belakang kepala Janeul pelan.
Perempuan di dalam pelukannya itu masih membeku karena perlakuan tiba-tiba Sehun.“Datanglah kepadaku jika kau butuh tempat bersandar. Aku memilihmu untuk menjadi kekasihku adalah supaya kau bisa datang dan bersandar padaku jika kau letih. Jangan memilih bahu lelaki lain untuk kau jadikan sandaran.” Tambahnya masih setia mengelus belakang kepala sang kekasih.
“Kau penting. Jika kau bilang kau tak penting dalam hidupku, maka kau salah. Kau sangat penting dalam hidupku, itu yang perlu kau camkan dalam pikiranmu.” Ujar sosok itu lagi kali ini menangkup kedua pipi sang kekasih.“Untuk itu jangan berpikir kau tak penting dalam hidupku, arraso?” tanya Sehun membuat kepala dalam tangkupannya itu mengangguk.
Sehun tersenyum dan mengelap airmata yang mengalir di pipi sang kekasih.“Maaf membuatmu menangis. Tapi terima kasih sudah mau menangis di hadapanku, karena sebelumnya aku berpikir kau adalah robot karena tak pernah menangis,” ledek Sehun membuat Janeul memutar kedua bola matanya malas.
“Ah matta!” ucap Sehun tiba-tiba. Lelaki itu mengedikkan dagunya, menunjuk album miliknya yang tergeletak di atas tempat tidur.“Shinneul nuna lupa memberinya padamu saat bertemu waktu itu. Padahal aku sudah memberikan padanya sesaat album itu sampai di SM. Bahkan aku menulis untukmu terlebih dahulu daripada keluargaku,” ujarnya dengan nada kesal mengingat kemarahan sang kekasih karena album tersebut.
Janeul menatap sang kekasih dengan membulatkan mata tak percaya.“Geurom. Tentu saja aku memberikan album kepada kekasihku terlebih dahulu, sebelum idolaku nona Park Janeul.” Ucap Sehun dengan nada meledek. Janeul menggigit bibir bawahnya, malu karena salah menilai sang kekasih.“Pokoknya kau berhutang membuatkanku makanan seperti yang dimakan Kyungsoo hyung!” rengek Sehun cepat. Janeul tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya.
Sehun menaikkan salah satu sudut bibirnya dan kembali memeluk Janeul.“Terima kasih, sudah cemburu pada idolaku. Setidaknya aku tahu bahwa kau benar-benar mencintaiku,” ucap Sehun membiarkan Janeul bersandar pada dada lapangnya. Janeul menganggukkan kepalanya dan mendongak, membuat Sehun menunduk dan menatapnya.“Nado gomawo. Sudah hadir dalam hidupku,” ucap Janeul tersenyum kecil.