Sehun masih berdiri menatap pria dihadapannya setenang mungkin.
“Ya. Aku minta maaf atas kejadian kemarin..” ucap Sehun benar-benar tulus.
Jongin hanya terdiam di kursi taman dan Sehun yang berdiri kemudian tak tahan dengan keadaan awkward lalu Sehun memulai pembicaraan.
“A.. Jongin. tolong dengarkan aku, ada hal yang akan kuberitahu padamu”
“Yasudah, katakan saja tidak usah berbelit-belit.” Ucap Jongin dingin.
“Tadi pagi aku baru saja pergi meeting bersama Baekhyun, dan tidak sengaja mendengar pembicaraan Baekhyun dengan ibunya. Aku hampir tidak percaya Baekhyun bisa seperti ini...”
“Jika kau kesini untuk bergosip tentang Baekhyun, lebih baik kau pergi dari sini. Aku sama sekali tidak tertarik untuk membicarakan seseorang!” ucap Jongin, hampir membentak kemudian Jongin beranjak dari tempat duduknya dan kembali masuk ke dalam rumah.
“YA!!! BAEKHYUN YANG TELAH MENABRAK KEKASIHMU! BUKAN SOOYEON!” Sehun benar-benar kesal mendengar tanggapan Jongin. Sungguh, Sehun tidak peduli sekarang suara kerasnya sampai terdengar ke siapapun yang berada disekitarnya.
Jongin berhenti dan memutar tubuhnya 180 derajat.
“Apa kau sudah gila?! Kau ingin menarik perhatianku? BODOH!” cibir Jongin kemudian pergi.
“AH! STUPID kau Jongin! kau pasti akan menyesal jika kau mendengar semuanya! Yaya.. terserah kau saja. Aku benar-benar tidak peduli denganmu sekarang...” gerutu Sehun.
---
“Sejak tadi siang Sehun menunggumu..” ucap Sooyeon.
Jongin hanya meliriknya lalu kembali membaca buku yang sudah berada ditangannya sedari tadi sebelum Sooyeon datang.
“Sudah baikkan?” lanjut Sooyeon.
Jongin kemudian menutup bukunya perlahan dan menatap Sooyeon. “Sehun memberitahumu?”.
“Sepertinya dia ingin membicarakan sesuatu yang sangat penting. Bayangkan sejak siang tadi sampai kau datang Sehun rela menunggumu...kau tahu menunggu itu hal yang sangat membosankan..”
“Ya aku tahu” ucap Jongin singkat.
“Jadi kalian belum baikkan?” tanya Sooyeon yang benar-benar ingin tahu.
Jongin benar-benar tidak fokus dengan semua ucapan Sooyeon sekarang, mata dan pikirannya sudah fokus melihat keindahan tuhan yang berada dihadapannya ini. Entah sejak kapan Jongin menyukai gadis itu. Ia hanya memandang Sooyeon sendu dan hembusan nafas kasar terdengar jelas. Jongin mendekatkan dirinya ke arah Sooyeon dan gadis itu hanya diam di tempat melihat gerak-gerik Jongin. Lalu yang terjadi adalah Sooyeon melebarkan matanya dan tubuhnya yang terasa kaku seketika, kedua tangannya terangkat ke kedua bahu Jongin yang kini berada dekat padanya atau lebih tepatnya, tengah menciumnya.
Kim Jongin benar-benar meletakkan bibirnya di atas bibir milik Sooyeon, membiarkan beberapa detik berlalu dengan Sooyeon yang mematung dan Jongin yang memejamkan kedua matanya, menikmati. Lalu ciuman itu terlepas ketika Sooyeon mendorong Jongin dengan sedikit tenaga.
“Aku menyukaimu, Lee Sooyeon..” ucap Jongin lembut.
Sooyeon menatap Jongin dengan tatapan yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya.
“A-aku...”
Jongin seperti menunggu lanjutan ucapan Sooyeon. Tapi ucapannya tiba-tiba menggantung.
“Aku? apa?” tanya Jongin.
Sooyeon benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Bagaimana perasaannya dengan Jongin yang benar-benar tidak bisa di deskripsikan sekarang. Ia masih bingung dengan keadaannya sekarang.
“Aku tidak tahu apa perasaan ini, aku benar-benar tidak bisa bedakan semuanya. Terkadang kau membuatku nyaman dan membuatku takut... aku minta maaf”
Deg!
“Aku mengerti...maafkan aku..” batin Jongin.
Jongin tersenyum dan mengelus lembut pipi gadis yang berada dihadapannya. “Jangan kau pikirkan terlalu berat. Terima saja apa yang tejadi hari ini, aku dan kau sama-sama tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, tapi kita memiliki banyak waktu untuk memikirkannya nanti.”
---
Baekhyun duduk diam dengan secangkir kopi yang tidak lagi panas. Kepulan asapnya tak lagi terlihat. Aromanya sudah tak lagi tercium kuat. Bahkan isinya hanya tinggal separuh. Matanya tak berpindah dari sosok gadis di foto yang ia pegang sekarang.
“Mungkin sekarang aku bukan orang yang special lagi untukmu..” ucap Baekhyun pelan.
“Special?” tanya Ibu Byun yang mendengar ucapan Baekhyun baru saja.
Dengan cepat Baekhyun menyembunyikan foto yang berada ditangannya. “Bagaimana berkembangannya?” tanya Ibu Byun.
“Aku belum bertemu dengannya bu. Aku belum meminta izin untuk bertemu dengannya.” jawab Baekhyun malas.
“Minta izin? Dengan siapa?”
“Jongin...”
“Untuk apa? Kau yang lebih dulu kenal dengannya dan pernah bertunangan denganmu... seharusnya kau juga bisa bertemu dengan dia tanpa izin Jongin...”
“Itu kan dulu bu. Sekarang aku yang heran. Mengapa ibu ingin sekali aku bersamanya lagi? Bukankah ibu dulu menentangku bersamanya?”
“Baekhyun, dengarkan ibu. Ya, memang ibu dulu pernah tidak setuju dengan kalian. Tapi begitu tahu kejadian sebenarnya, ibu takut kehilanganmu nak. Ibu juga takut kehilangan semuanya..”
“Semuanya? Harta maksudmu?”
“Hey... ibu juga mengkhawatirkanmu...kau tahu sekarang keuangan kita tidak stabil. Dan kau satu-satunya yang bisa membangkitkan keluarga kita kembali seperti awal. Ayahmu sudah sakit-sakit-an tidak mungkin ibu tega menyuruhnya.”
“Sepertinya harta memang segalanya untukmu...” Baekhyun pergi meninggalkan ibunya.
“YA! Baekhyun-ah.. ibu belum selesai bicara...”
---
Lee Sooyeon masih belum mengerti mengapa hidupnya dulu serumit itu. Yang ia pikirkan bukan karena menjadi mantan nara pidana melainkan apa yang ia lakukan sampai bisa menjadi nara pidana. Lalu yang Sooyeon lakukan hanya berjalan selangkah demi selangkah kecil ke depan rumah Jongin yang sekarang menjadi miliknya juga.
“Sooyeon?”
Sooyeon menoleh ketika sebuah suara memanggilnya, memanggil namanya dengan suara yang parau. Ia menoleh hanya untuk menadapati Jongin dengan rambut jatuh berantakan dan mata yang terlihat mengantuk berada beberapa langkah darinya.
“Jongin?”
“Syukurlah kau pulang.” Jongin berujar lemah dan memandang lemah Sooyeon. Memandang gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki, berusaha tidak mendapati satu luka pun ditubuhnya.
Jongin menganguk kecil dan untuk sekali lagi memandang lemah tepat ke mata Sooyeon. Lalu dengan ragu berbalik pergi dan melangkah lesu pergi dari Sooyeon.
“Sudah berapa jam kau menungguku?” tanya Sooyeon dengan suara yang terdengar ragu.
“Aku tidak menunggumu.” Jongin tidak berbalik hanya untuk sekedar meliriknya. Sama sekali.
“Aku tahu kau menungguku, Jongin.”
“Apakah itu akan membuat perbedaan bagimu jika kau tahu berapa lama aku menunggu?”
“Maksudmu?”
“Kau tidak bisa menerimaku walaupun kau tahu berapa lama aku menunggu. Jadi tidak ada gunanya bukan?”
Sooyeon mengerutkan keningnya. Jongin tak pernah berbicara seperti itu. Sedingin itu. Sooyeon entah bagaimana merasa asing dengan Jongin yang berujar demikian. “Ada apa denganmu Jongin? Kau bertingkah aneh?”
“Mungkin karena aku menyukaimu, karena itulah aku aneh.”
“Maksudmu? Dulu aku tidak menyukaimu? Lalu bagaimana bisa aku menjadi kekasihmu? Apa maksudmu, Jongin?”
Jongin menggelengkan kepalanya dan berjalan menjauh menuju ruang tv. Tak mempedulikan pertanyaan Sooyeon yang menggantung tak terjawab. Membuat kerutan di kening Sooyeon semakin terlihat.
“Dari mana saja?” tanya Jongin sambil mengaduk teh hangat yang baru saja ia bikin.
“Hanya mencari udara segar... aku bosan dirumahmu...” jawab Sooyeon kemudian duduk bersampingan dengan Jongin.
“Mengapa kau tidak menghubungi terlebih dahulu?”
“Aku sudah menelpon mu tapi yang menjawab sekertaris Yon.. aku pikir dia akan memberitahumu..” bohong Sooyeon.
Jongin melirik Sooyeon mengetahui bahwa dia sedang berbohong padanya.
“Mengapa berbohong?” tanya Jongin masih bernada pelan.
“Bohong? Hey... Kim Jongin.. untuk apa aku berbohong padamu...” jawabnya bernada sedikit mencibir.
“Kau tidak bisa berbohong padaku...”
Handphone Jongin tiba-tiba berbunyi. Jongin reflek mengambil dan mengecek handphonenya. Didapatinya message dari Oh Sehun.
-Aku didepan tolong keluarlah, hanya sebentar...-
Dengan malas Jongin menurutinya. Disisi lain Sehun di depan rumah Jongin menunggunya dan berharap Jongin mau bertemu dengannya.
“Ah.. mengapa aku harus menemuinya lagi?! bukankah aku tidak peduli... Ayolah Sehun... kau sangat peduli sekali dengan sahabatmu yang brengsek itu..” gerutunya.
Handphone Sehun bergetar menerima message dari Jongin.
-Masuklah dan tunggu aku di taman-
“Yeah!! Dan kau akan berterima kasih dengan infoku ini Jongin..”
---
Sehun menunggu Jongin ditaman hampir 10 menit. Mungkin jika Jongin tidak keluar lebih cepat Sehun akan menyolong masuk kedalam kamarnya.
“Lansung saja ke pokok pembicaraan.” Jongin malas dengan basa-basi Sehun yang terlalu berbelit-belit.
“Seperti yang ku bilang waktu itu, aku mendengar pembicaraan Baekhyun dengan ibunya. Kau salah selama ini Jongin, menyiksa orang yang seharusnya tidak kau siksa... dan sekarang Ibu Baekhyun menyuruh Baekhyun untuk mengambil Sooyeon darimu...”
“Apa buktinya?”
“Hey,,, sudah berapa lama aku menjadi sahabatmu? Sejak kapan aku berbohong padamu, Kim Jongin?”
Jongin berfikir keras apa maksud dari ucapan sahabatnya itu. Ya, Jongin masih ragu akan kebenarannya.
“Bagaimana bisa Sooyeon yang masuk penjara? Dan bukan Baekhyun?”
“Sooyeon melakukan itu demi Baekhyun... ku rasa seperti itu. atau dipaksa untuk menjadi pelaku? Aku tidak tahu detailnya... karena Baekhyun bilang bahwa ibunya harus berterima kasih pada Yeon dan kurasa itu hutang budi. Maybe Yeon berkorban untuk Baekhyun...”
Jongin mulai percaya dengan ucapan Sehun. Semuanya hampir masuk akal.
“Dan dia ingin mengambil akan Yeon darimu agar Yeon tidak mengingat masa lalunya dulu. Bagaimana? Apa aku pantas menjadi detektif untuk Mr. Kim?”
“Aku tidak terlalu yakin. Nanti ku suruh orang untuk mencari tahu selebihnya..”
“Hey.. tidak perlu mencari orang. Aku bisa kau andalkan.. aku sedang bekerja sama dengan perusahaannya. Bukankah itu lebih cepat mendapatkan informasinya?”
“Aku tahu niat busukmu sekarang Mr. Oh Sehun... mau apa kau sekarang membantuku?”
Sehun hanya tertawa licik mendapati Jongin tahu apa maksud dia membantunya. “Ku rasa kau sahabat yang pengertian.. hahaha”
“Aku hanya butuh 1M saja untuk keperluanku...” ucap Sehun santai.
“Apa perusahaanmu hampir bangkrut?”
Sehun meminum bubble tea yang tadi diberi oleh Jongin bersamaan dia datang. “Tidak.. mungkin ini bisnis baru untukku..”
“Licik kau, sahabatmu masih saja diuangkan? Ck benar-benar! 1M sangat mudah untuk ku keluarkan. Tapi apa kerjamu terjamin?” tanya Jongin meremehkan.
“Tenang saja... kau bisa andalkan aku kali ini Kim Jongin.”
Dengan itu Sooyeon mendengarkan dibalik pintu menuju taman. Tubuhnya bergetar mendengar semua ucapan Sehun. beberapa langkah ragu mundur dari balik pintu. Berjalan menuju kamarnya dengan semua perasaan aneh yang hinggap sekarang. Matanya memerah, lebih tepatnya dia menangis. Entah apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia begitu percaya ucapan Sehun tadi. Sangat percaya.
Dikamar dengan keadaan memeluk lututnya erat Sooyeon memikir keras berharap ada sedikit ingatannya kembali.
‘Plak…’
‘Brukkk.’
‘You bicth.’
‘Stupid!’
‘Nice to meet you, sweety’
‘Thats all your fault!.’
“Hey bitch! Jangan pernah menjauh dari diriku! Kau akan selalu bersamaku!”
“Kau gila Kim Jongin!”
Ia kembali mengingat mimpi buruk itu. Bahkan dia tidak bisa bernapas dengan benar, sesak sekali. Dia tidak dapat melihat apa-apa selain kegelapan. Kegelapan yang membuatnya membayangkan hal yang tidak-tidak. Seperti kegelapan itu membunuhnya dengan sesuatu yang sangat menyiksa. Tubuhnya mulai menggigil mengingat dia bagaikan terkurung di ruangan ini, berharap banyak bahwa seseorang akan datang, membawanya keluar dari ketakutannya yang begitu menyiksa.
Sooyeon menutup telinganya rapat-rapat. Tiap kata itu seperti membuat tusukkan pada jantungnya. Dia terduduk dengan memeluk lutut erat-erat, menangis frustasi. Berteriak meminta pertolongan sekuat yang ia bisa, tapi suaranya tidak terdengar sama sekali.
“Kim Jongin?” ucap Sooyeon dengan suara paraunya.
Sooyeon masih belum bisa mengerti mengapa terlintas dipikirannya ia menyebut nama Kim Jongin. Dia masih terus mengingat memorinya yang sedikit demi sedikit ia ingat.
“Apa aku menabrak seseorang? Lalu apa hubungannya dengan Jongin? mengapa ingatanku tiba-tiba terus menerus menyebutkan Kim Jongin? Siapa dia sebenarnya?” ucap Sooyeon lemah. Semakin terlihat frustasi.
*CREK!*
Sooyeon mendapati seseorang membuka pintunya dan perlahan masuk membuat nafasnya kembali tercekat, tubuhnya kembali bergetar. Gerakkan seseorang yang masuk berjalan mendekatinya betul-betul mengintimidasi, membuat dia merasa begitu kecil didekat pria berbadan tinggi itu. Sooyeon hanya memeluk erat-erat lututnya tidak berani melihat siapa yang mendekatinya. Ia hanya melihat dari sela-sela rambutnya. Dengan pemandangan yang siluet dari Sooyeon itu, Sooyeon benar-benar tidak bisa melihat siapa pria itu yang membuatnya begitu takut. Pria itu merangkul bahu gadis yang tubuhnya sedikit bergetar itu, menyingkap rambut yang menutupi wajahnya.
“What are you doing now?” ucap pria itu setengah berbisik.
Sooyeon mencoba untuk mendorong tubuh pria itu agar menjauh darinya. Dia ketakutan, sungguh.
“Kubilang, menjauh dariku!” ucapnya berteriak. Dia mendorong pria itu sekuat mungkin dan memukul dadanya. Sementara pria berbadan tinggi itu berpura-pura kalah kuat dan mundur kebelakang. Bingung.
“Hey... ada apa? Apa yang terjadi Sooyeon?” tanya Jongin yang bingung melihat tingkah Sooyeon.
Sooyeon mencoba bernapas yang tiba-tiba terasa sulit. Dia begitu ingin menangis sekarang. Gadis itu mengumpulkan kembali keberanian untuk menatap mata gelap Jongin. Ia bukan menatap Jongin yang sekarang, tapi menatap Jongin yang dulu. Ia tidak peduli siapa yang sekarang berada dihadapannya. Yang ia rasakan sekarang adalah dirinya dalam keadaan bahaya. Dirinya sedang mengalami penyiksaan oleh pria yang berada dihadapannya. Ia merasakan dirinya dalam bahaya jika pria itu berada di dekatnya. Matanya tidak benar-benar melihat jelas siapa yang berada di hadapannya.
“Jangan mendekatl!” ucapnya, dia berdiri dan mundur kebelakang dengan kaki yang mulai bergetar. Semakin dia mundur, semakin pria itu mendekatinya. Sooyeon berhenti ketika dia merasa tubuhnya menabrak tembok, terkunci disana. Dia mengambil apapun yang terletak dimeja sebelahnya, melemparkan kearah pria itu, Jongin. Tapi karena tangannya yang bergetar dan melemah, tidak satupun yang berhasil mengenai pria tinggi itu.
“It aint fun anymore.” Pria itu berdesis. Dia menahan tangan kanan Sooyeon yang tadinya ingin memukulnya kembali, mencengkramnya hingga gadis itu meringis.
“Jika kau berontak maka tak segan aku akan menyayat-nyayat paha mulusmu ini sweety...”
Tidak kuat mengingat semuanya Sooyeon pun tumbang di dekapan Jongin yang sedari tadi melihat Sooyeon yang begitu aneh. Bukan aneh, Jongin tahu ia kembali mengingat sesuatu lagi. Dan dapat dipastikan Jongin semakin takut untuk kehilangan Sooyeon. Ditambah lagi, perkataan Sehun tadi, ia takut gadis yang ia cintai pergi meninggalkannya lagi.
“Otaknya terlalu lelah untuk mengingat memori lamanya. Belum siap untuk menerimanya. Apa masa lalunya sangat buruk? Ini mungkin saja bisa terjadi. Mungkin dia bisa jadi gila dan benar-benar lupa akan semuanya.”
Ucapan dokter itu masih terngiang di pikiran Jongin. Bagaimana tidak, ini bukan kali pertama dokter memperingatinya tentang keadaan gadis itu. Mungkin ia lebih memilih di benci gadis itu ketimbang gadis itu menjadi gila. Keduanya memang sangat menyakitkan, tapi Jongin tidak mau gadis itu menjadi gila dan tidak bahagia. Lebih baik ia di benci gadis itu tapi ia masih bisa melihat gadis itu bahagia bersama orang lain.
---
Sooyeon mungkin menghabiskan waktu kurang lebih 12 jam untuk tidur, ia tak mengerti mengapa tubuhnya terasa pegal sekali. Beberapa kali memijat-mijat lengannya dan kakinya. Kemudian matanya menangkap sesosok laki-laki yang berada di sofa sedang tertidur.
“Jongin?” ucapnya pelan dan tenang.
Beberapa saat kemudian Jongin pun membuka matanya perlahan lalu merenggangkan otot tubuhnya. “Kau sudah bangun?”. Lanjutnya bertanya.
Sooyeon mengangguk. “Apa semalaman aku tidur terlalu lama?”
“Kurasa begitu. Apa kau sudah baik-baik saja?”
Sooyeon terlihat kebingungan saat Jongin melontarkan pertanyaan. Ia merasa dirinya baik-baik saja.
“Aku baik-baik saja. Memangnya semalaman kenapa?”
Jongin terdiam ketika Sooyeon menjawab pertanyaannya sesantai itu sangat berbeda dengan Sooyeon yang tadi malam ia lihat. Sangat ketakutan ketika melihat Jongin mendekatinya.
“Kau tidak ingat?” Jongin berjalan mendekati Sooyeon dan duduk di pinggir ranjang.
Kemudian gelengan kepala Sooyeon makin membingungkan sekaligus membuat Jongin khawatir.
“Aku lapar...” ucap Sooyeon begitu polos.
“Mau makan apa? Biar ku belikan...kebetulan bibi Ahn tidak datang hari ini” tanya Jongin yang kemudian bersiap-siap pergi.
“Tidak mandi?”
“Aku bertanya harusnya ka- ah... tidak, aku sangat lapar” Jongin pagi ini hampir terpancing naik darah. Hampir saja ia bernada tinggi menjawab pertanyaan Sooyeon.
“Apa saja...” ucap Sooyeon singkat dengan itu Jongin langsung tancap gas pergi ke sebuah restoran yang ia ingin tuju.
Dan beberapa menit kemudian sebuah mobil Bentley Continental Flying Spur 6.0 terparkir dihalaman rumah milik Jongin.
“Apa Jongin benar-benar membeli junkfood? Cepat sekali” ucapnya heran.
“Kau su-dah.... Baekhyun?”
Baekhyun langsung menarik tangan Sooyeon dan memaksanya keluar dari rumah.
“Dimana Jongin?” tanyanya dengan nada tergesa-gesa.
“Dia baru saja pergi un-......“
“Baiklah masuk kedalam mobil. Ini sangat penting!!” Baekhyun mendorong paksa Sooyeon masuk kedalam mobilnya.
Sooyeon hanya menuruti semua perkataan Baekhyun. Ia sama sekali tidak mengerti hal penting apa saat ini yang membuatnya bersama Baekhyun.
“Aku harus memberitahu Jongin, bahwa kita pergi..” Sooyeon kemudian mengambil handphonenya dan tiba-tiba Baekhyun mengambilnya paksa dan melemparkan handphone Sooyeon keluar.
“Itu tidak penting. Kau milikku sekarang...”
---
Jongin berjalan santai menuju parkiran mobil sambil tersenyum dan bersenandung sendiri. Layaknya seseorang yang sedang jatuh cinta.
“Ku rasa kau akan menyukainya...” ucapnya sendiri sambil menaruh makanan di sebelah joknya.
Kemudian Jongin memegang setirnya dan melaju dengan sangat cepat. Matanya terbelalak ketika ia mendapati pintu rumahnya terbuka. Tanpa basa-basi ia keluar dari mobil dan mengecek keadaan didalam sana. Tidak, bukan mengecek keadaan rumah tapi keadaan Sooyeon saat ini.
“Sooyeon???” dia terus memanggil nama gadis itu sambil mencari keberadaannya. Tak ada sahutan yang terdengar ditelingan Jongin.
“DAMN IT!!!”
“I WANNA KILL YOU, BAEKHYUN!!!”