home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Hello, Manager Kim

Hello, Manager Kim

Share:
Author : larasatityass
Published : 01 Apr 2015, Updated : 31 Mar 2016
Cast : EXO Member | EXO Manager | Kim Shin Neul (OC) | WINNER member | Park Janeul (OC) | Woo Jiho aka Zico
Tags :
Status : Complete
4 Subscribes |26253 Views |11 Loves
Hello, Manager Kim
CHAPTER 3 : A Month

Jalan Cheongdam-dong kembali menyapaku setelah berusaha sadar bahwa pekerjaanku kini sudah tidak bisa dikatakan sebagai main-main. Topi pemberian Chanyeol terkait di tali tas kecil yang letaknya tepat di samping pinggul kananku, membuat benda berbentuk lingkaran itu mengayun mengikuti langkahku menuju halte terdekat. Hamparan aspal jalan yang yang kini menjadi background topi berwarna merah itu berhasil mengalihkan pikiranku yang melayang, tentang bagaimana kedepannya pekerjaan ini akan berlangsung.

“Ya!,"teriakan seorang laki-laki terdengar dari depanku. Aku menelisik mencari sumber suara yang tak kudapati. "Manager baru!,"suara itu kembali terdengar, tapi aku masih tak menemukan sosoknya. 
"Chogyo!,"sebuah kepala muncul dari dalam mobil yang berjarak 100 meter di depanku, lebih tepatnya sebelah kiriku. 
"Ne,"jawabku sambil berjalan mendekati mobil yang tak asing bagiku. "SHINee,"aku mendapati kelima member SHINee berada di dalam mobil, mereka tak enggan memberikan senyum ramah, padahal aku sama sekali belum bertemu dengan mereka secara langsung. 
"Kau mau kemana?,"seorang pria yang berada di kursi kemudi menyadarkanku. 
"Ne sunbaenim,"aku mendekatinya, menggeser langkahku yang sebelumnya menghadap ke jendela kursi penumpang. "Ye. Aku mau ke SBS. EXO ada performe hari ini, lalu dilanjut siaran radio,"terangku. 
"Masuklah, kami akan melewati SBS,"ia segera merespon penjelasanku,  atau sepertinya tidak membutuhkan penjelasan panjang lebar seperti tadi. 
"Ye sunbanim. Kamsahamnida,"aku langsung membuka pintu tepat di sebelahnya.

Roda-roda mobil kembali bergulir setelah aku duduk rapih dan mengenakan sitbelt. Aku menengok ke arah belakang, memberi salam kepada lima orang yang tengah duduk manis namun terlihat canggung dengan kehadiranku di antara mereka. 
Pandanganku kembali lurus ke arah jalan, sesekali merespon pertanyaan yang diutarakan manager Choi Jin.  

Sebuah hentakan di lengan sebelah kiri berhasil menyadarkanku dari lamunan beberapa waktu, yang berusaha diam dalam percakapan antar manager dan artisnya. Gedung besar  bertuliskan SBS sudah menyapa kegiatan sore hariku, "Himnae!,"manager Choi menepuk pundakku, bermaksud memberi semangat 'semoga kau berhasil menerobos barisan fans yang panjangnya bukan main'.
"Ye!,"responku dengan nada semangat. "Terima kasih tumpangannya sunbaenim. Anyeong,"aku keluar mobil, melambaikan tangan ke arah mobil yang segera melaju sebelum diketahui orang sekitar, bahwa ada SHINee di dalam mobil yang baru saja aku tumpangi.

Aku berjalan menyusuri barisan manusia yang tak ada habisnya. Sosok perempuan yang sepertinya aku ingat wajahnya, muncul seketika di hadapanku, namun aku masih belum bisa menemukan memory dimana aku bertemu perempuan ini. Ia menenteng lima gabus gelas, seperti kopi, di tangan kanannya, dan sibuk dengan telepon genggam di tangan kiri, mengetik sesuatu sampai akhirnya....

"Hati-hati agassi,"aku menahan langkahnya yang hampir menabrakku. Ia mendongak, mendapati diriku seakan bukan orang yang ia harapkan.
"Omo. Jeosunghamnida. Kau ingin menuntutku ya,"perempuan ini tampak was-was dengan kehadiranku. 'Ah perempuan yang hampir menabrakku tadi rupanya'. Aku hanya menggeleng dan tersenyum untuk meringankan air wajahnya. "Jeosunghamnida, kalau tidak ada yang perlu aku bantu. Aku boleh pergi?"
"Ne,"aku mengayunkan tangan kanan ke arahnya berjjalan, mempersilahkan perempuan ini berlalu tanpa beban. Ia pun meneruskan perjalanannya setelah mendapat kepastian yang ia dapat dari ponsel yang sedari digenggamannya.

Aku kembali meneruskan jalan yang masih belum berujung, malah aku disuruh mengantri, lebih tepatnya diteriaki oleh fans. 'Apa dia tidak tau aku siapa?' Pekikku sombong dalam hati, kemudian mencari jalan lain dengan akses yang lebih mudah. 
Disana, aku menemukan sebuah pintu yang dikerubungi gadis remaja dengan suara teriak khas mereka. 'O?', dia lagi. Perempuan muda yang sibuk dengan lima gelas gabus kopi dan ya telepon genggam di tangan. Aku jadi paham kenapa dia sangat ceroboh berkendara tadi. 
"Permisi...,"aku berusaha keras menerobos pagar manusia yang terus berteriak pada artis yang baru saja turun dari sebuah mobil van, dan perempuan itu membawa ke limanya masuk ke dalam gedung. "Ya,"pekikku dengan volume suara yang dapat ku katakan kencang. Tubuhku kini sudah tersungkur di lantai, terdesak kaki-kaki yang hampir menginjak tubuhku. Laki-laki di depanku hanya menatap iba kemudian melanjutkan jalannya saat tangan perempuan yang masih memegang lima gabus kopi itu mendorongnya untuk terus berjalan.
Aku bergegas berdiri, merapihkan dan membersihkan diri setelah beberapa pasang kaki sempat 'menyapa' pakaianku saat tersungkur di lantai. Setelah berdiri sejajar dengan penjaga di depan pintu, aku segera mengeluarkan kartu 'ajaib' di hadapannya. Penjaga yang tengah bersusah payah menjaga pintu yang hampir bobol, ia membuka dengan cepat pintu untukku kemudian menutupnya lagi.

"Wasseo?,"teriakan para gadis kembali bergeming di balik pintu kaca yang memperlihatkan isi dalam gedung, terutama laki-laki yang baru saja menyapaku ini. 
"Ya! Kau sedang apa di sini?,"aku memukul lengannya  kemudian menarik cepat tubuhnya masuk agar tidak terlihat oleh fans yang berkerumun. 
Laki-laki bernama mandarin Xiumin itu melirik pintu toilet yang tak jauh dari tempat kami bertemu. Mataku juga ikut melirik pintu toilet yang tertutup. "Menunggu siapa lagi?,"tanyaku yang menunggu diriya sebagai navigator. 
"Kai,"jawabnya yang kini sudah bersandar pada tembok dekat pintu toilet. Aku turut mengikuti langkahnya yang bersandar. Tak lama, terdengar decitan suara pintu yang terbuka. Kai melirik sekitar dan tersenyum menatap Minseok yang berada tak jauh dari toilet, namun senyumnya segera pudar saat menatapku yang berada di sebelahnya. Ia memalingkan wajah dan berjalan merangkul Minseok, meninggalkanku yang berjalan di belakang mereka berdua.

"O. Wasseo?,"sapa manager Youngjun saat mendapatiku masuk setelah Kai dan Minseok. 
"Ne,"aku mengangguk dan meletakkan tas yang sedari tadi kujinjing di atas meja yang masih tersedia lahan kosong. 'Topi',aku menatap nanar tasku yang tega meninggalkan topi pemberian Chanyeol entah dimana, atau lebih tepatnya aku yang tidak sadar menjatuhkannya dimana. 
"Shin!,"aku segera menoleh saat sadar dari lamunan akan bayangan dari topi malang milik Chanyeol.

"Ne. Ne,"aku segera menoleh ke arah manager Youngjun yang memanggilku. Menadapatinya tengah sibuk menghitung lavalier microphone yang jumlahnya kurang dua buah. 
"Tolong kau ambilkan dua microphone, sepertinya aku meninggalkan di bagasi mobil,"pintanya dengan menyodorkan kunci mobil ke arahku. Tanpa basa-basi aku langsung meraih kunci mobil dan berjalan keluar.

Aku mengatur nafas melihat tumpukan orang di depan pintu yang jumlahnya semakin bertambah, merasakan detak jantung yang tak karuan berdegup semakin kencang saat aku semakin mendekat ke arah pintu keluar. Suara teriakan kembali menggema di telingaku seiring dengan langkahku yang menerobos gerombolan remaja perempuan yang bersusah payah mendapati spot terbaik untuk melihat idola favoritnya.

‘Ah sial’,gerutuku saat melihat beberapa orang tengah bergerumul di  dekat mobil yang akan aku sambangi. ‘Ayo Shin, kau bisa seutuhnya menjadi manager’,ucapku dalam hati lalu melanjutkan langkahku menuju mobil, memamerkan mimik dingin ke arah mereka yang belum sadar akan kedatanganku. Semakin mendekat, satu-per-satu dari mereka mulai sadar akan kedatanganku, sedikit memundurkan diri, namun niat mereka untuk menjauh sepertinya diurungkan karena aku berhasil membuka bagasi mobil, yang kini menjadi perhatian menarik bagi mereka.

“Nuguseyo?”

“Kau sedang apa”

“Siapa kau bisa membuka mobil EXO?”

“Kau sasaeng dari mana”

Pertanyaan terus berhamburan di telingaku, membuatku tak mampu mencari microphone dengan fokus.

“Ya!,”teriakan seorang perempuan berhasil membuat tubuhku merinding. Bayangan tubuhnya terlihat semakin mendekat ke arahku, bahkan aku sulit menggapai microphone yang sudah aku temukan ‘Aku akan diapakan sasaeng ini’. “Kara!,”mulut perempuan itu kembali berucap, membuatku kembali berpikir bahwa perempuan ini bukan sasaeng. “Karago!,”ucapnya sekali lagi, kini ia berhasil mengusir segerombolan perempuan yang sempat mengusik pekerjaanku. “Neo gwencahana?,”sapanya, yang kuliat dari ujung mataku, bahwa ia sudah ada di sampingku. Aku meraih dua microphone itu dan berbalik ke arahnya. “Mwoya? Kau lagi,”aku menatapnya yang kini sedang keheranan, begitupun denganku yang sudah lelah bertemu dengannya untuk ke-empat kali. 

“Hahaha,”balasku dengan tawa kecil sambil menutup pintu bagasi dan menguncinya. “Kamsahamnida atas bantuannya. Mereka memang cukup menggangu,”lanjutku, menyodorkan tangan kananku sebagai tanda perkenalan.

“Bukan cukup mengganggu, tapi sangat mengganggu,”balasnya yang diteruskan dengan jabatan tangan dan perkenalan diri, “Park Janeul,”perempuan yang hampir menabraku dengan mobil yang ia bawa, hampir menabrakku dengan lima buah gelas kopi, dan membiarkanku jatuh tersungkur di lantai ini menyambut uluran tanganku, kini ia tersenyum ramah padaku.

“Kim Shin Neul imnida,”balasku yang diikuti matanya yang melebar, menyadari nama kami yang hampir mirip.

Kami kembali masuk ke dalam gedung, sambil terus mengorek informasi tentang jati diri kami masing-masing yang ternyata sama, yakni perempuan yang menjadi manager di grup laki-laki. Aku merasa banyak kecocokan dengan dirinya, apalagi melihat dia yang telah jauh lebih berpengalaman denganku yang  pernah menjadi manager Bigbang dan 2NE1, aku merasa dia tepat menjadi temanku berkeluh kesah dan belajar tentang menjadi manager yang handal dan disegani para artisnya.

“Lain kali kita bertemu, ne,”ucapnya yang akan segera masuk ke dalam ruangan bertuliskan WINNER.

“Ne sunbaenim,”balasku dengan lambaian tangan ke arahnya yang segera meneruskan perjalanan.

-Hello, Manager Kim-

Tubuhku terpaku menatap pemandangan flat baruku yang sudah tertata rapih. Aku segera menghempaskan diri di atas lantai yang sudah dua kali kubersihkan dengan air dan pengharum lantai. “Huwaaaaaa,”tubuhku yang terasa kaku setelah menghabiskan waktu selama lima jam untuk membersihkan ruangan kecil ini terasa mengendur setelah aku merebahkan diri di atas lantai yang datar.

Mata lelahku yang kini menatap langit-langit kamar yang kosong, terganti dengan bayangan dari pengalamanku selama sebulan mengurus sepuluh orang yang baru aku kenal secara personal, mengamati satu-per-satu kepribadian masing-masing anggota sambil mengklasifikasikan apa yang baik dan buruk untuk mereka. “Haaaah,”mulutku mendesah, mengingat bahwa sudah sebulan pula aku tidak mengurus diriku sendiri, terlebih dengan predikat asisten manager yang Youngjun sunbaenim katakan sebagai masa orientasi.

Alam sadar kembali menyapa, saat tubuh lelahku hampir melayang menyusuri mimpi di hari liburku. Suara bel terus menggema tak henti, seperti dentuman kembang api di malam tahun baru yang tak ada henti-hentinya. “Ne!,”aku beranjak dari tidurku yang singkat, menghampiri pintu berwarna putih yang terus memanggil.

“Chukahamnida manager Kim,”teriakan laki-laki di hadapanku berhasil menghidupkan kembali tubuhku yang setengah mati karena kelelahan. “Huwa,kamarmu wangi sekali,”satu laki-laki segera masuk tanpa izin dari si pemilik, aku hanya menggeleng dan membiarkan laki-laki lainnya untuk masuk.

“Ini, aku membawakan ayam goreng,”manager Youngjun menyodorkan empat buah kotak berisikan potongan ayam goreng.

“Kamsahamnida sunbaenim,”ucapku dengan senyum merekah dan berjalan di belakangnya setelah menutup pintu.

“Jadi benar, kau akan tinggal dengan kami. Kupikir Youngjun hyung hanya membual,”ucap Kim Jongdae atau yang biasa dikenal dengan Chen.

“Ani. Aku benar-benar akan menghantui kalian,”kataku diikuti dengan dua buah piring berisikan ayam di hadapan mereka. Mereka tampak senang dengan apa yang dibawa manager Youngjun, tapi tidak bagi Kai, laki-laki yang dikenal dan diketahui sangat menyukai ayam ini tampak biasa saja, ‘Apa kesukaannya pada ayam cuma image saja? Atau dia tidak suka dengan kehadirannya sendiri di kediamanku?’.

“Ya! Kau tumben sekali tidak merespon ayam sebanyak ini,”di saat sepuluh plus satu laki-laki yang tengah bertamu ini sibuk menghabiskan ayam goreng yang tersedia, Kai lebih memilih diam dan tersenyum menatap mereka yang tengah sibuk makan. Celotehan Baekhyun tadi berhasil menyadarkanku, bahwa benar ia tidak suka berada disini, kupikir dia masih menyangkal bahwa aku bukan sasaeng.

Inilah kali pertamaku benar-benar merasakan kedekatan di antara mereka, dua jam yang berharga bagiku untuk melihat sisi lain mereka yang sebenarnya, tanpa kamera dan pembicaraan dari hati ke hati. Tapi tidak dengan Kai, ia seakan masih menutup diri kepadaku untuk tahu tentang jati diri sebenarnya. Setelah mendapatkan kesempatan, Kai memilih untuk kembali ke dormitori lebih dulu dengan alasan bahwa telepon genggamnya tertinggal dan harus menghubungi omma-nya, kepergian Kai pun diikuti dengan Tao, Sehun, Baekhyun, Chen dan Youngjun sunbae yang harus me-reschedule jadwal EXO untuk satu bulan ke depan.

Kini tinggal kami ber-enam, yang di antaranya sedang menikmati rasa kenyang dalam perut, mengikuti gayaku sebelum mereka datang, berhamburan di atas lantai seperti ikan yang tengah di jemur.

“Shin Neul-ssi, kau tidak punya kekasih?,”suara Chanyeol membuatku menoleh ka arahnya yang tengah sibuk mengamati jejeran bingkai foto di atas rak. Aku segera mengeringkan tangan dengan sebuah handuk yang berada di sisi kananku setelah selesai membersihkan piring kotor, dan menghampiri Chanyeol yang masih sibuk mengamati bingkai foto yang tercetak dengan seksama.

“Ani,”aku menggeleng dan mengamati matanya yang terus bergerilya menatap bingkai foto yang menggambarkan diriku bersama teman-teman dan keluarga.

“Kau tidak merasa kesepian tidak memiliki kekasih?,”Chanyeol menatapku yang  sudah duduk di sebelah Lay yang matanya kini hampir menutup sempurna.

“Apa mengurus sepuluh laki-laki masih bisa membuatku kesepian? Jika iya, maka kau harus mencarikanku kekasih,”jawabku, berhasil mengurungkan niat Lay untuk sejenak menyusuri alam mimpi.

“Kau ada niat berpacaran dengan salah satu di antara kami,”Kyungsoo yang kupikir sudah tertidur itu, justru ikut bergabung dalam topik random yang berhasil diciptakan Chanyeol.

“Ya!,”Suho memukul lengan Kyungsoo, seakan mengatakan, ‘kau tidak sopan bertanya seperti itu’. “Hmmmm,”aku memicingkan kepada mereka, menelisik wajah mereka satu-per-satu untuk menciptakan rasa penasaran. “Menurutmu bagaimana? Apa aku ada bakat untuk berpacaran dengan kalian?,”tanyaku balik menodong Kyungsoo yang posisinya kini sudah duduk sempurna di sebelah Suho.

“Ada,”Kyungsoo langsung menjawabnya dengan anggukan pasti. “Tapi tidak juga,”lanjutnya kemudian, yang direspon lemparan bantal oleh Chanyel,  Lay dan Minseok ke arahnya. “Tapi aku bisa merasakan auramu. Aura bahwa kau akan berpacaran dengan seorang idol,”lanjutnya lagi, berhasil menjadi bahan ledekan teman-temannya yang lain.

“Yang pasti, aku akan melindungi kalian,”kataku mengundang decak kagum yang mereka buat-buat. “Kalian tidak istirahat? Ini hampir malam. Ku tahu besok kalian masih ada performe?,”aku kembali mengalihkan pembicaraan, dengan harapan saat malam datang mereka langsung tertidur seperti bayi-bayi.

“Kau mengusir kami Shin-ah. Baiklah, aku akan pergi,”ucap Minseok dengan nada dan gerakan tubuh yang didramatisir, berhasil mengundang tawa dari teman-temannya dan juga aku sendiri.

Akhirnya mereka sadar dengan diriku yang juga perlu waktu sendiri, ke-lima perjaka itu pamit dan kembali ke ‘sarang’ mereka yang jaraknya tak sampai satu mereka dari kamarku. Melihat bayangan mereka sudah tak nampak, aku kembali ke dalam kamar untuk mengambil coat, syal, dan topi yang baru aku beli, menggantikan topi Chanyeol yang menghilang entah dimana. Aku berjalan menyusuri lorong untuk menggapai lift yang ada dihadapanku. ‘Ting’, suara dentingan lift terdengar, menyapaku dengan pintu yang sudah terbuka lebar.

‘Ah’,lagi-lagi aku mengeluh di bawah alam sadarku melihat segerombolan remaja perempuan yang masih betah di depan gedung, bahkan gelap belum menyapu pemandangan malam ini, jelas saja mereka masih banyak. Aku berjalan ke lain arah, menuju pintu rahasia yang biasa kami lewati untuk menghindari fans.

Perjalananku kini sudah disuguhkan dengan berbagai macam restaurant yang siap memanjakan perut yang lapar. Akhirnya aku memilih salah satu restaurant yang berada di persimpangan jalan, memesan satu porsi bibimbap dan sup rumput laut. Komentar tentang EXO dari para remaja perempuan yang tengah menikmati makan sorenya di pojok ruangan ini, menjadi obat kebosanan dikala menunggu pesananku datang. Rupanya seru juga mendengar komentar mereka, terlebih hampir satu-per-satu member EXO dikomentari, aku pun segera menulis apa yang mereka bicarakan sebagai bahan evaluasi di telepon genggam yang lama tak ku sentuh selain menghubungi Youngjun sunbaenim, ‘Siapa tau bisa bermanfaat’, pikirku diselingi dengan senyum simpul seakan membanggakan diri.

Malam masih panjang setelah aku menyapu bersih bibimbap dan sup rumput laut dengan waktu singkat. Aku kembali menelisik pemandangan di luar, mencari tempat nyaman untuk menghabiskan waktu sendiri dan merenung, ‘Ah, sepertinya coffe di depan sana cukup menarik’, pikirku, setelah melihat sebuah coffe dengan desain modern yang berada di sebrang jalan. Setelah membayar pesanan, aku melanjutkan perjalanan ke coffe yang sudah aku tunjuk, memesan satu gelas cokelat panas dan dua potong brownies.  

Aku kembali mengambil posisi tempat duduk menghadap ke jendela, merasakan waktu luang yang tak sering aku lakukan.

“Aigo, gadis dengan sepuluh anak asuh ini sudah punya waktu luang rupanya,”aku menoleh ke arah sumber suara. Mendapati dua orang manusia dengan pesanan di tangannya masing-masing.

“Anja,”senyumku merekah untuk dua orang yang masih berdiri dihadapanku. “Jadi....,”

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK