“Charraseo charraseo!”ucap para staff M-Net setelah EXO turun panggung menyelesaikan recording untuk M Countdown. Aku yang setia berada di belakang panggung akhirnya kembali mengarak sepuluh orang tadi menuju ruang tunggu sambil memapah Tao yang masih mengalami cedera.
“Aku sudah bilang, kau jangan memaksakan diri Huang Zitao. Kau tidak tau resiko yang akan kau dapatkan jika memaksakan diri seperti ini,”omelku pada Tao yang meringis kesakitan setelah menyelesaikan recording perdana mereka untuk come back ‘Call Me Baby’. “Kau tidak aku perbolehkan kembali ke panggung untuk selanjutnya, kau harus memulihkan kondisi kakimu dulu,”lanjutku setelah membantunya duduk di kursi ruang tunggu.
“Aniyo nunna, na jinjja gwenchana,”tepis Tao sambil mengibaskan kedua tangannya.
“Ya!,”endik Sehun sambil membuka botol minuman yang ada di tangannya. “Kenapa kau membuat situasi sulit Tao-ya? Sudah jelas kau cedera, kenapa kau membuat dirimu sendiri menderita. Huh?”jelas Sehun ditutup dengan tenggakan air mineral yang baru saja ia buka. Tao tampak bimbang, ia melihat kaki kanannya yang masih terbungkus sepatu itu.
“Aku kenal dengan ayahmu, Tao,”tubuhku menjongkok di hadapannya, meraih wajah Tao yang menunduk. “Aku masih ingat bagaimana ayahmu sangat percaya padaku karena menjagamu. Lalu bagaimana jika kenyataannya kau terlihat sangat menyedihkan seperti ini?,”aku menelisik matanya yang sayu menatap lantai. “Huang Zitao,”panggilku.
Tak ada respon yang berarti, aku pun kembali berdiri dari posisi jongkok. “Nunna,”tahan Tao menjerat pergelangan tanganku. Tubuhku yang akan meninggalkannya berbalik menatap Tao yang sudah mengadahkan wajahnya ke arahku. “Gomawo,”tuturnya dengan senyum simpul.
“Aku akan menerima ucapan terima kasihmu, jika kau menurut dengan apa yang aku katakan,”tuturku dengan mimik serius yang langsung ditanggapi tundukan kepala oleh Tao.
“Nunna,”tahan Sehun yang sudah menghadangku dari depan. “Kau sudah memberikan CD EXODUS yang aku titipkan bersama tiket kepada Janeul, kan?,”aku menyipitkan mataku menatap Sehun. “Nunna,”jentikan jemari Sehun menyadarkanku dari lamunan.
“Oh,”pekikku, mengingat bahwa, aku lupa memberikan CD tersebut kepada Janeul. “N...Ne!,”ucapku ragu-ragu karena tidak tahu harus berkata jujur bahwa aku belum memberikannya kepada Janeul.
“Cham...,”ia menggosok dagunya dengan dahi mengerut. “Tapi kenapa Janeul tidak mengucapkan terima kasih atau ucapan apapun padaku? Bahkan ia hanya merespon comeback pertamaku hari dengan kata ‘Semangat’,”tutur Sehun yang ternyata hanya racauannya sendiri karena saat aku ingin meresponnya, ia justru melengos pergi.
Aku menghela nafas lega karena ia tidak kembali bertanya tentang CD EXODUS yang bahkan masih ada di dalam tasku. Dengan cepat aku meraih ponsel yang berada di saku celanaku, menghubungi Janeul untuk memberikan CD EXODUS yang hampir sebulan sudah dititipkan Sehun.
Baru saja aku akan menyentuh logo telepon pada kontak Janeul, pintu ruang tunggu yang terbuka mengalihkan pandanganku seketika, tidak hanya aku, hampir semua orang yang ada di dalam ruangan ini menatap ke arah pintu. Di sana ada Youngjun sunbae yang dengan ramah mengobrol dengan dua orang yang sangat aku kenal, appa dan Jiho.
“Yedeura...,”sahut Youngjun sunbae agar para personil EXO memberikan perhatian kepadanya, dan tamu yang entah sedang apa mereka berada di sini. “Pekernalkan,”Youngjun sunbae menatap kedua lelaki yang berpakaian rapih dengan setelan jas mereka. “Ini tuan Kim, investor kalian. Ah, lebih tepatnya orang yang menginvestasikan uangnya untuk kalian, EXO,”jelas Youngjun sunbae yang hanya bisa aku tanggapi dengan decihan dan senyum miris.
“Anyeonghasaeyo yorobun. Bangapseubnida, Ah...,”appa merangkul Jiho yang berada di sampingnya. “Sebenarnya bukan aku yang menjadi investor kalian, melainkan anak perempuanku yang tidak bisa hadir sekarang,”appa menatapku yang pandangan matanya langsung kualihkan ke lain arah, hingga pandanganku beralih pada sosok Lay yang sudah menatapku dengan nanar karena Jiho yang juga pernah ia temui waktu itu. “Tapi kehadirannya digantikan calon suaminya,”tambah appa yang membuatku kini sudah menundukkan kepala sedalam-dalamnya. “Senang akhirnya bisa bertemu dengan kalian, uri EXO,”tutup appa yang kini sangat tidak ingin aku menatapnya
“Anyeonghasaeyo tuan Kim. Bangapseubnida,”sapa semua personil EXO, tak terkecuali Lay, meski raut wajahnya sangat mengkhawatirkanku sekarang.
“Nunna,”panggil Kai yang membuatku kini menoleh ke arah lelaki yang memakai baju dan celana putih itu. “Temani aku keluar, aku mau ke toilet,”pinta Kai sambil mengendikkan kepala ke arah pintu keluar yang kini sudah tidak dihalangi appa dan Jiho, karena mereka sibuk mengobrol dengan Youngjun sunbae di salah satu sudut ruangan.
Aku pun mengikuti langkah Kai yang sudah terlebih dulu jalan di depanku. “Chakkaman, aku ikut,”panggil Lay yang membuat kami memberhentikan langkah sejenak untuk menunggunya ikut berjalan bersama. “Shin, neo gwenchana?”tanya Lay setelah pintu ruang tunggu EXO tertutup sempurna. Dari sorotan matanya, lelaki berambut hitam ini nampak sangat penasaran karena ekspresi wajahku yang berubah drastis setelah kedatangan appa dan Jiho.
Aku menggeleng dengan senyum tipis kepada Lay, sedangkan ia mendecih tak percaya dengan jawabanku yang memang berbohong. “Hyung, memang kau tau apa tentang tuan Kim atau seseorang yang ia bawa tadi?”selidik Kai ingin tau.
Lay menerawang ingatannya. “Pemuda yang satunya, mantan kekasih Shin. Machi?”tatap Lay ke arahku dengan mata membulat. Melihat ekspresi Lay dan Kai yang tampak terkejut, aku hanya bisa menggigit bibir bawahku karena tak tau apa yang harus aku jawab sekarang.
“Jinjja nunna? Tapi tad....”aku segera menutup mulut Kai saat ia akan meneruskan ucapannya. “Ya! Wae?”berontak Kai karena keingintahuannya lebih besar. “Kau harus menjelaskannya kepada kami, nunna. Kau sangat misterius,”selidik Kai yang langkahnya kini berbelok ke sebuah cafetaria di dalam M-Net.
“Bukankah kau mau ke toilet?”tanyaku menatap Kai yang ikut duduk bersamaku dan Lay karena memesan minuman untuk kami bertiga.
“Aninde. Aku hanya ingin mengajakmu keluar dari situasi yang sulit tadi,”jawab Kai pada akhirnya sambil mendekat dengan tiga buah minuman dingin di atas sebuah papan yang ia bawa. “Bukankah ia ayahmu? Huh? Aku pernah bertemunya saat mengantarmu pulang dari rumah sakit. Kau lupa?”aku menghela nafas panjang mengingat kejadian itu. Ya, Kai bahkan satu meja bersama dengan appa dan ommaku sebelum akhirnya ia pamit pulang.
“Jinjja?”Lay merespon penjelasan Kai terlebih dahulu, ia menatapku tak percaya. “Kalau begitu yang dimaksud putrinya? Kau? Manager Kim?”tutur Lay pada penekanan kata ‘Kau’ dan ‘Manager Kim’. “Oah jinjja. Chakkaman...,”ucap Lay dan Kai bersamaan pada kata ‘Chakkaman’. “Apa kau sudah tidak bersama dengan Seungyoon? Kenapa ayahmu berkata kalau mantanmu itu adalah calon suamimu?”tanya Lay menelisik kedua bola mataku yang menyimpan ratusan kalimat yang ingin aku jelaskan kepada mereka, tapi aku tidak bisa.
“Machi!”pekik Kai yang mengiyakan ucapan Lay. “Bukankah kau masih dengan Seungyoon? Untuk apa ayahmu berkata begitu kejam kepadamu, nunna?”aku menarik nafas panjang untuk merespon berbagai pertanyaan mereka yang membabi buta kepadaku, padahal hanya ada dua orang dari sepuluh di sini.
“Ya, benar dia ayahku. Hah...,”aku menundukkan kepala sejenak kemudian kembali menatap dua pasang mata yang terlihat penasaran. “Molla,”bahuku mengendik, seakan sebagai penekanan bahwa aku memang tidak tau apa-apa. Kedua mata lelaki berbeda usia ini menatapku nanar, entah harus bersimpati atau justru senang kalau ternyata manager yang selama ini tinggal bersama mereka adalah investor untuk grup mereka. “Awal yang berat bukan,”tuturku dengan senyum miris, mengingat ini comeback pertama EXO, dan aku sudah mendapatkan ‘kejutan’ di awal comeback mereka.
“Himnae Shin!”tepukan tangan Lay mendarat di salah satu pundakku. “Ini juga awal yang berat untuk kami. Tidak hanya kau,”geleng Lay yang tak ingin aku merasakan bebanku sendiri. Kai yang menyeruput minumannya dengan pipet itu juga mengangguk ke arahku.
“Arraseo,”aku mengangguk kecil dengan senyum simpul mengiyakan ucapan Lay. “Kita kembali ke ruang tunggu?”ajakku kepada dua orang yang sudah puas dengan perbincangan singkat akan keingintahuan mereka. Mereka berdua menganguk, dan kami pun beranjak dari cafetaria tersebut kembali menuju ruang tunggu yang kini bagaikan neraka untukku.
-Hello, Manager Kim-
Aku menatap dari layar pangung yang menampilkan sembilan sosok lelaki yang mengenakan setelan jas berwarna hijau lumut itu. Kami berada di Beijing sekarang, EXO sedang melangsungkan acara fansigning, sekaligus merayakan 3 tahun perjalanan mereka di panggung hiburan.
“Sangat disayangkan Tao tidak bisa hadir pada acara hari ini karena cedera yang dia alami. Doakan Tao diberikan kesembuhan secepatnya, agar bisa kembali menghibur kalian bersama kami,”tutur Lay dengan bahasa mandarin, tempat bahasa ibunya berasal.
‘Nunna, apa acara sudah berlangsung?’sebuah pesan masuk ke dalam ponselku dari magnae EXO-M yang tidak hadir hari ini. ‘Sebentar lagi akan selesai. Aku sangat merindukanmu berada di sini,’balasku sambil memandang barisan sembilan orang yang nampak janggal dipenglihatan mataku.
Mereka akhirnya membungkukkan tubuh di depan para fans, sebagai ucapan terima kasih dan salam perpisahan karena acara sudah berakhir. Sebuah kalimat penutup diutarakan oleh pembawa acara, lambaian tangan dari sembilan personil EXO-pun akhirnya membuat riuh para EXO-L yang akan memisahkan diri dengan artis idola mereka.
Ruang tunggu EXO kembali chaos tak lama setelah kedatangan mereka dari atas panggung. Ke-sembilan lelaki ini mulai berganti pakaian untuk kepulangan mereka ke Korea, berhubung esok hari mereka sudah harus kembali melakukan recording di MNet. Tak sabar melihat kesiapan sembilan lelaki ini, aku pun turut membantu mereka merapihkan diri dengan ‘airport style’ masing-masing individu.
“Shin,”panggil Lay sambil melingkarkan tangannya di perutku, hanya sesaat kemudian ia melepaskan pelukannya. “Aku akan merindukanmu,”cubitnya di kedua pipiku yang kini sudah berbalik menatapku.
“Nado,”balasku dengan mengapit kedua pipinya gemas. “Lakukan syutingmu dengan baik, dan cepat kembali ke Korea,”ucapku mengembangkang senyum semangat ke arahnya, dan memeluk singkat lelaki yang sudah mengenakan baju berwarna jingga itu.
“Baiklah,”ia menumpukan kedua tangannya di atas pundakku. “Aku akan pergi dulu. Jaga kesehatanmu manager Kim,”tuturnya dengan anggukan kecil. “Yedeura! Aku duluan!,”pamit Lay kepada delapan member lainnya sambil melambaikan tangan. “Hyung, aku pergi dulu,”pamit Lay lagi kepada para hyung managernya. Bersama Hyunkyun sunbae, Lay akhirnya lebih dulu meninggalkan ruang tunggu, ia harus menetap di negara asalnya untuk syuting film berjudul ‘Oh My God’. “Chalgarra Lay!”teriak mereka semua mengantar kepergian Lay dengan Hyunkyun sunbae.
Tak lama setelah kepergian Lay, delapan lelaki asal Korea ini bergantian meninggalkan ruang tunggu. Memasuki mobil besar berwarna hitam yang siap membawa mereka ke bandara untuk kembali ke Korea.
“Chagya, neo odi?”sapa Seungyoon setelah aku baru saja selesai pemeriksaan di bandara Beijing Airport. “Bisa kita bertemu sekarang? Ada yang ingin aku bicarakan,”langkahku mulai menjauh dari jangkauan EXO dan staff lainnya.
“Hmmm. Kau bisa mengatakannya di sini Seungyoon-ah,”jelasku sembari menyender pada sebuah tiang di dekat kaca yang menyajikan pemandangan malam landasan pesawat. “Aku masih di Beijing sekarang. Lebih tepatnya sudah ada di bandara. Kau mau bertemu setelah aku landing?”tanyaku memandang kerlap kerlip lampu pesawat yang tengah diparkir.
“Hmmm,”Suara Seungyoon terdengar sedang berpikir. “Apa tidak masalah jika kau menemuiku jika sudah sampai?”tanya Seungyoon ragu-ragu. Aku segera melihat jam tangan yang melingkar di pergelarang tanganku.
“Gwenchana. Mungkin jam 10 aku akan sampai di Korea. Kita bisa bertemu jam 11 jika itu tidak terlalu malam untukmu,”jelasku setelah memikirkan estimasi waktu perjalanan dari Beijing ke Korea.
“Baiklah,”Seungyoon mengiyakan penjelasanku. “Aku akan menemuimu di cafe terdekat dormitori EXO. Oke?”aku mengangguk dengan gumaman kecil mengiyakan ucapannya. “Chalgarra, hati-hati di jalan,”tuturnya sebelum menutup telepon yang langsung disambut dengan suara operator yang mengumumkan bahwa pesawat yang akan aku tumpangi sudah siap untuk ditumpangi.
Tubuh-tubuh yang lelah itu mulai mengisi tiap tempat duduk sesuai nomor kursi mereka. Tak butuh waktu lama, pasangan mata itu mulai menutup, mengistirahatkan tubuh mereka sejenak selama perjalanan dua jam menuju Korea.
Meski lelah, aku tidak bisa ikut tertidur seperti mereka. Tiba-tiba saja berbagai spekulasi bermunculan di kepalaku mendengar Seungyoon yang ingin bertemu denganku di luar jadwal kencan kami di akhir minggu dan di waktu menjelang subuh.
Sinaran lampu di lapangan lepas landas mulai terlihat semakin dekat, rentetan lampu sebagai tanda pembatas jalur pesawat semakin jelas. Meski halus, namun aku bisa merakan getaran pesawat yang sudah berjalan di atas aspal. Perjalan dua jam-pun ternyata tak terasa lama, kami kembali tiba di Korea.
“Yongmin sunbae,”sapaku pada Yongmin sunbae yang menjemput kami di bandara. Setelah memastikan seluruh personil EXO masuk ke dalam mobil, aku pun turut menghempaskan tubuhku di atas jok mobil sebelah Yongmin sunbae, memakai sitbelt saat roda-roda mobil mulai bergerak maju membawa kami kembali ke rumah.
“Bagimana?”tanya Yongmin sunbae meminta penjelasan tentang perasaanku harus mengikuti jadwal EXO yang keluar negeri dengan mudahnya. “Kau makin lama tampak mengerikan Shin, lihat tubuhku sangat kurus, belum lagi pipimu semakin tirus. Aigo~, apa kau tidak makan?”ledek Yongkim sunbae yang tak kuindahkan.
“Ssssshh... diam sunbae, aku lelah,”pintaku sambil memejamkan mata, karena baru merasa kantuk setelah duduk di mobil. “O!,”aku menjentikkan jari dan menatap Yongmin sunbae yang ikut menatapku sesaat karena jentikan jariku. Tolong turunkan aku di cafe dekat dormitori ya. tolong bangunkan aku, hmmm?”pintaku dengan manja kepada Yongmin sunbae yang tengah fokus pada jalan malam menuju Seoul.
“Eiishh...,”pekik Yongmin sunbae tak percaya karena aku memilih untuk pergi ke sebuah cafe usai bepergian dari Beijing, daripada langsung tidur. “Kau mau kencan?”tanya Yongmin sunbae menatapku sekilas yang tak jadi memejamkan mata, aku mengangguk pelan menatapnya.
“Geundae...,”aku menatap empat laki-laki yang sudah memejamkan mata di belakangku dan Yongmin sunbae. “Kalau mereka tanya aku kemana, jangan kau jawab. Aku tidak mau diganggu mereka, kau tau kan...,”mohonku kepada Yongmin sunbae, karena selalu ada penguntit setiap kali aku bertemu dengan Seungyoon. “Terutama Minseok oppa. Jangan beritau dia aku kemana,”tambahku lagi yang ditanggapi anggukan paham dari Yongmin sunbae.
“Ne agassi,”dengan nada bicara formal layaknya berbicara dengan atasannya. Mendengar ucapannya, secara reflek aku memukul lengannya gemas.
Setelah melewati satu jam diperjalanan darat, akhirnya kami sampai di Seoul. Sebuah cafe yang dimaksud Seungyoon kini sudah berada di hadapanku, dengan senang hati Yongmin sunbae melipirkan mobil di bahu jalan, dengan pergerakan pelan, bahkan saat menutup pintu. Aku pun keluar mobil dan masuk ke dalam cafe yang menjadi tempat kami bertemu.
“Wasseo?”sapaku pada seorang laki-laki yang memakai topi dan masker yang sudah duduk tenang dengan segelas kopi di atas meja. “Menunggu lama?”tanyaku yang melihat cairan di dalam gelas tersebut sudah berkurang setengah. Lelaki bernama Seungyoon itu menggeleng, membuat matanya yang sudah sipit, menjadi lebih sipit karena senyum yang ia kembangkan di balik masker. “Apa yang ingin kau bicarakan?”tanyaku sambil menyenderkan tubuh di kursi.
“Hmmm,”ia memutar jari telunjukkan di atas lingkaran gelas. “Aku akan bermain web drama dengan Dara nunna,”tuturnya yang langsung kusambut dengan senyum mengembang. Meski ragu, pandangan mata yang awalnya menatap secangkir kopi itu akhirnya menatapku. “Ottae? Neo joha?,”tanya Seungyoon yang melihat ekspresi senang dari wajahku.
“Charranae uri aegi,”ucapku dengan riang. “Apa judul drama yang akan kau mainkan? Bolehkah pacarmu mendapat bocoran?,”pintaku dengan nada manja yang membuatnya tertawa pelan.
“We Broke Up,”tuturnya, raut wajahku berubah datar seketika mendengar kalimat yang ia tuturkan. “Itu judul dramanya,”sambungnya. “Wae? Kau kaget mendengar kalimat awal tadi?”ledeknya, yang berhasil membuat jantungku copot. “Hahaha, mian chagya,”ucapnya terdengar puas membuatku hampir lunglai berpikir bahwa ia akan memutuskanku sekarang juga.
“Ya! Kang Seungyoon,”pekikku karena malu tertangkap basah merasa dipermainkan olehnya. ‘We Broke Up’, aku sepertinya pernah mendengar judul itu’. “Webtone? Machi?,”tanyaku yang baru saja mengingat bahwa itu adalah salah satu judul webtone yang pernah kubaca.
“O,”jawabnya mengiyakan pertanyaanku. “Bagaimana kau bisa tau kalau itu dari webtone?,”kuusap wajahku kasar sambil menarik nafas panjang, aku merasa akan meledak sekarang. “Chagya?”panggil Seungyoon yang melihat perubahan raut wajahku.
“Kau menjadi peran utamanya? Laki-laki yang tinggal bersama dengan mantan kekasihnya?,”tanyaku menerawang jalan cerita yang bisa dibilang cukup dewasa itu.
“Bagaimana kau tau? Kau membaca webtone-nya?”terka Seungyoon, yang kembali ku respon dengan helaan nafas panjang dan air mata yang tergenang.
“O...,”pekikku panjang. Sebuah memori akan kejadian di rumah pasca kedatangan Seungyoon dengan Yang sajangnim menyibak di pikiranku. ‘Apakah ini waktu yang tepat untuk menjauhkan diri dari Seungyoon?’, pikirku dalam hati. “Kang Seungyoon,”panggilku langsung disambut gumaman dari mulut sang pemilik nama. “Mungkin kau akan menganggap aku sebagai kekasih yang tidak bisa mengerti pekerjaanmu. Geundae...,”ucapanku terhenti sejenak, kembali menatapnya yang tadi sempat kualihkan. Menahan getaran suara yang akan terdengar seperti isakan tangis. “Mian, aku tidak bisa melihatmu beradegan mesra dengan perempuan lain, meski dia sunbaenimmu,”aku kembali menarik nafas panjang. Kalimatku yang terhenti segera kulanjutkan saat Seungyoon mulai menuturkan penjelasannya. “Geurigo...,”ucapan Seungyoon terhenti mendengar satu kata yang aku ucapkan. “Jangan hubungi aku lagi jika kau benar akan memerankan peran tersebut,”tutupku yang langsung memutus pertemuan kami.
Tubuhku segera beranjak dari tempat duduk, berjalan cepat keluar dari cafe tanpa bisa Seungyoon meraih tanganku untuk menghentikannya. Tubuhku menghantam seseorang yang menghalangi jalanku di depan pintu, kepalaku mendongak ke arah si pemilik tangan yang sudah memegang kedua lenganku. “Shin. Neo gwenchana?”suara serak di balik masker itu menatap buliran air mata yang mulai menets. “Kkaja,”tarik lelaki bernama Chanyeol saat ia melihat Seungyoon yang akan mendekat ke arahku. “Wae?”lengannya merangkul erat tubuhku di samping kanan badannya.
“Yeol-ah,”panggilku dengan sesenggukkan, langkah kami terhenti tepat di depan taman yang tak jauh dari dormitori. “Na jinjja napeun yeoja... na naepeun yojaya...,”Chanyeol menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Dengan lembut, tangan kanannya mengelus rambutku perlahan, membuat isakan tangisku semakin menjadi.
“Sssshhh. Aninde Shin-ah,”aku merasakan kepala Chanyeol menggeleng di atas kepalaku. Dengan sekali dorong, Chanyeol mendapati wajahku kembali, ia menangkup wajahku yang sudah basah karena air mata. “Mau berjalan-jalan? Kau bisa ceritakan semuanya padaku Shin. Bebanmu, adalah bebanku juga, beban kami. EXO,”ucap Chanyeol dengan senyum simpul yang menandakan keprihatinan. “Kka,”ajaknya menyodorkan tangan agar aku sambut.
Aku menatapnya ragu, anggukan kepala Chanyeol yang berulang kali, membuatku akhirnya menyambut sodoran tangannya dan menggenggam tangan Chanyeol yang akan mengajakku pergi berjalan-jalan menikmati pemandangan sungai Han di malam hari.
-Hello, Manager Kim-
“Woah daebak!”pekik Sehun melihat sesuatu di layar ponselnya. “Hyung! Lihat ini,”pamer Sehun kepada para hyung-nya, yang langsung disambut dengan suara riuh.
“Jinjja neo micheoso!”pukul Chanyeol pelan pada belakang kepala Sehun yang membuatnya langsung meringis. “Siapa yang memberikan CD itu padanya?”tanya Chanyeol kembali memangku gitar yang tadi sempat ia kesampingkan.
“Yongmin hyung,”jawabnya enteng. Aku yang penasaran langsung merebut ponsel milik Sehun yang menampilkan foto sebuah album dengan cover dirinya di akun instagram milik Miranda Kerr, seorang mantan model Victoria Secret. Aku menahan nafas sejenak, melempar ponsel tersebut kembali ke genggaman sang pemilik. ‘Aku lupa CD yang diberikan Sehun belum juga aku berikan kepada Janeul. Bagaimana jika dia tau dan malah menganggap Sehun mementingkan idolanya ketimbang kekasihnya sendiri. Ah! Micheoso neo Kim Shin Neul” aku kembali menatap Sehun yang masih tampak bahagia dengan respon dari sang idola. ‘Ya, aku akan memberikannya hari ini saat Janeul memberikan kejutan ulangtahun kepada Sehun’ tekadku mengingat bahwa Janeul akan datang ke dormitori EXO untuk memberikan kejutan ulangtahun yang kemarin tak sempat ia berikan.
Melihat jarum jam di dinding dormitori sudah menunjukkan pukul 9 malam, aku bergegas kembali ke flat-ku untuk bersiap-siap menyambut kedatangan Janeul. ‘Kau jadi kemari? Aku baru sampai dan akan membersihkan diri dahulu ya^^.’ Tulisku pada pesan yang kukirimkan kepada Janeul.
Selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, sebuah pesan singkat ternyata sudah menunggu untukku baca, Janeul memberi tahukan bahwa ia sudah berada di parkir basement ini. aku pun bergegas menjemputnya sambil mengetik pesan singkat, agar dia menungguku beberapa menit untuk perjalanan ke basement. ‘Aku tidak jadi memberikan surprise untuknya. Kau kembalilah ke apartemen, aku ada urusan’.tubuhku terhempas di dinding lift yang kuhuni sendiri, satu alasan yang membuat Janeul seperti ini adalah CD yang diberikan oleh Sehun kepada Minranda Kerr. Ya, aku yakin sekali ini menjadi alasan utamanya.
Pintu lift terbuka, sosok Kyungsoo dengan dua tangan penuh bungkusan hadir di hadapanku. Jemariku segera menahan pintu lift agar Kyungsoo ikut masuk ke dalam. “Kau bertemu Janeul?”tanyaku setelah Kyungsoo sudah masuk ke dalam lift. Ia mengangguk dengan tatapan bingung.
“Bahkan ia memberikanku ini,”endik kepala Kyungsoo pada sebuah kotak yang terbungkus plastik dan makanan di kanan satunya. “Wae? Kalian merencanakan sesuatu untuk Sehun?”tanya Kyungsoo membuat kakiku lemas tak berdaya menopang tubuh.
“Ah! Mwoya ige. Aku merusak semuanya,”kesalku yang sudah terduduk di lantai lift. “Kyungsoo-ya!”rengekku menatap Kyungsoo yang terlihat bingung. “Aku lupa memberikan CD EXODUS titipan Sehun kepada Janeul. Dan sekarang Miranda Kerr meng-upload CD EXODUS dari Sehun. Ah machi! Pasti Janeul marah setengah mati pada Sehun. Ottokahe? Huh?”
“Eish Shin! Bagaimana kau bisa ceroboh seperti itu,”pekik Kyungsoo tak percaya. “Ireona. Berhubung Sehun tidak tau tentang kejutan yang akan diberikan Janeul kepadanya, lebih baik kau diam saja. Kau tinggal memberikan CD itu kepada Janeul dan menjelaskan semuanya. Hmmm?”aku mengangguk menanggapi solusi dari Kyungsoo.
Dentingan lift pun menggema, menandakan kami sudah sampai di lantai tempat kami tinggal. Aku dan Kyungsoo masuk ke dalam dormitori yang masih ramai dengan tujuh lelaki di depan televisi. Kyungsoo dengan cepat membawa makanan-makanan tersebut ke dapur, namun naas usahanya menyembunyikan makanan tersebut tak berhasil, dan ia justru dikerubungi perut-perut keroncongan.
Tak tertarik dengan makanan yang di bawa Janeul, aku memilih menonton televisi di ruang utama, namun suara riuh dari Kyungsoo dan Sehun terdengar di telingaku. “Ah hyung wae!”teriak Sehun, aku pun beranjak dari sofa hitam ini berjalan menuju dapur kecil yang penuh sesak dengan delapan orang laki-laki.
“Pokoknya tidak boleh, aku diperintahkan kepada pemberinya bahwa ini hanya untukku dan member lain. Kau tidak boleh memakannya,”tarik Kyungsoo pada kedua kotak yang berisikan makanan dan kue tersebut.
“Aish jinjja micheoso hyung!”pekik Sehun kesal dan meninggalkan ruang makan segera dengan nafas memburu, seangkan tujuh lainya menikmati makanan yang kurasa pemberian Janeul itu.
“Wae? Kenapa Sehun tidak boleh memakannya?”aku menandang punggung Sehun yang menghilang dibalik pintu kamarnya.
“Janeul bilang, kalau Sehun tidak boleh memakannya,”bisik Kyungsoo sangat pelan agar tak di dengar member lain. “Kurasa dia benar-benar marah Shin. Dan kau harus segera memperbaiki masalah dua kekasih itu,”tutur Kyungsoo yang aku tanggapi dengan senyum meringis.
-Hello, Manager Kim-
“Nunna,”panggil Sehun saat aku baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang rekaman di SM Building. “Kau tau kenapa Janeul tak pernah menghubungiku? Ani,”ia menggeleng. “Maksudku akhir-akhir ini dia sangat aneh. Kau tau bahkan dia seakan-akan tidak peduli dengan kesibukanku menjalani comeback,”jelas Sehun panjang lebar menatap layar ponselnya yang menampilkan percakapan dengan Janeul.
“Mungkin dia merasa cemburu karena kau memberikan CD EXODUS kepada Miranda Kerr?”jawabku tanpa memberikan penjelasan lebih panjang, terutama terkait aku lupa memberikan CD EXODUS yang dititipakn Sehun hampir dua bulan lalu.
“Ah,”Sehun mengangguk, seriangai senyum tampak di wajahnya. Sepertinya ia senang jika sang kekasih ternyata bisa cemburu juga kepada artis sepertinya.
“Hun-ah! Giliranmu,”panggil sang produser mengingatkan Sehun untuk masuk ke dalam ruang recording untuk melakukan take vocal album repackage mereka di awal bulan Juni. Sehun beranjak dari sofa setelah mengetik sesuatu dengan cepat di atas layar ponselnya.
Layar ponsel yang masih menyala menampilkan sebuah pesan kepada Janeul yang bertuliskan, ‘Kau benar-benar marah padaku? Hanya karena masalah album dan bunga?’. Tak lama, sebelum layar ponsel tersebut merdup, sebuah pesan masuk tepat di bawahnya, ‘Aku hanya tidak mau mengganggumu di waktu sibukmu. Kalau dengan bertemu dengan idolamu termasuk waktu sibukmu, maka aku tidak akan mengganggu.’ Kalimat tersebut berhasil membuatku meringis mengingat kesalahan fatalku pada hubungan orang lain.
“Nunna!”sapa Kai yang baru saja keluar dari ruang rekaman. Ia segera menyenderkan kepalanya di pundak kananku setelah duduk berdampingan di sebelahku. “Kau lihat Chanyeol dan Baekhyun?”tanyaku menatap matanya yang terhalang rambut berwarna cokelat. Kai menggeleng menatap lurus Sehun yang tengah melakukan rekaman.
“Anyeonghasaeyo!”sapa kedua orang yang tadi aku cari, mereka membawa bungkusan makanan untuk menghibur diri menunggu giliran rekaman. “Kalian!,”panggilku menunjuk Chanyeol dan Baekhyun yang baru saja menaruh makanan dan minuman tersebut di atas meja. “Aku baru saja mendapat telepon dari PD Kang, producer The Return of Superman, mereka meminta kalian untuk menjadi bintang tamu kembar Seoun dan Seojun,”jelasku menatap Chanyeol dan Bakehyun yang kini sudah tertawa sumringah.
“Assa! Jadwalkan Shin!,”pinta Chanyeol dan Baekhyun tanpa banyak alasan. “Ah... anak itu sangat menggemaskan,”tutur Chanyeol gemas mengingat kelakuan duo kembar yang terekam kamera televisi melalui program variety show yang disiarkan KBS.
“Shin!”panggil Kyungsoo sesaat ia masuk ke dalam ruang rekaman, ia menatapku singkat kemudian memandang layar ponselnya, duduk di sebelah Kai yang masih menyenderkan kepalanya di bahuku. “Youngjun sunbae bilang kau yang akan mengantarku ke casting film?”tanya Kyungsoo, yang langsung kutanggapi dengan anggukan. “Sekarang?,”tanya Kyungsoo lagi menatap jam tangan dinding ruang rekaman.
“Mau berangkat sekarang?”tanyaku, Kyungsoo mengangguk. Melihat aku akan pergi, Kai pun menarik kepalanya dari pundakku. “Kajja,”kataku sambil beranjak dari sofa, diikuti Kyungsoo yang juga ikut beranjak dari duduknya.
“Kau akan casting untuk peran apa?”tanyaku setelah kami berdua sudah berada di dalam mobil, meninggalkan gedung SM Building. Kyungsoo menatap script yang berada di pangkuannya, menatapku dengan jejeran gigi dengan senyum sumringah.
“Aku akan casting untuk peran utama, Shin,”ucapnya dengan bangga. “Ottae. Aku merasa sangat gugup,”Kyungsoo menatapku yang baru saja mengeluarkan mobil dari parkiran, menjalankan mobil besar ini ke tempat Kyungsoo akan melakukan castingnya.
“Uri Kyungsoo, pasti bisa melakukannya. Itu hal yang mudah, tenang saja Kyungsoo. Neo pro-ya,”tuturku coba melunturkan kegugupannya, agar peran utama yang ia inginkan bisa tercapai. Kyungsoo pun tersenyum menaggapi ucapanku, pandangannya kembali teralih pada script utama yang ia dapat untuk casting film berjudul ‘Pure Love’.
Angin musim semi menerpa kami saat keluar dari mobil, rontokan daun pun menabrak tubuh kami yang akan masuk ke dalam sebuah gedung production house. Seorang perempuan yang bertugas menyambut para tamu di pintu depan menyapaku dan Kyungsoo dengan ramah, mengetahui ada bintang hallyu di sini, ia segera membantu kami menemukan ruang casting, di dalamnya sudah ada aktor dan aktris yang sudah bergelut di bidangnya sejak lama. Kyungsoo menatapku ragu, “Gwenchana,”tuturku menepuk pundak Kyungsoo yang menegang. Kami pun duduk di sebuah kursi kosong yang tersedia sembari menunggu giliran Kyungsoo.
Setelah hampir dua jam menunggu giliran, akhirnya nama Do Kyungsoo dipanggil. Aku mengantarnya dengan senyum saat sosoknya menghilang dibalik pintu. Sebuah getaran ponsel pun mengalihkan pandanganku pada pintu yang baru tertutup. Sebuah desahan kesal menjadi penyambut telepon tersebut. “Nuna!”rengek Sehun yang membuat orang disekitarku memandangku karena suara Sehun yang terdengar nyaring.
Aku melangkah keluar dari ruang tunggu. “Wae wae?”tanyaku menanggapi rengekan Sehun yang pasti ada apa-apa dengan Janeul. “Kau bisa menghubungi Janeul? Aku melihat di internet bahwa dia pergi dengan Mino ke amusement park,”jelas Sehun terdengar kesal. “Aku mencoba menghubunginya, tapi yang menjawab Mino, dan kau tau apa yang dia katakan? Ah michinnom!”kesal Sehun mendecih, menjeda kalimatnya. “Mino bilang kalau ia mencintai Janeul. Micheoso!”aku kembali menerawang tentang perkataan Mino beberapa bulan lalu saat pertemuan kami di rumah sakit, tapi apakah benar Mino menaruh hati kepada Janeul? “Wae? Kenapa dia semarah itu padaku nunna,”tutur Sehun mulai patah arang.
Aku menghelas nafas panjang, memandang rontokan daun yang jatuh ke tanah. “Oh Sehun,”panggilku, dibalas gumaman dari mulutnya. “Kau tau kan aku mulai sibuk sekarang? Aku bukan lagi manager yang hanya mengantar jemput kalian, memberi kalian makan, dan melakukan tugas-tugas ringan lainya? Kau tau kan aku harus bertemu dengan banyak PD sekarang untuk melakukan ‘deal’ terkait pekerjaan kalian,”jelasku panjang lebar yang kembali ditanggapi gumaman dari mulut Sehun. “Oleh karena itu, aku...,”aku menjeda kalimat yang akan ku utarakan, berusaha menelan ludah yang terasa amat berat untuk meringankan kalimat yang akan aku teruskan. “Aku lupa memberikan CD EXODUS-mu kepada Janeul, Hun-ah,”lanjutku sambil menutup mata dan menjauhkan ponsel yang sebentar lagi akan mengelurkan lengkingan suara dari Sehun.
“Ya! Nunna! Neo jeongmal micheoso! Bahkan sekarang sudah habis masa promosi album EXODUS! Ah jinjja!”pekik Sehun. “Jinjja micheoso!”
“Hun-ah! Sehun! Oh Sehun!”panggilku beberapa kali yang ternyata sambungan komunikasi kami sudah ia putus. “Aish pabboya Kim Shin Neul!”pekikku kesal pada diriku sendiri, kemudian kembali masuk ke dalam ruangan yang ternyata belum ada Kyungsoo di dalamnya.
“Wae?”sapa Kyungso setelah beberapa lama ia berada di dalam ruangan. Aku mendongak ke arahnya yang sebelumnya menunduk karena merasa amat bersalah kepada Sehun dan Janeul.
“Bagaimana? Lancar?”tanyaku menanggapi pertanyaannya tanpa jawaban. Ia mengangguk dengan senyum sumringah, aku mengikuti langkahnya yang sudah berjalan terlebih dahulu menuju mobil yang terparkir.
“Aku tidak mau terlalu percaya diri, tapi aku yakin bisa mendapatkan peran ini, Shin”jelas Kyungsoo menerawang hasil casting yang tadi ia lakukan. “Lalu, kau kenapa menunduk lesu seperti itu?”tanya Kyungsoo masih mencari tau apa yang terjadi saat ia berada di ruang casting.
“Aku memperburuk keadaan Janeul dan Sehun,”tuturku menumpu kepala di atas setir mobil saat kai tertahan di lampu merah. “Ottokae?”aku menatap Kyungsoo yang menatapku khawatir.
“Shin,”ia menepuk pundakku. “Sudahlah, jangan terlalu kau pikirkan urusan orang lain. Lihat dirimu sendiri, apa kisah cintamu sudah baik? Bahkan kau juga tidak berhubungan dengan Seungyoon hampir sebulan ini,”ingat Kyungsoo pada kejadian malam hari sepulangnya kami dari Beijing.
“Tapi kan ini kesalahan karena ulahku Kyungsoo-ah. Bagaimana aku bisa membiarkannya beigtu saja,”sambarku karena masih tak enak hati dengan Sehun yang kuanggap sebagai adikku sendiri.
“Ssshhh, sudahlah manager Kim. Kau banyak mengeluh hari ini, lebih baik kau jalan karena lampu lalu lintas sudah hijau,”tutur Kyungsoo tak ingin menanggapi lagi keluhan tak berujung dariku hari ini.
-Hello, Manager Kim-
“Sehun odiya? Dia sudah pulang?”aku menyapa Chanyeol yang baru saja bangun dari tidurnya. Ini sudah pagi, namun Sehun belum muncul juga di dormitori sejak kepergiannya sore kemarin. Bahkan saat aku pulang mengantarkan Kyungsoo, aku sudah tidak menemukan sosoknya.
“Belum,”jawab Chanyeol sambil menenggak air mineral yang berada di dalam botol yang ia ambil di dalam kulkas. “Kau sungguh tidak tau dimana keberadaan dia Shin?”tanya Chanyeol usai menenggak setengah air dari dalam botol transparan itu.
Aku menggeleng, kakiku mundar-mandir di dalam dapur berpikir kemana manusia ini pergi semalaman. “Apa mungkin...”Chanyeol menjentikkan jarinya. Aku menggeleng pada kalimat yang belum Chanyeol tuntaskan.
“Ani ani. Sehun tidak akan nekat ke rumah Janeul sendirian. Geundae...,”aku bergegas berjalan cepat mengingat bahwa apapun bisa ia lakukan tanpa berpikir panjang, memakai sepatu asal, kembali ke flat mengambil kunci mobil van milik EXO dan tak lupa, CD EXODUS yang selalu lupa kuberikan kepada Janeul. “Ah Matta!”Aku menjentikkan jari melihat mobilku tak terparkir di tempatnya. Aku baru ingat bahwa mobilku dipasang alat pelacak jika terjadi perncurian. “Odi? WINNER jib?”aku natap titik merah keberaan mobilku yang bisa kudapatkan keberadaannya di ponselku, menadakan bahwa mobilku berada di apartemen WINNER. Tanpa babibu, aku segera menginjak gas secepat mungkin menuju tempat tinggal WINNER.
Ya, benar rupanya. Aku sudah bisa menangkap Sehun yang tengah berhadapan dengan Seungyoon. Kuputar setir mobil dengan cepat, memarkirkannya dengan sempurna agar bisa membawa magnae ini pulang ke asalnya. “Neo! Oh Sehun!”teriakku, membuat dua mahluk yang tingginya hampir sama ini menoleh ke arahku. “Kau sedang apa di sini? Semalaman?”aku mendekat ke hadapan dua lelaki yang terlihat bersitegang. “Dimana apartemen kalian,”aku menggenggam jemari Sehun untuk mengajaknya menuju tempat tinggal WINNER, menatap Seungyoon yang tak percaya dengan tata bahasa dan nada bicara yang aku gunakan.
“Aninde kalian tidak bisa bertemu Janeul nunna sekarang,”jelas Seungyoon menggelengkan kepalanya. “Dia sedang sakit. Dan itu karena mu Oh Sehun,”tunjuk Seungyoon yang membuatku merasa dilecehkan sebagai managernya.
“Ya!”pekikku kepada Seungyoon yang mendorong Sehun dengan telunjuk kanannya tepat di bahuku kiri Sehun. “Apa kau tidak bisa sopan sedikit terhadap artis lain? apa pernah EXO, Ani. Member EXO yang lain bersikap seperti itu kepada kalian, mulai dari Taehyun dan kau, Kang Seungyoon. Aku mulai tidak menyukai WINNER,”Seungyoon membulatkan matanya tak percaya dengan ucapanku, lebih tepatnya ucapan yang kuutarakan karena tersulut emosi dan rasa rindu yang tertahan kepada sosk leader WINNER ini. “Sekarang, antarkan kami ke apartemen kalian. Setelah ini, aku atau Sehun tidak akan menginjakkan kaki lagi di apartemen WINNER,”pintaku mengakhiri emosi yang seakan membuncah di pagi hari seperti ini.
Seungyoon mengangguk meski kulihat gerakan kepalanya kaku, ia berjalan menuju pintu yang tersedia lift di sana. Menekan panah ke atas agar pintu lift terbuka. Sehun menatapku yang mengatur nafas memburu, “Nunna. Neo gwenchana?”tanya Sehun pelan yang merasa tak enak hati dan perubahan sikapku hari ini.
Aku tak merespon pertanyaan Sehun, aku hanya mengelurkan CD EXODUS dari dalam tasku yang selalu lupa diberikan kepada Janeul, dan berharap meninggalkan tempat ini secepatnya. Pintu lift terbuka, sosok Seungyoon terlebih dulu masuk ke dalam lift diikuti Sehun dan aku yang berada di sebelah Sehun, sehingga ada jeda di antara aku dan Seungyoon. Suasana di dalam lift hening dengan sempurna, bahkan suara mesin lift yang membawa kami naik ke atas bisa terdengar.
Dentingan lift menandakan kami sudah sampai di lantai tujuan, Seungyoon berjalan terlebih dahulu menuju sebuah pintu yang letaknya tak jauh dari lift tadi. “O? Kang Seungyoon neo wa…” ucap suara yang bahkan tak pernah ku dengar seceria itu saat berada di konser EXO. “Neo mwohae?” teriak Taehyun menatap kedatangan kami. Satu-per-satu lelaki mulai mebuat barikade di depan pintu, seakan menghadang aku dan Sehun untuk masuk ke dalam apartemen mereka.
“Dia menunggu semalaman di parkiran basement. Aku rasa...”ucapan Seungyoon langsung dipotong oleh Mino yang berdiri di sebelah kiri Taehyun, sedangkan satu lelaki dengan mata yang lebih sipit itu memandang sinis ke arah Sehun yang entah kenapa kurasa sangat menyedihkan keberadaannya di sini.
“Ya Kang Seungyoon! Kau tahu Janeul tengah sakit karenanya. Lalu kenapa kau bawa dia kemari?”tutur Mino dengan nada bicara seakan tak suka dengan kehadiran Sehun yang dianggap, ‘Apa katanya? Sakit karena Sehun?’. ‘Jinjja, anak-anak ini sangat berlebihan pada manager utamanya’, pikirku yang menatap hentakan kakiku sendiri karena tak sabar dengan basa-basi ini. “Biar kami selesaikan masalah kami,”ucap Sehun pada akhirnya, memandang tiga orang laki-laki yang bahkan tak menyukai kehadirannya disini.
“Ani! Aku tidak akan membiarkan Janeul bertemu denganmu,”lelaki yang berada di sebelah kanan Taehyun itu angkat bicara, membuatku menggenggam tangan Sehun yang berada di sebelahku.
“Kkarago Oh Sehun. Kau terlihat menyedihkan di sini,”aku menarik tangan Sehun mengajaknya untuk keluar dari apartemen yang dihuni lima orang member WINNER ini. “Kita bisa menyelesaikannya di luar, hanya kau dan Janeul. Tidak dengan mereka,”aku membuka pintu yang berada tepat di sebelah kami.
“Aku akan berbicara dengannya,”suara Janeul akhirnya menggema, membuat genggaman tanganku pada pergelangan tangan Sehun mengendur dan membiarkannya terlepas. “Ini masalahku dengannya, jadi aku harus menyelesaikannya sendiri,”tambah Janeul, tanganku yang sudah meraih knop pintu terlepas, berbalik menatap Janeul yang sudah tersenyum kecil.
Janeul menatap satu lelaki yang berada di sisinya, “Gwenchana oppa, na midoyeo,” ujar Janeul melepaskan genggaman tangan lelak itu pada tangannya. Janeul kembali menatap ke arah Sehun. “Aku pinjam kamarmu Song Mino,”pinta Janeul dan berjalan pelan menuju kamar Mino, diikuti Sehun yang perlahan beranjak dan mengikuti langkah Janeul memasuki apartemen WINNER lebih dalam.
Ketiga lelaki yang menghadang kami tadi berhamburan mengikuti arah langkah Janeul dan Sehun. Aku menghela nafas sejenak, mengatur emosi yang bahkan terasa panas di kepalaku. “Kau tidak mau masuk?”tanya ramah seorang lelaki yang tadi berada di sebelah Janeul. “Jeosunghaeyo, di sini agak berantakan, mungkin kau agak risih melihatnya,”tambahnya mengusap tengkuk lehernya. Aku tersenyum kaku menanggapi ajakannya untuk masuk, sedangkan Seungyoon masih terkaku di hadapanku, dan lelaki ini seakan memberi kode dengan matanya agar Seungyoon mengajakku masuk ke dalam apartemen mereka.
“Masuklah,”jemari Seungyoon menarik pergelangan tanganku agar masuk lebih dalam ke apartemen yang ia tempati, seorang lelaki yang kurasa adalah manager lain dari WINNER itu beranjak dari sofa kaget karena kedatangan perempuan lain selain Janeul, ia membungkukkan badan dan berjalan cepat menuju suatu ruangan.
“Mian, Byungyung hyung memang suka tidur,”ucap lelaki yang masih tak kutahu namanya. “Nan, Kim Jinwoo imnida,”ia menyodorkan tangannya sebagai ucapan perkenakan.
“Kim Shin Neul imnida, manager EXO,”ucapku sembari meraih uluran tangannya dan menjabat tangan Jinwoo yang sudah tersenyum ramah dengan anggukan kepala.
“Kau mau minum apa?”tubuhnya berbalik ke arah dapur yang dapat terlihat dari ruangan ini, aku menggeleng dengan senyum simpul. “Atau mau Seungyoon yang ambilkan?”ledeknya menatap Seungyoon yang masih setia di belakangku, entah sedang apa.
“Aniyo, Jinwoo-ssi, kamsahamnida. Aku hanya ingin menjemput Sehun, karena sejak kemarin sore dia tidak pulang ke dormitori,”jelasku singkat.
“Hyung. Aku sudah ditunggu Seho hyung. Na Kalkkae,”pamit Seungyoon setelah suara ponselnya tadi sempat terdengar. Jinwoo mengangguk menanggapi kepergian Seungyoon, namun wajahnya menatapku aneh, karena tak mendapatkan respon dari Seungyoon yang ia ketahui adalah kekasihku. Aku pun tersenyum mendapati Jinwoo yang sedang memerhatikanku.
“Kau? Masih dengan Seungyoon?”tanya Jinwoo setelah melihat Seungyoon sudah pergi meninggalkan ruangan. Aku tak menjawab secara langsung, hanya senyum simpul yang aku berikan kepada Jinwoo.
“Hyung! Kau sudah siap,”teriak Taehyun mendekat ke arahku dan Jinwoo yang masih berdiri di ruang utama ini. tak mendapati sosok Byungyung di atas sofa, Taehyun kembali berjalan melewatiku dan Jinwoo menuju kamar mandi. “Hyung! Ppaliwa! Aku bisa telat,”teriak Taehyun menggedor pintu kamar mandi yang ditanggapi teriakan ‘ne’ dari orang di dalamnnya. “O. Nunna, anja,”pinta Taehyun yang sudah duduk di sofa ‘tempat tidur’ Byungyung tadi, ia menepuk sisi kanan kosong di sebelahnya. Mengikuti tarikan tangan Jinwoo, aku pun terduduk di antara dua laki-laki ini.
“Oah Jinjja, aku tidak bisa mendengar percakapan mereka lagi. Itu seperti drama,”kekeh Mino dan salah satu temannya yang sepertinya selesai menguping perbincangan dengan Sehun dan Janeul. “Nunna, kau masih di sini? Kemana Seungyoon?”tanya Mino sambil mendudukkan dirinya di bawah lantai, diikuti satu sosok laki-laki yang belum ku kenal namanya.
“Nan, Lee Seughoon imnida,”sambar lelaki bernama Seunghoon itu sebelum aku merespon pertanyaan dari Mino. “Jadi, Seungyoon kemana?”ucap Seunghoon mengulang pertanyaan Mino.
“Mollaseo,”jawabku dengan senyum tipis. Taehyun yang tadi bersender di badan sofa dan sibuk dengan ponselnya, memandangku heran.
“Neo jinjja mollaseo?”ponsel yang berada di genggaman tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. “Jadi kalian benar-benar sudah berakhir?”tanya Taehyun yang kelakuannya seakan berubah saat pertama kali aku bertemu dengannya di konser EXO bulan lalu.
“Kau bisa menanyakannya langsung pada Seungyoon,”tuturku menatap Taehyun yang memandang Mino dan Seunghoon dibawahnya.
“Apakah kau tidak bisa memberikan Seungyoon kesempatan? Uri leader...,”Taehyun memandang Jinwoo yang berada di samping kananku. “Hmmm,”Jinwoo mengangguk, seakan sudah tau kalimat apa yang akan diteruskan Taehyun. “Dia sangat rapuh belakang ini. Kau tau, seorang leader di YG adalah ‘otak’ dari group-nya. Jika Seungyoon seperti ini terus, dia bisa digantikan, nunna,”lanjut Taehyun seakan meminta belas kasihan ku untuk Seungyoon.
“Majjayo,”Mino mengangguk, juga diikuti dengan Seunghoon. “Kau harusnya bisa mengerti pekerjaannya, nunna,”mulutkku kelu mendengar ucapan Mino yang sebenarnya bukan itu alasan utamaku menjauhi Seungyoon.
“Mian, aku haru mengangkat telepon,”beruntung ada telepon yang masuk, aku pun menjauh dari empat lelaki yang seakan menginterogasiku tentang Seungyoon. “Yoboseyo,”ucapku sambil membuka pintu apartemen WINNER dan melangkah keluar agar perbincangan ini tak terdengar di telinga mereka. “Aniyeo manager Cha, aku tidak ingin seperti itu. siapa yang memintanya? Appa?”aku memutar bola mataku malas. “Ah, aku sungguh lelah mengatur per...,”kata-kataku terhenti menatap satu sosok yang ternyata berada tak jauh di depanku, Seungyoon ia berdiri di balik tembok. “Aku akan menghubungimu nanti,”aku segera menutup telepon tersebut tanpa basa-basi, hampir saja satu kata kunci itu terlontarkan dan didengar Seungyoon.
“Per? Mwo? Kenapa kau tidak meneruskan kalimatnya?,”selidik Seungyoon saat aku akan kembali masuk ke dalam apartemen WINNER. “Malhaebwa...,”pintanya dengan menarik pergerlangan tanganku hingga memutar tubuhku menghadapnya.
“Nunna...,”panggil Taehyun dengan mengeluarkan kepalanya di balik pintu. “O. Kang Seungyoon! Kau belum pergi juga?”teriak Taehyun yang melihat Seungyoon berada di hadapanku, membuat jeratan tangan Seungyoon di pergerlangan tanganku terlepas.
“Ya! aku sedang menunggu lift,”jelas Seungyoon mencari alasan, berhasil menciptakan senyum jahil di wajah Taehyun. “Na Kkalkae!”pamit Seungyoon saat pintu lift terbuka, dengan malu Seungyoon segera masuk ke dalam lift dan menutup pintunya.
“Hmmm, jadi itu telepon dari Seungyoon? Machi?”ledek Taehyun yang kutanggapi dengan gelengan kepala. “Mian nunna, karena berbicara lancang seperti tadi, aku tidak bermaskud memaksamu untuk berbaikan dengan Seungyoon, aku hanya...,”aku menepuk bahu Taehyun, membuatnya menghentikan kalimat sungkan dari bibirnya.
“Kkeottjongma, aku paham bagaimana kalian sesama member saling melindungi,”kataku dengan senyum simpul. “Mian, aku hanya sibuk mengurusi EXO sekarang, jadi aku tidak bisa memberikan perhatian lebih kepada Seungyoon,”tambahku membuat Taehyun mengangguk mengerti.
“Arraseo nunna,”Taehyun berbalik saat mendapati lelaki bernama Byungyung menepuk pundaknya karena ia telah siap untuk pergi. “Hyung! Lama sekali!”tubuh Taehyun berbalut coat berwarna cokelat muda itu keluar dari pintu, diikuti Byungyung yang menyapaku dengan bungkukan kecil. “Nunna, aku pamit dulu,”pamitnya melambaikan tangan.
Dengan satu tangan yang menahan pintu yang takut tertutup aku melambai ke arah Taehyun. Knop pintu yang terasa berat karena menahan pintu ini lambat laun terasa ringan, sosok Sehun sudah menggapai knop satunya dan menyapaku dengan senyuman. “Gomawo nunna sudah sangat mengkhawatirkanku. Uri kkalkae?,”tanya Sehun dengan senyum ramah di kedua sudut bibirnya.
“O,”aku mengangguk. “Janeul-ah,”aku memanggil nama Janeul yang kini berada di belakang Sehun. “Mian, karena aku, kalian jadi bertengkar,”kataku yang dijawab dengan gelengan kepala dari Janeul.
“Gwenchana Shin-ah. Aku juga minta maaf karena anak asuhku terlalu menghawatrikanku, jadi mereka agak kasar tadi kepada Sehun,”tutur Janeul yang terdengar tak enak hati dengan kejadian yang membuat mood-ku jatuh hingga di dasar bumi.
“Arraseo,”aku mengangguk. “Na Kkanda Janeul. Get well soon,”aku melambai ke arah Janeul, dan tiga orang lelaki yang berada di samping kanan dan kirinya.
“Wuah uri nunna, daebakkiya!”Sehun merangkul pundakku saat kami sudah keluar dari apartemen WINNER. “Bagaimana bisa menjadi marah seperti itu nunna, itu seperti bukan dirimu yang aku kenal,”Sehun menatapku khawatir.
“Na jinjja gwenchana. Aku hanya merasa anak asuhku berada dalam posisi kritis. Lagipula bagaimana aku bisa melihat Seungyoon mendorong tubuhmu seperti tadi. Ah...mengingat kejadian tadi saja membuat kepalaku pening,”aku memijat kasar keningku yang terasa berdenyut.
“Kamsahae, sudah menghawatirkanku,”ucap Sehun sekali lagi. “Mian karena membentakmu kemarin. aku sungguh tak tau diri,”lanjut Sehun dengan mimik wajah bersalahnya.
“Tidak perlu berterima kasih atau meminta maaf. Kau tidak salah dan aku tidak melakukan sesuatu apa-apa yang berharga untukmu. Yang penting kau sudah kembali bahagia sekarang,”aku menepuk pelan pipi Sehun yang seakan sudah tak ada beban lagi dari raut wajahnya.