home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Hello, Manager Kim

Hello, Manager Kim

Share:
Author : larasatityass
Published : 01 Apr 2015, Updated : 31 Mar 2016
Cast : EXO Member | EXO Manager | Kim Shin Neul (OC) | WINNER member | Park Janeul (OC) | Woo Jiho aka Zico
Tags :
Status : Complete
4 Subscribes |26282 Views |11 Loves
Hello, Manager Kim
CHAPTER 11 : Quality Time With Huang Zitao

Bantal sofa yang berukuran cukup besar melayang begitu saja ke arahku yang baru saja menapakkan kaki di dormitori yang terdengar riuh dari sebelah, atau bisa dibilang dari flat-ku. “Ige mwoya!,”aku menatap ke sepuluh laki-laki yang secara otomatis seperti video di pause. Mereka segera duduk rapih dan menyapaku kedatanganku dengan ramah. “Kau mau kemana?,”aku mentap Tao yang berdiri di hadapanku lengkap dengan jaket, masker dan topi.

“Eeeeehem,”suara dehaman panjang terdengar dari sisi ruang utama, seakan memberi kode kepada Tao yang belum menjawab pertanyaanku. “Hyung!,”rengek Tao karena aku mengeluarkan death glare untuknya. Tubuhnya yang hampir menyaingin Chanyeol ku dorong hingga berhadapan dengan sembilan lelaki lainnya.

“Kalian susah sekali diatur!,”aku menghentakkan kaki karena terlalu geram dengan mereka yang tak ada lelahnya jika sudah kembali ke negara sendiri. “Sekarang kalian mau apa?,”aku memandang mata mereka satu-per-satu. “Kalian mau aku ditegur lagi oleh Youngjun sunbae?,”mereka menggeleng mendengar pertanyaanku seraya memohon untuk segera istirahat.

“Kami hanya mau nonton film, nunna,”jelas Tao pada akhirnya, membuat semua mata beralih padanya. “Wae?,”Tao tak terima dengan tatapan teman satu team-nya yang menatapnya seperti mengkhianati. “Aku hanya bilang yang sejujurnya pada Shin nunna,”lanjut Tao.

“Film apa sampai kalian berisik sekali? Film dewasa?,”aku segera menyambar kalimat terakhir Tao, semuanya serentak mengibaskan tangan dan bertingkah laku aneh. “Kalian butuh film apa? Aku akan belikan sekarang,”aku menawarkan diri sebagai volunteer, dibanding harus membiarkan Tao pergi sendiri dan aku kembali mendapat teguran dari Youngjun sunbae. “Cepat, kalian mau film apa?,”mataku menatap sepuluh pasang mata yang saling bertatapan.

“Tao kalah permainan Shin-ah, jadi dia yang harus beli film-nya, dan itu film horror,”jelas Chanyeol yang dapat kulihat anggukan dari kepala Tao. Akupun menepuk bahu Tao yang kini seakan terkulai lemah karena juga harus ikut menonton film horror yang akan ia beli nanti.

“Ayo aku temani, akan aku pilihkan film horror yang tidak begitu seram,”tanganku menyambar lengan Tao untuk menariknya pergi dari dormitori, namun teriakan tak kunjung hilang saat kami hendak pergi.

“Ya! jangan beli film horror komedi!,”suara Baekhyun masih bisa terdengar sempurna meski kami sudah melangkahkan kaki di luar dormitori. Aku hanya bisa menggeleng dengan senyum menahan tawa karena teriakan Baekhyun yang sangat nyaring.

Kami melanjutkan perjalanan menuju sebuah toko yang menjual berbagai konten hiburan. Satu rak penuh dengan tulisan ‘Horror Movie’ diatasnya juga menjadi pemandangan horror bagi Tao yang terlihat meringis dari keningnya yang mengerut. “Ah molla,”ia mengalihkan padangan. “Pilihkan aku satu yang masih bisa kutonton, nunna,”pintanya menunjuk tumpukan DVD yang berhasil membuatku bingung. Akhirnya aku memilih asal salah satu judul dan cover sebuah film yang tak begitu terlihat menyeramkan dan menunjukkannya kepada Tao yang menolak untuk melihat.

Dengan membawa tiga bungkus ayam goreng dan satu DVD horror, aku dan Tao disambut hangat saat memasuki dormitori karena aroma ayam goreng yang semerbak, bahkan bungkusan itu lebih cepat diambil daripada film horror yang menjadi tujuan utama mereka sebelumnya.

 Film yang berdurasi kurang lebih 1 jam 45 menit itu akhirnya dimulai, aku hanya terkekeh melihat kedua tangan Tao yang dipegangi Baekhyun dan Chanyeol agar tidak menutup kedua matanya, dan Sehun yang sudah duduk di atas sofa siap untuk membuka mata Tao jika ia memilih untuk menutup mata. “Ah, hyung,”rengek Tao saat pemeran utama Ham Eunjung, salah satu member T-Ara tersebut mulai muncul.

Sama seperti awal cerita film horor lainnya, film berjudul Hwaiteu: Jeojooui Mellodi juga tidak memperlihatkan kejanggalan di awal cerita, bahkan ini seperti menceritakan dunia artis yang mereka alami sendiri. Hingga akhirnya, malam yang semakin larut ini mulai dipenuhi suara teriakan Tao.

Begitu film berakhir, separuh dari mereka mengeluh karena tidak bisa konsentrasi menonton karena Tao yang berisik. “Siapa suruh menonton film horror,”ucap Tao membela diri karena menjadi bulan-bulanan hyung-nya, sedang Sehun masih tertawa bahagia setelah mengerjai teman terdekatnya.

“Sudah, kalian tidur,”perintahku sambil menggiring mereka masuk ke kamar masing-masing. Melihat sudah tidak ada orang yang tersisa di ruang utama, aku segera membersihkan sisa makanan di meja yang kini tampak berantakan.

Suara langkah kaki terdengar di sela-sela aku sibuk membersihkan ruang utama, namun setiap aku menengok tidak ada seorang pun yang melintas. ‘Ini efek menonton film horor’, pikirku yang kemudian kembali mengerjakan kegiatanku yang sempat terhenti.  Aku bergegas membalikkan badan untuk membawa bungkusan ayam goreng yang kini hanya bersisa tulangnya, namun sosok laki-laki menghalangi jalanku, laki-laki dengan lingkaran mata yang mirip panda berhasil membuat jantungku terasa copot. “Aigo! Kamchagya!,”aku memukul dadanya menggunakan tangan kiri yang masih kosong. “Jangan mengagetkanku seperti itu, Huang Zitao,”ucapku dengan nada kesal sambil terus berjalan menuju dapur untuk membuang sampah.

“Temani aku,”rengeknya lagi yang terus mengekor di belakangku. “Aku tidak bisa langsung tidur begitu saja setelah menonton film horor,”jelas Tao dengan wajah memohon. “Jebal. Huh?,”lanjutnya saat aku hanya terdiam menatapnya yang memeluk sebuah boneka anjing. Tao pun tersenyum saat aku beranjak duduk di sebelahnya, tangan kanannya meraih tombol berwarna merah yang membuat televisi di depan kami kembali menyala.

Rasa kantuk pun hadir pasang-surut sembari menemai Tao yang mulai kehilangan sosok hantu tadi, ia mulai tertawa menonton acara tengah malam ini. Sesekali ia menatapku yang tak bergeming karena mataku yang naik-turun, tapi aku masih bisa menangkap percakapan di televisi dan suara tawa Tao. “Tao-ya, aku sangat mengantuk. Biarkan aku tidur di sini, ne,”tanpa menunggu jawabannya aku meletakkan kepalaku di pangkuannya tanpa permisi.

“O, tidurlah nunna, aku akan menamimu disini,”jawab Tao pada akhirnya dengan tangan yang terasa mengelus rambutku yang masih terkuncir.

-Hello, Manager Kim-

“Ting…” dentingan bunyi lift, membuatku menatap lempengan besi yang sebentar lagi akan terbuka.  Sosok perempuan yang tak kusangka kehadirannya itu sudah tersedia di hadapanku, ia membenarkan letak ransel hitam yang hanya bertengger pada bahu kanannya. Langkahnya terhenti tatkala ia melihatku, bukan tatapan ramah seperti yang biasa ia lakukan. Aku melambaikan tangan, meskipun jarak kami yang dekat. “O? Anyeong manager Park,”sapaku kepada manager utama WINNER itu dengan senyum lebar, namun perempuan berambut sebahu itu tak menghiraukan sapaanku. ‘Waegerae?’,pikirku melihat tingkah anehnya.

Janeul segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift yang hanya ada aku di dalamnya. “Ehem,”suara dehaman keluar begitu saja karena tak tau apa yang harus aku lakukan karena perasaan canggung ini. Janeul menekan tombol bulat dengan angka sembilan di dalamnya, lalu kembali berdiri di sampingku yang masih menatapnya ragu. “Kata Sehun kau tidak datang kesini. Kalau aku tahu kau...”ucapanku terhenti karena kalimatnya seakan menyambut kalimatku.

“Kalau kau tahu aku datang, maka kau tidak bisa menghabiskan waktu berdua dengan Seungyoon? Begitu maksudmu?,”tanya Janeul menoleh dan menatapku dengan ekspresi dingin. Kedua alisku terangkat karena tak mengerti apa yang dimaksud Janeul.

“Ye? Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan,”ujarku, membuat Janeul mendecih tak suka. Aku bisa melihat kepalan tangan Janeul yang semakin erat di tali tas ranselnya.

“Kalau kau memang ditugaskan untuk menghancurkan grup lain, maka jangan pernah lagi mengaku bahwa kau adalah temanku,”ucap Janeul yang diikuti suara dentingan, menandakan benda berbentuk kubus ini sudah sampai di lantai yang ia tuju. “Jika kau tidak bisa menjauhi Seungyoon, maka aku yang akan menjauhkan kalian berdua,”tambah Janeul sebelum akhirnya melangkah keluar dari lift yang menjadi tempat terburuk bagiku di Beijing.

Dentingan ketiga mulai terdengar, inilah lantai tujuanku, tapi aku merasa tak mampu untuk melangkah, masih memikirkan ucapan Janeul yang tidak dapat kumengerti akan alasannya mengatakan kalimat yang demikian buruk. Pintu lift yang nyaris tetutup berhasil tertahan oleh sebuah tangan, “Nunna,”sapaan Tao menjadi penyadarku di bawah kekalutan setelah bertemu Janeul. “Aku mencarimu daritadi. Kau temani aku ke restaurant di bawah ya,”tubuh tingginya segera masuk ke dalam lift yang hanya bersisa aku sedari tadi setelah kepergian Janeul. “Nunna?,”Tao menyenggol tubuhku yang masih terkaku karena memikirkan apa yang dikatakan Janeul.

“Gwenchana,”anggukku dengan senyum tipis. ‘Apa kita bisa bertemu? Menghabiskan malam di Beijing denganmu sepertinya seru’, sebuah pesan menyibakkan cahaya di layar ponselku. Bukan rasa senang yang aku rasa, namun lebih pada rasa sesak seakan menghantam tubuhku jauh ke dalam permukaan bumi. “Hah,”helaan nafasku berhasil mengalihkan pandangan Tao.

“Neo jinja gwenchana?,”Tao menatapku yang sudah menunduk sempurna dengan tubuh membungkuk. “Aku akan bertemu dengan ayahku, jangan murung seperti ini. huh?,”dua telunjuk Tao membentuk lengkungan di ujung bibirku, membuat bibirku juga mengikuti lengkungan yang seakan-akan dibuatnya. “Kau jauh lebih cantik seperti ini, ayahku jadi percaya bahwa aku diurus dengan baik,”ujar Tao.

Aku dan Tao akhirnya tiba di lantai dasar yang dipenuhi beberapa nama restaurant. Tao dengan langkah pastinya menuju sebuah restaurant yang berada tak jauh dari pintu masuk. Langkahnya semakin cepat saat sudah menemukan sosok pria paruh baya yang ia kenali sejak lahir tengah duduk sendiri di sudut ruangan. 

“Maaf manager Kim, aku jadi menyusahkanmu karena harus mengantar Tao bertemu denganku,”kataseorang pria paruh baya yang tak kusangka sangat fasih melafalkan kalimat dalam bahasa Korea. Ia menyambutku dengan jabatan tangan hangat dan memintaku untuk ikut duduk bersama sang anak.

“Gwenchaseubnida tuang Huang, aku dengan senang hati mengawal mereka semua. Anak anda yang terbaik,”sanjungku dengan pikiran yang sudah teralihkan dari kejadian beberapa waktu lalu. Tao pun tampak senang dengan berubahan air wajahku yang kini sudah tak terlihat tegang.

Kedua anak dan ayah ini saling melepas rindu, mereka terlihat puas bisa menikmati waktu bersama meski tak memakan waktu banyak. ‘Kenapa kau tidak membalas pesanku? Aku bisa melihatmu dari sini’,sebuah pesan yang muncul di layar ponselku berhasil menggetarkan meja, membuat Tao dan ayahnya memalingkan pandangan mereka pada ponselku.

“Apa waktu kita sudah habis?,”tanya sang ayah dengan kekehan tawa di akhir kalimat. “Lagipula kau pasti juga butuh istirahat, manager Kim,”ia menepuk bahuku dengan senyum khasnya. “Baiklah, kalau begitu appa pergi dulu. Jaga kesehatanmu, ne,”Tao mengangguk di atas tangkupan tangan ayahnya yang menepuk kedua pipinya perlahan. “Bangapseubnika manager Kim,”pamitnya sambil melambaikan tangan, aku pun membalasnya dengan tubuh yang membungkuk sempurna.

“Kau ingin bertemu...,”Tao mengendikkan kepalanya, menunjuk sosok laki-laki yang ia ketahui adalah kekasihku. Aku menggeleng dengan senyum miris. “Wae?,”ia mengikuti langkahku yang kini sudah beranjak keluar dari restaurant dan berjalan menuju lift. “Dia mengirim pesan kepadamu tadi, kau tidak meresponnya,”tanya Tao tak henti bahkan saat kami sudah berada di dalam lift.

-Hello, Manager Kim-

Aku melihat rentetan kalimat yang baru saja masuk ke dalam ponselku, ‘Jika sudah kembali ke Korea, hubungi aku. Aku ingin bicara denganmu’, tulis Kang Seungyooon setelah sekian pesan darinya yang tak ku gubris. ‘Jangan biarkan moment berharga malam ini luntur hanya karena memikirkannya Shin’, aku mencoba menghipnotis diriku sendiri saat ku lihat wajah-wajah berseri yang baru saja mendapatkan perhargaan di Golden Disk Award.

"Nunna,"panggil Tao pada akhirnya dengan sedikit guncangan di tubuhku. Aku menatapnya yang terlihat khawatir, "Kau baik-baik saja? Sejak kemarin aku melihatmu agak aneh,"kepalaku menggeleng, menepuk pundakknya dan memakai kembali jaket yang sempat kusisingkan di atas kursi.

"Wae?," tanyaku sambil mengikuti langkah lainnya yang mulai meninggalkan ruang tunggu EXO di Golden Disk Award. Tao tak bergeming, ia menahan kalimatnya yang masih dipertimbangkan. 

"Nanti saja aku beri tau,"ujarnya saat angin malam Beijing menerpa kami setelah sebuah pintu terbuka lebar dan fans mulai meneriaki nama mereka. 

Tubuh Tao menahan tangan Minseok yang akan duduk di kursi samping kemudi, tidak menghiraukan dengan apa yang mereka perebutkan, aku segera menempati kursi kemudi, ingin sampai ke hotel secepatnya agar dapat menumpahkan kebimbangan yang menggerayangiku sejak kemarin. 

"Sesampainya di Korea, temani aku ke N Seoul Tower, nunna,"pinta Tao, ditanggapi teman-teman satu team-nya yang juga ingin bergabung. "Ani hyung, aku hanya izin ke Youngjun hyung untuk pergi berdua saja dengan Shin nunna,"tepis Tao yang menimbulkan protes dari suara belakang.

"Lagipula kalian jahat, membiarkanku terjaga sendiri setelah menonton film horor,"tambah Tao tak mau kalah. 

"Ya ya ya,"ucapku pada akhirnya meredakan kegaduhan."Jika kalian mau, izin saja ke hyung manager kalian,"ujarku yang berhasil meredam kegaduhan, terlebih dengan Chanyeol dan Baekhyun yang paling berisik sedari tadi.

“Ayahku menyukaimu, manager Kim,”jelas Tao dengan suara yang tak sampai ke kursi belakang. “Oleh karena itu, aku dimintanya untuk berbuat baik kepadamu, sebagai rekan kerja,”wajahnya yang sempat kuanggap menyeramkan, malam ini terlihat sangat menawan dengan polesan senyum di wajahnya.

Udara Korea kembali menyapa kami setelah berkelana kurang lebih tiga hari di Beijing, tubuh-tubuh yang sedang duduk di kursi tunggu tampak kelelahan menunggu mobil yang akan menjemput kami di bandara Incheon. Dengan semangat Tao mendekatiku dengan setengah menari, ia sangat menantikan untuk wisata malam di N Seoul Tower, membuatku hanya terkekeh melihat tingkah lakunya yang ternyata sangat berbeda dengan penampilan ‘dark face’-nya. ‘Apa kau belum sampai di Korea’,sebuah pesan terpampang di layar ponsel yang hanya kubaca dengan helaan nafas.

“Kajja,”aku menarik tangan Tao untuk mengajaknya masuk ke dalam mobil yang sudah tersedia, setelah mendapat pemberitahuan dari Seunghwan sunbae. Tao mengeratkan tanganku yang kini terkunci di lengannya, mencoba menjauhkan para fans yang  tak karuan mengerubungi mereka.

Dengan cepat aku menutup pintu mobil yang terakhir dimasuki Tao dan membiarkannya melaju lebih dulu. Kini aku terjebak dengan para manager yang bahkan masih belum ku kenal sangat dekat, terlebih ada Youngjun sunbae disini. “Shin,”aku menatap arah suara yang berasal dari Youngjun sunbae.

“Hati-hati untuk perjalanan nanti malam. Tidak apa jika ketahuan, tapi jangan ada orang ketiga,”kalimatnya terhenti dan meneruskannya dengan suara kecil, “...Lagi.”aku mengangguk tanpa mengerti apa yang ia maskud, atau dia tau bahwa aku berpacaran dengan Seungyoon dan ketahuan tak sengaja bertemu dengannya beberapa hari lalu.

-Hello, Manager Kim-

‘Ah jadi ini maskudnya perjalan malam’, aku melihat sosok Tao yang sudah tersedia di depan flat-ku. “Sudah siap?,”sapanya saat ku buka pintu yang hanya menampilkan diriku dengan piyama. “Wae? Kau tidak ingat kita akan pergi ke N Seoul Tower?,”ujar Tao dengan nada rengekannya yang seperti bayi, berbeda dengan rengekan a la Sehun.

“Mian, aku tidak mengira malam ini,”aku mempersilahkan Tao untuk masuk terlebih dahulu sambil menungguku bersiap. Setelah mengganti pakaian dan membilas wajah, akhirnya kami berangkat menuju N Seoul Tower hanya berdua. “Wuah, sangat tenang tidak ada hyung-hyungmu yang berisik,”ucapku saat lampu mobil yang menyala diikuti suara mesin yang menderu. “Bagaimana keadaan mereka saat tau kau akan pergi tamasya sendiri?,”Tao mengangkat alis dan bahunya.

“Mereka mengacuhkanku, bahkan Sehun tampak tidak senang,”jawab Tao yang kini terlihat menyesal karena memilih egois untuk pergi sendiri. “Ah lupakan, nanti kita beli makanan saja. Sogokan agar mereka tidak marah,”sarannya berusaha melupakan ke-khawatiran kepada member lain, begitu pun denganku yang mencoba melupakan ke-khawatiran tentang ucapan Janeul tempo lalu.

Suasana bak musim semi memenuhi mobil yang hanya ada aku dan Tao, lantunan lagu dengan melodi ceria mengantarkan kami menuju N Seoul Tower, bahkan atmosfir yang bahkan kurasa terlampau sangat bahagia tidak dapat berubah begitu saja dalam satu malam, seperti akan terus begini hingga esok hari dan esoknya.

Tubuh Tao segera menghambur selepas kami tiba dengan cable car, persis seperti adegan yang ada di EXO Showtime yang baru ku tonton beberapa hari lalu di internet, auranya saat melihat pemandangan seperti seorang perempuan, ia lebih terlihat bersemangat timbang denganku yang sudah lebih sering ke sini.  “Tada,”setelah puas mengabadikan pemandangan lampu-lampu di bawah sana Tao mengeluarkan dua buah gembok yang ia tujukan untukku. Aku menatapnya dengan bulatan mata sempurna, mendapatkan dejavu yang sangat mirip dengan ini, suatu hal yang tidak kuduga. “Aku juga bawa spidolnya,”ia mengeluarkan benda itu di kantung jaket lainnya. “Ayo nunna, kita naik ke atas, ini sudah pukul sepuluh,”Tao menarik tanganku untuk melanjutkan perjalanan menuju ujung menara N Seoul Tower.

Berutung sudah sangat sepi di sini, hanya ada beberapa pasang manusia yang menikmati waktu berdua mereka sehingga tak menyadari kehadiran Tao dan aku yang menutup diri dengan sempurna. Meski angin malam yang dingin menerpa kami, kebahagiaan Tao sepertinya tak kunjung reda saat kami berada di teras tempat para gembok disatukan. “Igon?,”ia terus menunjuk spot-spot yang sudah penuh dengan segerombolan gembok. “Animyeon,”ia juga menggeleng sendiri dengan spot yang ia pilih. “Igon?,”Tao menunjuk satu tempat yang masih kosong karena keberadaannya susah terjangkau. “Kau naik ke atas pundakku, ottae?,”ucapnya yang kini sudah jongkok di hadapanku. Aku meringis karena takut ia tak mampu menahan berat tubuhku, meskipun aku tak memiliki berat berlebih. “Ppali...,”pintanya dengan lengkingan suara seperti bayi yang merengek. Dengan ragu aku langsung mendudukkan diri di atas pundaknya yang langsung dapat kurasakan lempengan tulangnya di bawah pahaku.

Dengan gerakan perlahan, Tao mulai menaikkan tubuhnya, membuatku sedikit terguncang dan tertawa geli karena takut terjatuh. “Neo gwenchana? Apa aku berat?,”aku memegang kedua tangannya yang memegang kedua lututku.

“O, gwenchana,”jawabnya meski dengan suara yang terdengar tertekan karena harus berbicara disaat tengah menggendong mahkluk seberat 45 kilogram. “Ah...,”Tao berjalan perlahan menuju tempat kami akan mengaitkan gembok kami berdua. “Nunna, cepat ambil,”ia terlupa dengan gembok yang sedari tadi masih berada di kantungnya setelah kami menuliskan kata-kata untuk satu sama lain. ‘Nunna, terima kasih sudah menjadi kakak perempuanku selama di Korea. Saranghae’,tulisnya, membuatku tak dapat menyembunyikan senyum.

‘Klik’, kedua gembok kami akhirnya terkait di tempat tertinggi, Tao pun mulai menurunkan tubuhnya perlahan dengan tetap menjaga keseimbanganku agar tak terjatuh. “Lihat, punya kita yang paling tinggi,”tunjuk Tao pada sebuah gembok yang terkait paling tinggi di antara lainnya.

Sayangnya waktu kami tak banyak karena seorang petugas sudah mengingatkan kami untuk keluar sebelum pukul 11 malam. Aku dan Tao pun memutuskan untuk kembali menghabiskan malam di sebuah tempat yang menyediakan minuman favoritnya.

“Menurutmu lebih enak kopi ini atau buatan Minseok?,”aku menatapnya yang tengah menikmati kopi panas yang baru saja dihidangkan.

Tao terlihat berpikir dengan keputusan yang ia ambil, “Minseok hyung sangat mahir menjiplak kopi ini,”jawabnya polos. “Tandanya aku suka dengan kopi buatan Minseok hyung,”tambah Tao tak mau begitu saja membuatku beranggapan bahwa ia tidak menyukai kopi buatan Minseok.

‘Kita bisa bicara?’,sebuah pesan masuk ke dalam ponselku, mengalihkan pandangan Tao kepada ponsel yang kuletakkan di atas meja. Aku segera membalik layar ponsel menghadap meja dan menatap Tao dengan senyum yang dibuat-buat. “Temuilah, mungkin dia rindu denganmu,”suruh Tao sambil menyeruput kembali secangkir kopi yang masih ada asap mengepul di atasnya.

“Ani,”aku menggeleng. “Ada masalah yang membuatku tak bisa menemuinya lagi,” aku mengaduk kopi milikku yang belum tersentuh sedari tadi.  Tao menatapku tak percaya, mencoba mengulitiku dengan keingintahuannya. “Jangan rusak malam ini Tao-ya, aku sangat senang hingga bisa melupakannya. Jadi jangan diingatkan lagi ne,”pintaku yang diturutinya dengan anggukan.

-Hello, Manager Kim-

Setelah menatap Tao yang sudah masuk ke dalam dormitori dengan bungkusan makanan yang sengaja kami beli sebagai oleh-oleh untuk teman-temannya, aku segera melangkahkan kaki untuk kembali menerpa angin malam, nyatanya keceriaan tadi hanya bertahan sementara setelah mendapat pesan singkat dari Seungyoon. ‘Oneulbam’,pekikku menatap pesan yang sengaja belum ku baca. ‘Jika kau benar ingin menemuiku malam ini, temui aku sekarang’,jari-jariku mengetik dengan cepat balasan untuk Seungyoon sekaligus memberitau letak tempat pertemuan kami.

Tibalah aku di sebuah taman yang jaraknya tak jauh dari tempatku tinggal bersama EXO. Kutatap dengan seksama moment kami berdua yang berhasil diabadikan di ponselku, senyumnya, lekukan tubuhnya saat memelukku sekilas, lembut bibirnya yang meraih bibirku, harum tubuhnya, suaranya yang serak, berkumpul menjadi gumpalan air mata di ujung mataku, membahasi layar ponselku yang kini meredup.

Cahaya lampu mobil sedikit memberi penerangan lebih dihadapanku yang membelakangi jalan, namun hanya bertahan sebentar karena laki-laki yang ada di dalamnya kini sudah ada di hadapanku. Aku menghapus cepat barisan air mata di atas pipiku. Tubuhnya berjalan perlahan menatapku yang sibuk bertingkah menghangatkan, padahal aku sedang merasakan panas tubuh seakan melonjak karena tak mampu untuk melepaskannya. Tanpa segan ia memberikan coat yang bertengger di badannya kepadaku, wajahnya yang tertutup masker terus mendekat hingga akhirnya kami saling duduk berhadapan.

“Mian, menganggumu malam-malam,”ia menggeleng tanpa mengatakan sepatah katapun, hanya genggaman tangan yang langsung menyambut tanganku. Matanya menatapku lekat-lekat, seperti meluapkan rasa rindu yang ia tahan untuk beberapa saat. Aku memalingkan tatapan kami yang tadi sempat bertemu. “Mian,”ucapku lagi.

“Bogoshipo,”ucap Seungyoon seketika, membuat kerongkonganku terasa kering dan kaku untuk menelan ludah.

“Kang Seungyoon,”aku menarik genggaman tangannya perhalan. “Mianhae,”lanjutku yang mendapat tatapan tak percaya karena membiarkan genggaman tangan kami terlepas. “Uri...,”aku menarik nafas panjang menatap matanya yang seakan sudah membaca ucapanku, kepalanya menggeleng memintaku untuk tidak melanjutkan kalimatku. “Haeyojijja,”ucapku pada akhirnya, membuat kedua tangan Seungyoon kembali menggenggam kedua tanganku.

“Andwe,”ia menggeleng kencang. “Wae chagya?,”pelupuk matanya sudah tergenang air mata yang siap jatuh kapan saja.  ‘Tegar Kim Shin Neul, ini demi kebaikannya’,ucapku pada diri sendiri agar tak membiarkan air mataku jatuh dihadapannya.

“Mianhae, jeongmal mianhe,”aku kembali mengulangi adegan tadi, melepas gengaman tangannya yang terasa dingin. “Mianhae, Kang Seungyoon,”aku beranjak dari tempat duduk yang kami tempati, menenggerkan kembali jaket yang ia berikan padaku di atas pundaknya.

Seseorang di dalam mobil van hitam menatapku tak percaya karena membiarkan artisnya dicampakkan begitu saja di taman. Tubuhku pun limbung setelah mencoba tegar mendengar isakan tangis Seungyoon yang bahkan dapat ku dengar karena malam yang terlalu sepi. 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK