Kueratkan dua sisi coat tebal berwarna cokelat ini untuk membalut tubuhku yang masih terasa dingin. Serpihan musim dingin masing menerjang tubuhku yang tertiup angin di pinggir jalan, menunggu sinyal hijau dari lampu di seberang jalan untukku menyebrang. ‘Tiiiiiiinnnnn....’,suara klakson nyaring terdengar sesaat aku akan melangkah, beruntung aku masih menahan langkahku yang nyaris ditabrak mobil besar itu. Aku masih belum bergeming, merasakan panas tubuhku yang naik ke tubuh bagian atas, jantungku berdegup kencang. Mobil itu terhenti, seorang perempuan keluar dari sisi kiri mobil dengan wajah khawatir. “Neo gwenchana agassi?,”ia mendekatiku yang tampak baik-baik saja, diikuti anggukanku. “Syukurlah. Jeosunghamnida,”bungkukan tubuhnya melikuk di hadapanku. “Ah. Kalau terjadi apa-apa denganmu karena tadi, hubungi aku saja,”ia memberikan sebuah kartu nama yang memiliki lambang sebuah perusahaan tepat di pojok kanan atasnya. “Sekali lagi aku minta maaf,”ia kembali membungkukkan tubuhnya dan kembali ke dalam mobil.
Setelah mobil besar berwarna hitam itu pergi dari hadapanku, aku kembali melangkah, menyebrangi jalan yang sudah bisa aku pastikan tidak akan ada lagi mobil yang sembarang melintas. Tubuhku menggidik, terkena terpaan angin yang kini sudah mampu membuat jantungku berdetak normal kembali. ‘Ah mereka sudah ada disana’, aku kembali menatap sekumpulan remaja yang tengah sibuk dengan kamera di tangan mereka. Bukan berbelok mengambil jalan aman, aku memilih menerobos sekumpulan remaja itu, bermaksud ingin tahu apa yang sebenernya mereka lakukan.
“Ya ya,”leher kepalaku yang sudah tertutup syal tebal menengok ke arah suara yang seakan memanggilku. “Kau mau kemana?,”satu suara gadis remaja mampu membuat seluruh gadis remaja lainnya menengok ke arah kami, tanpa terkecuali. Aku menunjuk diriku sendiri takut salah sangka, “Ne! Kau! Siapa lagi,”ia mendengus kesal, memutar bola matanya. ‘Ya! Benar-benar tidak sopan’.
“Aku mau masuk,”jawabku tenang, padahal jantungku yang sempat normal sejak hampir tertabrak tadi kembali berdegup tak karuan. Maklum, aku tak biasa kena bentakan, bahkan orangtuaku sendiri.
“Kau siapa?,”kini gadis remaja itu semakin mendekat. Menantangku, seakan kawasan ini miliknya sendiri dan harus melangkahi mayatnya sebelum masuk ke dalam gedung.
“Aku...,”kataku tertahan. ‘Jika aku mengatakan aku tinggal disini dan mereka memintaku untuk menumpang masuk, bagaimana(?) aniya. “Ah,”aku menatap kembali gedung yang menunggu aku masuki. “Aku salah gedung,”aku berbalik, berharap ia tidak memanggilku, aku segera langsung mengambil langkah seribu.
Setelah bayangan diriku sudah tidak terlihat dari jangkauan mata remaja yang dikenal sasaeng itu, aku segera berlari masuk ke dalam gedung. Benar saja, ternyata aku cukup pengecut. Langkah gontai membawaku sampai ke sebuah pintu yang dari kemarin aku datangi. Nada pintu terbuka menggema, mendapati sosok laki-laki yang tengah memamerkan bokongnya. Ani, maksudku ia tengah membungkuk mengambil sesuatu.
‘O?,”aku berdecik heran saat mendapati laki-laki itu tengah sibuk merapihkan sepatu yang berhamburan di lantai. “Kau sedang apa?,”tanyaku heran, ia hanya tersenyum malu kemudian meletakkan sepatu yang ia pegang ke atas rak.
“Sedikit meringankan pekerjaanmu, manager Kim,”jawabnya enteng, kemudian kembali meletakkan sepasang sepatu ke atas rak.
“Ya,”aku menahan tangannya. “Aku lihat jadwalmu padat. Lebih baik kau kembali istirahat sebelum manager Youngjun datang,”jelasku, membuatnya tersenyum simpul dan sekali lagi membiarkan sepasang sepatu ia letakkan di atas rak. Laki-laki yang tingginya tak jauh denganku itu berjalan masuk, berbelok ke arah dapur. Decisan sesuatu yang digoreng mulai terdengar, dan harum masakan mulai merebak hingga ke indra penciumanku.
Setelah selesai menyusun rapih sepatu dan menyisihkan coat serta syal hangat yang aku kenakan, laki-laki itu berlari kecil ke arahku. “Manager Kim, ayo makan denganku,”ia melambai dengan ekspresi setengah canggung, kemudian kembali berjalan melihat langkahku yang mendekatinya.
“Do Kyungsoo. Wah!,”Baekhyun menatap hidangan yang sudah tersusun rapih di atas pantri tepat di hadapanku. “O, manager Kim. Anyeong,”sapanya yang kaget melihat wujudku yang sudah hadir kembali di dormitori, mengingat aku pulang menjelang subuh. “Sudah dari tadi? Kau tidak tidur ya?,”Baekhyun duduk tepat disebelahku, menyumpit satu kimchi goreng yang baru selesai disisihkan dari minyak.
“Ya!,”dengan sigap Kyungsoo memukul tangan Baekhyun yang hampir menyuapkan satu kimchi goreng berukuran besar ke mulutnya, kimchi goreng itu lantas berhasil meluncur kembali ke atas piring. “Manager Kim, ayo dimakan,”Kyungsoo menopang dagunya, menunggu aku menyuapkan satu kimchi goreng yang kepulan asapnya masih terlihat melambai-lambai.
“Wuah,”kepulan asap keluar dari mulutku, sambil mengibaskan tangan ke arah mulutku yang seakan terbakar. “Ini panas,”ucapku dengan palafalan yang tidak jelas karena kepanasan. “Ya. Kau tega sekali Kyungsoo-ssi,”kataku setelah berhasil menelan kimchi goreng panas buatannya, membuat lidahku kini terasa sedikit mati rasa.
“Oh mian,”Kyungsoo memberikan segelas air minum kepadaku. “Ottae?,”ia kembali menatapku. Aku mengacungkan dua ibu jariku ke hadapannya tanpa berkata karena masih menahan air mineral di mulut untuk meredakan rasa panas tadi.
“Jadi sekarang aku sudah boleh makan?,”Baekhyun kini menatap Kyungsoo yang tampak girang.
“O,”jawabnya singkat kemudian memberikanku semangkuk nasi dengan porsi a la perempuan. Aku mendecis, tersenyum senang melihat jamuannya.
“Wuah. Kyungsoo-ssi sangat mengerti perempuan,”aku bertepuk tangan tanpa suara, kemudian melahap kembali kimchi goreng yang ia goreng lumayan banyak, kali ini aku akan memakannya dengan sangat hati-hati.
“Aku?,”Baekhyun menatap nanar Kyungsoo, sedangkan ia sama sekali tidak mengindahkan permintaannya yang juga ingin dijamu seperti diriku.
“Kau benar sudah memaafkanku?,”wajah Kyungsoo kembali menjadi pemandanganku, ia kembali menopang dagunya.
“Wae?,”aku kembali mengingat apa yang membuatnya sangat tak enak hati. “Oh. Aniya. Aku tidak menganggap itu terlalu serius. Semua orang akan melakukannya, bahkan aku,”jelasku yang berhasil merubah air mukanya menjadi lebih riang.
Ternyata memang benar, berbincang dalam keadaan makan mampu membuat hubungan antar manusia menjadi lebih dekat, hanya saja kurang soju. Aku bisa merasakannya sekarang, bahkan kami sudah tertawa girang bersama di dapur yang ukurannya tidak terlalu luas ini. Baekhyun sudah tidak enggan memanggil namaku, begitu juga dengan Kyungsoo yang kupersilahkan memanggilku dengan namaku saja.
“Sudah bangun?,”Kyungsoo mendapati seseorang yang baru saja datang di antara kami. Aku dan Baekhyun pun menoleh kemana arah mata Kyungsoo memandang. Ya, dia masih tak bergeming menatapku, bahkan enggan menyapa.
“Baiklah Kyungsoo-ah, terima kasih atas jamuannya. Aku harus kembali menjadi upik abu,”aku beranjak pergi ke arah Kyungsoo berdiri.
“Biar aku saja,”dengan sigap ia mengambil mangkuk yang hendak aku cuci.
“Gomawo,”kataku sambil menepuk pundaknya, berbalik dan melewati laki-laki itu tanpa suara.
-Hello, Manager Kim-
“Kau ikut dengan kami ya,”perintah manager Youngjung tanpa tanda tanya. Membuatku membangkitkan tubuh dengan segera setelah berhasil merapihkan ruang utama dari debu yang hampir menempel permanen.
“Nan?,”aku mengikuti arahnya pergi. Mempertegas apakah dia tidak salah memanggilku.
“Iya kau. Siapa lagi,”ia berjalan menuju pintu yang sudah terbuka. “Kka,”ia mengendikkan kepala ke arah luar kepadaku, membuatku segera memasang coat dan syal tak beraturan. “Chaneol-ah cepat!,”teriak manager Youngjun yang mendapati Chanyeol belum terlihat, sementara member EXO lainnya sudah berada di dalam mobil.
“Ne ne,”jawab Chanyeol dengan langkah setengah lari ke arah kami. Aku berbalik setelah mendapati dirinya sudah menghampiri kami. Sesuatu benda mendarat halus di atas kepalaku saat nada konfirmasi pintu telah terkunci berdenting. Aku mendapati Chanyeol yang berada tepat di belakangku baru saja memasangkan topi kepadaku. “Sstt,”ia menempelkan jari telunjuk kanannya di atas bibir, menyuruhku untuk diam agar tidak menjadi pusat perhatian manager Youngjung. Ia juga menambahkan kode untuk menutup setengah wajahku dan rambutku yang tergurai agar tak terlihat. Ah, aku bahkan tak terpikir untuk menyamar seperti laki-laki. ‘Gomawo’,ucapku tanpa suara kepada Chanyeol, yang hanya dibalas dengan senyuman khasnya.
Sekelompok gadis remaja yang aku temui tadi pagi masih setia menunggu EXO di depan gedung, tentu jumlahnya bertambah banyak. Aku begitu lega dengan bantuan Chanyeol yang memberikan topi dan mengingatkanku untuk menyamar, jadi aku tidak akan kepergok oleh gadis remaja yang tadi sempat ‘menyapa’ku.
“Hey! Kau kan perempuan yang tadi. Ya!,”tubuhku terguncang, ‘bagaimana dia bisa tau aku?’ aku menatap coat dan syal yang aku pakai. ‘Ah. Habislah aku’. “Ya! Kau sedang apa. Ya!,”gadis itu terus meneriakiku. Kami bertiga pun kini sudah setengah berlari menuju mobil yang tinggal selangkah.
“Kau kenal mereka?,”suara dingin itu terdengar saat kami baru saja menempati kursi masing-masing. Aku memandangnya yang tengah duduk tepat di belakang kiriku. Aku menggeleng, kemudian mengatur nafas dan detak jantung yang tak beraturan.
“Aku bertemu dengannya tadi pagi,”jelasku sambil menatap manager Youngjun yang penuh tanya. “Jinjja. Aku bukan sasaeng,”tegasku dengan nada agak meninggi. Kemudian hanya disambut anggukan ringan oleh laki-laki itu.
Mobil yang dikendarai manager Youngjun mulai meninggalkan kawasan dormitori. Aku segera mengenakan sitbelt dan melepas topi pemberian Chanyeol yang mulai terasa sesak karena suhu mobil yang diatur normal. Tubuhku merebah di atas jok mobil yang ukurannya mampu menenggelamkan tubuh kecil ini.
“Manager Kim,”panggil Chanyeol. “Kontakmu,”ia menyodorkan telepon genggam kepadaku. Aku mengambil benda tipis berbentuk persegi panjang itu dari genggaman tangan Chanyeol, namun mataku menatap manager Youngjun yang masih sibuk mengendarai mobil dengan sangat hati-hati.
“Sunbae?,”panggilku, ia menoleh sesaat kemudian kembali fokus pada jalan yang mulai ramai. “O. Tidak apa-apa berikan saja,”ia mengindahkan tanpa menoleh. Membuatku menekan deretan angka yang ku hafal sebagai nomorku.
“Ini,”aku mengembalikan telepon genggam yang sudah tercatat nomorku.
Chanyeol kembali sibuk dengan telepon genggamnya, sedangkan aku kembali menatap jalanan yang semakin ramai. Aku bertanya-tanya tentang ‘petualangan’ apa yang selanjutnya akan aku temui di hari keduaku bekerja. Ku kira, aku akan mendekam lama di dalam sangkar EXO.
Gedung SM Entertaiment sudah ada dihadapan kami, manager Yougjun menghentikan mobil dan menarik rem tangan yang ada di sebelah kanannya. “Ayo,”ia mengajakku keluar dari mobil. Aku yang tidak tahu apa-apa tak sempat merapihkan diri dan asal memakai topi serta syal yang melingkar di leher. “Kau dipanggil pihak HRD. Aku hanya sebentar mengambil barang di sini. Jika sudah selesai urusan di dormitori, kau bisa langsung membantuku di SBS?,”kini pernyataanya dengan tanda tanya, membuatku mengangguk tanda setuju. Melihat jawabanku ia melambai dan membiarkanku berjalan sendiri menuju ruang HRD.
“Permisi,”kataku setelah terlebih dulu mengetuk pintu kaca yang bertuliskan ‘HRD Office’.
“Ne,”suara perempuan menyambut sapaanku. Perempuan itu berdiri dan mempersilahkanku untuk duduk tepat di hadapannya. “Kim Shin Neul,”terkanya. Aku mengangguk dan duduk tepat di hadapannya. Ia mengeluarkan tiga buah kunci dan meletakkannya di atas meja yang membatasi kami. “Igon...,”ia mendorong pelan kunci yang menyatu dalam lingkaran besi ke arahku. “Kunci flat untukmu. Letaknya tepat bersebelahan dengan dormitori EXO.” Belum sempat aku menyodorkan pertanyaan. Perempuan berambut sepundak itu kembali mengeluarkan suaranya. “Manager yang biasa tinggal bersama EXO baru saja menikah, ia tidak bisa tinggal di dormitori. Mengingat hanya kau yang belum berkeluarga, maka kau diperintahkan untuk tinggal bersama EXO,”ia menggeleng, mencoba membenarkan perkataannya. “Karena kau perempuan, maka kami sudah siapkan flat yang terpisah untukmu. Hanya untuk mempermudah gerakmu dengan personil EXO, apalagi di waktu sibuk, kau lah orang pertama yang harus memastikan mereka siap.”jelasnya, seakan tak ingin mendengar pertanyaan apapun dari mulutku.
“Ne,”jawabku singkat.
Melihat aku yang tidak menuturkan satu pertanyaan pun, perempuan ini kembali angkat bicara, “Tenang saja. Kau masih bebas tinggal di tempat tinggalmu. Flat itu dibutuhkan untuk waktu-waktu padat.”
“Ne Agassi aku mengerti,”aku kembali mengangguk, dan mendapati senyum tipis memoles wajah cantiknya.
“Oke. Itu saja. Kamsahamnida,”ia mengulurkan tangan yang langsung kusambut dengan jabatan hangat.
“Kamsahamnida,”balasku membungkukkan badan dan pergi berlalu membawa tiga buah kunci di tas kecil yang bertengger di pundak kiriku.