Chunsa membuka matanya lalu merentangkan kedua tangannya, kemudian berjalan menuju balkon yang berada didalam kamarnya. Pagi yang cerah mengawali kembalinya kehidupan Chunsa seperti dulu lagi. Dilihatnya jam yang berada di dinding kamarnya, sudah pukul delapan dan hari ini ia memutuskan untuk pergi ke kantor appanya. Membantu appanya mengelola bisnisnya, karena setahu Chunsa di kantor ayahnya sedang dibutuhkan staff dibagian marketing.
Sekilas dipandanginya foto yang berada di meja rias, fotonya bersama Jongsuk. Foto ini diambil di sebuah taman bermain yang seringkali mereka datangi dan foto ini adalah foto terakhir mereka pergi berdua.
“Good Morning Eomma, Appa,” seru Chunsa sambil mencium kedua orang tuanya.
“Wuah, ada apa dengan putri kesayangan Eomma? Sudah ceria seperti biasanya,” kata Eomma Chunsa heran.
“Eomma, yang lalu biarlah berlalu. Harusnya Eomma dan Appa bersyukur, anaknya yang cantik ini sudah kembali seperti semula.”
“Tsk. Kau benar-benar sudah embali seperti semula, kau jadi ikut Appa bekerja di perusahaan Appa?”
“Pastilah Appa, aku sudah berdandan cantik seperti ini masa tidak jadi,” kata Chunsa sambil menyuap rotinya.
“Yasudah, habiskan sarapanmu lalu kita berangkat bersama kekantor.”
“Tidak perlu Appa, aku nanti dijemput Kyuhyun Oppa. Aku tidak mau ada gosip yang tidak-tidak kalau aku satu mobil dengan Presdir ditempatku bekerja.”
“Hey, berita macam-macam apa maksudmu? Kau kan putri Appa satu-satunya.”
“Dan tidak ada karyawan Appa yang tahu seperti apa wajah putri Appa sebenarnya. Tetaplah itu menjadi suatu rahasia karena aku tidak suka perlakuan istimewa dari karyawan-karyawan Appa.”
“Baiklah, Appa mengerti maksudmu. Kalau begitu, Appa pergi dahulu, kau nanti langsung pergi ke ruangan Park Ahjussi.”
“Araseo Appa, hati-hati dijalan,” kata Chunsa sambil melambaikan tangan ke arah Appanya.
“Good Morning,” sapa sebuah suara.
“Oppa, kau sudah datang?”
“Ne. Annyeong haseyo Eomoni.”
“Annyeong Kyuhyun-a. Kau sudah sarapan?” tanya Eomma Chunsa.
“Sudah Eomoni, aku hanya ingin menjemput tuan putri ini. Apa sudah siap?” tanya Kyuhyun sambil menoleh kearah Chunsa yang dijawab dengan anggukan kepala dan mulut penuh dengan roti. “Kalau begitu kami pergi dahulu Eomoni,” kata Kyuhyun pamit.
“Eomma, aku pergi dahulu ya,” kata Chunsa sambil mencium kedua pipi Eommanya itu.
“Hati-hati ya dijalan, Kyuhyun hati-hati bawa mobilnya.”
“Ne Eomoni.”
CHUNSA POV
“Oppa, kau tadi malam kemana? Seungho Oppa mengajakku ke Bukit Bintang, kenapa kau tidak ikut kami?” tanyaku.
“Rahasia. Jadi kau sudah bisa melupakan kejadian itu?”
“Jangan suka membelokkan permasalahan. Aku sedang bertanya kepadamu, kemana kau kemarin Oppa?”
“Wah, kau benar-benar sudah kembali ke wujud asalmu Chunsa,” kata Kyuhyun Oppa masih saja tidak menjawab pertanyaanku.
“Oppa,” sahutku frustasi.
“A-a-aku..”
“Jangan-jangan kau benar-benar sedang mendekati perempuan lain ya?”
“Maksudmu?”
“Iya, aku dan Seungho Oppa kemarin berspekulasi kalau kau sedang mendekati perempuan lain. Kau ini tidak ada simpatinya sedikitpun kepadaku Oppa, aku sedang sedih tapi kau malah bersenang-senang dengan perempuan lain,” kataku sambil memandang jendela disebelah kananku.
“Kau cemburu? Wah Chunsa, kau benar-benar cemburu kalau aku memang mendekati perempuan lain? Apa kau menyukaiku?”
“Aniya, bukan itu maksudku Oppa. Aku tidak cemburu sama sekali denganmu, aku juga tidak menyukaimu. Ya aku menyukaimu sebagai temanku dan Oppaku, bukan menyukaimu sebagai namja,” kataku gugup.
“Ah, benar. Kau tidak mungkin menyukaiku sebagai namja. Tapi kalau kau boleh memilih, kau akan memilih aku atau Seungho Hyung?”
“Oppa, kenapa pertanyaanmu sama dengan pertanyaan Seungho Oppa kemarin? Hmm.. Aku tidak akan memilih salah satu antara kalian, karena kalau aku memilih salah satu dari kalian maka akan ada satu orang yang tersakiti dan aku tidak ingin menyakiti kalian karena kalian adalah Oppa terbaikku.”
“Araseo. Mian aku bertanya seperti itu,” kata Kyuhyun Oppa sambil tersenyum canggung kepadaku. “Baiklah Tuan Putri, kita sudah sampai. Nanti pulang aku jemput, kita makan malam bersama Seungho Hyung juga untuk merayakan kembalinya Chunsa dan hari pertama kau kerja.”
“Oke. Aku pergi dahulu, kau hati-hati dijalan jangan lupa makan siang,” kataku lalu keluar dari mobil Kyuhyun Oppa.
Sudah lama aku tidak pernah kekantor Appa, lebih tepatnya ini adalah salah satu dari perusahaan yang dipunya oleh Appa. Aku pernah ke kantor ini sekitar dua kali dan itu pun sewaktu tidak banyak karyawan yang masuk seperti sekarang. Aku melangkahkan kakiku dengan percaya diri memasuki gedung perkantoran ini, tetapi aku merasa banyak yang memperhatikan gerak-gerikku. Aku menoleh disekitarku dan benar saja, ada beberapa orang yang kupergoki tengah memperhatikanku, tepatnya beberapa wanita. Setahuku, tidak ada yang tahu kalau aku adalah anak pemilik perusahaan ini, kecuali Park Ahjussi yang nantinya akan menjadi atasanku.
Aku berjalan menuju lift yang berada didekat meja receptionist, aku menunggu bersama beberapa orang disitu. Aku mengingat-ingat kalau aku akan menuju lantai tujuh untuk bertemu dengan Park Ahjussi. Pintu lift terbuka dan banyak orang yan g berebut untuk masuk kedalamnya, aku terdorong-dorong oleh pasukan pengejar lift ini. Tapi bukannya aku terdorong kedepan dan masuk kedalam lift tapi aku malah terdorong kebelakang dan terjatuh. Tasku beserta isi-isinya berserakan dilantai, yang aku bingung mengapa tasku terbuka, seingatku aku sudah menutupnya tadi. Aku kumpulkan satu persatu barang-barangku, tiba-tiba ada sebuah kaki yang menginjak salah satu barangku. Jepit rambutku, jepit rambut hadiah terakhir dari Jongsuk Oppa yang selalu aku bawa kemana-mana kini berada dibawah kaki itu. Kupandang orang yang mempunyai kaki tersebut, seorang pria berbadan besar dan tinggi dan mempunyai wajah yang lumayan tampan menurutku.
“Jogiyo, kau menginjak jepit rambutku,” kataku sopan sambil menunjuk kearah kakinya.
“Aah, pantas aku seperti menginjak sesuatu. Hmm..” katanya lalu pergi meninggalkanku dan masuk kedalam lift.
“Hah? Wuah jinjja, orang itu benar-benar tidak ada sopan santunnya sama sekali. Dia sudah menginjak barangku tapi tidak ada kata maaf sama sekali?” kataku kesal sambil berkacak pinggang didepan lift yang telah tertutup.
Aku menekan kembali pintu tombol pintu liftnya dan menyadari banyak pasang mata yang memandangiku. Aku menundukkan kepalaku, bagus sekali Chunsa, hari pertamamu sudah berjalan tidak baik. Ketika pintu lift terbuka aku langsung masuk kedalamnya dan menekan angka tujuh, beruntung sekali aku sendiri didalam lift ini karena aku sama sekali tidak ingin bersama dengan banyak orang. Aku paling benci tempat ramai yang membuatku harus berdesak-desakan.
“Aku ingin bertemu dengan Park Sajangnim,” kataku ke seorang wanita yang berada didepan ruangan Manager Park yang kuyakini adalah sekretarisnya.
“Apa sudah ada janji?” tanyanya dan kujawab dengan anggukan kepala. “Siapa namamu?”
“Chunsa. Lee Chunsa.”
“Baiklah sebentar,” katanya kemudian mengangkat ganggang telepon yang berada di mejanya. Kuperhatikan benda-benda yang ada di meja sekretaris ini, semuanya pink dan aku benci sekali dengan warna ini. “Kau masuklah, sudah ditunggu,” katanya tiba-tiba sambil meletakkan ganggang telepon pinknya tersebut.
“Kamsahamnida,” kataku sambil menundukkan sedikit badanku.
Aku berdiri didepan pintu ruangan Park Ahjussi, kutarik nafasku dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Setelah aku bisa menguasai hatiku, aku mengetuk pintunya dan mendengar jawaban dari dalam untuk masuk.
“Annyeonghaseyo Sajangnim,” sapaku setelah berada di depan mejanya.
“Ahh.. Chunsa. Sudah lama aku tidak bertemu denganmu, terakhir kita bertemu sepertinya lima tahun yang lalu sewaktu acara pemakaman kakakmu,” kata Park Ahjussi dan segera memasang wajah salah tingkah setelah melihat senyumku yang tipis. “Mian Chunsa-ya, tidak semestinya aku membicarakan masalah ini.”
“Kwenchana Sajangnim, aku tahu anda tidak bermaksud seperti itu dan memang kenyataannya terakhir kita bertemu di hari itu.”
“Kau tidak perlu memanggilku dengan panggilan seperti itu, panggilah seperti biasanya. Ahjussi,” kata Park Ahjussi menjelaskan.
“Aniyo Sajangnim, aku ingin terbiasa memanggil anda seperti ini. Bukankah anda sudah tahu kalau aku tidak ingin ada satu orangpun yang tahu kalau aku ini adalah anak dari pemilik perusahaan ini?”
“Ya, aku tahu . Baiklah kalau itu keputusanmu, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi.”
“Ne Sajangnim.”
“Jadi, nanti pekerjaanmu adalah memastikan client-client kita yang akan bekerja sama dengan perusahaan kita. Seperti brand-brand ternama yang nantinya akan membuka tokonya di mall-mall perusahaan kita. Apa sampai sini kau paham?”
“Ne Sajangnim, algesseumnida.”
“Baiklah, aku akan memperkenalkan kau dengan ketua timmu,” katanya lalu mengangkat ganggang teleponnya. “Hwang Timjangnim, keruanganku sebentar.”
Tak lama kemudian seorang pria masuk dan membungkukkan badan kearah Park Ahjussi. Kulihat pria tersebut adalah pria yang tadi didepan lift menginjak jepit rambutku. Tidak salah lagi, orang ini adalah orang yang tidak punya sopan santun tadi.
“Ada apa anda memanggilku Sajangnim?” tanyanya dengan penuh hormat.
“Perkenalkan ini timmu yang baru, namanya Lee Chunsa. Mulai hari ini dia akan bekerja sama denganmu, seperti yang sudah kukatakan kemarin.”
“Annyeonghaseyo, Hwang Chansung-imnida,” katanya sambil membungkukkan badannya sekilas.
“Annyeonghaseyo, Lee Chunsa-imnida. Mohon bantuan dan petunjuknya,” kataku dengan sopan, setidaknya didepan Park Ahjussi.
“Baiklah, mulai sekarang kau adalah tanggung jawab Hwang Timjangnim. Kuharap kalian berdua bisa bekerja sama dengan baik.”
“Ne Sajangnim. Aku permisi dahulu untuk mulai bekerja,” kataku lalu membungkukkan badan setelah pria yang bernama Hwang Chansung tersebut lebih dulu pamit kepada Park Ahjussi.
Kuikuti pria yang sekarang menjadi atasanku ini keluar dari ruangan Park Ahjussi dan kulihat sekretaris Park Ahjussi mulai tersenyum centil kepada Hwang Timjangnim. Aku menahan tawa ketika kulihat sapaan dan senyuman centil sekretaris Park Ahjussi tidak diabaikan oleh Hwang Timjangnim. Haruskah aku memanggil pria ini lengkap meskipun didalam otakku? Baiklah aku putuskan untuk memanggil pria ini dengan namanya saja kalau aku sedang berbicara dengan diriku sendiri.
“Semuanya, perkenalkan orang yang akan berada di tim kita. Silahkan perkenalkan dirimu,” katanya sambil menoleh kearahku.
“Ah Ne. Jeoneun Lee Chunsa-imnida,” kataku sambil membungkuk memperkenalkan diri. Ada sekitar empat orang diruangan tersebut, dua pria dan dua wanita. Salah satu wanita dan pria tersebut aku yakini berumur sekitar tigapuluhan dan yang lainnya masih di duapuluhan tetapi lebih tua dariku.
“Annyeong, Go Minhyun-imnida. Bangapta,” kata pria yang aku predisksi berumur duapuluhan tersebut.
“Yu Rami-imnida,” kata wanita yang berusia duapuluhan tersebut.
“Kim Soohyun-imnida,” kata wanita yang lebih tua tersebut dengan hanya menunjukkan senyum tipisnya.
“Dan aku Kim Taekyung-imnida. Hmm.. yeppeoyo,” kata pria yang lebih tua dan langsung diberi tatapan penuh arti dari teman-teman seruangannya.
“Kamsahamnida,” kataku berusaha sopan.
“Baiklah, kembali bekerja dan kau ikut keruanganku sebentar,” kata Hwang Chansung lalu masuk berjalan menuju ruangannya.
Aku masuk kedalam ruangannya yang agak lebih kecil dari ruangan Park Ahjussi. Interiornya bagus dan kulihat banyak foto-foto perusahaan serta beberapa penghargaan yang terpajang di lemari dekat mejanya.
“Mulai hari ini kau resmi menjadi staffku dan ku harapkan kau tidak akan berbuat masalah dan bekerja dengan sebaik-baiknya. Karena aku lihat kau tadi pagi telah menjatuhkan semua barang-barangmu, jadi aku harap kau tidak akan ceroboh dalam bekerja.”
“Jadi kau ingat kejadian pagi ini didepan lift?” tanyaku kaget.
“Ya, aku ingat dengan jelas.”
“Apa kau melupakan suatu hal?”
“Maksudmu? Tanyanya bingung.
“Kau ingat menginjak jepit rambutku yang aku tahu kau tidak sengaja menginjaknya. Apakah kau lupa untuk mengatakan kata maaf atau kau memang tidak pernah mengucapkan kata maaf kepada orang lain?” tanyaku menggebu-gebu.
“Kenapa aku harus minta maaf? Itu kan bukan salahku menginjak jepit rambutmu itu. Memangnya, kenapa tidak kau beli lagi saja jepit rambutnya? Atau harus aku yang membelikannya?”
“Tidak perlu, jepit rambut itu tidak bisa dibayar dengan apapun. Kalau tidak ada yang harus dibicarakan, aku pamit untuk memulai bekerja,” kataku lalu pergi ke mejaku dengan perasaan kesal.
Seperti biasa, author tidak pernah bosan untuk meminta love dan comment kalian..
Terima kasih sudah membaca..
Tunggu terus kelanjutannya...
Salam Manis...