Belum setengah mobilnya keluar dari halaman rumahnya. Mobil Jongin dihadang oleh mobil Sehun. Jika Jongin tak cepat mengerem makan akan terjadi tabrakan konyol. Sehun keluar dari mobilnya dan berjalan kearah pintu dimana Jongin berada. ia mengetuk kaca mobil Jongin.
“Keluarlah sebentar.. aku ingin bicara padamu...”
Jongin menuruti permintaan Sehun kali ini. Sebenarnya apa yang akan Sehun katakan padanya. Bukankan ia bisa terlebih dahulu menghubungi Jongin?
“Lepaskan gadis itu...” ucap Sehun dengan tatapan dinginnya.
“Untuk apa aku harus melepaskannya? Aku sama sekali tidak memenjarainya”
“Jika tidak memenjarainya biarkan dia pergi bersamaku..."
“Apa maksudmu?”
Sehun tersenyum bengis. “ Kau menyiksanya bahkan kau hampir membunuhnya... masih untung aku hanya menyuruhmu untuk melepaskannya dan tidak memperpanjang masalah ini ke jalur huku,...”
“Bahkan sekalipun kau memperpanjangnya, apa urusanmu? Siapa kau, Sehun?!”
Sehun masih menganggap Jongin masih menyiksa Sooyeon setelah apa yang ia lihat sebelumnya.
“Aku sahabatmu! Ini memang bukan urusanku, tapi kau sudah sangat keterlaluan!”
“YA! Kau baru saja menyukainya, Oh Sehun!” Sindir Jongin.
“Ya.. memang aku baru menyukainya... tetapi aku lebih menghargai perasaanku dibanding egoku!” tindasnya.
Bola mata mereka beradu dan suasana itu makin memanas. Sooyeon yang masih duduk di dalam mobil hanya bingung melihat gerak-gerik mereka yang terlihat aneh. Tak ada yang bisa Sooyeon dengar dari dalam mobil hanya melihat raut wajah Jongin dan Sehun yang tak lagi ramah.
Jongin tertawa licik. “Lalu apa dia menghargai perasaanmu? Kurasa tidak...”
“Brengsek kau!!!!” Sehun melayangkan tinjuan ke wajah Jongin. Darah segar itu keluar dari pinggir bibir tebal milik Jongin.
“Jongin??!” pekik Sooyeon dari dalam mobil dan langsung bergegas keluar untuk melerai mereka.
“Apa kau masih menghargaiku sebagai sahabatmu?” tanya Jongin yang masih merasakan perih di pinggir bibirnya.
“Sehun? Apa yang kau lakukan?” Sooyeon memotong pembicaraan mereka.
“Ayo Sooyeon, naik ke mobilku..” dengan cepat Sehun menarik tangan Sooyeon untuk masuk ke dalam mobilnya. Tiba-tiba Sooyeon menarik paksa tangannya. “YA! Apa maksudmu?” Sooyeon masih bingung apa yang terjadi antara Jongin dengan Sehun.
“Mengapa kau memukul Jongin, Sehun???”
“Aku hanya ingin menolongmu, Sooyeon..”
“Sooyeon! Masuklah ke dalam mobil!” titah Jongin dengan nada sedikit keras.
Sooyeon menatap sendu Sehun. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Bukankah ini adalah kesempatan emas? Tapi tak semudah itu ia lari dari kenyataan yang ada sekarang. Jongin tak mungkin melepaskannya begitu saja.
“Sooyeon... masuklah.... jika kau bersama ku kau akan lebih aman..” Dilihatnya tatapan Sehun yang melemah.
Jongin masih yakin bahwa Sooyeon akan memilihnya. Ia tahu wanita itu sekarang begitu patuh padanya. Tapi perlahan Sooyeon menggerakkan kakinya, mendekati Sehun. Membuat Jongin berdecak kesal.
“STUPID!!”
“LEE SOOYEON!!!!” Teriak Jongin yang tak lagi bisa meredam amarahnya ketika ia pikir Sooyeon lebih memilih Sehun dibanding dirinya. Dengan cepat ia menarik paksa Sooyeon dan menatapnya tajam. Ia melihat wajah Sooyeon saat itu berubah menjadi ketakutan saat Jongin menampilkan amarahnya. Well, Sooyeon memang selalu membuat Jongin menjadi seorang yang sangat menakutkan.
Tubuh Sooyeon gemetar hebat, mukanya pucat pasi, air matanya perlahan turun. Semua pemikirannya pun tertuju pada kegelapan, penyiksaan Jongin padanya yang bertubi-tubi. Ya, Sooyeon ingat, dia sangat hafal apa yang akan Jongin lakukan untuknya, nanti. Ini sudah kesekian kalinya Sooyeon ingin pergi dari Jongin. Dan Sooyeon tidak tuli atau pelupa mengingat perkataan Jongin yang selalu mengingatkannya untuk tetap bersamanya. Mungkin bukan hanya perkataan saja, itu ancaman yang mengerikan untuk Sooyeon.
Ia kembali teringat semua kejadian disaat Jongin menyiksanya. Semua itu sangat mengerikan untuk diulang kembali. Dengan cepat Sooyeon menarik paksa tangannya. Dia menangis, histeris, dia ketakutan, sangat takut.
“Aku ingin bebas!!!!” Teriaknya parau dengan napas yang menggebu gebu.
Sooyeon mendorong Jongin sekuat yang ia bisa ketika pria itu menghalangi jalannya untuk pergi, membuat pria itu harus tersungkur dan terjatuh, tidak sempat menangkap Sooyeon yang berlari pergi menjauh, sekuat yang dia bisa.
Sooyeon tidak perduli, apa yang dipakainya tidak begitu tebal, dan wedges yang masih ia pakai walaupun sakit, sesuatu dalam kepalanya memaksa agar dirinya untuk lari. Lari sejauh mungkin. Dia menangis, dia ketakutan, benar-benar takut sampai-sampai dia tidak perduli apapun kecuali kakinya yang terus bergerak menjauh. Tidak merasakan apa apa.
Gadis itu tahu bahwa beberapa orang mengejarnya di belakang, mereka ingin menangkapnya…dan menyiksanya lagi. Dia ingin menyerah, sungguh, udara seperti ini sangat menyiksanya. Airmata yang menumpuk pada matanya jatuh perlahan lahan, membuat kabur pandangan didepan mata. Dia tidak tahu harus pergi kemana, bersembunyi dimana. Dia hanya perlu lari. Sekuat dan sejauh mungkin.
Jongin berkali kali memintanya untuk berhenti sembari mengejar Sooyeon. Apa yang terjadi dengan gadis itu, kenapa tiba tiba begini?
“Sooyeon, berhenti!” pintanya. Tapi gadis itu seperti tuli. Dia mendekati jalan raya, ini masih sangat pagi jalanan masih sangat ramai. Jongin menatap ngeri kearah depan.
Tapi dalam hitungan detik tubuh Sooyeon sudah tergeletak di tengah jalan dengan bersimbah darah akibat tertabrak dengan mobil container. Mata Jongin membelalak seketika, tubuhnya begitu lemas ketika melihat tubuh Sooyeon bersimbah darah. Bukankah itu niat awal Jongin untuk membunuh gadis itu tanpa tangannya sendiri? Itu sudah berhasil bukan?
Sehun yang menyaksikan itu segera berlari untuk menyelamatkan Sooyeon. Tapi tidak dengan Jongin, ia masih terduduk lemas menyaksikan tabrakan yang baru saja terjadi.
“JONGIN!!! CEPATLAH! INI BUKAN WAKTUNYA KAU MENJADI LEMAH!” Teriak Sehun yang sibuk mencari taxi untuk membawa Sooyeon kerumah sakit.
-------
Sesampainya dirumah sakit, dengan cepat tim medis menangani Sooyeon yang lansung dibawa ke ruang UGD. Jongin dan Sehun sangat khawatir dengan keadaan Sooyeon sekarang. Jongin terlihat begitu kosong.
Kim Jongin juga pernah merasakan ketakutan yang berlebihan seperti itu, meskipun dia terlihat cukup tangguh dengan segala hal yang pernah dialaminya dari kecil, rupanya dia tetaplah seorang manusia biasa yang tidak bisa hindari perasaan takutnya. Dia tidak mau kehilangan Lee Sooyeon, ataupun tidak mau apabila gadis itu tidak bersamanya, sehingga Jongin melakukan berbagai cara untuk membuat gadis itu tetap bersamanya, termasuk berbuat hal paling keji sekalipun, agar dia tidak perlu merasakan takut itu lagi.
“Sooyeon tidak akan pergi. Dia tidak akan meninggalkanku. Dia sudah berjanji.” Itu adalah gumaman kesekian yang Jongin ungkapkan pada kehampaan. Sehun yang berada didekatnya hampir muak mendengar pernyataan menyedihkan yang tidak henti keluar dari bibir pucat Jongin. Well, benar-benar putus asa, tiada keyakinan sama sekali dalam suara dan hatinya.
Kacau dan menyedihkan, dua kata paling pas untuk deskripsikan kondisinya. Rambutnya berantahkan, kaos hitam yang ia kenakan kusut masai, muka dan tubuhnya tidak henti keluarkan keringat dingin.
Semakin detik terlewati, semakin ancaman itu membuat Jongin ingin menyerah pada kenyataan yang tidak sanggup ia lewati. Airmata sudah mengering pada mata sayunya yang memerah beserta tarikkan napas yang terasa sulit sekali ia lakukan. Seumur Sehun mengenal Jongin, ini adalah pertama Sehun melihat Jongin begitu hancur. Pria berkulit putih pucat itu bahkan dapat mendengar kesakitan yang amat sangat setiap kali teman baiknya itu menghembuskan napas beratnya yang bersuara. Sehun kesal, marah, bingung, dia sama sekali tidak dapat berbuat apapun, dia hanya bisa melihat sahabatnya tersiksa oleh rasa sakit seorang diri. Benar benar tidak berguna.
“Jongin..kau harus tenang… semuanya, semua akan….”
Sehun menghentikan kata katanya yang masih menggantung. Dia tidak jadi melanjutkan itu karena tidak berani menjamin. Lee Sooyeon belum tentu akan baik baik saja dengan keadaan nya yang kehilangan begitu banyak darah. Semua juga tahu hal itu, dan Jongin tidak akan lebih baik jika dia menyebutkan lipur palsu tersebut.
“Semua salahku. Aku tahu ini salahku. Apa yang bisa aku lakukan untuk membuatnya tetap hidup?” tanyanya dengan suara lemah, serak dan sedikit terisak. Sehun tidak pernah melihat Jongin berkata dengan nada seperti ini, meskipun apabila dia sempat amnesia sekalipun, dia berani menjamin bahwa ini pertama kalinya Jongin berkata dengan begitu tidak berdaya. Well, ayolah, Kim Jongin yang Sehun kenal adalah pria tegas, berani, tidak kenal takut, kuat, bagaikan tidak terkalahkan. Bukan pria menyedihkan dihadapannya sekarang, yang menjadi seperti ini hanya karena seorang wanita.
“Jongin, perutmu tidak terisi apapun ini sudah hampir 9 jam dari pagi tadi. Mari beranjak dari sini dan….”
“Aku tidak mau.” Potong pria itu pada suara datar Sehun. “Bagaimana jika aku pergi dari sini dan Sooyeon meninggalkanku?”
Sehun meremas rambut coklat nya kuat kuat, entah kenapa kepalanya terasa ikutan pusing bukan main. 9 jam berlalu semenjak kejadian mengerikan itu, dokter sama sekali belum menunjukkan gerak gerik nya untuk keluar dari ruang operasi.
“Aku akan membeli makan.” Ucap Sehun mengalah dan segera pergi meninggalkan Jongin sendirian di lorong sepi rumah sakit yang tampak bisu. Yeah, yang saat ini menjadi saksi bisu akan segala ketakutan dan kesedihan Kim Jongin.
Jongin tidak tahu apakah rasa sakit seperti ini exist dalam dunia, tapi dia merasakannya, sebuah perasaan sakit berlebihan sehingga semuanya terasa kosong dan sesak. Membuatnya takut untuk menjalani hari esok, menjalani hidup yang tiba tiba terlihat begitu munafik untuknya. Well, hidup bukan hanya soal cinta ataupun satu orang yang kau cintai. Tapi Jongin terlalu bodoh karena telah memusatkan dunianya pada gadis yang tengah sekarat itu. Sehingga, jika gadis itu mati, maka Jongin akan ikut mati.
---
Baekhyun berhenti didepan ruang tersebut dimana terdapat Jongin dihadapannya. Masih duduk meringkuk di lantai dengan ekspresi yang begitu kosong. Seperti seorang mayat hidup yang dipaksa untuk bernapas.
“Masih belum ada kabar?” tanya pria itu lesu. Dia baru saja mendapat kabar dari Sehun tentang keadaan Sooyeon.
Jongin menggeleng, tidak melihat kearah siapapun yang bertanya. Tapi Baekhyun tidak buta untuk tidak melihat bahwa Jongin juga tidak kalah sekarat dari kondisi Sooyeon tadi malam. Sorot mata sayunya memperlihatkan sehancur apa jiwanya saat ini. Baekhyun duduk di kursi tunggu disebrang Jongin, menunduk, dia belum tidur semalaman. Tidak ada topic yang dapat dibicarakan oleh keduanya, semuanya hanyalah keheningan dan helaan napas berat dari keduanya.
“Untuk apa kau datang?” Jongin bertanya di tengah keheningan mereka.
Baekhyun yang tadinya menunduk, sekarang menatap lurus pada Jongin yang masih menatap lantai, “Aku hanya ingin melihat kondisimu dan juga kekasihmu...” ucapnya sedikit ragu.
“Ini salahku. Aku selalu menyakitinya. Aku memperkosanya, memukulnya, menyiksanya, memaksanya untuk tidak pergi. Aku melakukan segala cara untuk membuatnya tetap bersamaku. Sama sekali tidak seperti yang kau ketahui Baekhyun, aku yang menghancurkannya.”
Hening langsung merambat setelah Jongin menyelesaikan kalimatnya.
Sementara mata besar Baekhyun terbelalak, mulutnya bahkan terbuka karena ketidakpercayaannya terhadap pengakuan Jongin yang begitu tiba tiba, tidak masuk akal, terkesan omong kosong besar berharga mahal.
“Kau berbohong, kan?” Baekhyun memastikan, masih bingung, dengan sebuah pertanyaan harapan yang ingin sekali ia dengan jawabannya sebagai ‘ya’. Mulut pria itu bahkan tidak bisa tertutup saking kagetnya, sedangkan tangannya yang sejak tadi terkepal kuat sekarang menjadi lemas.
Melihat Jongin yang tidak kunjung menjawab dengan wajah memerahnya yang masih menatap kebawah, membuat Baekhyun berdiri dari kusirnya dan menghampiri Jongin. Dengan kasar ia mencengkram kaos hitam pria itu yang sudah bersih dari bekas darah Sooyeon semalam, memaksa tubuh yang tadinya terduduk lemah itu berdiri, “KATAKAN KEPADAKU BAHWA KAU BERBOHONG, BRENGSEK!”
“Bukankah kau sebenarnya sudah mengetahuinya?” Baekhyun melepas cengkramannya.
Baekhyun mengingat perkataan Sooyeon lalu. Ya, benar. Sooyeon selama ini berkata benar. Dan Baekhyun sama sekali tidak percaya. Bukan. Dia bukan tidak percaya, dia takut Jongin juga menghancurkannya seperti Jongin menghancurkan mantan kekasihnya itu.
“Dan aku sangat mempercayaimu!” ucap Baekhyun melemah.
“Ya.. semua ucapan gadis itu tentangku benar. Dan aku sangat menyesal”
Tangannya yang sejak tadi terkepal kuat tapi Baekhyun meredam amarahnya. Ia ingin sekali memukul wajah sahabatnya itu tapi ia tidak tahu apa alasannya jika ia memukul Jongin. Bukankah yang Jongin tidak tahu tentang kebenaran semuanya?
“Apa kau sama sekali tak ingin memukulku?” tanya Jongin dengan nada sedikit menantang.
“Untuk apa?” Baekhyun menatapnya bingung.
“Apa kau benar-benar sudah tidak mencintai mantan kekasihmu itu?”
Bibir Baekhyun berjeda. Jongin telah mengetahuinya, Sooyeon dulu pernah menjadi kekasihnya. Dia tidak dapat mengelak dengan kondisi yang sudah genting seperti ini.
“Dari mana kau tahu?” tanya Baekhyun dengan tatapan mencecar.
Tak ada jawaban yang Baekhyun dengar dari mulut Jongin. Ia sama sekali tidak peduli dengan pertanyaan Baekhyun kali ini. Pikirannya benar-benar berpusat pada gadis yang berada di dalam ruang operasi itu.
-----------------
Jongin masih tidak mau menyentuh makanan yang disediakan oleh Sehun 3 jam yang lalu. Dia menempelkan wajahnya pada lutut, jangan pikir bahwa ia tertidur, ia sedang menyiksa diri dengan segala ingatan-ingatan tentang betapa bajingan dirinya selama ini, terutama atas segala perbuatannya pada Sooyeon.
Itu tidak termaafkan, sama sekali tidak. Meskipun dia menyerahkan nyawanya pada gadis itu sekalipun, tetap saja tidak termaafkan. Bagaimana ia mengabaikan airmata gadis itu, bagaimana ia tidak perduli dengan teriakkan kesakitannya, bagaimana ia tertawa ketika melihat gadis itu tersiksa. Bagaimana ia membuat gadis itu merasa benar-benar sendirian.
Jongin membutuhkan Lee Sooyeon, sangat. Tidak perduli apakah dia cinta atau benci, dia hanya ingin bersama dengan gadis itu. Tidak lebih. Sayangnya, dirinya terlalu bodoh untuk sadar lebih cepat, bahwa satu satunya jalan keluar untuk keluar dari labirin penderitaannya adalah memaafkan. Hanya memaafkan gadis itu, membuatnya hidup layak, mencintainya. Sebenarnya tidak sulit, bukan? Tapi Jongin sendiri yang membuatnya menjadi sulit. Dan dia semakin membenci dirinya sendiri.
Pintu ruang operasi akhirnya terbuka, keluar seorang dokter dengan jas putihhnya, diikuti oleh 3 dokter lain yang tampak lebih muda dan beberapa orang perawat dibelakang, menutup kembali ruang operasi yang penuh suara alat medis.
Baekhyun dan Sehun yang daritadi menunggu kabar reflek berdiri dari tempat duduk mereka masing masing, menahan napas, menunggu berita apa yang akan diberitahu oleh sang dokter, mereka mungkin sudah siap jika harus dengarkan kabar buruk, mau tidak mau, semuanya sudah menjadi takdir. Tapi Jongin tidak, meskipun terpaksa atau dipaksa sekalipun, dia tidak akan pernah siap mendengar sebuah kabar buruk. Sehingga pria itu masih duduk ditempatnya, menutup telinga rapat rapat dalam beberapa waktu.
“Jongin…” Sehun memegang bahu pria yang terlihat semakin kacau itu, menepuknya pelan agar perhatian Jongin tertuju padanya. Jongin menurunkan tangan dari telinganya perlahan, tapi kepalanya masih menunduk menatap lantai.
“Jangan katakan kepadaku jika dia tidak baik baik saja.” Ucapnya pelan. Pria itu dapat mendengar helaan napas berat Sehun. Air matanya yang ia pikir sudah mengering, keluar begitu saja, seperti sebelumnya, begitu banyak.
“Operasinya berhasil.” Balas Sehun berbisik, hati hati. Dia ikut jongkok di hadapan Jongin, kedua tangannya memegang bahu lemas temannya itu. Jongin mengangkat kepalanya, menatap kosong kearah Sehun, menunggu kelanjutan. “Sooyeon sedang melewati masa kritisnya. Dia selamat…” meskipun dalam keadaan hidup dan mati.
o000o
As usual, what do you think about this chapter? I need your opinion, so leave a comment please
Thanks :)