Keramaian SM Building yang tercipta sejak tadi pagi hingga senja kini mulai memudar, yang tersisa hanya ada suara alat pembersih lantai dan beberapa staff yang masih lembur. Ruangan yang biasanya riuh akan suara lagu dan hentakan kaki kini sudah tidak terdengar lagi aktivitasnya. Bulu kudukku beberapa kali sempat berdiri, mengingat dengan gagahnya aku berjalan sendiri menyusuri gedung yang terlampau luas dan sepi di saat malam.
“Kim Jongdae,”teriakku mencari seorang lelaki bernama panggung Chen ke penjuru ruang latihan yang ada di SM Building, namun aku belum dapat menemukan sosoknya, hingga terdengar lagu ‘Black Pearl’ samar-samar yang semakin nyaring saat aku mendekati satu pintu bertuliskan, ‘Vocal Room’. Aku membuka pintu tersebut perlahan, mendapati dirinya larut dalam latihan vocal sendirian. Sebuah sofa yang sudah tersedia pun seakan memanggilku untuk kududuki, tanpa membuat riuh ruangan, akupun menempati kursi kosong tersebut, memerhatikan setiap gerak tubuh, suara dan melodi yang ia keluarkan dengan mata tertutup dengan penuh penghayatan.
“Kamchagya,”tubuh Jongdae berlonjak saat melihatku tanpa suara tiba-tiba sudah hadir di hadapannya. Ia segera mengecilkan suara musik yang memenuhi ruangan kecil ini dan menyambutku. “Manager Kim,”ia membungkuk dan mendekat ke arahku yang juga turut berjalan ke arahnya, memberikan dua botol minuman dan vitamin. “Kamsahamnida,”ucapnya sekali lagi dengan membungkukkan badan.
“Kau tidak istirahat? Besok pagi kita sudah harus berada di airport,”ucapku seraya memerhatikannya menengguk setengah botol yang baru saja aku berikan. “Kita harus segera pulang. Teman-temanmu sudah kelelahan,”aku mengendikkan kepala ke arah pintu.
“O,”ia mengangguk, mengeringkan buliran air yang berada di sudut bibir dengan ujung tangan jaketnya. “Chakkaman,”langkahku tertahan yang sedikit lagi akan membuka pintu. “Kau bisa menjemputku lagi disini? Sepertinya aku masih perlu berlatih,”ungkapnya memasang raut wajah seakan memohon untuk aku perbolehkan.
“Hmm,”aku berpikir sejenak. “Baiklah,”aku mengangguk, membuat wajahnya kini sumringah. “Tapi ingat, jangan coba-coba pulang sendiri. Tunggu sampai aku menjemputmu,”tegasku yang diikuti sautan ‘Ne’ dari Jongdae. Aku kembali berjalan menuju ruang latihan EXO yang sudah mendapati mereka sedang bersiap untuk pulang.
“Kau sudah menemukannya?,”tanya Youngjun sunbaenim setelah aku menutup pintu dengan sempurna.
“Ne sunbae,”aku memandangnya yang tengah bertolak pinggang. “Tapi dia sepertinya butuh latihan lagi. Tidak apa jika aku mengantar mereka dulu setelah itu kembali menjemput Jongdae?,”jelasku menatap pungung-punggung kelelahan yang satu-per-satu mulai keluar ruang latihan. Youngjun sunbae memegangi dagunya seakan berpikir.
“O. Baiklah,”ia mengangguk diikuti tepukan di bahu kiriku, melebarkan lengannya di balik kepalaku menuju bahu kananku seraya merangkul. “Kkaja,”ajaknya yang membuatku mengikuti langkah kaki Youngjun sunbaenim menuju mobil.
Suasana yang berbeda dari kedatangan kami tadi pagi mulai terasa saat kami menuju parkiran mobil malam ini. Suara kaki yang awalnya melangkah bahkan seakan melayang di udara, kini hanya menyisakan seretan kaki yang mulai melemah, bahkan hanya terjadi sedikit perbincangan, mereka seakan sudah menuju alam bawah sadar, berjalan layaknya zombie.
Tidak membutuhkan waktu lama selang roda mobil bergulir, suara dengkuran dan deruman mobil yang melintas menjadi lagu pengantarku untuk menutup hari ini di dalam mobil, membawa kembali empat member EXO kembali ke dormitori. ‘Ani, aku harus kembali menjemput Jongdae di SM Building’,pikirku dengan kepala yang menadah di atas kemudi. “Kau mengantuk Shin-ah,”tanya seseorang dari belakang, yang sekilas kutengok melalui kaca spion di bagian tengah mobil.
“Ani,”jawabku dengan suara kekehan tawa kecil, membuatnya kembali menatap kilauan lampu mobil yang bertabrakan dengan mobil kami. Akupun kembali fokus pada tugasku mengendarai mobil yang kini dihujani lampu-lampu terangnya, seakan menyibakkan kembali kejadian dua minggu lalu, suaranya masih nyaring di telingaku bahkan hingga saat ini. ‘Oranmanhae Kim Shin Neul,’aku menggeleng, ingin meniadakan suara yang selalu terdengar di saat malam sepi seperti ini.
“Kau benar tidak mengantuk?,”suara yang sama kembali menyadarkanku dari bayangan yang tak terelakkan tadi. “Aku bisa menggantikannya jika kau mau,”kini ia menyondongkan tubuhnya, hingga pipinya yang chubby sudah berada dekat dengan kursiku.
“Aniya. Jinjja, aku lebih dari baik-baik saja,”jelasku, membuat tubuhnya yang condong kini kembali duduk tenang.
-Hello, Manager Kim-
“Kau sungguh tak mau aku temani?,”Minseok menghadang langkahku yang akan kembali menjemput Jongdae, satu-satunya member yang belum terlelap tidur di dormitori.
“Aniya oppa, kau bisa istirahat,”jawabku sambil memasang sepatu di kakiku. “O,”aku menjentikkan jari, mengingat sesuatu yang hampir terlupa. “Apa Jongdae sudah merapihkan barangnya untuk besok?,”Minseok terlihat berpikir.
“Chakkaman,”ia berlari kecil masuk ke dalam dormitori untuk mengecek sesuatu yang aku tanyakan. Tak lama sosoknya kembali di hadapanku dengan jawaban. “Oke,”tanda bulat yang dibuat dengan jarinya melayang di udara, menandakan bahwa Jongdae sudah bersiap untuk kepergiannya besok.
“Baiklah,”aku mengeratkan jaket untuk menahan dingin di luar pintu dormitori. “Kau harus tidur yang nyenyak. Ne,”hardikku membuat senyum mengembang di wajahnya, sebuah lambaian tangan dari kami berdua menghantar sebuah pintu yang tertutup.
Aku kembali ke parkiran yang kini nampak lebih menyeramkan jika aku sendiri, kilatan flash kamerapun seakan menerpaku, ‘Mereka pikir aku EXO’,pekikku yang tidak terlalu mengindahkan apa yang mereka lakukan, aku hanya fokus bagaimana cepat mengakhiri hari ini. Badan mobil kembali bergerak di atas roda yang berputar, mengantarku kembali ke SM Building.
“Jongdae-ah,”aku memanggil namanya jauh sebelum diriku dekat di ruang yang tadi ia tempati, bermaksud untuk membuat kegaduhan karena aku merasa tidak enak hati berjalan sendiri melintasi banyak ruangan yang kini sudah mulai gelap, bahkan langkahku kini setengah berlari. “Ya!,”aku mendengus kelelahan setelah sampai di ruang yang sama. “Ppaliwa, kau harus istirahat,”kaki kiriku menahan pintu agar tidak tertutup.
“Kenapa kau cepat sekali datangnya? Aku masih belum puas,”ucapannya membuatku kini terkulai lemas di lantai, kemudian merembet ke sofa yang berada di sudut ruangan. “Ah. Mau aku nyanyikan lagu? Agar kau kembali bersemangat, manager Kim,”tangan kanannya menggeser layar telepon genggam yang entah sedang mencari apa.
“Aniya,”aku menggeleng. “lanjutkan saja latihanmu, aku akan menunggu hingga kau selesai,”jelasku, membuatnya kembali melatih lagu-lagu yang akan ditampilkan saat MAMA. Padahal ia tidak akan bernyanyi sendiri, tapi ia banting tulang untuk meraih kata perfecto, bahkan sesekali ia membuat dirinya kelelahan, entah push-up, sit-up, atau sambil menari, dan kemudian kembali melantunkan lagu dengan nafas terengah-engah, mencoba agar tetap stabil.
Penampakan Jongdae makin lama makin buyar karena mataku yang sudah tak sanggup untuk bertahan terbuka, namun aku terus mengusahakan agar tidak terlelap, apalagi sampai bermalam di sini, aku tidak bisa membayangkan semarah apa Youngjun sunbaenim padaku.
“Jongdae. Ayo pulang,”aku kembali mengajaknya untuk kembali mengistirahatkan diri, agar tampil segar saat di atas panggung. “Suaramu sudah lebih dari perfect. Kkaja,”aku mendorong tubuhnya keluar ruangan setelah selesai membereskan beberapa barang ke dalam tas.
-Hello,Manager Kim-
Suara nyaring deringan ponselku menggema, membangunkanku dari tidur pulas dengan mimpi yang seakan nyata. “Omo!,”aku keheranan menatap sekelilingku, ini bukan kamar yang aku tempati, ini Vocal Room SM Building. ‘Bagaimana aku bisa disini?’, tubuhku terperanjat tak karuan, mengetahui bahwa benar semalam aku bermimpi, aku belum mengantar Jongdae pulang. Tanpa mengacuhkan ponsel yang terus berdering dari Youngjun sunbae, aku segera membangunkan Jongdae yang ikut tertidur di lantai. ‘Aish. Bagaimana aku bisa membiarkan aset SM ini tidur di lantai, sedang aku di sofa yang nyaman’.
“Kim Jongdae. Ireona! Kita ketiduran,”aku mengguncang tubuhnya, ia pun bergegas terduduk dan ikut panik sama sepertiku. Kami pun segera melintasi lorong yang mulai ramai diisi pegawai SM yang baru saja datang.
“Ottokhae manager Kim. Apa kita telat,”Jongdae tampak panik setelah duduk di kursi sebelahku, melihat sinar matahari yang mulai menyinari pagi yang hampir siang.
“Mianhae, aku sungguh tidak tau akan berakhir seperti ini,”kakiku segera menginjak gas dalam-dalam menyusuri jalanan kota yang untungnya sudah terlampau sepi.
Gerombolan member EXO sudah mulai terlihat di parkiran, sedangkan kami baru datang. ‘Habislah aku’, manager Youngjun sudah menatap kedatanganku dan Jongdae yang baru saja keluar mobil. Ia terus menatapku dengan tatapan tajam sambil bertolak pinggang, aku mendorong pelan tubuh Jongdae untuk segera mengambil barangnya dan membiarkan kami berbicara empat mata.
“Ya!,”teriakan Youngjun sunbae mengalihkan semua pandangan kepada kami, wajahnya memerah menahan kesal kepadaku yang sudah menghampirinya. “Kenapa kau sangat ceroboh!,”satu kalimat kembali melayang, seakan menamparku sangat keras. “Kau tau kan apa yang menjadi prioritas seorang manager? Arra!,”Youngjun sunbae terus menghujaniku dengan teriakan, tanpa membiarkanku membela diri, nafasnya memburu, seakan mencari celah untuk kembali memberi peringatan padaku. “Kau tidak tertolong Shin,”kalimat penutup Youngjun sunbae berhasil menghantamku keras tepat di atas kepala, membuatku limbung dan tak mampu menahan air mata yang otomatis mengalir. Youngjun sunbae berlalu, bahkan saat aku belum sempat mengutarakan permintaan maaf atas kecerobohanku.
“Kau bisa ambil kopermu sekarang, membersihkan diri secepat mungkin dan kembali ke sini,”suara Im Hyunkyun sunbae menyapaku di saat tak ada yang berani mendekatiku setelah terkena teguran keras Youngjun sunbae. “Uljima, ia hanya mencoba membentukmu menjadi manager yang handal,”lanjutnya yang berusaha meraih wajahku yang terus menunduk. “Kka,”tangan kanannya mendorong pelan tubuhku ke dalam lift yang sudah terbuka.
Jongdae menatapku yang baru saja keluar lift, namun ia tak mampu bergeming melihatku yang kacau setelah bertemu Youngjun sunbae. Langkah gontai membawaku kembali ke flat yang tak aku tempati semalam. Dengan hanya menyikat gigi, mencuci muka, dan berganti pakaian, aku segera meraih tas ransel besar dipunggungku, berjalan kembali ke parkiran.
“Anja, biar aku saja yang menyetir,”ucap Seunghwan sunbae yang mendapatiku akan kembali membawa mobil van yang sudah ditempati Baekhyun, Kyungsoo, Chanyeol, Sehun, dan Kai.
“Kamsahamnida,”kataku yang segera berjalan ke pintu sebrang.
Aku benar-benar tak bergeming di dalam mobil, bahkan untuk mendengarkan musik melalui headset seperti yang biasa aku lakukan, aku tidak berani. Aku benar-benar terpaku di dalam mobil, menatap jalan yang lama kelamaan terasa sendu bagi diriku sendiri. ‘Kim Shin Neul, kenapa kau bisa melakukan kesalahan? Kenapa kau ceroboh?,’kata-kata itu terus mengulang di otakku, bahkan lagu yang mengalun di dalam mobil tak mampu menembus kata-kata yang seakan menjadi tameng di otakku.
“Manager Kim,”sentuhan lembut di lengan kiriku berhasil membuyarkan lamunanku yang menyisakan mata sembab karena menahan tangis. “Igon,”tangannya menyodorkan sekotak susu dan roti berukuran kecil. “Kau belum sarapan, kan?,”wajah polosnya menyapaku yang hampir tak berekspresi. “Himnae,”lanjutnya setelah aku meraih minuman dan makanan yang ia sodorkan, dengan suara pelan dan melayangkan kepalan tangan di udara.
“Gomawo,”senyum tipis membalas kebaikannya, dan segera melahap dan menenggak habis susu dan roti yang ia berikan.
Suasana mobil yang awalnya agak menegang karena kehadiranku, lambat laun semakin mencair, Chanyeol yang sudah gatal untuk bertingkah di dalam mobil, kini sudah berhasil kembali mengeksresikan dirinya lagi. Senyum yang sempat tenggelam dari wajahku kini mulai mengapung lagi dalam waktu cepat karena ulah mereka yang tak ada malunya.
Kedatangan kami disambut para gadis yang sudah menunggu entah sejak kapan. Setelah memastikan semua personil EXO sudah masuk ke dalam Bandara dengan selamat, aku segera membelikan request makanan dan minuman yang mereka perdebatkan saat di mobil tadi, tak lupa juga kubelikan segelas kopi kesukaan Youngjun sunbae yang terlihat masih enggan menatapku.
“Youngjun sunbae, kopi untukmu,”aku menyodorkan segelas kopi hangat kesukaannya, namun ia belum bergeming dari tatapan yang seakan memerhatikan para member EXO yang tengah bercengkrama. “Sun...,”cairan cokelat kehitaman itu berhasil menciptakan noda di atas lantai yang sebelumnya nampak baik-baik saja, kini aku menodainya dengan tumpahan kopi yang tersenggol Youngjun sunbae.
“Hati-hati manager Kim,”Youngjun sunbae hanya berbalik sekilas mengatakan itu, tentu saja dia masih sangat marah denganku. Tatapan nanar kembali tercipta menatap punggung pria yang membaur dengan para manager dan stylish.
“Gwenchana?,”tangan yang sudah memegang tissue itu membersihkan sisa-sisa percikan kopi yang berhambur ke celanaku. Aku menahan tangannya, berkata melalui mata bahwa membersihkannya akan sia-sia. “Apa aku benar tidak perlu mengatakan yang sebenarnya? Aku sungguh tak enak hati kepadamu Shin-ah,”ia kembali menatapku, mencari keyakinan dari mataku yang memang mengatakan demikian.
“Sudahlah tidak perlu merasa tidak enak denganku. Kau memang sudah menjadi tanggung jawabku, aku memang ceroboh,”jelasku padanya yang masih menatap nanar.
-Hello, Manager Kim-
Satu trolley airport beserta beberapa koper di atasnya sudah berada digenggamanku. Mataku mengedar ke penjuru Hongkong International Airport yang lebih sepi dari sebelumnya, ‘Huh’, helaan nafas panjang mengantarkanku pada bus rombongan yang sudah tak ada di tempat. Sinyal ponsel yang kini mulai normal tidak memberikan tanda apapun, entah telepon atau pesan singkat, hening, tidak ada aktivitas.
EXO Kim Jongdae
Shin-ah, neo odiya? Kau benar ada di bus belakang kami?
Aku menatap kecut teks yang baru saja masuk, ‘Ige mwoya Youngjun sunbae? Apa benar kau bersikap keras padaku untuk membentuk seorang Kim Shin Neul menjadi manager yang handal? Like this?’. Tanpa membalas pesan yang dikirim Jongdae, aku kembali memasukkan ponsel ke dalam saku jaket, namun getaran pesan yang masuk tak ada henti-hentinya. ‘Thank you Youngjun sunbae, kau berhasil merubah Kim Shin Neul. We’re war!’
“Kau masih di sini?,”Janeul mendapatiku berdiri sendiri di negara orang tanpa seorang menemani, dan dengan koper yang bahkan bukan milikku.
“Janeul-ah,”aku menyambutnya dengan sebuah pelukan berat. “Kau tau dimana hotel para artis? Ah. Aku sepertinya tertinggal,”usapan di tengkuk leher mendarat karena rasa canggung, menelanjangi management ku di tengah management lain yang terlihat masih bersama, sedangkan aku hilang arah sendiri karena perkara semalam. Tanpa bertanya dan mengorek apa yang terjadi denganku sehingga bisa tertinggal, Janeul segera memberi tau nama hotel dan lokasinya, bahkan ia menawarkan untuk pergi bersama. Tak berpikir panjang, aku menolaknya, meskipun aku sampai saat ini masih kesal dengan perbuatan Youngjun sunbae, bagaimanapun aku juga masih dipandang sebagai orang SM. “Gomawo, ne. Aku lebih baik naik taksi saja, lagipula koper mereka sangat banyak, tidak akan muat di dalam mobilmu. Aku juga sudah mendapatkan petunjuknya di google map,”jelasku, membuat anggukan di kepalanya. “Baiklah, aku duluan ya,”dibantu sang supir taksi yang sudah membawakan beberapa koper ke dalam bagasinya, aku melambaikan tangan kepada Janeul yang dibelakangnya terdapat personil WINNER, menggerek satu koper menuju taksi yang tak jauh dari tempat kami berdiri, meninggalkan Hongkong International Airport.
“Omo! Kau sudah ada disini?,”Baekhyun menyapaku yang berada di depan kamar mereka. “Kau teleportasi,”lanjutnya dengan tepukan tangan. Aku tersenyum puas, menatap Youngjun sunbae yang tak percaya dengan kehadiranku yang lebih cepat, ‘Yo bro! Gunakan ponselmu dengan benar,’decakku dalam hati sambil membuka pintu kamar mereka masing-masing, membanggakan diri karena berhasil menggunakan google map dengan tepat sehingga mampu menemukan jalan tercepat menuju hotel.
“Daebak manager Kim,”ledek Lay yang melintasiku untuk masuk ke dalam kamar yang akan ia tempati.
“Silahkan nikmati waktu istirahat kalian,”ucapku di setiap kamar yang ditempati personil EXO. Bergaya memembersihkan kedua tangan, seakan sudah membereskan pekerjaan yang membanggakan. “Ini kuncimu juga manager Tak Youngjun,”aku menyelipkan key card di sela tangannya yang memegang segelas kopi. “Selamat menikmati waktu istirahatmu,”aku berlalu dengan ransel besar dipunggungku, menuju kamar yang akan aku tempati dengan salah satu stylish EXO, teman yang memberikan celah padaku untuk bekerja di sini.
“Jinjja! Aku sunguh tak percaya kau bisa melakukannya,”sambutan tepuk tangan dengan gelengan kepala tanda tak percaya menyambutku yang baru saja masuk ke dalam kamar. “Daebak!,”dua jempol dari perempuan bernama Jung Seorin melayang ke arahku yang langsung merebahkan tubuh di atas kasur.
“Huwa!,”tangisku meledak, kali ini bukan candaan, aku benar-benar menangis setelah memaksakan diri untuk melakukan hal tersebut. “Micheoso!,”tubuh yang baru beristirahat empat jam ini berbalik, menelungkupkan seluruh wajah di atas bantal yang kini menjadi basah karena air mata. Tangan lembut yang biasa memoles wajah personil EXO dengan riasan itu menepuk punggungku yang kini naik turun karena isakan tangis. “Appo,”tubuhku kembali berbalik, menepuk kencang-kencang dadakaku yang terasa sesak mengingat serangkaian peristiwa yang terjadi sebelum keberangkatan ke Hongkong.
“Lupakan, kau sudah berhasil membalasnya, manager Kim,”Seorin kembali merapihkan beberapa alat make up untuk persiapan MAMA.
Belum reda air mata mengalir di pipiku, suara ketukan pintu membuat kami berdua menatap ke arah datangnya suara. Soerin pun mengambil alih tugasku yang biasa membuka pintu di jaman kami tinggal bersama dulu saat kuliah, “Masuklah, managermu sedang kalut,”ucap Seorin menyambut seseorang di balik pintu, mendengar kata ‘managermu’, aku segera menahan tangis dan menghapus sisa air mata yang berbekas di atas polesan bedak.
“Shin Neul-ssi, neo gwenchana?,”sosok leader Suho nampak di ujung mataku yang masih menghadap ke lain arah, sibuk meredakan emosi melankolis.
“O,”aku mengangguk, berbalik ke arahnya yang sudah duduk di pinggir kasur dengan tatapan khawatir. “Jangan memasang wajah seperti itu. Aku tidak perlu dikasihani,”lanjutku dengan seringai senyum kecut.
“Mau temani aku jalan-jalan. Minseok bilang, setiap kami keluar, kau bertugas menemani kami,”Suho mengendikkan kepalanya ke arah pintu. “Di luar sudah mulai sepi, aku rasa tidak apa jika kita menghabiskan waktu beberapa saat di luar. Aku akan bertanggung jawab kali ini jika ada yang terjadi sesuatu dengan diriku sendiri,”matanya menatapku, “Dan juga kau,”lanjutnya dengan alasan panjang lebar yang hanya aku jawab dengan sebuah anggukan.
Kami berjalan keluar kamar yang sudah tidak ada lagi pemandangan sesak seperti kedatangan kami tadi. Lift terus menarik kami ke atas, aku hanya menatap angka-angka yang terus bertambah sampai akhirnya kami tiba di lantai yang Suho tuju, di sana sudah tersedia pemandangan indah Hongkong. Gemerlap lampu-lampu perkotaan Hongkong berhasil merubah buliran air mata yang tersisa menggenang di ujung mataku menjadi binaran indah, membuat senyum Suho mengembang tanpa kusadari.
“Joha?,”ucapnya, yang langsung kurespon dengan anggukan pasti. “Ini hanya sebagian kecil dari hasil pencapaianmu manager Kim,”kami saling menatap satu sama lain. “Bagi seorang manager perempuan, kau sudah berjuang banyak,”Suho kembali menatap deretan lampu di bawah sana. “Ah,”setelah puas membual, ia merebahkan tubuhnya di salah satu kursi yang tersdia, menepuk sisi kosong disebelahnya untuk kutempati. “Hari ini berat manager Kim,”dengan kedua tangannya, Suho menopang kepala seraya bersandar. “Jongdae...,”lelaki ini menatapku yang sudah duduk tepat disebelahnya. “Kami dengar kejadian sebenarnya dari Jongdae. Kau...,”aku menggeleng, menahan mulutnya untuk tidak melanjutkan kata-kata yang ingin ia ucapkan. “Kau tidak seharusnya berjuang sebegitu berat untuk kami, hingga reputasimu hancur di mata manager lain,”lanjutnya yang tidak mengindahkan keinginanku untuknya diam. “Gwenchana,”Suho menepuk bahuku yang terlihat kaku. “Rasa bersalah Jongdae padamu sudah ia tebus,”aku mengerutku kening dengan mata memicing, tak mengerti apa yang ia bicarakan.
Flash Back
“Hyung! Kau membiarkan dia sendiri di bandara? Apa itu hukuman yang memang harus ia dapatkan? Darimu?,”Jongdae putus asa saat teks yang terus ia kirim kepada Shin tidak kunjung menerima balasan. “Kau tidak seharusnya bersikap seperti itu? Kejadian semalam tidak sepenuhnya menjadi kesalahan dia,”lanjut Jongdae karena tak mendengar respon apapun dari sang manager utama. “Hyung! Malhae,”suara Jongdae meninggi, membuat Youngjun kehabisan akal dan membentaknya sesaat.
“Ya!,”bentaknya, membuat suasana mobil yang berisikan Minseok, Suho, Lay, Jongdae, dan Tao sedikit menegang. “Kalian bisa berhenti membela manager perempuan itu?,”tanpa menatap Jongdae, Youngjun angkat bicara dari kursi sebelah kemudi .
“Hajiman,”suara Minseok terdengar, seakan ingin memberikan argumen lain untuk membantu Jongdae yang terlihat putus asa.
“Mwo?,”Youngjun menatap Minseok dari spion tengah, membuat mulutnya kembali membungkam. “Aish jinjj. Apa kalian pernah membelaku saat aku terkena teguran keras dari Sooman sajangnim karena ulah kalian,”Youngjun berbalik, menatap kelima anak asuhnya dengan nafas memburu. “Ya! Aku sudah sejak awal bersama kalian, dan aku belum pernah mendengar kalian membelaku. Sekarang?,”senyum kecut melintas di wajahnya. “Neo! Neo!,”Youngjun menunjuk Jongdae dan Minseok bergantian, “Atau kalian semua, membela manager yang bahkan masih predikat asisten. Micheoso?,”jelasnya dengan penekanan di akhir kalimat.
Tidak ada yang bergeming setelah Youngjun bicara, lima laki-laki itu saling menatap satu sama lain. “Aku tidak membangunkannya saat ia tertidur,”Jongdae kembali angkat bicara, sehingga berhasil mendapatkan seringai tajam dari mata Youngjun. “Dengarkan penjelasanku dulu hyung!,”pintanya sedikit merengek. “Ya benar ia tertidur saat menungguku latihan. Melihatnya sudah tertidur amat pulas, aku tidak bermaksud membangunkannya dengan buru-buru. Aku pun ikut merebahkan diri, yang tanpa kusadar, justru aku juga ikut terlelap tidur,”jelas Jongdae singkat, bermaksud ingin menjelaskan bahwa Youngjun juga harus menyalahkan Jongdae yang ikut tertidur di ruang latihan.
Youngjun tak bergeming, bahkan saat Jongdae memulai ceritanya, Yougjun memilih untuk mengenakan headset seakan tak ingin mendengar penjelasan apapun.
“Gwenchana,”Minseok berbisik pelan sambil menepuk bahu Jongdae yang terkulai karena tidak bisa melakukan apa-apa untung sang manager Kim. “Aku yakin dia medengarnya,”lanjut Minseok dengan suara teramat kecil.
End of Flash Back
Suho mengakhiri ceritanya dengan menatap pemandangan langit yang bertaburan bintang, “Mendengar Youngjun hyung berkata seperti itu, aku pun juga berpikir. Kenapa kami, ya, terutama beberapa member EXO yang dekat denganmu sangat berani membelamu,”Suho kembali menatapku yang kini sudah berkaca-kaca. “Seakan kami lupa ketegasan Youngjun hyung jika sudah terkait tentangmu.”
“Aninde, kalian terlalu berlebihan,”aku menggeleng. “Jangan lakukan hal seperti itu lagi. Bukan tugas kalian membelaku, akulah yang harus melakukan tugas itu untuk kalian,”aku berdiri, menadahkan kepalaku menahan air mata yang akan turun. “Lakukan tugas itu leader Suho, katakan pada mereka bahwa tidak perlu membelaku,”aku berbalik menatapnya yang masih nyaman duduk di kursi kayu itu. “Hajiman,”pandanganku kembali berbinar menatapnya yang tak mengerti dengan ucapanku, “Gomapseubnida,”aku membunguk tubuh 90 derajat di hadapannya, membuat gerakan canggung bagi Suho.
“Dongsaengi,”Suho menarik tubuhku untuk kembali berdiri tegak, “Ayo kita kembali ke dalam, udara semakin dingin,”ia berjalan di depanku, membukakan sebuah pintu kaca yang menunggu untuk aku masuki.
-Hello, Manager Kim-
Sekantung penuh makanan ringan menghalangi laki-laki yang tengah duduk menatap pemandangan dari luar hotel, Jongdae menatap bungkusan itu beserta si pemilik tangan yang menyodorkannya. “Anyeong~,”sapaku dengan nada yang dibuat sangat manja, menarik bangku kosong agar dapat duduk dekat dengannya. “Leader Suho membelikan ini untukmu. Agar senyum manis si main vocal ini kembali mengembang di wajahnya,”kuletakkan bungkusan itu di pangkuannya.
“Mianhe Shin-ah,”ucap Jongdae dengan kepala yang tak mampu menatapku. “Jeongmal mianhae,”ungkapnya sekali lagi dengan nada yag benar-benar menyesal.
“Ya!,”aku menggeleng. “Tidak ada yang salah, kenapa harus minta maaf?,”kutegakkan kembali kepanya, membuat kami saling menatap. “Cheese,”aku melayangkan telepon genggam di hadapan kami, seraya akan mengabadikan moment berdua kami di telepon genggam milikku. Satu gambar dengan senyum merekah telah tersimpan, “Coba kau lihat. Seorang Chen lahir bukan untuk meratap seperti tadi,”godaku yang membuat aura tubuhnya lebih ceria. “Gomawo,”Jongdae menatapku. “Telah membelaku,”lanjutku. “You’re the best,”dua buah jempol melayang ke arahya.
“We are, manager Kim,”katanya lantang dan berakhir dengan tawa dari kami berdua.