Sudah 3 jam mereka rapat. Sooyeon mengintip dari balik pintu kamarnya yang dekat dengan ruang kerja Jongin. Ia berharap semua yang baru saja Baekhyun ucapkan hanya bualan semata. Matanya menangkap pria itu, Baekhyun dan tepat disebelahnya berdiri Jongin yang sepertinya telah membicarakan sesuatu yang serius. Sekarang yang ada dipikiran gadis itu adalah bagaimana caranya Baekhyun harus mengeluarkannya pergi dari rumah ini. Entah bukan niatannya seperti ini. Semua ini karena ada Baekhyun yang membuat nyalinya seberani ini.
Ia berlari menuju Baekhyun. Tidak penting bagaimana situasi yang ada. Gadis itu menatap Baekhyun dengan tatapan lemah. Ia berharap bahwa Baekhyun mengerti dengan kode yang ia berikan. Dengan sekejab tangan Jongin menarik gadis itu.
“Please save me,,,, Baekhyun..” ucap Sooyeon yang berada dihadapannya dengan nafas terengah-engah.
DAMN IT! Batin Jongin.
“Ya... Sooyeonna? Kau sakit?? Kau sepertinya mengigau???” Jongin menutup-nutupi apa yang terjadi sekarang. Ia menghalangi pandangan gadis itu terhadap Baekhyun.
“Tidak... tidak... aku tidak gila atau sakit. Baekhyun... tolong aku...” rintihnya. Mata gadis itu selalu mencecar Baekhyun.
Jongin memegang tangannya erat. Sangat erat. Sooyeon merintih kesakitan. Baekhyun ingin sekali membantunya. Tapi ia ingat ucapan Sooyeon, bahwa Jongin itu adalah kekasih dari wanita yang ia tabrak. Jika ia tak bisa menghindar dari Jongin, setidaknya ia bisa menghindar dari Sooyeon.
“Bukankah itu kekasihmu Jongin?” tanya Baekhyun pura-pura tidak kenal. Raut wajahnya benar-benar meyakinkan.
Jongin kaget mendengar ucapan Baekhyun. “Ah benar.. dia sepertinya sedang mengigau, karena sakit kemarin. Kau pergi duluan saja, aku ingin mengurusnya sebentar..” Jongin menarik tangan Sooyeon kasar ke kamarnya.
Ia mendorong gadis itu dengan kasar. Amarahnya tak terbendung saat ini. Ia sangat marah padanya.
“KAU!!!” Ia menendang tubuh Sooyeon. Sooyeon sangat ketakutan. Raut wajahnya menunjukkan ketakutannya pada Jongin yang amat dalam.
“OMONGANMU TIDAK BISA DIPERCAYA HOH?! DAN KAU PANTAS DAPATKAN INI!” Ia terus menendang Sooyeon dengan beringas. Semua amarahnya benar-benar tersalurkan. Ia hampir membuat gadis itu mati.
“Bangun kau!” Jongin memaksanya untuk bangun. Tapi gadis itu tidak dapat berdiri, ia sangat lemah. Benar-benar sudah tidak berdaya.” Tidak akan mati jika aku hanya menendangmu!” ucap Jongin yang lalu mengikat tangan gadis itu di tepi ranjang. Dan menghempaskan tubuhnya diranjang. Nafas gadis itu sangat tidak beraturan. Ia menangis dan merintih kesakitan. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Apalagi jika ia bergerak. Semua sendi-sendi dan tulangnya terasa sakit dan ngilu.
“LIHAT APA REAKSI MANTAN TUNANGANMU ITU HAH?! HHAHA” Jongin tertawa bengis. “DASAR GADIS BODOH!!!” timpalnya.
“Please stop...” Sooyeon mengucapkannya dengan sekuat tenaga yang ia punya. Tetapi Jongin tidak mau mendengar apa perkataanya. Ia memegang dahi gadis itu dan menapar keras pipinya terus menerus. Sampai gadis itu memuntahkan darah. “Lemah,,,,” remehnya.
“Please....s-sto-op...” ia memohon pada Jongin untuk menghentikan pukulannya.
Tiba-tiba Jongin berteriak keras. Gadis itu melihatnya sangat ketakutan. Semua tubuhnya bergetar. Tetapi nyeri pada tulangnya sudah tidak dirasakannya. Ia sudah mati rasa. Tubuhnya mati rasa dibuat Jongin. Wajahnya merah padam, bibirnya pucat. Penglihatannya terasa kabur. Nafas Jongin terengah-engah. Ia hampir membunuh gadis itu. Ia baru menyadari bahwa perlakuannya sudah sangat keterlaluan.
“Sooyeon???!” Jongin khawatir melihat kondisinya. Ia mendengakkan kepala gadis itu. Menepuk-nepuk pipinya agar tersadar. Tapi semua itu sia-sia. Gadis itu hilang kesadarannya setelah Jongin melampiaskan kekesalannya tanpa henti. Tangan Jongin bergetar.
“Apa yang kulakukan padanya? ARGGGHJHGR!!! BODOH!!!!” ia menyesal telah menyakiti Sooyeon. Ia sangat panik dan bergegas menelpon dokter. Apakah ia tidak sadar dengan perbuatannya tadi?
-----------------------------------------
Beberapa alat terpasang di tubuh Sooyeon sekarang. Gadis itu benar-benar membutuhkan alat medis itu untuk membantu pernafasannya. Kamar ini dipenuhi peralatan medis lengkap dibawakan kesini. Gadis itu masih tertidur lemah diranjangnya. Dan belum sadar selama seharian. Jongin menyadarinya, menyakiti Sooyeon tidak membuat dendamnya terbayarkan atau membuat kekasihnya menjadi hidup kembali. Ia sangat menyesal. Ia tahu, ia tak pantas dimaafkan. Perlakuannya sudah sangat keterlaluan.
Keadaannya gadis itu saat ini sedang kritis. Beberapa saraf ditubuhnya sudah rusak. “Lee Sooyeon...” sapa pria itu yang selalu menemaninya setiap malam. “Aku sangat menyesal... aku minta maaf. Bukan maksudku menyakitimu. Hanya saja... hanya saja.. aku terlalu takut kehilanganmu... aku hanya takut dengan itu..aku tak tahu monster apa yang telah singgah di diriku sekarang. Melihatmu terkadang membuat hatiku sesak. Tetapi di dalam hatiku yang terdalam aku takut kehilanganmu. Maafkan aku...” Jongin menangis melihat gadis itu belum sadarkan diri. Ia memegang tangan gadis itu erat dan berharap ia segera pulih.
Jongin baru menyadarinya, dia sangat mencintai gadis itu, dia sangat membutuhkan gadis itu. Bagaimana tidak, selama Sooyeon dipenjara, ia selalu memperhatikan aktifitas gadis itu dari kejauhan. Ia menunggu gadis itu keluar dari penjara. Ia selalu mengikuti kemana gadis itu berada. Ia tahu apa saja yang tidak disukai dan disukai gadis itu. Ia sangat menyukai senyuman gadis itu. Tetapi ia tak suka jika gadis itu tersenyum selain padanya. Ia benar-benar benci saat gadis itu tersenyum pada orang lain selain dirinya. Dan apa Jongin termakan kata kiasan ‘Semakin kau membencinya, semakin dalam rasa cintamu’
-------------------------------------
Jongin terbangun dari tidurnya. Meraba ranjang mencari handphonenya. Dan melihat jam, ini sudah terlalu siang untuknya pergi bekerja. Ia menghela nafas berat dan bangkit. Pikirannya terlempar memikirkan gadis itu. Sudah 3 hari gadis itu belum ada perubahan yang membuat kecemasan Jongin berkurang.
“Bi Ahn...” Jongin mencari bibi Ahn ke dapur. “Ada apa tuan?” sahut bibi Ahn yang baru saja menyiapkan sarapan. “Untuk hari ini apa ada perubahan?” raut wajah bibi Ahn memberikan jawabannya sebelum ia bicara. “Belum tuan Kim. Apa kau tidak kerja hari ini, tuan?”. “Tidak bi, hari ini aku akan merawatnya..” ia berlalu menuju kamar gadis itu.
Jongin memerhatikan gadis yang sedang tertidur pulas itu. Dia menganggapnya sedang tertidur sangat pulas menunggu pangerannya datang menyelamatkannya. Seperti di dongeng-dongeng dulu. Matanya tak lelah menatap wajah pucat gadis itu. ia sangat berharap, semuanya dapat diulang kembali. Setindaknya Sooyeon bisa sadar. Untung saja gadis itu sudah melewati masa kritisnya. Jongin sedikit bernafas lega. Ia hanya tinggal menunggu gadis itu tersadar.
“Sooyeonna...” Jongin memanggil nama itu. ia selalu memanggilnya dalam tidurnya. Ia selalu memimpikan gadis itu disetiap tidurnya. Mungkin dia sudah gila, mungkin otaknya terlalu keras memikirkannya. Tak pernah berhenti memikirkannya.
Dari kejauhan bibi Ahn memperhatikan gadis itu. Sesekali memeriksa alat pernafasannya. Bibi Ahn merapihkan rambut Sooyeon yang sedikit berantakan. Ia sangat berharap jika nona ini sadar. Ia tahu gadis itu, gadis yang baik. Bibi Ahn sangat menyayanginya seperti anaknya sendiri. Bibi Ahn merawatnya intensif karena permintaan Jongin dan keinginannya sendiri.
Bibi Ahn kaget melihat jari lentik gadis itu bergerak perlahan, ia hampir tak percaya. Ia mendekatkan dirinya. Gadis itu kembali menggerakkan jarinya. “Nona?” bibi Ahn mencoba menyadarkannya.
Sooyeon membuka matanya perlahan. Terasa sangat berat. ia belum cukup kuat untuk berbicara. Bibi Ahn bergegas pergi dan memberitahu Jongin tentang hal bahagia ini.
“Tuan Kim?” bibi Ahn mengetuk-ngetuk pintu kamar Jongin sambil memanggilnya pelan.
Jongin membuka pintunya, ia baru saja bangun dari tidurnya.”Ada apa bi?” Jongin masih menguap dan masih memakai piyama. “Nona Sooyeon sudah sadar...” Jongin lalu berlari menemui gadis itu.
“Lee Sooyeon....” Jongin dengan cepat memegang tangannya. Mata gadis itu membelalak ketika Jongin datang menghampirinya. Nafasnya memburu. Ketakutannya muncul saat itu. Jongin melepas pegangannya. “Aku tidak akan menyakitimu...trust me.. i won’t hurt you...” gadis itu tidak akan percaya penuh pada Jongin. Ia merasakan ngilu pada sekujur tubuhnya. Tubuhnya sudah tidak mati rasa lagi. “Kau masih belum pulih.. jangan terlalu banyak bergerak Sooyeon...” ucap Jongin lembut. Mata Sooyeon menatap Jongin ngeri. Dia tahu Jongin tak sungguh-sungguh mengatakan selembut itu.
Jongin tahu bahwa gadis itu masih trauma dengan kejadian waktu itu. Ia tahu gadis itu sangat ketakutan padanya. Ia mencoba perlahan membuatnya tak akan seperti itu. Ia berusaha selembut mungkin. tetapi gadis itu tidak meresponnya dengan positif. Dia malah terlihat lebih ketakutan. Jongin menatapnya sendu. Ia tak pernah berpikir jika gadis itu akan menjadi seperti ini.
“Sooyeonna... aku tak akan menyakitimu... aku janji. Aku tidak akan menyakitimu lagi...” airmatanya turun begitu saja ketika ia mengatakan itu pada Sooyeon. Sooyeon terdiam dan terpaku melihat untuk pertama kalinya Jongin serapuh itu di hadapannya.
“Maafkan aku membuatmu menjadi seperti ini. Aku benar-benar menyesal...” Sooyeon melihat ketulusan ucapan Jongin kali ini. ia perlahan membuka selang pernafasan itu. “Mengapa kau meminta maaf?” ucap gadis itu lemah. “Karena kau menjadi seperti ini...” Jongin menghapus air matanya.”Bukankah ini inginmu? Menghancurkan ku?” tanya Sooyeon dengan nada suara lemah. “Aku dulu memang berniat seperti itu, melihatmu hatiku terasa sesak dan sakit. Membuatku teringat dengan kekasihku dulu” Sooyeon mengerti, itu hal yang pasti akan dirasakan Jongin. “Aku sadar menyakitimu bukan hal yang membuatku menjadi baik, malah semakin sakit rasa itu...” Sooyeon menatapnya bingung. Ia tak mengerti ucapan Jongin.
“Ah,,lebih baik kau beristirahat... a-aku pergi dulu..” ucap Jongin canggung. “Jongin...” panggil Sooyeon lemah. Jongin berhenti melangkah. Tubuhnya kembali melihat gadis itu dengan raut wajahnya datar. “Terima kasih...”
---------------------------------
“Mr. Kim...?” panggil sekretaris Yon yang menyadarkan lamunnya. “Apa kau sedang sakit?” tanya sekretaris Yon ragu. Jongin sedari tadi hanya terdiam, berkas-berkas pekerjaannya sama sekali tidak dibaca olehnya. Hanya sesekali membolaki-balikkan kertasnya tanpa menbacanya. Pikirannya hanya tertuju pada Sooyeon. Ia tak habis pikir, jika Sooyeon masih sempat berterima kasih padanya atas semua yang dia lakukan pada gadis itu.
“Mr. Kim?” lagi-lagi Jongin melamun. “Ah.. Maaf.. sepertinya hari ini aku kurang istirahat..” sambil merapihkan beberapa berkas dan bersiap-siap pergi. “Oh. Baiklah Mr. Kim. Hari ini memang tidak ada rapat penting. Ohiya.. Mr. Oh akan menemuimu besok 3 hari dari sekarang. Apakah kau bisa?”. “Ya. Buatlah jadwal pertemuan dengannya dirumahku saja..” ucap Jongin berlalu.
---------------------------------
Telepon genggam Jongin berdering, membangunkannya dan juga gadis yang sedang tertidur diranjangnya. Ia meraih teleponnya dan melihat sudah ada 3 panggilan tak terjawab dari Oh Sehun. Ia lalu pergi tergesa-gesa membersihkan tubuhnya dan bersiap untuk menemui Oh Sehun. Gadis itu hanya memandangnya heran. Memang tidak biasanya Jongin pergi dengan tergesa-gesa seperti yang ia lihat sekarang. Dia pun tak berpesan apapun pada gadis itu. Biasanya ia akan memperingatkannya untuk tidak kabur dari rumahnya. Tetapi ia sangat terburu-buru.
“Ya... Jongin.. Kau dimana?” tanya Sehun lewat telepon genggamnya.
“Ah.. Maaf... aku lupa bahwa hari ini kau ingin bertemuku...” jawab Jongin santai.
“Aku sudah hampir sampai...” ucap Sehun. “Ah baiklah...ku tunggu...” Jongin lalu masuk kedalam rumahnya dan meminta Bibi Ahn untuk menyiapkan sarapan pagi untuknya, Sehun dan tidak lupa untuk Sooyeon.
“Hey... brother!” sapa Sehun saat mereka bertemu. “Hey! Sudah lama bukan kau tak berkunjung ke rumahku ini...”. “Ah, ya. Sepertinya banyak perubahan dirumahmu... dan kau pun juga hahaha...” Sehun tak sungkan merangkul Jongin yang sudah lama sekali mereka tidak bertemu.
“Selamat pagi tuan Oh..” sapa bibi Ahn. “Bibi Ahn? Ah apakah itu kau? Astaga..” Sehun meyakinkan diri. Bibi Ahn memang terlihat berubah. “Ah.. bagaimana kalau kita sarapan? Aku yakin kau pasti hanya memakan roti kering ditemani bubble tea pagi ini?” tebak Jongin. Sehun tersenyum untuk membenarkan tebakan Jongin. Ia amat mengenal dan hafal tentang Sehun. Begitupun Sehun.
“Bagaimana dengan temanku, Byun Baekhyun?” Sehun memulai basa-basinya.
“Ya! Dia juga menjadi temanku....”
“Sungguh? Bagaimana bisa kau bisa berteman dengannya?” tanya Sehun dengan raut wajah penasaran.
“Dulu ia bekerja diperusahaanku.. lalu diangkat menjadi presdir diperusahaan lain. Karena memang menurutku, dia pantas untuk menjadi presdir...” Jongin menenggak teh hangatnya dan sesekali mencari dimana keberadaan bibi Ahn.
“Kau sedang mencari siapa?” tanya Sehun yang sedaritadi bingung melihat tingkah sahabatnya.
“Bibi Ahn... aa.. sudahlah... lalu bagaimana bisa kau mempercayai Baekhyun dalam bisnis ini?” Jongin mengalihkan pembicaraan. Ia sebenarnya memang menunggu bibi Ahn untuk segera memberikan sarapan pagi ini pada Sooyeon.
“Maaf tuan Kim,... aa... dia memuntahkan semua makanannya... sepertinya perutnya sedang tidak baik. Maaf jika perkataan saya lancang...” Jongin lalu bergegas menuju kamar gadis itu untuk mengecek keadaannya. Sehun masih duduk dan bingung dengan pembicaraan mereka. “YA! Kim Jongin.. mau kemana kau?” tanya Sehun sambil mengikuti Jongin.
Jongin membuka pintu kamar gadis itu lalu menguncinya agar Sehun tidak dapat masuk ke dalam. Ia melihat reaksi dan tatapan gadis itu padanya. Raut gadis itu sangat was-was saat Jongin menghampirinya. Mungkin Jongin telah mebuatnya takut.
“Mengapa kau memuntahkan makanannya?” tanya Jongin mendekat. Gadis itu hanya menggeleng dengan hembusan nafas yang memburu.
“Jika kau terus memuntahkannya.. sakitmu akan bertambah parah..” Jongin duduk di pinggir ranjang gadis itu. “Sooyeon...” gadis itu melirik ngeri pada Jongin. “Mengapa kau melihatku seperti itu?” tanya Jongin pelan. Ia tahu jawabannya, hanya saja Jongin ingin gadis itu yang menjawabnya. Tapi tak ada jawaban dari gadis itu. Ia hanya memalingkan pandangannya dari Jongin.
“Jongin.... apa kau didalam? Buka pintunya... sedang apa kau?” Sehun berada dibalik pintu itu memastikan Jongin berada didalam kamar. Ia tak tahu apa yang dilakukan oleh sahabatnya didalam. Ia juga tak tahu ada seseorang selain sahabatnya didalam.
“Jangan membuka mulutmu.. pria itu lebih kejam dariku. Jika kau tak ingin terluka lagi tetaplah bersamaku. Kau mengerti?” titah Jongin yang langsung pergi menemui Sehun.
“YA! Sedang apa kau di dalam?” tanya Sehun penasaran. “Ah~ aku hanya mengeceknya...” jawab Jongin singkat. “Apa yang sedang kau cek? Binatang peliharaanmu?”. Sehun lagi-lagi sangat penasaran. ”Bukan. Sejak kapan aku benar-benar kesepian dan memelihara binatang?”. “Bukankah kau mempunyai anjing lucu di depan halaman rumahmu?” Sehun menyudutkannya. Ia lalu meliriknya penuh arti. “YA! Dia bukan binatang, dia... dia kekasihku...” Jongin kali ini benar-benar tersudut. Dia memang pintar menyudutkan Jongin.
“Kekasihmu? Bukan kah kekasihmu sudah meninggal?”. ”Apakah aku harus bercerita panjang tentangnya?” tanya Jongin bernada malas. Ia tak ingin membahas Sooyeon saat ini. “Ah~ apakah kau menemukan seseorang yang baru???” Sehun meledek Jongin. “YA! Apa maksudmu? Apa aku tak pantas untuk mendapatkan yang baru?” Jongin sedikit malu saat Sehun meledeknya.
“Ah. Bukan, itu sangat bagus. Kau memang harus benar-benar melupakannya Jongin. Dan memulainya dengan yang baru. Kau tahu, banyak seribu wanita yang ingin sekali menjadi kekasihmu... tapi tak satu pun kau meliriknya.. dan sekarang aku yakin kau akan benar-benar bahagia...maka jangan sia-siakan kebahagianmu ...” Sehun merangkul sahabatnya.” YA! Sejak kapan kau menjadi lebih dewasa Mr. Oh?” Jongin tertawa saat mendengar nasihat dari Sehun. Ia tampak sangat berubah setelah beberapa tahun tak bertemunya.
-------------------------------------------
Hari minggu ini, Jongin sengaja bangun siang. Ia nampak lelah setelah semalam bertemu sahabatnya, Sehun. Ketukan pintu membuatnya mengerang.
“Permisi tuan...” ucap seseorang dibalik pintu kamarnya. Jongin membuka pintu dengan mata yang terlihat begitu sipit. “Maaf tuan... sedari tadi nona Sooyeon memanggil-manggil nama tuan... sepertinya ia mengigau..”. “ Jongin...” Jongin mendengar gadis itu memanggil namanya dalam tidurnya. “Jongin... please stop...” ia mendengar gadis itu merintih dalam tidurnya. Jongin menatapnya lalu memegang tangannya erat. Ia tak tahu apa yang terjadi di dalam mimpi gadis itu. “It’s okay....” ucap Jongin lembut sembari mengusap tangan Sooyeon. Jongin menyadari betapa hancurnya gadis itu. Betapa takutnya ia pada Jongin. Jongin memang sudah berhasil membuat gadis itu hancur. Lalu apa selanjutnya yang akan ia lakukan lagi terhadap Sooyeon?
“Love me or hate me, both are in my favour. If you love me, i’ll always be in your heart. If you hate me, i’ll always be in your mind..”