home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Hello, Manager Kim

Hello, Manager Kim

Share:
Author : larasatityass
Published : 01 Apr 2015, Updated : 31 Mar 2016
Cast : EXO Member | EXO Manager | Kim Shin Neul (OC) | WINNER member | Park Janeul (OC) | Woo Jiho aka Zico
Tags :
Status : Complete
4 Subscribes |26279 Views |11 Loves
Hello, Manager Kim
CHAPTER 8 : Just Let It Flow With Park Chanyeol

Lengannya yang memang tak terlampau besar dan berotot mengapit jemariku yang merangkul lengannya, semua orang yang melihat kami pasti akan menyangka bahwa kami sepasang kekasih, tapi pada kenyataannya kami hanya sepasang artis dan manager yang terlampau dekat. “Aku selalu ingin melakukan hal seperti ini,”kepalanya menoleh ke arahku yang masih nyaman bergelayut di lengannya.

Mata kami saling bertemu, kemudian hanya tawa yang menemani perjalanan yang tak berarah. “Kalau begitu, kencanlah dengan seseorang,”ucapku berusaha menanggapi keinginannya. Chanyeol mengangguk, namun bukan berarti mengamini ucapanku, dia terlihat seperti sedang berpikir.

“Aku tidak yakin jika memiliki kekasih...,”helaan nafas keluar dari mulutnya. “...bisa bermesraan seperti ini? Di negaraku sendiri? Bahkan bisa jadi kita sedang diikuti fans,”ia menoleh ke penjuru arah, membuatku melepas rangkulanku.

“Ini sudah lewat tengah malam, Park Chanyeol,”aku meraih wajahnya untuk kembali fokus ke jalan, tanpa mengkhawatirkan fans. “Jikapun kau ketahuan, pihak entertainment juga akan menyangkal dan bilang aku manager kalian. Hanya saja aku kena teguran lagi oleh manager Youngjun, jadi kau tidak perlu khawatir pada dirimu sendiri,”jelasku yang segera menariknya untuk kembali menikmati malam.

“Itu maksudku manager Kim. Aku mengkhawatirkanmu,”Chanyeol memukul-mukul lenganku manja bak di kartun-kartun, membuatku tak mampu menahan tawa karena ekspresinya.

“Kau sangat menjijikkan Yeol-ah,”ucapku dengan nada yang menahan tawa, membuatnya segera melingkarkan lengan di leher seraya ingin mencekik.

 Lenganya yang sudah puas melilit leherku kini beralih ke atas bahu, merangkulku untuk kembali menikmati sepinya lalu lalang di trotoar. Aku pun kembali merangkulnya, bersandar pada lengan  yang lebih lelah daripadaku.  

Diterpa angin yang berhasil menggidik tubuh, aku merangkul tubuhnya dengan erat, menghirup aroma khas tubuhnya yang entah sampai kapan bisa kunikmati, bahkan aku tidak bisa membayangkan jika satu tahun akan terlewat begitu saja dan pada akhirnya hanya sampai disitu perjalanannku. Helaan nafas panjang dari mulutku berhasil membuat Chanyeol menoleh, seakan bertanya, ‘Wae? Kenapa menghela nafas seperti itu?’, aku hanya menggelengkan kepala, membuatnya kembali fokus pada jalan panjang di depan kami.

Otakku kembali berpikir, sudah berapa bulan aku menghabiskan waktu bersama mereka, ‘Ah, dua bulan ternyata’, masih ada sepuluh bulan untukku bisa membuktikan kepada manager Youngjun bahwa aku mampu menjadi asisten manager secara resmi. ‘Kenapa aku menjadi ambisius seperti ini?’,pekikku yang tak habis pikir dengan apa yang baru saja aku pikirkan. ‘Manager Park Janeul,  mengapa aku memikirkan nama itu?’, dialah salah satu alasanku menjadi ambisius, dia sudah lima tahun bersama YG Entertainment, lalu mengapa aku tidak bisa, hanya bertahan satu tahun untuk masa percobaan.

Suara Chanyeol kembali mengingatkanku bahwa masih ada manusia yang harus aku ajak bicara, mengharuskanku membuang pikiran-pikiran aneh tadi. Kini giliran dirinya yang meracau, namun kali ini dengan suara, tidak sepertiku yang hanya bisa dikatakan melalui suara-suara alam dalam tubuhku. Apa yang ia luapkan ternyata tak seperti yang tergambarkan di layar kaca, Chanyeol sekalipun juga memiliki kerapuhan hati, apalagi terkait grupnya yang sudah kehilangan dua orang, ‘Mianhae Yeol-ah, aku tidak bisa membantu apapun’,ucapku di dalam hati sembari mengelus punggungnya.

Setelah puas meluapkan apa yang menjadi ke-khawatirannya, kami terus berjalan dalam diam menikmati pikiran masing-masing, hingga akhirnya aku merasakan sesuatu yang lama-kelamaan hangat di pipiku, sangat nyaman di suasana dinign seperti ini, tetapi seperti ada yang salah. Aku menoleh jauh ke atasku, menampakkan sosok Chanyeol dengan nafas terengah, tubuhnya kini pasrah mengikut tarikan tanganku menuju sebuah kursi.

“Neo gwenchana,”aku segera menangkup wajahnya yang kemerahan, rasa hangat menjalar di telapak tanganku, membuat detak jantungku memopa hebat. Secara perlahan Chanyeol meraih kedua tanganku yang berada di wajahnya dengan senyum . “Kita harus segera kembali, kau bisa tumbang di atas panggung jika dipaksakan berada di cuaca seperti ini,”helaan nafas Chanyeol menjawab perintahku yang kini sudah berdiri dan menarik tangannya untuk segera bangkit.

“Anja,”pintanya dengan melirik space kosong tempat aku duduk tadi. Aku tak bergeming menatapnya dengan tatapan yang tak pernah kulihat sebelumnya. “Anja,”pintanya sekali lagi, berhasil membuatku kembali duduk.  “Kau jauh lebih sakit Shin-ah,”kini tangannya menangkup wajahku. “Kau sungguh tidak merasakan tubuhmu lebih panas daripadaku?,”aku segera menepis telapak tangannya dan kembali berdiri.

“Ayo kita kembali,”aku tak mengacuhkan ucapan perkataan Chanyeol yang terdengar khawatir, meskipun memang merasa demikian, aku tidak akan mengeluh pada artisku sendiri. “Ayolah,”uluran tangan menunggu untuk diraih Chanyeol yang menatapku sinis, namun ia pun mau tak mau menggengam tanganku juga. “Begini lebih baik,”kataku melihatnya yang kembali tersenyum.

 Di persimpangan jalan kami bertemu lagi dengan  sembilan laki-laki yang tadi entah telah melakukan perjalan ke mana saja. Tubuh-tubuh yang awalnya sangat bersemangat ini, kini tampak layu dan menyerah, apalagi mengingat mereka harus mengisi tenanga untuk pertunjukan esok hari. Memasuki lift aku baru menyadari bahwa ada sesuatu yang seharusnya kubeli sebagai pengantar tidur mereka.

“Kalian duluan ya. aku harus membeli vitamin,”tubuhku langsung berlalu dari hadapan sepuluh lelaki yang sudah berada di dalam lift. Mengingat sudah sangat sepi, aku mempercepat langkahku menuju mini market terdekat yang kemarin aku sambangi bersama Suho dan Sehun.

Aku memang tak bisa menampik bahwa sepertinya tubuhku mulai melemah, setelah memberikan minuman bervitamin kepada sepuluh lelaki itu, aku segera merebahkan diri di atas kasur, yang berhasil membuat Seorin terbangun dengan guncangan di kasur yang kami tempati berdua.

“Wasseo?,”Seorin menyalakan lampu tidur yang ada di sampingnya, menatapku dengan mata segarisnya. “Wae?,”tubuhnya melonjak melihat nafasku yang terengah, aku benar-benar limbung sekarang, ruangan ini seakan berputar. “Neo gwenchana?,”Seorin mengguncang tubuhku yang tak bergeming, bahkan untuk berbicara saja sangat berat untukku. Tanpa membangunkan dua orang stylish yang sudah tertidur nyenyak, Seorin segera turun dari tempat tidur dan mengambilkan segelas air minum kepadaku. “Minumlah,”tangannya meraih tengkuk leherku, berhasil membuatku duduk bersandarkan di kepala ranjang. Belum sampai setengah gelas aku menenggak air  mineral itu, aku segera menariknya jauh dari mulutku. “Habiskan,”suruh Soerin yang kembali mendekatkan gelas berisi air itu ke mulutku, hingga akhirnya aku terpaksa untuk menghabiskannya.

“Gomawo,”kataku yang kembali merebahkan tubuhku. “Aku hanya butuh istirahat,”jelasku kepada Seorin yang tampak khawatir. “Sudahlah Seorin-ah, tidur. Matikan lampunya,”aku segera menarik selimut agar tak timbul banyak pertanyaan dari mulutnya yang memang cerewet.

-Hello, Manager Kim-

Dua jam berlalu setelah aku memejamkan mata, sinar matahari yang belum menyambut pagi di Hongkong pun tidak menjadi alasan orang-orang dihadapanku hanya berdiam diri dan menghangatkan tubuh di bawah selimut, mereka mulai berlalu-lalang di dalam kamar yang penuh dengan setelan baju sepuluh lelaki yang akan dikenakan saat pertunjukan MAMA nanti malam.

Seorin mengibaskan tangannya ke arahku yang memandang lurus ke depan, mengumpulkan kesadaran setelah dua jam tertidur dengan lelap. “Sudah enakan?,”kata Seorin sembari berlalu lalang merapihkan baju-baju dengan sebuah setrika ion yang ia digunakan untuk merapihkan kusutan kain tanpa melebarkannya di atas lantai. Aku mengangguk, menangkap matanya yang kembali menatapku.

Langkah gontai pun membawa tubuhku ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, bersiap untuk ‘perang’ hari ini. ‘Ah, aku tampak lusuh’,ucapku melihat bayangan wajah bak pakaian kusut, segera kurogoh kantong kecil yang berisi peralatan make-up, mengeluarkan sebuah lipstik merah muda yang biasa kukenakan. ‘Begini lebih baik’,bayangan diriku yang lebih cerah dengan lipstik merah muda terlihat, mengembangkan senyum memberi semangat pada diri sendiri.

Aku bergegas keluar dari ruangan kecil yang disebut kamar mandi itu, mendapati cahaya matahari kini sudah mulai menyinari ruangan yang semakin hectic. Tak ingin mengganggu pekerjaan mereka, aku segera keluar kamar dan mengetuk  satu-per-satu kamar yang pintunya masih tertutup rapat.

“Yeol-ah, Hyun-ah,”teriakku pada satu pintu yang di dalamnya terisi Chanyeol dan Baekhyun, kemudian terus berlalu pada satu pintu lain yang diisi Lay dan Jongdae. Langkahku kembali beralih pada tiga pintu lain yang masing-masing diisi Kai-Kyungsoo, Sehun-Suho, dan Minseok-Tao, tetapi ketiga pintu ini berhasil membuat tugasku menjadi lebih mudah, mereka sudah terbangun dengan tanda pintu yang terbuka meski sedikit. Aku mengangguk dan tersenyum singkat, kemudian kembali pada dua pintu yang belum bergeming. “Mereka belum bangun?,”suara Seunghwan sunbae terdengar dari arah belakangku, dengan wajah yang masih basah terkena terpaan air, ia mengetuk pintu yang dihuni Chanyeol dan Baekhyun dengan keras. “Ya! Bangun!,”tak mendengar adanya pergerakan dari dalam, lelaki ini memberikan key card padaku. “Bangunkan mereka, aku akan melihat yang lain,”aku mengangguk kemudian menggeser kartu tersebut pada lempengan besi yang renggang.

“Yeol-ah!,”tubuhku terhempas diranjangnya yang masih tersisa banyak space kosong. “Ireona!,”melengkingkan teriakan yang membuatnya dan Baekhyun terbangun serempak. “Aaahh!,”rengek mereka melihatku kembali menganggu waktu tidur keduanya.

“Ya Shin-ah, sudah kubilang kau dilarang masuk ke kamar perjaka,”Baekhyun melempar bantal yang tadi menjadi tumpuannya tidur ke arahku, ia terus melemparnya hingga aku terhempas ke luar kamar dengan posisi duduk dan tawa yang tiada henti, tanpa kusadari aku telah membuat langkah kaki terhenti karena melihatku tergeletak dengan suara tawa yang nyaring. “O, mian,”Baekhyun membungkukkan tubuhnya menyapa orang-orang yang juga menyapa Baekhyun. “Dia memang suka begitu, tidak tau malu,”tambah Baekhyun dengan tatapan lucunya untukku segera berdiri.

“Anyeonghasaeyo,”sapaku pada satu lelaki yang berdiri paling depan dengan topi fedoran-nya. Ia tersenyum, membalas bungkukan tubuhku dan kembali berjalan dengan empat lelaki lainnya yang juga menyapaku dan Baekhyun. “Cepat! Lihat, WINNER saja sudah siap. Kau tidak tau malu,”ucapku pada Baekhyun yang hanya mengenakan celana pendek dan muka kusut. “Anyeong Janeul-ah,”sapaku sebelum menutup pintu, yang melihat Janeul berlari mengejar anak asuhnya yang sudah jauh di ujung lorong, membuatnya melambai meski langkah kaki yang tetap setengah berlari. “Cepat bersihkan diri. Kalian sudah kalah dalam hal waktu dengan WINNER. Ingat mereka juga petarung kuat di industri k-pop,”kataku yang menarik kedua tubuh laki-laki ini masuk ke dalam kamar mandi.

“Ya! tapi tidak mandi berdua juga manager Kim!,”teriak Chanyeol yang kemudian kembali ke luar kamar mandi, membuatku kembali terkekeh dan meningalkan kamar tersebut.

-Hello, Manager Kim-

Sebuah panggung besar tanpa penghuni sudah selesai dibangun, tinggal menunggu beberapa jam untuk membuatnya penuh sesak oleh penonton yang akan menikmati acara penghargaan milik Mnet ini. Di depanku sudah ada lima laki-laki yang berjejer di atas panggung, bukan panggung utama, mereka berbaris di atas panggung yang sepertinya dibuat seperti jalan untuk menyambung ke tempat para artis melihat pertunjukan idol lainnya di atas panggung.

“Geoul soge nae moseubeun teong bin geotcheoreom gongheohae”

Sebuah lantunan lirik tanpa nada mulai terdengar, “Ottae? Bagus tidak aransemen ini?,”rangkulan sebuah tangan berhasil membuyarkan konsentrasiku pada lantunan lagu yang terus berlanjut dengan suara khas sang rapper. Aku mengangguk menatapnya yang tersenyum bangga, memberikan dua jempol ke arah sang manager utama WINNER.

“Mian, EXO tampil terakhir,”kataku dengan kekehan yang membuat wajahnya berubah masam, mengakibatkan kerutan di kening Janeul tanda berpikir keras. “Aku suka dia,”aku menunjuk sang leader yang kini tengah bernyanyi, membuat Janeul kaget mendengar ucapanku. “Ani,”aku menggeleng dengan suara kencang karena audio yang sangat menggelegar di kupingku. “Maksudku, aku suka suaranya,”lanjutku dengan sekuat tenaga karena harus mengencangkan suara. Janeul menyenggol tubuhku, menggoda wajahku yang memerah, padahal pada kenyataannya aku masih merasa tidak enak badan.  

Kami kembali menikmati lagu berjudul ‘Empty’ dengan adegan orang-orang yang menabrakkan diri ke personil WINNER. “Mereka sudah bekerja keras, kasian uri namjadeul,”celoteh Janeul yang kini menyender di lenganku, membuatku tertawa melihat ekspresinya yang tak bisa kujelaskan, antara kasihan dan bangga. Kelimanya mulai berjalan menuju panggung tengah, bukan panggung utama, membuat Janeul juga segera melangkahkan kakinya, diikuti dengan suara memanggil namaku melalui walkie talkie. “Ne, aku segera kesana,”ucapku menjawab panggilan Hyunkyun sunbae yang memintaku mengawal EXO untuk melakukan rehearsal. Lagu Empty yang kembali berkumandang pun mengantarkanku kembali melakukan pekerjaan.

Pemandangan ruang tunggu EXO penuh dengan individu-individu yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, melatih tarian, suara, bahkan hanya sekedar bercanda seperti yang dilakukan Sehun, yang kini menatapku sinis, ‘Wae? Kau masih kesal denganku karena memegang black card milik Suho’,pekikku yang juga tak kalah melemparkan pandangan sinis padanya, tapi ada yang berbeda dengan suasana kali ini, Chanyeol hanya terduduk di sofa yang tersedia, seakan merasakan sesuatu yang tidak ingin ia ungkapkan, sehingga hanya mampu duduk dan berusaha menjadi Chanyeol yang biasa.

“Yeol-ah, gwenchana?,”aku menatap Chanyeol yang tengah terduduk lemas di sofa. Ia mengangguk, hanya memintaku mengambilkan sebotol air untuk menyegarkan tubuhnya. “Jinjja neo gwenchana?,”Chanyeol kembali mengangguk, seakan aku yang berlebihan dengan keadaannya sekarang. “EXO lima menit lagi,”suara perempuan mulai terdengar dari walkie talkie milikku dan beberapa walkie talkie yang dipegang manager lain. “Kkaja,”Chanyeol bertumpu pada bahuku dan berdiri menyambangi teman-temannya yang sudah berkumpul melingkar, meneriakan slogan sebelum memulai pertunjukan.

Aku berjalan di depan sepuluh lelaki yang masih mengenakan pakaian seadanya, menyapa staff dan artis lain yang sudah selesai melakukan rehearsal. Tatanan panggung yang berbeda dari lainnya menyapa kami, sepuluh kotak tersedia di panggung utama, membuat mereka menghambur ke kotak masing-masing seperti saat latihan.

‘She’s my black pearl...’

Senyum mengembang dari bibirku mendengar lagu yang pada akhirnya dapat kulihat penampilannya di atas panggung secara langsung, setelah beberapa hari belakang hanya dapat kubayangkan dari ruang latihan.  

“Woah!,”teriakku heboh melihat mereka sudah menyelesaikan penampilannya dengan empat buah lagu. “Charraseo! Charraseo!,”ucapku sembari menepuk punggung mereka satu-per-satu setelah turun panggung, kecuali Sehun yang menghindar saat aku akan menepuk punggungnya.

Saat kami akan kembali ke ruang tunggu dan bersiap untuk penampilan sesungguhnya, perjalanan kami sempat terhenti, aku  yang berada di belakang mereka segera menuju sumber masalah. Baekhyun tengah memapah Chanyeol yang terhuyung, membuatku segera mengambil alih tugas Baekhyun dan memapah Chanyeol seorang diri kembali ke ruang tunggu. Keadaan Chanyeol pun disambut Youngjun sunbae yang kini sudah tersedia di ruang tunggu, setelah beberapa waktu tak terlihat. Setelah merebahkan tubuh Chanyeol di sebuah sofa, Youngjun sunbae meenggerakan telapak tangannya—seraya memanggil—dengan tatapan glare death-nya. Aku segera berlari kecil kearahnya meski tubuhku sempat terhuyung karena kembali merasakan pusing seperti tadi malam.

Tanpa bertanya arah tujuan, aku terus mengekor Youngjun sunbae ke sisi yang lebih sepi. Sebuah pintu dengan tulisan EXIT di atasnya membawa langkah kami terhenti setelah masuk ke sebuah ruangan dengan pemandangan tangga yang berlapis, membuat kami berdua saling berhadapan. Tak lama, suara dengungan terdengar di telingaku diikuti rasa panas pada pipi kanan, Youngjun sunbae baru saja menamparku. “Kau di bayar berapa oleh mereka sehingga kau melanggar peraturanku?,”aku hanya menunduk tanpa menjawab, menahan buliran air mata yang akan runtuh jika aku mencoba melontarkan pernyataan. “Malhae!,”suara Youngjun sunbae menggema, berhasil membuat tubuhku menggidik, aku hanya menggeleng. “Memang kau kira aku tidak akan tau jika kalian pergi keluar semalam,”lanjut Youngjun sunbae dengan nada meledek. “Kau kira aku bodoh,”tambahnya sambil mendorong tubuhku dengan telunjuk yang ia tempelkan di bawah bahuku.

“Mianhae sunbae,”ucapku meski perlahan, membuatnya tertawa bengis.

“Jika terjadi apa-apa dengan Chanyeol, maka itu urusanmu,”singkat Youngjun sunbae, sambil berlalu menabrakku dengan sengaja. Melihatnya berlalu aku terduduk tanpa permisi, tak mampu menopang tubuhku yang semakin melemah setelah kupaksa untuk kuat sejak tadi malam. Kedua dengkulku menutup wajah yang masih merasakan perih di sebelah kanan, ‘Aku tidak boleh menangis’,pekikku, meskipun kurasa sesak di dalam dada.

Tarikan nafas panjang memulai rangkaian rasa emosiku yang akan meledak, tak bisa ku cegah air mata akhirnya mengalir dengan derasnya, bahkan kini menjadi isakan yang berat di dadaku. “Appo... appo,”rintihku sambil menepuk dada yang terasa sesak karena tidak dapat mengatakan apa yang aku kesalkan.

“Chogyo?,”suara itu berhasil menghentikan isakan tangisku. “Ada apa dengan anak asuhmu?,”sosok lelaki menaiki tangga yang berada di bawahku sambil membawa gitar yang ada di tangan kanannya. “Kenapa kau terlihat sangat menyedihkan agassi?,”ia semakin mendekat, menatap wajahku yang tidak ada cantiknya karena sedang menangis. “Mau aku nyanyikan sebuah lagu?,”semerbak harum tubuhnya seakan menyapu air mata yang belum kuhapus di atas pipi.

Aku sama sekali tidak memerdulikan kehadirannya, isakan tangis kembali mengisi ruangan yang hanya terdiri tingkatan-tingkatan anak buah tangga. Lelaki ini menarik tubuhku untuk duduk pada satu tangga terdekat, membuatku turut mengikuti kemauannya.

Petikan melodi gitar mulai terdengar meski isakan tangisku masih lebih kencang dari suara gitar yang ia mainkan, tak perduli dengan itu, lelaki ini masih berusaha menghiburku yang entah karena alasan apa, bahkan kami berada di bawah naungan mangement yang berbeda.

Suaranya memulai sebuah lagu yang sering kudengar sebagai pengantar tidur, ‘Aku suka suara ini,’pekikku, pada akhirnya membuat isakan tangisku benar-baner terhenti dan memberanikan diri untuk menatapnya yang kini tersenyum menatapku.

"Cheoeum neoreul mannasseul ttaen jeongmal nuni busyeosseo 
Neoui misoreul cheoeum bwasseul ttaen sesangeul da gajyeosseo 
Little star 
Tonight 
Bamsae naega jikyeojul geoya"

Senyumpun mulai mengembang di wajahku mendengar seuntai lirik yang ia kumandangkan, seakan memutar kembali pertemuan pertama kami bersama Janeul, sedang ia hanya sibuk menatap ponsel digenggamannya, dan kini ia dengan senyum ramahnya menyapaku dan melantunkan sebuah lagu.

"Naui du nuneul naui sesangeul modu humchyeobeoryeosseo 
Little star 
Tonight 
Bamsae naega jikyeojul geoya” 

Suara tawa kecil mulai terdengar mendengar lirik yang sebenarnya sudah sangat sering kudengar, namun ini menjadi hal romantis bagiku, bahwa ada seorang lelaki menyanyikan lagu ini untukku.

“Nae sarang tonight 
Bamsae naega jikyeojul geoya 
Pyeongsaeng naega jikyeojul geoya”

Suara petikan gitar yang panjang mengakhiri sesi pertunjukan private ini. "Kamsahamnida,”ungkapku setelah akhirnya menemukan suaraku yang tertahan karena emosi yang tak mampu kuluapkan tadi. Ia tersenyum, mengangguk, menandakan bahwa itu hal biasa.

“Kang Seungyoon!,”pintu di hadapan kami terbuka, menampakkan Janeul yang terlihat bingung. “Kenapa pergi tanpa memberitahuku? Bahkan kau tidak membawa ponselmu,”Janeul segera menarik Seungyoon yang juga tak percaya dengan kedatangan sang manager utama. “Neo gwenchana Shin?,”Janeul menatapku yang masih terlihat menyedihkan, aku mengangguk dan memberikan tanda oke dengan tanganku.

Langkah Janeul dan Seungyoon yang akan keluar dari tangga darurat terhenti saat terhalang dua lelaki dihadapan mereka, “Shin-ah, kau sedang apa disini? Aku mencarimu kemana-mana,”ucap Seunghwan sunbae dibalik tubuh Janeul yang menutupi pandangannya.

“Aku juga mencarimu nunna,”kata Sehun yang membuatku mengerutkan dahi karena mendengar kata ‘nunna’ untuk pertama kali dari mulutnya, tetapi matanya melirik ke arah kiri mereka, antara Seungyoon atau Janeul.

“Aku duluan ne, manager Seunghwan,”Janeul membungkukan badan ke arah Seunghwan sunbae, dan berlalu dari hadapan kami.

“Ayo manager Kim,”Seunghwan sunbae menyodorkan tangan, aku tersenyum dan meraih tangannya. “Himnae!,”ia menepuk pundakku dan merangkul, memberikan semangat setelah kembali mendapat teguran keras dari Youngjun sunbae.

“Fighting nunna!,”Sehun pun tampak menyemangatiku yang hanya mampu memberi senyum tipis. ‘Ada apa kau Oh Sehun bertingkah sok dekat seperti ini’,pekikku dalam hati.   

Panggung yang awalnya sepi itu, kini sudah ramai dipenuhi penonton. Setelah mengantar EXO duduk di kursi penonton–khusus idol–aku memilih untuk menetap di bawah panggung, hatiku belum siap untuk bertemu kembali Youngjun sunbae.

‘Ah, Jong Junyoung’,pekikku yang melihat sosoknya menerima penghargaan ‘Style in Music’. ‘Pasti akan lucu jika memiliki kekasih seperti dia,’ucapku sambil membayangkan adegannya saat berada di reality show We Got Married. Setelah Junyoung kembali ke kursinya, lampu kembali meredup, suara lagu yang sebelumnya sudah kudengar saat rehearsal tadi kembali menggema. Senyum simpul otomatis tergores di wajahku mengingat laki-laki bergitar yang kini tengah melakukan pekerjaannya dengan serius di atas panggung.

“Geoul soge nae moseubeun teong bin geotcheoreom gongheohae
“Honja gireul georeobwado teon gbin geori neomu gongheohae”

Suaranya terdengar berbeda sejak pertemuan tadi, seperti ada yang terasa hangat di dadaku saat mendengar suaranya. ‘Ani, Kim Shin Neul! Ingat, kau bekerja di perusahaan yang berbeda,’aku menepuk wajahku untuk menyadarkan diri atas angan-angan sesaat karena kebaikan hati seorang lelaki.

“Kamchagya,”pekikku melihatnya Janeul yang tiba-tiba muncul di hadapanku, kemudian ku sambut dengan merangkul pinggulnya tanpa kesulitan karena tinggi kami yang sama. “Aku iri,”ucapku melihat tatanan laki-laki di atas panggung yang tinggi semampai. “Apa rasanya menjadi manager mereka?,”aku menatapnya yang serius menonton performance anak asuhnya.

“Sama saja Shin,”jawabnya setelah kelima orang itu sudah berada di tengah-tengah panggung. “Aku juga iri melihatmu bisa bercanda dengan salah satu anak asuhmu saat membangunkan mereka tadi pagi,”jelasnya, membuatku kembali berpikir tentang kalimat ‘rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau’. Aku mengangguk mendengar kalimatnya, sepertinya Janeul sedang banyak pikiran tentang grup ini.

"Ajik areungeoryeoyo nuneul gameumyeon jeomjeom mudyeo jigetjyo sigani jinamyeon
Huhoehajineun anhayo jom aswiul ppunijyobogo sipjineun anhayo geudaega geuriul ppunijyo"

“Ah jinjja! Aku sangat suka dia!,”tanpa sengaja aku mengencangkan rangkulanku, membuat Janeul mengeluarkan suara aneh. “Mian,”kini aku melepaskan rangkulanku, tak ingin ada yang tersakiti lagi.

“Kau benar-benar menyukainya,”aku menoleh pada pertanyaan yang Janeul layangkan. Aku menggeleng cepat, kembali meralat kelimat yang selalu terpotong karena terlalu histeris.

“Suaranya, maksudku,”jelasku untuk kesekian kali, membuatnya kini mencoba mengorek informasi tentang apa yang kami lakukan tadi di tangga darurat.

-Hello, Manager Kim-

“I love you,”ucap terima kasih dari Hyeri Girl’s Day yang berhasil mendapatkan penghargaan ‘Best Dance Performance Female Group’ untuk grupnya, menghantar kegelapan di atas panggung. Untuk beberapa detik venue tampak gelap gulita, namun titik-titik cahaya lampu dari lightstick dan nama personil EXO yang disusun dengan lampu di atas papan berhasil menarik perhatianku sambil menunggu pertunjukkan EXO yang sebenarnya.

Musik penghantar kembali mengisi ruangan, gambaran sebuah kubus pun menjadi pemandangan panggung kali ini, membuat jantungku seakan terhenti dan melupakan kejadian beberapa saat lalu, meskipun rasa cemas menyelimutiku karena kondisi tubuh Chanyeol yang sedikit mengalami penurunan.

Teriakan penonton mengiringi musik yang mulai memasuki intro, diikuti animasi yang menampakkan sosok nyata Kai di tengah panggung tengah menari di belakang kain yang menutupi dirinya. Animasi lain berputar, menggantikan sosok Kai yang seakan pergi entah kemana yang digantikan dengan personil EXO lainnya. Hingga pada akhirnya, sosok sepuluh personil EXO tercetak di balik kain berukuran besar, kembali membuat penonton histeris.

Belum puas dengan itu, lampu panggung kembali meredup, melantunkan intro ‘Black Pearl’ sebagai lagu pembuka yang akan ditampilkan EXO malam hari ini. Layar dibelakang mereka berubah bak gambaran air di samudra terdalam, biru dan hitam akhirnya menyapa penonton.

Aku tersenyum bangga saat suara Kyungsoo memulai lagu, mungkin ini perasaan yang tadi Janeul rasakan saat kami bersama-sama menonton WINNER dari bawah panggung. ‘Ah, uri namjadeul. Kalian sangat tampan,’aku tak mampu membohongi diri bahwa mereka memang sangat tampan saat mengenakan pakaian setelan jas seperti itu.

Pandangan banggaku kembali teralih saat memasuki bagian utama lagu, Chanyeol tampak tidak memukai menurutku, gerakannya terlihat tidak sehebat biasanya. ‘Ayolah Chnayeol, bertahan sampai ini selesai’.

‘She’s my black pearl~,’suara kuat milik Jongdae, berhasil mengesampingkan keresahanku atas Chanyeol, membuatku bersorak bak fans yang berada dibelakangku. Maklum, ini kali pertamaku melihat EXO di panggung besar. Jongdae pun akhirnya berhasil menyelesaikan lagu Black Pearl dengan mulus.

Lagu Tell Me What is Love segera menggantikan lagu Black Pearl yang baru saja usai. Latar ungu pun mengubah suasana panggung menjadi terkesan sangat berkelas. Sosok Janeul berlari kecil menuju tempatku berdiri, sepertinya ia tidak mau ketinggalan lagu yang biasanya dibawa Kyungsoo secara individu di konser tunggal EXO.

That’s my favorit!,”kata Janeul yang menggandeng tanganku. “Hmmm,”ia menjentikkan tangan. “Lebih tepatnya suara anak ini,”tambahnya, membuatku tersenyum bangga seperti yang ia lakukan tadi saat aku memuji artis asuhannya. “Aku sangat ingin mendengar lagu ini secara langsung, makanya aku segera berlari ke sini,”jelas Janeul. Saat suara Kyungsoo mulai menggema, kami pun menikmati lagu ini tanpa komentar sepatah katapun, sampai akhirnya, “Ah, Bobby kau membuatku malu,”pekik Janeul yang tak sengaja tengah menatap layar, menampakkan artis besutan YG yang disorot kamera namun dengan ekspresi yang tak terduga. “Habis ya,”Janeul nampak kecewa. “Lagu ini harus diperpanjang Shin-ah,”tambahnya, yang kemudian melepas tanganku saat melihat EXO menuruni tangga untuk berganti pakaian. “Aku kembali lagi ya,”ia melambai dan menghilang di telan gelap.

Dengan cekatakan para stylish melepas jas berwarna hitam yang tadi mereka kenakan, menggantinya dengan jas lain berwarna putih, kecuali Kai yang mengenakan kemeja longgar berwarna putih dan melepas sepatunya untuk penampilan solo. Suara teriakkan pun kembali terdengar saat sosok Kai yang kembali menaiki panggung seorang diri, seakan mereka tau apa yang akan dipersembahkan Kai, sama seperti konser Lost in Planet EXO.

Aku mengelus punggung Chanyeol sembari menunggu dirinya, Sehun, Baekhyun, Suho dan Kyungsoo di gerek naik ke atas panggung. Tubuh laki-laki ini tampak kelelahan melebihi biasanya, Chanyeol hanya bisa bertumpu pada pundakku yang lebih pendek darinya, getaran tubuhnya yang naik turun karena mengambil nafas sangat terasa ditubuhku. Sedangkan sisi bahu lainnya sudah bersandar Kyungsoo.

“Minum?,”aku menyodorkan dua botol air ke arah mereka yang bertumpu pada bahuku, namun keduanya menggelang, hingga akhirnya direbut Sehun tanpa permisi dan menghabiskannya sekaligus. “Himnae!,”ucapku penuh semangat saat tanda-tanda penampilan Kai sudah berakhir. Chanyel dan Kyungsoo pun bersiap mengambil posisi.

“Dia tampak tidak baik ya,”Hyunkyun sunbae menatap Chanyeol yang terengah dengan keringat membasahi keningnya.

“O, mianahe sunbae,”ucapku, mengingat kami melakukan ‘sneak out’ semalam, membuat mereka kurang istirahat dan menumbangkan Chanyeol—sepertinya.

“Kenapa minta maaf?,”ia menatapku heran. “Sudahlah jangan kau pikirkan perkataan Youngjun hyung,”lanjutnya, membuatku kembali fokus menatap Chanyeol. “Dia turun,”aku segera mendekat ke arah Chanyeol yang langsung terduduk, mengambil botol air yang diberikan seorang stylish, namun tak mampu ia menelannya.

“Gwenchana?,”tanyaku yang tak bisa ia balas karena sibuk mengatur nafasnya. Aku hanya bisa mengelus punggungnya yang panas karena mengeluarkan banyak keringat. Tak lama, semua personil EXO pun kembali naik ke atas panggung.

Lagu sudah terhenti, namun lampu tak kunjung meredup. ‘Ayolah cepat matikan lampunya,’aku menghentak-hentakkan kaki tak sabar, apalagi melihat Chanyeol yang sudah tampak tak bisa menahan diri terus berdiri.

“Akhirnya,”aku segera meraih tubuhnya yang langsung menjatuhkan diri kepadaku setelah ia turun dari panggung.

“Gomawo Shin-ah,”ucapnya dengan nafas terengah. Aku mengantar mereka kembali ke kursi tempat para artis menonton pertunjukan artis lainnya, sedangkan sisanya bersama manager Hyunkyun ke ruang tunggu.

-Hello, Manager Kim-

Acara pun berakhir, serpihan kertas mulai menghujani seluruh venue, tak terkecuali diriku yang sedari tadi setia menunggu di bawah panggung karena malas bertemu dengan Youngjun sunbae di ruang tunggu. Para artis pun berkumpul di panggung tengah, melambaikan tangan kepada penonton yang hadir. Mataku memicing menatap Sehun yang menyapa Mino, rapper WINNER,mereka saling berpelukan namun ada yang mengusikku, ‘Sehun-ah, kau mengatakan apa pada Mino sampai ia kaget seperti itu?’. Aku pun ikut berjalan mengikuti langkah mereka menuju panggung utama.

“Aaaaakk,”teriak para gadis saat aku hendak masuk ke belakang panggung. EXO sudah mencari keberadaanku yang baru terlihat. “Ayo,”ucapku kemudian, memimpin jalan kembali ke ruang tunggu.

“Gomawo,”ucap Chanyeol yang kini telah merangkulku. “Sudah sangat mengkhawatirkanku manager Kim,”lanjutnya dengan menyubit pipiku singkat.

“O. Jangan seperti itu lagi. Aku tak bisa melihat kau lemah,”jelasku dengan anggukan, membuatnya ikut mengangguk.

“Nunna,”satu orang lagi menyamai langkahku. Membuat Chanyeol ikut menoleh ke sumber suara.

“O. Sejak kapan kau memanggil dia nunna?,”laki-laki ini hanya tersenyum, lalu kujawab dengan alis terangkat.

“Pinjam ponselmu,”ia menadahakan tangan, menungguku untuk mengeluarkan ponsel yang ia tau ada di kantung celanaku.

“Untuk apa?,”tanyaku yang curiga, namun tetap memberikan ponsel berwarna putih itu ke tangannya. Lelaki bernama Sehun melangkah mendahului kami tanpa memberi jawaban, ‘Ah, mungkin ia mencari ponselnya’, pekikku dengan berpikir positif. 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK