home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Hello, Manager Kim

Hello, Manager Kim

Share:
Author : larasatityass
Published : 01 Apr 2015, Updated : 31 Mar 2016
Cast : EXO Member | EXO Manager | Kim Shin Neul (OC) | WINNER member | Park Janeul (OC) | Woo Jiho aka Zico
Tags :
Status : Complete
4 Subscribes |26282 Views |11 Loves
Hello, Manager Kim
CHAPTER 10 : Do Kyungsoo Pressure

Suara bell berhasil membangunkanku dari tidur panjang karena terkena demam sepulangnya dari Hongkong, lebih tepatnya masih menyisakan sisa-sisa penyakit saat berada di Hongkong. Aku menarik nafas menatap langit-langit yang kini sudah tampak normal tanpa berbayang, punggung tanganku pun juga meraih kening yang semalaman panas bukan main, bahkan aku sampai mengigil. Tubuhku kembali terhentak saat suara bell kembali berdering, aku mengambil posisi duduk untuk beberapa detik sampai akhirnya berjalan menuju pintu yang sudah memanggil.

Sesaat setelah kubuka pintu, punggung tangan lelaki ini langsung menempel di dahiku. “Sudah tidak sepanas kemarin malam,”aku mengernyitkan dahiku. ‘Semalam dia bilang? Aku tidak membiarkan siapapun tahu bahwa aku sedang dalam kondisi tidak baik’. “Mian, aku membobol kamarmu. Aku sangat khawair melihatmu sejak selesai acara MAMA. Kau terlihat sangat tidak sehat Shin,”lanjutnya seakan tahu apa yang sedang aku pikirkan. “Kau tidak menyuruhku masuk,”ia menatap ke dalam flat-ku yang bahkan belum sempat aku rapihkan, padahal kami sudah dua hari sampai di Korea.

“O, ayo masuk Kyung-ah,”tubuhku yang menghalangi pintu, kini menepi untuk memberikan ruang kepada Kyungsoo agar dapat masuk. Setelah menutup pintu, aku mengekor di belakangnya yang kini sedang sibuk menguliti sisi kamarku yang berantakan, atau lebih tepatnya tidak kuurus dengan baik dibanding dormitori mereka.  

“Kau bekerja keras untuk membersihkan setiap sudut dormitori milik kami, tapi kau lupa dengan dirimu sendiri Shin-ah,”Kyungsoo mulai memaparkan komentarnya sambil membersihkan debu di telunjuknya saat ia dengan sengaja menelusuri meja kerja milikku yang berdebu. “Pantas saja kau sakit,”ia membalikkan tubuh, menatapku dengan kedua tangan yang terlipat di dadanya. “Hahaha,”tawanya meledek saat melihat raut wajahku seakan menjadi tameng karena akan segera ia marahi. “Lihat wajahmu!,”ia menunjuk wajahku. “Kau pikir aku akan memarahimu?,”Kyungsoo menggeleng, kemudian kembali berjalan menuju dapur kecil yang belum kusentuh. “Aigo!,”pekik Kyungsoo yang menatap tumpukan piring bekas makanku yang belum sempat ku cuci. “Ya! Mulai besok, jangan bersihkan dormitori jika rumahmu saja belum bersih. Arra,”ia menatapku yang langsung kutanggapi dengan anggukan. Suara aliran air mulai terdengar, membuatku segera memegang ke dua bahunya, dan menarik tubuh kecil Kyungsoo.

Aku menggeleng menatapnya yang mengangkat kedua bahu seakan tak setuju denganku. “Ayolah Kyungsoo, jangan berlebihan seperti ini,”aku menarik tubuhnya dan mendudukannya di atas sofa. Setelah melihatnya sudah duduk rapih, aku segera kembali ke dapur dan mengambilkan segelas air mineral. “Ini,”aku meletakkan mug berwarna putih polos yang sudah berisi air mineral di hadapannya. Kyungsoo menatapnya sekilas, kemudian menatapku yang masih berdiri di hadapannya.  “Wae?,”aku menatapnya yang tanpa ekspresi. “Kau mau susu? Aku masih punya di kulkas, sepertinya belum kadaluarsa,”aku menunjuk ke arah kulkas berukuran kecil, namun hanya ditanggapi dengan gelengan dari kepala Kyungsoo.

“Duduklah Shin, aku tidak perlu pelayananmu,”ia menepuk sofa yang masih memiliki space kosong di sebelahnya. Setelah aku menuruti keinginannya, kini justru Kyungsoo yang beranjak dari sofa, “Kau diam,”ia segera berbalik menunjuk kearahku yang sudah setengah berdiri, seakan tau bahwa aku akan beranjak dari tempat dudukku. “Aku akan membuatkanmu bubur, kongnamulguk dan samgyetang, sebagai langkah pencegahan agar kau tidak masuk rumah sakit, jika kau sampai masuk rumah sakit maka kami, tidak bisa menjengukmu. Kau mau?,”aku menggeleng, membuat Kyungsoo tersenyum karena menuruti perkataannya.

Aliran air yang keluar dari keran wastafel terdengar, dentikan piring dan gelas menandakan bahwa mereka sudah berjejer rapih di atas rak yang posisinya berdekatan dengan wastafel. Dari kejauhan aku melihat Kyungsoo yang sudah mengenakan celemek sedari tadi, ia membuka bungkusan yang tanpa kusadari sudah berada di meja pantry, mengeluarkan bahan-bahan mentah yang siap ia olah menjadi sajian.

“Kau begini karena jam makanmu tidak benar Shin-ah,”suara Kyungsoo kembali terdengar, ia seperti ibuku yang suka mengomel di kala aku sakit. “Kau juga tidak memperhatikan makanan yang kau makan, kau pemakan semua,”tambahnya sambil mencuci bahan makanan. Sosoknya kembali terlihat jelas, ia mendekat ke arahku dengan pisau dan tatakan kayu, beserta sayuran yang sudah dibersihkan.

“Mau aku bantu?,”ia menggeleng sambil memotong daun bawang, kemudian mengendikkan dagunya ke meja pantry yang sudah tersedia cangkir yang tak kutahu berisi apa.

“Kau bisa minum teh yoojacha dulu sambil menunggu masakanku jadi,”perintahnya tanpa bantahan, membuatku segera beranjak dari sisi Kyungsoo dan mengambil cangkir berisi cairan berwarna kuning dengan aroma campuran jeruk dan madu. “Gomawo Kyung-ah,”aku menatapnya yang masih fokus memotong bahan makanan, ia hanya menganguk merespon ucapan terima kasihku.

Setelah selesai dengan berbagai macam bahan sayuran yang Kyungsoo potong, pemilik suara indah ini kembali ke dapur dan menyalakan dua kompor sekaligus. Satu sisi untuk membuat bubur, dan sisi lainnya untuk memasak lauk. Ia menjentikkan jari, terlupa akan sesuatu, membuatnya segera menghilang dari hadapanku, pergi entah kemana. Tak lama, suara pintu yang berhasil terbuka mulai terdengar, Kyungsoo kembali dengan sebuah tempat makan plastik di tangannya. “Kimchi!,”ia tersenyum memamerkan kimchi yang baru ia ambil di dorm, meletakkannya dengan rapih di atas piring kecil.

Nafsu makanku yang hilang beberapa hari lalu kembali berkecamuk saat aroma masakan Kyungsoo yang hampir matang. Getaran ponsel yang berasal dari meja kecil di sebelah tempat tidurku menciptakan suara, membuatku beranjak dari bayang-bayang masakan Kyungsoo dan uapnya yang menari-nari. Sebuah pesan dari salah satu personil WINNER menjadi pemadangan ponselku, ini menjadi pesan ke-tiga nya sejak dua hari perpisahan kami di Hongkong. Aku kembali beranjak ke pantry yang semakin menyebarkan harum ayam di dalam air mendidih. 

Ponsel yang kini bergetar hanya mampu kuputar-putar menggunakan tangan kanan, sedang tangan kiriku menopang dagu, menatap lurus dapur yang sedang sibuk karena kehadiran Kyungsoo. Aroma sedap makanan dan uap yang mengepul di depan wajahku berhasil membuat lamunan terhenti.

-Hello, Manager Kim-

Sudah pukul tiga pagi aku masih terjaga, membolak-balikan kertas perjanjian yang aku tanda-tangani dengan pihak SM terkait kontrakku selama satu tahu. Dengan teliti aku membaca satu-per-satu point perjanjian, yang belum sampai pada apa yang aku cari. Disana masih tertulis perjanjian-perjanjian biasa yang sering aku temui sebelum bekerja di SM Entertinment, sampai akhirnya aku menemukan point tersebut. “Mwoya? Aku juga mendapatkan perjanjian seperti ini?,”ucapku yang kecewa dengan apa yang aku baca.

Point tersebut tertulis, “Pegawai SM Entertianment dilarang menjalin hubungan emosional dengan artis atau pegawai SM Entertainment selama masa kontrak. Juga tidak diperkenankan menjalin hubungan emosional dengan artis di luar SM Entertainment yang dapat merugikan nama baik SM Entertianment,”aku menjentikkan jari, ‘Selama tidak merugikan tidak masalah,kan?’,pikirku enteng, merebahkan diri di sofa dan menerawang jauh tentang hubunganku dengan Seungyoon.

Aku kembali terduduk, memikirkan kalimat yang ada di dalam kontrak. ‘Aku tidak mungkin lolos begitu saja jika mengatakan hal seperti itu, kan?’. “Ah! Micheoso!,”kuhempas lembaran kertas itu dan menenggelankan diri di atas sofa, hingga akhirnya terlelap.

EXO Do Kyungsoo

Kau belum tidur? Atau lupa mematian lampu?

Pesan dari Kyungsoo berhasil membuatku kembali terbangun, atau lebih tepatnya memaksakan diriku untuk tertidur. Tak lama setelah ku kirim pesan untuk menjawab keingintahuannya, pesan dari Kyungsoo kembali masuk, menyuruhku untuk membuka pintu. Sosoknya sudah berdiri di depan pintu saat ku buka pintu, seakan ingin memarahiku karena belum tertidur, mengingat kondisi tubuhku yang baru pulih.

“Kau nakal sekali manager Kim,”ia berjalan cepat sambil mendengus kesal dan membalikan tubuhnya untuk berhadapan denganku yang baru saja menutup pintu. “Kau harus istirahat, agar bisa menjadi manager yang tangguh untuk kami,”omelnya seperti seorang ibu.

“Ne, omma,”ledekku, membuatnya tertawa kecil. Aku kembali berjalan menuju sofa dan meja yang berhamburan kertas kontrakku dengan SM Entertainment. “Kau sendiri sedang apa pagi buta seperti ini belum tidur?,”tanyaku kepada sosok Kyungsoo yang sudah duduk di sofa. Ia menggeleng, menyangkal bahwa ia belum tidur.

“Aku sudah tidur, hanya saja tidak selama yang lain,”jawabnya yang menatapku masih membereskan kertas-kertas. “Ige mwoya?,”Kyungsoo menunjuk kertas yang sebagian masih berada di atas meja.

“Ah, kertas kontrakku dengan SM,”jawabku tanpa menatapnya. Kyungsoo pun mengambil secarik kertas yang masih tergeletak.

“Satu tahun?,”pekik Kyungsoo, membaca barisan kalimat tentang jangka waktu kerja percobaanku yang hanya satu tahun. “Kau yakin hanya selama ini? Kau harus segera memperpanjangnya Shin,”Kyungsoo mengibaskan kertas tersebut padaku, yang langsung kuraih tanpa komentar. “Wae? Kau tidak suka jika berlama-lama dengan kami?,”ia menatapku dengan air wajah serius, atau lebih tepatnya sedang memikirikan karirku yang bisa selesai bahkan sebelum satu tahun.

Aku menggeleng, dan meletakkan tumpukan kertas kontrak itu di atas meja kerja. Aku kembali berjalan dan duduk bersebelahan dengan Kyungsoo, menatapnya lekat-lekat yang penuh pertanyaan. “Kau sungguh akan meninggalkan kami dalam jangka waktu satu tahun?,”pertanyaan berat itu kembali terngiang dari mulutnya, aku menggeleng bukan untuk mengatakan tidak, tetapi aku sendiri tidak tau dengan apa yang Tuhan rencanakan untukku. “Malhae,”kedua tangannya yang sudah memegang lenganku mengguncang tubuhku.

“Mollaseo, Do Kyungsoo,”aku menunduk setelah menatap matanya yang berkaca-kaca. “Aku benar-benar tidak tahu,”kuberanikan diri untuk kembali mengangkat wajahku, mencoba menghiburnya. “Lagi pula waktu setahun akan lama Kyungsoo, aku saja baru bekerja dua bulan bersama kalian,”lanjutku dengan nada yang lebih riang dari sebelumnya. Kyungsoo menggeleng dengan wajahnya yang menunduk.

“Itu tidak lama Shin, waktu setahun tidak ada apa-apanya,”wajahnya terangkat dengan buliran air mata yang sudah tergenang. “Kenapa setiap kali melihat kamar seseorang menyala di pagi buta seperti ini, aku seakan merasakan de javu,”Kyungsoo menadahkan wajahnya, tak ingin membiarkanku melihat wajahnya dialiri air mata yang mengalir. “De javu akan seseorang yang akan meninggalkanku,”Ia menjeda kalimatnya untuk menatapku. “Meninggalkan kami,”lanjutnya dengan air mata yang akhirnya mengalir. “Ini berat untukku Shin,”Kyungsoo meneruskan kalimatnya dengan isakan tangis. “Kau tau bagaimana rasanya harus menggantikan suara yang bahkan masih dapat ku dengar?,”aku meraih matanya, menggambarkan sosok Luhan yang harus ia gantikan suaranya setelah kepergiannya dari EXO. “Lalu bagaimana aku bisa mengatasi rasa ketergantunganku akanmu, saat pada akhirnya kau juga akan pergi selepas satu tahun?,”air mata pun menetes mendengar kalimat yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, seorang member dari grup hallyu Korea mengatakan bahwa ia ketergantungan akanku, dan membuatnya sedih, aku sungguh tak mampu menahan air mata yang mengalir.

Untuk sementara waktu kami saling mendengar isak tangis masing-masing, meresapi waktu yang menurutnya akan berjalan sangat cepat dan tak terasa. “Sebelum aku naik panggung, aku selalu terdiam,”Kyungsoo kembali angkat suara. “Aku berusaha menghilangkan suaranya,”helaan nafas terdengar dari mulutnya, mengingat seseorang yang sepertinya sangat berat baginya untuk diingat. “Suara Luhan. Membuat diriku kuat untuk menggantikan suaranya dengan milikku,”aku menatapnya yang masih setia menangis. “Lalu bagaimana aku akan bersikap bahkan di detik-detik sebelum naik panggung? Saat aku tidak bisa melihatmu lagi di ruang tunggu atau membersihkan dormitori kami?”Kyungsoo mengguncang tubuhku. “Malhae! Apa kau akan setega itu meninggalkanku? Ini bukan tentang EXO, ini tentangku yang sudah ketergantungan dengan keberadaanmu Shin,”isakan panjang menjeda kalimatnya, membuatku segera memeluk tubuh erat. “Bagaimana caraku bisa menghilangkan sosokmu, saat mataku masih bisa menangkapmu dengan jelas, nanti...saat kau sudah tak bekerja lagi untuk kami?”

“Aku akan bekerja keras untuk bisa bersamamu, bersama kalian bahkan melebihi masa satu tahun,”Kyungsoo menarik diri dari pelukanku. Ia menatapku yang tak kalah berantakannya karena menangis.

“Yakseok?,”ia menyodorkan kelingking kanannya, meminta perjanjian kepadaku yang langsung kuraih tanpa berpikir panjang hanya untuk membuatnya senang.

 -Hello, Manager Kim-

Aku menatap Kyungsoo yang sudah duduk rapih di sebelahku, ia sedang sibuk mengencangkan sitbelt, sedang Kai yang duduk di kursi belakang baru saja menutup pintu. “Sudah,”ucap Kyungsoo menandakan ia sudah siap dengan sitbelt-nya. Aku pun segera melajukan mobil yang akan membawa kami ke sebuah bioskop.

“Selama kalian nonton, aku akan menjenguk teman dulu. Rumahnya tak jauh dari tempat kalian, apa tidak apa-apa?,”aku menatap kedua laki-laki ini bergantian.

“Ne,”jawab Kai singkat, namun segera dibantah oleh Kyungsoo yang menatapku tajam.

“Aniya,”Kyungsoo menatap Kai dengan jawabannya. “Kami ingin pergi nonton bersamamu,”lanjut Kyungsoo. “Kai harus belajar bahwa kau bukan sasaeng. Dia terlalu banyak baca fanfiction,”Kyungsoo menggelengkan kepalanya, sebuah bantal kecil pun segera melayang ke tubuh Kyungsoo dari arah belakang. “Sekarang kita jeguk temanmu dulu, tidak akan lama kan? Setelah itu kita pergi nonton. Ottae?,”jelas Kyungsoo memberi solusi, dari kaca spion dalam aku dapat melihat Kai yang menggeleng.

“Ah,”aku menatap Kyungsoo yang menunggu respon dariku. “Sepertinya itu bukan ide yang bagus...”

“Wae?,”Kyungsoo langsung memotong kalimatku sebelum selesai kujelaskan, kemudian berbalik menatap Kai yang masih menggeleng.

“Mwo? Aku sedang menikmati lagu,”bantak Kai karena mendapatkan death glare dari Kyungsoo.

“Ani,”ia kembali menatapku yang sibuk menyetir. “Sekarang kau bisa mengarahkan kami langsung ke rumah temanmu,”pinta Kyungsoo tanpa bantahan. Aku pun dengan terpaksa menuruti perintahnya, meskipun masih ada wajah tak terima di belakang sana.

Pemandangan sebuah apartemen akhirnya menyapa kami setelah perjalanan 30 menit, aku segera mengarahan mobil ke sebuah parkir basement yang kini sudah nampak sepi. Dengan satu parsel buah di pangkuannya, Kyungsoo menatap sekeliling parkir basement yang tidak ada aktivitas.

“Aku akan sebentar, 15 menit paling lama,”jelasku sambil mengambil parsel buah dipangkuan Kyungsoo yang tadi sempat ku beli di tengah perjalanan.

“Mereka suka kami?,”Kyungsoo menggeleng, “Ani, maksudku, temanmu fans kami, EXO-L?,”lanjutnya, yang langsung direspon dengan genggaman di lengannya oleh Kai. Aku menggeleng menjawab pertanyaan Kyungsoo.

“Dia punya satu grup yang sangat ia cintai, bahkan akan dia bela sampai mati,”jelasku berlebihan, membuat Kai menggeleng, meyakinkan Kyungsoo untuk tidak mengambil keputusan yang aneh.

“Boleh kami ikut?,”pertanyaan itu secara otomatis membuat tangan Kai yang semula mencengkram lengan Kyungsoo terkulai tak berdaya.

“Ya, Hyung!,”protes Kai agar teman satu kamarnya tidak melakukan hal yang aneh. Aku pun menggeleng, mendukung pernyataan Kai yang terlihat kesal dengan keputusan sang lead vocal.

“Jangan berbuat hal aneh, Do Kyungsoo,”sambarku dengan penekanan pada namanya. “Dia salah satu orang yang berpengaruh, siapa tau ada stalker juga di sini,”mataku memicing menatap Kyungsoo, memberi kesan dramatis agar dia tak kembali berpikir untuk ikut denganku bertemu Janeul. “Kalau sampai aku ketahuan lagi oleh Youngjun sunbae membawa kalian kesini, maka...,”jari telunjuk ku arahkan pada leher, seakan menyayatnya. “Arra?,”lanjutku yang langsung diterima dengan anggukan dari Kyungsoo tanpa kembali berdalih. “Chakkaman, ne,”aku segera keluar dari mobil dan menuju sebuah pintu yang di dalamnya tersedia tiga pintu lift.

Telunjuk kananku mengarah pada angka 19, lantai tempat tinggal Janeul. Tanpa sadar aku menghitung rentetan angka yang terus menaik hingga akhirnya, ‘Ting’, aku tiba di lantai 19. Sebuah pintu dengan nomor 12 memberhentikan langkahku, suara bell mulai terdengar saat aku menekan sebuah tombol tepat di bawah sebuah layar berukuran 5 inchi. “Nuguseyo,”jawabnya dari dalam, yang tak lama mulai terlihat wajahnya di layar tersebut. “Nugu?,”Janeul kembali bertanya saat yang dilihatnya sebuah paket buah, membuatku terkekeh. Layar yang tadinya menampilkan sosoknya kini berubah gelap, membuatku kembali menekan bell.

“Naya,”ucapku pada sebuah speaker kecil, “Kim Shin Neul, manager EXO imnida,”tambahku seraya memperkenalkan diri bak orang yang baru kenal.

“Jangan main-main, manager Kim,”akhirnya tubuh Janeul keluar dari sarang setelah ia membuka pintu. “Ayo masuk,”pintanya dengan tangan kiri terbungkus dengan gips dan menekuk sempurna dengan bantuan penyangga yang melingkar di lehernya.

“Mani appo?,”Janeul menggeleng diikuti langkahku yang mengekor di belakangnya setelah melepas sepatu.

“Inilah akibatnya jika kau terlalu mencintai anak ashumu. Kau nanti juga akan merasakannya, manager Kim,”ledek Janeul membuatnya meringis membayangkan harus terluka dalam seperti itu.

“Mian, aku tidak bilang ingin kesini sebelumnya. Aku hanya terpikir saat akan membawa Kyungsoo dan Kai nonton film,”jelasku, membuatnya menatapku yang sudah duduk di sebelah Janeul. “Mian, aku juga hanya bisa membawa ini?,”aku meletakkan parsel buah tersebut di pangkuannya.

“Gomawo,”balas Janeul. “Bagaimana Seungyoon, apa dia jadi anak baik untukmu?,”tanya Janeul setelah meletakkan parsel buah itu di meja, aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan sang manager utama.

“Harusnya aku yang mengatakan hal itu, manager Park,”ucapku dengan tawa yang tak tertahan. “Aigo,”aku mengibas wajahku yang memerah. “Mian, sepertinya kau sangat kewalahan dengan Sehun. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan dua kutub yang saling bertemu...”

“Ya! jangan dibahas manager Kim,”tukas Janeul dengan tawa yang juga tak bisa ia tahan di akhir

Tak lama dikala kami terbius dengan waktu intim versi manager, dering ponsel mengingatkanku bahwa aku masih ada tugas untuk membawa Kyungsoo dan Kai ke bioskop. Nama Kyungsoo pun tertera, sebagai penanda bahwa 15 menit sudah berlalu. “Mian, aku harus kembali menjalankan tugas,”tukasku seraya memberi hormat kepada Janeul yang masih terduduk.

“Aku akan mengantarmu,”ucap Janeul sambil menyambar jaket dengan lambang WINNER di belakangnya. Kami berdua pun akhirnya berjalan menuju parkiran yang berada di basement sambil terus melanjutkan perbincangan tentang grup masing-masing.

Dari kejauhan aku bisa menangkap wajah Kyungsoo yang menurunkan badannya agar tak terlihat Janeul, meski pada kenyataannya hal tersebut membuat Janeul terkekeh dengan kelakuan Kyungsoo yang seakan ketakutan.

“O, manager WINNER?,”ucap Kyungsoo saat aku sudah kembali duduk di sebelahnya, dan dia menatap Janeul yang masih menunggu mobil van hitam ini kembali melaju.

“Beri salam padanya, dia suka dengan suaramu,”ucapku setelah men-starter mobil dan menyibakkan lampu yang cahayanya menghantam tembok sisi kanan Janeul.

“Anyeonghasaeyo manager Park, bangapseubnida. Cepat sembuh...”ucap Kyungsoo dengan lambaian tangan setelah kaca berada disisi kanannya sengaja ia buka, melambai kepada Janeul saat mobil yang tumpangi kembali meluncur.  

Tak sampai lima menit perjalanan, kami sampai di sebuah bioskop yang menjadi tujuan utama kali ini. Untuk memastikan bahwa biskop tengah malam sepi dan aman untuk Kyungsoo dan Kai, aku pun  berjalan lebih dulu memesan tiket, namun sebuah tangan dengan begitu saja menyambar pundakku saat aku baru beranjak masuk, membuat sebuah rangkulan erat yang tak bisa aku lepaskan dengan mudah, namun harum tubuhnya membuatku menoleh ke arah wajah yang tersedia di atasku. Wajahnya yang terhalang bayangan topi itu memang tak bisa kuraih sempurna, tapi aku bisa tau bahwa wajah ini milik Kang Seungyoon. “Ige mwoya,”aku mendorong tubuhnya yang enggan ia lepas. “Kau sedang apa di sini, huh?,”langkahku terhenti, membuat Seungyoon melepas rangkulannya dan berdiri berhadapan denganku.

“Date-eu,”ucapnya enteng sambil menyubit pipiku dengan lembut. “Oreanmanhae uri Kim Shin Neul,”Seungyoon langsung memelukku, keberaniannya melakukan itu karena memang sangat sedikit orang yang berada di sini dan tidak ada yang meyadari kami, terutama Kang Seungyoon. “Bukankah semua perempuan suka diperlakukan dengan kejutan seperti ini?,”Seungyoon melepas pelukannya saat tak mendapat pelukan balik dariku, ia menatapku kecewa. “Aku hanya terpikirkan begitu saja untuk menyusulmu kesini saat kau memberitahuku,”tambah Seungyoon, berhasil membuat senyum singkat melayang di wajahku.

Aku menggeleng, “Suka, selama pacarnya orang biasa,”ucapku yang berhasil membuatnya menunduk. “Hajiman...,”aku menangkup wajahnya “Gomawo ne,”tambahku, membuat matanya kembali bersinar.

“Aku sudah membelikan empat tiket,”Seungyoon menunjuk empat tiket yang berada di genggaman tangannya. “Tempat duduknya sudah kuatur, jadi Kai dan Kyungsoo tak akan tau jika aku di sini. Kecuali kau memberitahu mereka,”aku mengacungkan dua jempol ke arahnya mendengar penjelasan dan kedermawanannya mau membelikan empat tiket hanya untuk menyisakan waktu denganku.

Melihat jadwal film yang akan sebentar lagi diputar, aku segera memberitahu Kyungsoo untuk masuk ke dalam bioskop. Dua laki-laki yang tak terlihat mencolok perhatian itu nampak di hadapanku tak lama setelah ku hubungi, mereka tampak berhati-hati setelah masuk ke dalam bioskop. Aku menggeleng menyambut kedatangannya, seakan memberitahu bahwa sudah sangat aman di sini.

“O, kau mau kemana?,”Kyungsoo menatapku yang tak ikut duduk bersama mereka setelah meletakkan minuman dan makanan yang aku sudah beli sebelumnya untuk mereka. Tanpa memberi jawaban pasti aku hanya menunjuk barisan kursi yang berada di atas mereka, membuatnya hanya bisa mengangguk.

Akhirnya sosok Seungyoon muncul di pertengahan film, membuat senyumku tak mampu terbendung. Dari bawah sana aku bisa melihat Kyungsoo yang menatap arah Seungyoon yang terus berlalu dihadapannya sampai terhenti di sebelahku. ‘Kau mencari masalah, manager Kim’,tulis Kyungsoo kepadaku melalui pesan singkat, yang tak langsung kubalas.

 “Bahuku siap menjadi sandaranmu selama satu jam ke depan,”ucap Seungyoon dengan posisi yang siap menopang tubuhku di bahunya.

“Oke,”aku mengiyakan ucapannya dan segera merangkul tangan kanannya dan bertengger di atas bahunya.

“Siapa yang mengantarmu?,”tanyaku dengan kepala yang sudah tidak lagi bersandar pada bahunya.

“Aku sendiri,”jawabnya tanpa merasa beban, berhasil membuat mataku terbelalak di saat layar bioskop sedang menyibakkan sinar terang. “Wae? Kau kaget sekali?,”tanya Seungyoon yang tadi sempat melihat pergerakan mataku.

“Kau mencari masalah, Kang Seungyoon,”aku kembali duduk dengan posisi lurus sempurna menghadap layar bioskop. “Kau sudah mempertaruhkan banyak untuk menjadi seorang idol,”tubuhku kembali beralih ke arahnya yang berada di sebelah kananku. “Aku tidak mau menjadi penghancur karirmu pada akhirnya,”Seungyoon seakan tak mendengar ucapanku, wajahnya hanya memerhatikan wajahku dengan seksama. “Ya! dengarkan aku,”bentakku tanpa teriakan. “Perbuatanmu akan memberikan efek...,”kalimatku berhasil terhenti saat bibir kami bersentuhan, pas dengan layar yang berubah gelap. Aku sempat terbuai dengan moment yang tak kubayangkan ini, sampai telepon genggam yang ada dipangkuanku menyala, menyibakkan nama Kyungsoo dengan pesan singkatnya yang menghardi , 'Manager Kim!'.

Aku tertawa kecil membaca pesan dari Kyungsoo yang sangat mengkhawatirkanku, kepalanya kembali menoleh ke arah kami, dan kusambut dengan lambaian tangan dan kode ‘Ok’ dengan jemariku yang melingkar. Aku bisa melihatnya menggeleng dan kembali menikmati film yang masih berlangsung.

-Hello, Manager Kim-

“Manager Kim,”suara mobil yang awalnya hanya diisi oleh suara lagu, akhirnya kembali terisi dengan suara manusia di sebelahku.

“Huh?,”aku menatapnya sesaat, karena fokus pada jalan yang sudah sepi. “Kau mau mengomeliku ya?,”terkaku karena melihat wajahnya yang tak berekspresi. Aku melihat anggukan dari sudut mataku.

“Ingat manager Kim, waktumu hanya satu tahun. Apa tidak takut bahwa itu bisa berkurang jika kau melakukan hal seperti tadi,”ucap Kyungsoo yang membuatku kembali berpikir akan janji yang sudah kubuat beberapa minggu lalu dengannya. Aku memberhentikan mobil mengikuti lampu lalu lintas yang berubah menjadi merah, menarik tuas rem ke atas. Kai pun mulai tertarik dengan arah pembicaraanku dengan Kyungsoo yang tampak serius.

“Mwoya? Apa yang satu tahun? Kau punya penyakit serius?,”ucap Kai pada akhirnya dengan panjang lebar, membuatku terkekeh.

“Ani,”aku menggeleng ke arah Kai yang menyondongkan tubuhnya. “Kontrakku menjadi manager kalian,”tambahku, membuat Kai mengangguk dan kembali duduk di posisi semula.

“Kau tidak boleh melakukan hal seperti itu lagi,”Kyungsoo menyilangkan tangannya di depan dada. “Arra,”lanjutnya dengan nada bicara serius namun terdengar lucu bagiku. “Nomu gwiyomnae,”aku menyubit pipinya, dan kembali menjalankan mobil yang sudah diberi tanda hijau dari lampu lalu lintas. 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK