T.O.P Studio
“Oppaaa… “ seorang gadis berambut panjang coklat melambaikan tangannya dari kejauhan.
L.Joe membalas lambaian tangan gadis itu dengan senyuman indahnya. Senyuman magic-nya bahkan membuat hampir setiap rekan kerja serta model wanitanya jatuh hati padanya. Termasuk gadis yang melambaikan tangan itu.
Namanya Sohyun. Model tetap L.Joe yang selalu tidak mau difoto oleh fotografer lain selain L.Joe. Sohyun gadis yang manis, baik, sedikit manja, dan kadang egois.
“Ya, Kwonso. Kau sangat ceria hari ini?? Ada pemotretan??” L.joe merangkul bahu Sohyun dan mengacak halus rambutnya sambil tetap tersenyum.
“Aaa oppa. Jangan mengacak rambutku. Aku tidak ada pemotretan. Mana pernah aku pemotretan dengan fotografer lain, kau kan milikku oppa.” Jawab Sohyun manja.
“Begitukah?? Lalu, apa kau merindukan fotografermu ini??”
“O! Aku merindukanmu oppa. Jadi aku sempatkan kesini dulu untuk melihatmu.”
“Woaa… aku sangat tersanjung dirindukan oleh modelku. Gamsahamnida Agassi…” ucap L.Joe dengan tetap tersenyum sambil mengacak-acak kembali rambut Sohyun.
“Aaa oppa. Rambutku berantakan…” Sohyun menangkap tangan kanan L.joe yang mengacak rambutnya dan melingkarkannya dilehernya.
“Mian Sohyun-ah. Sini kubetulkan rambutmu.” L.Joe menata kembali rambut Sohyun dengan tangan kirinya yang tersisa.
Tiba-tiba, Niel yang menumpang dengan mobil L.Joe pun datang dari belakang dan merangkul kedua temannya yang tampak sedang berdekapan erat itu.
“Hyung!! Kwonso-ya… Romantis sekali kalian pagi-pagi begini. Aku jadi iri. Peluk aku, o?” Niel bersikap jahil pada L.Joe dan Sohyun.
“Yaa… Niel-ah. Aku jadi geli melihatmu.”
“Oppa, aku juga geli melihatnya. Ayo lepas, peluk saja boneka ini kalau kau mau.” Ujar Sohyun yang melepas pelukan mereka dan menyodorkan salah satu properti boneka beruang yang ada di studio itu.
“Yaa… Kwonso. Kau tega begitu pada oppa. Satu pelukan saja, o??” Niel masih bersikap jahil pada Sohyun.
“Yaa, Niel-ah. Dia geli padamu. Berhentilah bersikap aneh seperti itu. Hahaha” L.joe hanya bisa tertawa melihat tingkah Niel.
“Oppa kepalamu. Kau seumuran denganku Niel-ah. Lebih baik kau mentraktirku?? Kau masih berhutang padaku, kau ingat?? Chorong!”.
Ucapan terakhir Sohyun mengagetkan semua orang distudio, termasuk Niel dan L.Joe. Niel yang rahasianya sudah diujung tanduk merasa harus segera menghentikan Sohyun saat itu juga. Bola matanya membesar seakan mau keluar dan nafasnya seakan direnggut paksa darinya.
“Sohyun-ah! Jebal, jangan lanjutkan. Aku janji tidak akan menjahili dan mengganggumu lagi. Dan ayo ku traktir makan nanti, oke?? Kau setuju??” Niel mendekat dan mulai menggandeng sebelah tangan Sohyun.
Niel memulai negosiasinya bersama Sohyun. L.Joe yang masih bingung hanya terdiam menatap kedua modelnya itu.
“Haha, dasar bocah. Ada apa dengan dia dan Chorong?? Apa dia sedang mengincar adikku??” L.Joe tertawa kecil sambil menaruh backpack yang dibawanya sedari tadi diatas meja kerjanya.
L.Joe mengeluarkan flashdisk dari tasnya dan meng-copy semua file foto yang sudah disiapkannya semalam ke komputer kerjanya.
“Hyung… Semua file kemarin sudah aku masukkan ke komputer. Kau bisa cek sehabis ini. Oke??” ucap L.Joe kepada salah satu rekan kerja disebelahnya yang sedang sibuk menyeruput kopi hitamnya.
L.joe memasukkan flashdisk miliknya kedalam tas dan menyandang backpacknya kembali. Ia melambaikan tangan kepada kedua modelnya tadi dan meninggalkan mereka berdua yang masih sibuk membahas hutang serta adiknya, Chorong.
“Sohyun-ah… Niel-ah… Na kanda!! Annyeong.”
“Ne, hyung. Gomawo atas tumpangannya.” Niel membalas lambaian L.Joe.
“Bye oppa. Besok kita ada pemotretan, jangan lupa…” Sohyun ikut melambaikan tangan.
“O.. Annyeong!!” Terakhir L.Joe menghadiahkan senyuman pada semua orang yang ada di studio itu.
***
“Hyeri-ah, bagaimana ujianmu?? Penyakitmu tidak mengganggumu lagi kan??”
Minah menghampiri Hyeri ke kelasnya. Ia pun mengambil posisi dan duduk dibangku depan meja Hyeri. Hyeri mengangguk dan tersenyum kepada Minah.
“O, semuanya lancar. Pagi ini tidak ada gejala lagi. Semoga saja seterusnya juga begitu.”
“Syukurlah.”
Hyeri sibuk menyentuh layar ponselnya dan membaca beberapa sms dari Chanyeol dan ibunya.
“Nugu?? Chanyeol oppa??”
“Ne… dia bilang tidak bisa bertemu denganku beberapa hari ini. Sepertinya dia diterima bekerja di AMC (Asan Medical Center) jadi harus mengurus beberapa hal sebelum bekerja disana.”
“Arasseo. Tapi, aku jadi ingat sms-mu semalam. Kau mau cerita apa?? Malhebwa..”
“Sms? Oh iya.” Hyeri pun menceritakan apa yang sedang hatinya rasakan saat ini semenjak pertemuannya dengan laki-laki yang meneduhkan hatinya dihalte bus.
***
Hyeri berjalan sendirian menuju halte bus yang tak jauh dari sekolahnya. Minah tidak lagi mengantarnya pulang, semenjak Hyeri berhasil meyakinkan Minah kalau ia baik-baik saja.
Dalam perjalanan menuju halte, Hyeri terus menundukkan kepalanya sambil memikirkan apa yang ia bicarakan dengan Minah dikelas.
Apa perasaanmu untuk Chanyeol oppa hilang begitu saja selepas dia meninggalkanmu beberapa tahun ini? Itu gak adil buat dia. Hyeri-ah, coba pikir lagi. Dia begitu setianya padamu meskipun kalian berjauhan. Tapi, kenapa kamu begitu mudah goyah oleh seseorang tidak kamu kenal?
“Aishhh… kenapa aku jadi begini??” Hyeri mengacak-acak rambutnya sambil terus berjalan menunduk.
Hyeri berhenti sejenak lalu menurunkan kedua tangan dari kepalanya.
“Chanyeol oppa. Mianhae… “ ucapnya lirih sambil terus menunduk.
Hyeri melanjutkan langkahnya sambil menatap kedua kakinya yang tidak berhenti berjalan. Hingga akhirnya, Hyeri tanpa sadar menabrak tiang listrik didepannya.
“Aaaakkk… kepalaku. Eommaa sakit…” rengek Hyeri memegang dahinya yang terasa nyeri.
Hyeri kemudian mengangkat kepalanya dan melihat tiang listrik besar yang ada dihadapannya.
Omo. Kenapa aku ceroboh sekali hari ini. Haissshhh…
Bibir Hyeri mulai cemberut dan matanya berkaca-kaca. Setetes air mata pun turun disudut mata kanannya. Ia kembali mengusap-usap dahinya yang semakin terasa bengkak dan nyeri. Air matanya mulai tak terbendung, seperti ingin tumpah. Hyeri pun menangis. Entah karena apa. Hyeri sendiri bingung, apakah ia menangisi rasa sakit setelah menabrak tiang listrik atau menangisi rasa bersalah akan hatinya yang goyah terhadap Chanyeol?
“Huhuhu… oppaaa… Mianhae… mianhae…” teriak Hyeri.
Ia pun beranjak dari tiang listrik itu dan terus berjalan dengan terisak-isak menuju halte yang ternyata sudah ada didepan matanya. Hyeri duduk di bangku halte tersebut kemudian melipat kedua tangan diatas pahanya dan membenamkan wajahnya diantara lipatan tangannya itu.
“Hiks… oppa, aku harus bagaimana??” Suara Hyeri terdengar samar dan menggema.
KLIK!! Tiba-tiba saja suara jepretan kamera terdengar di halte itu. Suasanapun seketika hening. Isak tangis Hyeri pun ikut terhenti. Hyeri mengangkat kepalanya dan menoleh kearah datangnya suara kamera itu. Saat ia menoleh, Hyeri melihat tangan seseorang yang terulur kearahnya sambil memegang sapu tangan putih.
“Ini!”
Hyeri mengambil sapu tangan putih itu tanpa melihat siapa yang memberikannya. Ia langsung menggunakan sapu tangan itu tanpa ragu. Air mata yang mengalir deras diwajahnya membasahi sapu tangan itu seketika.
“Gamsahamnida. Anda baik sekali meminjamkan sapu tangan anda padaku.” Ucapnya dengan terus mengusap wajahnya dengan sapu tangan.
“Ne… Gunakan saja sapu tangan itu. Kau lebih perlu.”
Suara laki-laki! Hyeri yang masih terisak tiba-tiba penasaran wajah laki-laki yang baik hati ini. Hyeri lalu mengangkat kepalanya.
DEG!!!
Laki-laki ini??
Laki-laki itu adalah laki-laki yang sebelumnya memotret Hyeri ditempat itu. L.Joe. Ia tersenyum melihat Hyeri yang kemudian mengangkat kepalanya dan memperlihatkan wajahnya. Senyuman magic itu lagi-lagi membuat hati Hyeri goyah dan lupa akan hal yang membuatnya menangis. Bahkan, rasa sakit di dahinya setelah menabrak tiang listrik menjadi hilang seketika.
Hyeri masih terdiam melihat apa yang ada didepan matanya kali ini. Hyeri terus memandang dan memandang wajah L.Joe.
“Oh hey?? Gwenchana?” L.Joe melambaikan tangannya didepan wajah Hyeri yang masih terdiam.
“O, ne… nan gwenchana.” Hyeri sadar dari lamunannya dan mulai salah tingkah dihadapan L.Joe.
“Emm, maaf untuk kemarin. Aku memotretmu dan kau mungkin kaget sewaktu melihatku. Tapi.. kau tidak marah, malah tersenyum. Jadi, aku salah tingkah sendiri. Joesonghamnida.” Ucap L.Joe sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Oh! Aa… Em.. Aa.. Anu, tidak apa-apa kok. Sebenarnya aku memang kaget, tapi waktu aku melihatmu, aku malah tidak ingin marah. Aku juga bingung, hehe…”
“Aah? Begitu kah? Kalau begitu, karena aku masih merasa bersalah, bagaimana kalau ku traktir?” tanpa pikir panjang L.Joe mengajak gadis yang ia temui untuk kedua kalinya itu.
“Traktir? Aah, sebenarnya tidak usah.” Wajah Hyeri sedikit malu dengan ajakan L.Joe.
“Tidak apa-apa. Aku traktir ya.” L.Joe kembali tersenyum manis kali ini.
Ya Tuhan! Rasa teduh apa ini?
“Kebetulan aku mau makan ke salah satu kafe dekat sini.”
“Begitu kah?”
“Ne… Tapi, apa kau sedang sibuk? Kalau memang sibuk…” Ucapan L.Joe tiba-tiba terpotong oleh ucapan gadis di hadapannya.
“Ah, ani. Aku tidak sibuk kok.” Hyeri menggelengkan kepalanya.
“O, baiklah. Kalau begitu, ayo pergi.”
“Oke.”
Mereka pun pergi bersama sambil berjalan kaki, karena tempat yang mereka tuju tidaklah jauh. Selama perjalanan, diam-diam Hyeri terus saja menatap wajah L.Joe. L.Joe yang sibuk membidikkan kameranya ke berbagai arah sepertinya tidak menyadari tingkah Hyeri itu. Perjalanan mereka terus berlangsung seperti itu tanpa ada pembicaraan. Hanya diam, menatap, dan membidik.
***
Hyeri cukup lama menunggu L.Joe yang pergi meninggalkannya untuk memesan makanan kedalam kafe. L.Joe memutuskan untuk makan diluar kafe saja. Bagian luar kafe itu benar-benar sangat indah karena dipenuhi banyak bunga yang berwarna-warni. Karena cukup bosan menunggu, Hyeri pun memainkan bunga yang ada di atas mejanya. Ia mengeluarkan satu tangkai bunga mawar merah dari vas dan memotret bunga itu dengan ponselnya. Hyeri memotret bunga itu dengan berbagai angle dan gaya, bahkan selca.
“Ini dia. Orange Waffle Ice Cream untukmu. Karena kau bilang terserah, jadi aku pesankan saja itu. Kau suka kan?” L.Joe tiba-tiba muncul saat Hyeri sibuk mengambil foto selca dari ponselnya.
“O, kkamjjagiya.” Hyeri kaget dan wajahnya tiba-tiba memerah.
“O?? Mian. Kau jadi kaget.”
“Eh, no problem. Hee…” Hyeri pun tersenyum dengan ekspresi sedikit aneh karena masih malu.
“O?? Tapi, kenapa kau bisa tau aku suka waffle?”
“Aku hanya asal pesan. Baguslah kalau kau suka.” L.Joe kembali memamerkan senyumannya.
“Dan ini hadiah untukmu.” L.Joe duduk sambil menyodorkan selembar foto yang ia ambil dari saku kemejanya.
Foto seukuran dompet itu ternyata adalah foto Hyeri yang dijepret L.Joe sebelumnya di halte. Hyeri menerimanya dan ia sangat senang.
“Omo… Gamsahamnida. Tapi, kenapa ini hadiah?”
“Kalau waffle ini sebagai tanda maafku, nah kalau foto ini sebagai hadiah karena sudah mau ku potret tanpa izin.”
“Begitu kah?”
“Emm…” L.Joe mengangguk dan tersenyum.
L.Joe mempersilakan Hyeri untuk makan. Hyeri pun menikmati makanan yang dipesan oleh L.Joe. Hyeri tak banyak bicara, kecuali saat L.Joe mengajaknya ngobrol. Hyeri memang tak banyak bicara saat bertemu orang baru, apalagi Hyeri sendiri sangat jarang berhubungan dengan orang baru dalam hidupnya. Penyakitnya akan jadi pengganggu terbesar apabila hal tersebut terjadi. Tapi, anehnya Hyeri merasa tenang dengan orang baru yang sedang bersamanya. Tangan berkeringat, gugup luar biasa yang biasanya muncul entah kenapa tiba-tiba seperti menghilang.
Betapa anehnya aku! Kenapa aku baik-baik saja? Hyeri sadar akan keanehan pada dirinya itu.
Tiba-tiba…
DRRT!! L.Joe sibuk merogoh ponsel yang ada disaku depan celananya. Ia pun sibuk memainkan jari-jarinya dilayar ponsel dan mengecek pesan yang baru saja masuk.
“O! Maafkan aku, sepertinya aku harus pergi sekarang. Aku hampir melupakan pekerjaanku sore ini. Barusan orang kantor mengabariku. Aku pergi duluan ya, kau habiskan saja makanannya. Ketemu lagi lain waktu…” Ucap L.Joe yang meninggalkan makanannya, lalu bergegas pergi dengan membawa backpack dan kamera yang dibawanya.
“Ta.. tapi?? Kita belum berkenalan. Aku Hyeri, namamu siapa??” teriak Hyeri ketika L.Joe mulai berlari meninggalkan meja makan mereka.
“Hyeri?? Ahh, Mian. Aku terburu-buru. Bye..”
Hanya itu ucapan terakhir yang bisa disampaikan L.Joe sambil terus berlari meninggalkan Hyeri.
Dia pergi begitu saja. Aku bahkan belum tahu namamu. Gerutu Hyeri didalam hatinya.