Sungguh Baekhyun ingin mengubah topik pembicaraannya diantara mereka tapi dia tidak bisa, melihat raut wajah Sooyeon yang saat ini seperti ingin membunuhnya perlahan. Bukankah semuanya akan terjadi, walaupun Baekhyun terus menutupi masa lalunya.
Baekhyun tertunduk mencoba menarik nafasnya yang begitu berat.
“Dengarkan aku.. bukan waktunya untuk mengingat masa lalumu. Kau masih dalam masa pemulihan Sooyeon, jangan memaksakannya. Mungkin seiring berjalannya waktu kau akan mengingatnya”
“Apa kau akan menceritakan semuanya padaku?”
“Jika kau sudah pulih..”
Baekhyun tahu saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menceritakan semua masa lalu Sooyeon. Ia benar-benar takut dengan apa yang dokter katakan. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang fatal pada gadis itu. Gadis yang ia cintai dulu. Seharusnya, bukankah jika Sooyeon menjadi lupa akan semua ingatan masa lalunya beruntunglah untuk Baekhyun? Dia tidak akan mengungkit masa lalunya dengan kejadian tabrakan itu. Tetapi, Baekhyun tidak bisa sejahat itu pada gadis itu disaat ia sedang mengalami masa-masa sulit.
---
Keadaan perusahaan Baekhyun kali ini sedang tidak stabil, hampir mau bangkrut. Karena beberapa klientnya sudah tidak ingin meneruskan kontrak dengan perusahaannya. Tapi tadi pagi sekali, Baekhyun mendapat seorang klient yang ingin bekerja sama dengannya. Tender yang sangat besar, dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Jika Baekhyun menang tender itu, maka status perusahaannya akan stabil. Ayah dan Ibu Baekhyun pun sangat mendukung anaknya untuk mengambil tender besar itu, bagaimanapun caranya.
Tetapi tidak semulus dan selancar apa yang dipikirkan Baekhyun. 3 hari kemudian klient yang mempunyai tender besar itu menghubunginya. Tender itu tiba-tiba menjadi ancaman baginya, karena perusahaan Jongin mengambil alih semuanya. Tapi Baekhyun tidak tinggal diam, ia meminta klientnya untuk tetap membuat tender bersama perusahaannya.
“Baiklah Mr. Baekhyun, saya tunggu final presentasinya hari kamis, jika presentasi anda lebih bagus dan lebih menguntungkan bagi saya maka saya akan ambil. Tetapi seperti biasa jika lawan anda lebih bagus dan menguntungkan untuk saya maka saya akan memilih lawan anda.. terima kasih.”
Klient Baekhyun tiba-tiba menelponnya yang sedang sibuk berada dikantor. Masih ada peluang memenangkan tender besarnya. Dengan cepat Baekhyun membuat laporannya dengan sangat teliti dan jeli.
---
Setelah 3 jam berkutit di depan komputer, Baekhyun beristirahat sejenak merebahkan tubuhnya di bangku kantornya. Memejamkan matanya sesaat dan menarik nafas perlahan.Lalu kemudian Baekhyun teringat dengan Sooyeon. Dia begitu khawatir kali dengan Sooyeon. Dengan cepat ia mengambil handphonennya yang berada di sebelah komputer.
“Bu?” Baekhyun menelpon ibunya.
“Ya? Ada apa?”
“Apa keadaan Sooyeon baik-baik saja?” tanya Baekhyun khawatir.
“Aku tidak tahu” Jawab Ibu Byun malas.
“Bisakah ibu melihat keadaannya sekarang? Aku sangat khawatir..”
“Sejak kapan kau mulai khawatir dengannya lagi? dan apa kau pikir ibu mau menuruti pintamu kali ini?”
“Bu ku mohon. Hanya melihatnya saja...”
“Tunggu sebentar...” Ibu Byun menuju ke kamar Sooyeon. perlahan membuka pintunya dan melihat gadis itu sedang tertidur pulas.
“Dia sedang tidur”
“Ah.. baiklah. Terima kasih, bu”
“Ya. Lain kali, jangan memintaku seperti ini lagi. Dan jangan pulang larut malam. Jika sudah selesai dengan pekerjaanmu segera pulang. Aku akan membuatkan makan malam.”
“Baiklah bu. See you..”
Baekhyun pun bisa bernafas lega karena Sooyeon dalam keadaan baik-baik saja. Tiba-tiba handphone Baekhyun berdering.
“Kim Jongin?” ucap Baekhyun yang melihat layar handphonenya.
“Ada apa?”
“Hey. Bisakah kita bertemu di coffee shop dekat rumahmu?”
“Mau apa lagi?” tanya Baekhyun malas.
“Sudah kutunggu kau disana”
Baekhyun pun bergegas membereskan pekerjaannya dan kemudian pergi menuju coffe shop bertemu Jongin disana.
Dari pintu masuk, Baekhyun sudah dapat melihat Jongin yang sedang duduk memakai kemeja biru, celana bahan hitam dan memakai sepatu pantofelnya.
“Apa apa?” tanya Baekhyun dan langsung duduk menghadap Jongin.
“Pesanlah minum dulu..”
“Sudahlah, tidak perlu basa-basi..”
“Hey! Jika kau tak memesan minum kau akan tersendat nanti” sindir Jongin.
“Kau ingin berbicara apa? Lansung saja.”
“Baiklah, jika itu maumu. Aku mempunyai penawaran menarik untukmu dan juga perusahaanmu” ucap Jongin kemudian menengguk segelas teh hangat pesanannya.
“Penawaran apa?”
“Kau tahu tender besar milik Mr. Youngje? Yang seharusnya bekerja sama denganmu tapi perusahaanku mengambil alihnya?” ucap Jongin sambil memperlihatkan smirk-nya.
“Aku akan membatalkan kerjasamaku dengan Mr. Youngje.” Lanjutnya.
“Ya.. kita masih bertempur, jangan mengalah lebih cepat, Jongin!”
“Aku tidak mengalah, aku mempunyai taktik untuk kali ini. Aku akan membatalkan kerjasamaku dengan Mr. Youngje dan membuatnya untuk berkerja sama dengan perusahaanmu. Bukankah itu maumu?”
“Apa yang sedang kau rencanakan, bajingan?!”
“Hey. Santai saja. Ini adalah kesempatan emas. Jika kau membiarkan Sooyeon padaku, kau akan mendapatkan tender besar itu. Mudah bukan? Aku hanya meminta Sooyeon. Tidak ada ruginya untukmu. Dan kau malah mendapat tender besar itu.”
“Kau pikir, aku akan setuju hoh?!”
“Aku tahu kau membutuhkan tender itu, Baekhyun. Bagaimana? Deal?”
“Tidak semudah itu!”
“Ah.. ku dengar perusahaanmu hampir saja bangkrut bukan? Dan tender ini akan menyelamatkan perusahaanmu dari kebangkrutan itu? Baiklah. Mungkin ini terlalu cepat dan kau sangat kaget. Kau bisa memikirkannya malam ini dan segeralah menghubungiku” ucap Jongin tajam kemudian berlalu pergi meninggalkan Baekhyun di coffe shop.
“DAMN IT!” decak Baekhyun pelan.
----
“Ah,, Baekhyun-ah? Kau sudah pulang?” tanya Ibu Byun yang baru saja selesai membuatkan makan malam untuknya.
“Baekhyun-ah? Ada apa dengan wajahmu? Kau begitu pucat??”
“It’s okay. Dimana Sooyeon?”
“Sepertinya masih berada dikamarnya.”
“Aku akan memanggilnya untuk makan bersama.”
“Sooyeon-ah?” Baekhyun kemudian membuka pintu kamar Sooyeon yang tidak terkunci. Dan melihat gadis itu sedang duduk di ranjangnya. Menatap lurus dengan tatapan kosong.
“Sooyeon?” panggil Baekhyun tanpa ada balasan darinya.
“Sooyeon?”
“Ah? Maaf.” Sooyeon kaget melihat Baekhyun berada dipinggir ranjangnya.
“Ini sudah malam, segeralah turun untuk makan malam.”
Sooyeon mengangguk cepat. Sooyeon kemudian menyadari keanehan di wajah Baekhyun.
“Apa kau sakit?”
“Tidak, aku baik-baik saja. Turunlah, aku menunggumu.”
Sooyeon menuruni tangga perlahan dan berjalan ragu menuju ruang makan. Telinganya menangkap suara pembicaraan antara Baekhyun dengan ibunya.
“Sampai kapan dia berada disini?”
“Ibu, bisakah kita membicarakannya lain waktu?”
Ibu Byun merengutkan wajahnya, menahan kesal. Sooyeon yang mendengar itupun menjadi ragu untuk melangkah menuju ruang makan. Ia takut ibu Byun merasa kurang nyaman jika ia berada di hadapannya dan makan bersama satu meja.
“Sooyeon?” panggil Baekhyun yang mengetahui Sooyeon masih berdiri terdiam.
Sooyeon kaget mendengar Baekhyun tahu ia berada tak jauh dari ruang makan. “Ayo makanlah. Ibuku sudah menyiapkan makanannya.” ajak Baekhyun mempersilakan Sooyeon makan.
“Cepatlah pulih dan pergilah dari rumahku.” Ucap Ibu Byun sinis.
Baekhyun menatap Ibunya untuk memintanya untuk diam.
Suasana ini begitu sangat canggung untuk Sooyeon saat ini. Ibu Byun sangat tidak menyukainya. Ia tidak mengerti alasan apa yang membuatnya menjadi begitu membencinya. Baekhyun tidak menjelaskan mengapa ibunya begitu membenci Sooyeon.
Sooyeon melihat Baekhyun yang berada disampingnya sedang melamun, tidak memakan makanan yang berada dihadapannya.Ibu Byun melihat tingkah anaknya aneh sejak pulang kerja tadi.
“Baekhyun-ah? Ada apa denganmu?”
Baekhyun tersadar. Reflek ia melanjutkan makannya.
“Apa kau sedang ada masalah?” tanya Sooyeon.
Baekhyun menggeleng cepat. “Mari, makan...” ucapnya canggung.
Ya. Baekhyun sedang memikirkan tawaran Jongin tadi. Ia tidak tahu apakah pilihannya kali ini benar. Ia memang tidak akan rugi jika ia memberikan Sooyeon pada Jongin. Tetapi ia masih tidak rela jika Sooyeon disakiti oleh laki-laki bajingan seperti Jongin.
“Ya. Aku menyetujuinya.” ucap Baekhyun lewat telpon genggamnya.
“Ah. Baguslah. Kau tidak akan menyesal dengan penawaranku kali ini, bukan?”
“Tapi kau harus berjanji satu hal padaku”
“Apa?”
“Kau tidak akan menyakitinya lagi”
“Ya. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri.”
“Baiklah, kau besok sudah bisa membawa Sooyeon pulang kerumahmu.”
Dengan cepat Jongin menutup telpon Baekhyun tidak sopan. Ia belum selesai bicara. Baekhyun tahu saat ini Jongin sedang menertawakannya. Ia benar-benar menang kali ini.
---
Suara ketukan pintu beberapa kali terdengar ditelinga Sooyeon. Dengan wajah masih mengantuk, karena obat yang ia minum semalam mempunyai dosis kantuk yang sangat dalam. Ia mau tidak mau membuka pintu kamarnya, dan didapati Baekhyun dengan senyum simpulnya terlihatlah ketampanan lelaki itu.
“Ada yang ingin bertemu denganmu...” ucap Baekhyun.
Sooyeon mengkerutkan keningnya. “Denganku?”. Baekhyun mengangguk cepat.
“Turun dan bertemulah...” ucapnya kemudian pergi.
Sooyeon bergegas membersihkan tubuhnya dan setelah selesai ia menuju ruang tamu yang berada dilantai bawah. Ia menuruni tangga perlahan dan melihat sesosok laki-laki yang ingin bertemu dengan.
“Kau ingin bertemu denganku?” tanya Sooyeon dari balik tubuh laki-laki itu.
laki-laki itu membalikkan tubuhnya dan menatap Sooyeon sambil tersenyum. “Jongin?!” Sooyeon kaget melihat yang berada dihadapannya adalah Jongin. Laki-laki yang mengaku-ngaku sebagai kekasihnya.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Jongin sedikit canggung.
“Untuk apa kau datang kesini?” Sooyeon malah bertanya balik.
Jongin berjalan mendekat reflek Sooyeon menjauh darinya. “Aku hanya ingin tahu keadaan kekasihku” jawab Jongin Sooyeon hanya menatapnya tajam dan dia begitu dingin pada Jongin.
“Ayo pulanglah kerumahku.” ajak Jongin, kemudian memegang tangannya. Sooyeon menarik tangannya sekuat tenaga. “Aku tidakmau!”.
Jongin tidak ingin berbelit-belit dengan keadaan ini. “Baekhyun yang mengizinkanmu untuk tinggal bersamaku.” Sooyeon terdiam mendengar ucapan Jongin. Dia hampir saja percaya dengan ucapan Jongin.
“Ya. Benar Sooyeon. Aku menyuruh Jongin untuk membawamu pulang kerumahnya.” Baekhyun berjalan menuju Sooyeon dan Jongin.
“Apa maksudmu?” tanyanya pada Baekhyun
“Kau adalah kekasihnya. Sangat tak pantas jika aku malah membawamu pulang.”
“Tapi aku sama sekali tidak mengenalnya. Aku tidak merasakan nyaman berada disampingnya.”
“Ya memang, kau tidak akan nyaman denganku” batin Jongin
“Pulanglah. Jika kau terus berada disini. Ibu ku akan terus memarahimu. Banyak kenanganmu disana, Sooyeon bukan dirumahku.”
Ucapan Baekhyun terlihat begitu tulus membiarkan Sooyeon pulang dengan Jongin. Sooyeon mau tidak mau harus menuruti ucapan Baekhyun. Ia teringat Ibu Byun yang begitu membencinya.
---
Pagi ini Sooyeon terbangun di kamar yang berbeda dan tempat yang berbeda. Sooyeon melihat sekeliling kamarnya, berharap ia dapat mengingat sesuatu. Ia kemudian beranjak dari ranjang menuju lemari baju yang tak jauh berada disamping ranjang. Ia melihat beberapa baju wanita, yang mungkin menurutnya miliknya. Dan dia terpaku oleh salah satu gaun yang berada di lemari itu, kemudian ia mengambilnya. Gaun itu seperti tidak asing baginya.
Ia memejamkan matanya. Sepertinya ia kembali mengingat sesuatu.
“itu gaun yang harus kau pakai” ia mengingat kata-kata itu. Dan ini adalah gaunnya. Tapi ia tidak ingat siapa yang memberikan gaun ini padanya.
“Sedang apa?” Jongin melihat gadis itu yang sedang bingung menatap gaun itu.
“Aku mengingatnya. Gaun ini...”
Jongin terdiam. Dadanya seakan berpacu cepat. Semoga saja Sooyeon bukan mengingat Jongin yang menyiksanya.
“Aku pernah memakai gaun ini. Dan laki-laki itu memberikannya padaku. Apa itu kau?”
“Ya. Itu aku. kita pergi keacara besar saat itu.”
Sooyeon tersenyum sendiri melihat kemajuan pada dirinya.
“Ayo keruang makan, kau harus sarapan agar bisa meminum obat pemberian dokter” titah Jongin.
Sooyeon mendapati dua orang yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Satu laki-laki sedikit lebih tua dari Jongin dan satu wanita, lebih tua darinya.
“Selamat pagi nona Yeon. Aku sangat rindu denganmu.. bagaimana kabarmu sekarang?” tanya bibi Ahn padanya.
“Aku baik, tapi kau-“
“Aku bibi Ahn. Pembantu rumah tangga disini. Dan ini disebelahku sekretaris Yon. Kami senang kau sudah mau pulang kerumah.”
Senyuman bibi Ahn dan sekretaris Yon membuatnya senang berada di rumah Jongin.
“Tunggu.. bibi Ahn? Sekretaris Yon? Sepertinya nama itu tidak asing untukku...” ucapnya yang mengagetkan Jongin, bibi Ahn dan juga sekretaris Yon.
“Benarkah kau mengingat nama kami?” tanya sekretaris Yon
Sooyeon mengangguk cepat. Jongin sebelumnya memberitahu keadaan Sooyeon kepada bibi Ahn dan juga sekretaris Yon.
“Sekretaris Yon dan bibi Ahn makanlah bersama.” ajak Jongin.
“Ah tidak tuan Kim.” Ucap bibi Ahn kemudian sekretaris Yon mengangguk.
“Tidak apa-apa. Santai saja. Kalian pun harus sarapan, bukan?”
“Terima kasih tuan Kim.” Bibi Ahn dan sekretaris Yon pun duduk dan memakan sarapannya bersama Jongin dan Sooyeon.
Mungkin saat ini tidak ada canggung yang hinggap dibenak Sooyeon. Sooyeon seperti merasakan ini adalah hidupnya. Dan menerima kenyataan bahwa ia benar-benar kekasih Jongin. Tetapi hatinya masih belum begitu menerima Jongin sebagai kekasihnya. Perasaan itu aneh. Sangat aneh.
----
Jongin sampai dirumah dengan tubuh yang begitu lelah. Ia merebahkan tubuhnya disofa. Dan kembali memikirkan Sooyeon. kemudian ia pergi kekamar untuk mengecek keberadaan gadis itu. Dia tidak melihat siapapun dikamar. Lelahnya malah sirnah ketika perasaan takut lebih cepat hinggap sekarang. Ia mencoba mencari disekeliling rumah dan akhirnya ia menemukan Sooyeon yang berada ditaman. Ia sedang terduduk dikursi taman.
“Hey. Kau baru saja membuatku jantungan.”
Sooyeon menoleh dan melihat Jongin sudah berada dirumah.
“Mengapa tidak memberitahuku bahwa ada taman kecil disini?”
“Kau sudah lebih dulu tahu.”
Jongin kemudian duduk disamping Sooyeon dan menatap wajah cantik itu.
“Hey. Jangan membuatku mengkhawatirkanmu lagi, kau harus berjanji padaku” ucap Jongin kemudian tersenyum simpul sembari menatap Sooyeon dengan tatapan yang Sooyeon sendiri tak bisa mengartikan.
Tiba-tiba Sooyeon mengingat sesuatu. Kejadian yang berada ditaman ini ia mengingat kata-kata “Please.. don’t leave me.”
“Kau tidak apa-apa?” tanya Jongin khawatir melihat Sooyeon melamun.
“Aku mengingatnya lagi... apa kita pernah berbicara sesuatu yang serius disini?”
Jongin mengangguk. Dia benar-benar cemas ketika Sooyeon mulai mengingat masa lalunya perlahan. Dia benar-benar takut akan hari itu. Hari dimana Sooyeon akan membencinya dan meninggalkannya.
“Kenapa kau berkata please don’t leave me? Apa aku saat itu akan meninggalkanmu?”
Jongin terdiam sesaat. “Aku tak ingin kau pergi dariku. Aku takut kau akan meninggalkanku. Makanya aku berkata seperti itu padamu.”
Ia ingin bertanya apapun yang ada dibenaknya. Tapi Sooyeon masih ragu untuk bertanya semuanya. Ia ragu bahwa Jongin akan menjawab semua pertanyaan itu.
“Ah.. apa benar aku seorang mantan nara pidana?”
Sontak Jongin kaget mendengar pertanyaan Sooyeon kali ini. Pertanyaan itu seperti menusuk dibenak Jongin.
“Mengapa kau bertanya seperti itu?”
“Kau harus menjawabnya, Jongin”
Jongin menatap gadis yang begitu menyedihkan di sampingnya. Ia mau tidak mau harus mengatakan yang sejujurnya pada gadis itu. Jongin kemudian mengangguk pelan.
Tubuh Sooyeon tiba-tiba lemas. Dadanya merasakan sesak dan air matanya turun begitu saja. Anggukkan Jongin membuatnya hampir tidak bernafas. Apakah begitu pahit hidupnya dulu?
“Ya..ya.. lihat aku Sooyeon. Lupakan sejenak. Kau harus beristirahat. Ayo kuantar kau ke kamar” ucap Jongin kemudian memegang bahu Sooyeon dan membawanya ke kamar.
Sooyeon dan Jongin berbaring di satu ranjang. Jongin menatap gadis itu sendu. Dia tak tega berkata sepahit itu, tapi memang itulah nyatanya. Sooyeon masih terdiam dan sesekali menghapus airmatanya.
“Hey...”
Sooyeon menoleh dan memiringkan badannya agar sama dengan Jongin. Jarak diantara mereka tidak begitu jauh. Dan tidak ada penghalang diantara keduanya.
Ada beberapa detik terisi dengan diamnya Jongin dan Sooyeon. Hingga Jongin tersenyum simpul sembari menatap Sooyeon dengan tatapan yang Sooyeon sendiri tak bisa mengartikan.
“Mengapa kau tidur disini?” tanya Sooyeon polos.
“Itu sudah kebiasaan kita dulu, apa kau lupa? Ah ya.. kau sedang lupa ingatan” ucapnya terkekeh.
Sooyeon menampakan raut wajah yang sedikit percaya dengan ucapan Jongin.
“Dan bahkan, kau begitu manja denganku dulu, kau tidak bisa tidur jika tidak kupeluk”
“YA!!” Sooyeon berteriak tidak setuju. Dan Jongin hanya tertawa melihat wajah Sooyeon memerah.
Jongin tidak berbohong. Itu adalah kebiasaanya, kebiasaannya bersama kekasihnya dulu. Ia hanya memanipulasikan sedikit untuk Sooyeon. Dia benar-benar rindu sosok itu. Sosok dimana seorang sepasang kekasih sedang bermanja-manja menghabiskan malam bersama. Dan dia mau Sooyeon terus selalu berada disisinya.
“I’m going to smile like nothing is wrong, talk like everything is perfect, act like it’s all a dream, and pretend like it’s not hurting me.”