home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > NICE TO MEET YOU

NICE TO MEET YOU

Share:
Author : lianosss
Published : 17 Mar 2015, Updated : 23 Apr 2016
Cast : Kim Jongin Byun Baekhyun Lee Sooyeon
Tags :
Status : Ongoing
5 Subscribes |174432 Views |14 Loves
NICE TO MEET YOU
CHAPTER 11 : Do You Remember Me?

Jongin tidak perduli dengan passport dan surat identitas lain miliknya yang masih berada ditangan petugas imigrari. Dia langsung berlari keluar bandara, menabrak orang-orang yang menghadang jalannya kalau perlu, pura-pura tidak mendengar teriakkan orang-orang yang mengutuk ulah cerobohnya, dia lupa bahwa dia sedang berada ditempat ramai, bukan jalur lomba lari.

Dia menyetop asal taxi ketika berhasil keluar dari pintu keberangkatan, tidak ada waktu untuk menyuruh supirnya agar kembali. Adrenalinnya sedang terpacu hebat sekali, lebih ekstrim daripada ketika naik roller coaster Kingka Da yang paling menyeramkan di New Jersey sekalipun.

 

“Aku akan bayar berapapun yang kau butuhkan jika kau izinkan aku menyetir taxi ini.” pintanya menawar. Si supir taxi yang mungkin berusia tidak jauh dari Jongin itu memperhatikannya beberapa kali, jas yang ia pakai bermerk, sepatu pantofel hitam pada kakinya juga tampak mengkilap, meskipun pria ini mengeluarkan banyak keringat diawal musim dingin, tidak mengurangi kesan ‘high class’ pada penampilan pria itu. Tidak mau menunggu si supir taxi lebih lama berpikir, dia mengeluarkan dompetnya, menyerahkan beberapa uang tunai dollar pada si Supir taxi, “anggap ini uang muka.”

Si sopir taxi mengangguk setuju, dia langsung pindah tempat duduk, membiarkan Jongin yang memegang kemudi. Jongin mengendari mobil sedan itu dengan kecepatan nyaris maksimal di jalan yang cukup ramai, kopling, gas dan rem ia injak berkali kali dalam waktu yang tidak jauh berbeda. Tidak perduli dengan teriakkan ketakutan si supir taxi di sebelahnya. Mungkin jika sutradara Fast and Furious melihatnya menyetir seperti ini, dia bisa saja menandingi Van Diesel di sequel film balap mobil tersebut.

---

Jongin mengatur napasnya yang tersenggal-senggal didepan pintu ruang rawat, dia tiba dari Incheon dalam waktu 30 menit, berlari sekuat mungkin dari tempat taxi berhenti hingga keruangan ini.

Jantungnya berpacu cepat sekali, tidak sabar untuk segera masuk ke dalam. Mungkin ini salah satu fase paling membahagiakan dalam hidupnya. Dia benar, kan? Penantiannya tidak sia-sia. Harapan besar itu membuahkan hasil yang baik. Baekhyun seharusnya tidak menyesal karena telah mendengarkannya hari itu. Sooyeon akhirnya berhasil melewati masa kritis.

Dia membuka pintu hati-hati, mendapati seorang gadis diatas tempat tidur, kali ini tidak ada lagi Bedside monitor yang kabel elektrodanya tersambung di titik elektrokardiograf pada dadanya, tidak ada lagi alat bantu pernapasan, hanya ada selang impus yang tersambung di tangan kirinya.

Jongin melangkah perlahan. Dia benar-benar tidak dapat mengontrol kecepatan jantungnya yang semakin menjadi. Hanya ada dia dan gadis itu diruangan ini. mungkin Baekhyun ataupun yang lainnya kalah cepat dengannya kali ini.

Matanya bertemu dengan pandangan lembut gadis itu, dia bahkan berpikir bahwa Sooyeon masih tertidur beberapa saat yang lalu, membuat Jongin sontak mengeluarkan senyum kikuknya.

“Hi… ” sapanya canggung, jantungnya masih berdetak cepat sekali dengan tidak tahu malu. “kau sudah sadar?” tanyanya excited, nyaris berteriak. Dia nyaris memeluk Sooyeon dengan nafasnya yang masih memburu dan detakkan jantung yang begitu cepat, tapi tidak jadi karena bisa jadi gadis itu tidak boleh disentuh dulu. Gadis itu benar-benar sadar, dia tidak sedang bermimpi. Dia benar benar berhutang banyak pada Tuhan yang sudah mengabulkan doanya sekali lagi.

Sooyeon hanya menatapnya datar, berkali-kali memperhatikan dirinya dari atas sampai bawah, membuat Jongin merasa ditelanjangi (?). Apakah penampilannya sememalukan itu hingga Sooyeon harus memandangnya dengan tatapan sibingung itu?

“Siapa kau?” tanyanya polos. Yang membuat satu alis Jongin terangkat tidak mengerti. Ada apa dengan gadis ini?

Jongin memberikan senyumnya, senyum terbaik yang yang ia punya. “Kekasihmu...” Jawabnya asal, bermaksud bergurau. Tapi gurauan nya menjadi sama sekali tidak lucu ketika sadar bahwa Sooyeon terlihat serius sekali.

Wajah serius yang tidak henti ditampakkan Lee Sooyeon gantian membuat Jongin yang menjadi bingung. Jaraknya masih sama seperti tadi, sekitar 3 meter dari tempat tidur untuk pasien inap tersebut, Jongin tidak berjalan mendekat ataupun mundur kebelakang, tubuhnya terasa kena sentrum, tidak dapat digerakkan, sangat kaku.

Ayolah, ini merupakan saat yang paling dia tunggu selama 7 bulan terakhir, Lee Sooyeon membuka matanya dan bernafas seperti biasa. Kembali hidup. Jongin ingin sekali mengungkapkan kepada sang gadis betapa dia rindu melihat mata hazel nya yang menatap sendu, ataupun dia rindu dengan suara merdunya yang akan tersimpan sangat rapi dalam memorynya setiap kali gadis itu berbicara.

Tapi, kenapa sekarang ada rasa takut terselip dibalik perasaan bahagianya yang terbilang berlebihan? Jongin takut, dia selalu takut, bagaimana jika gadis ini tidak akan pernah memaafkannya? Kesalahan yang ia buat terlalu parah, tentu dia tidak lupakan itu begitu saja. Baiklah, itu tidak masalah jika tidak dimaafkan. Tapi, bagaimana jika Lee Sooyeon tidak mau bertemu dengannya lagi, untuk jangka waktu selamanya? Bukankah itu lebih menyiksa daripada melihat gadis itu sekarat?

“Kekasih-ku?” Sooyeon bertanya ulang dengan satu alisnya yang terangkat. Kelihatan clueless, antara percaya atau baru saja mendengar gosip paling laku.

 

“Kau benar benar tidak ingat?” Jongin bertanya pelan, mulai panik, beberapa saat yang lalu dia masih berpikir bahwa Sooyeon hanya berpura pura. Mengerjainya, mungkin saja.

Amnesia? Lupa ingatan? Bagaimana bisa? Tapi, bukankah ini berarti Sooyeon tidak ingat dengan segala perbuatan buruknya dulu, kan? Kalau begitu, Jongin seharusnya merasa…senang.

Sooyeon menggeleng pelan, wajahnya terlihat linglung. Pada akhirnya, Jongin menghela nafas berat dan mengacak rambutnya kasar ketika Sooyeon bertanya, “sejak kapan kau menjadi kekasih-ku?”

Apakah gadis ini baru saja mempercayainya? Salahkah jika dia merasa diuntungkan dengan lupanya Sooyeon terhadap dirinya?

Dengan ragu-ragu, Jongin berjalan menghampiri gadis itu yang duduk pada senderan ujung tempat tidur elektrik, dia memberanikan diri menatap lekat ke manic mata Sooyeon yang membuatnya rindu setengah mati. “Dua tahun yang lalu.” Jawabnya asal. “Di cafe kesukaanmu aku menyatakan cinta, dan kamu menerimaku..” Lanjutnya lagi, masih asal seperti sebelumnya. 

 

Sooyeon membisu, kepalanya menunduk, dia seperti berpikir, mungkin mengingat. Ayolah, tidak akan ada yang bisa ia ingat tentang memory itu, karena pada kenyataannya memang tidak pernah ada.  Jongin ingin segera menemui dokter dan meminta penjelasan tentang segala hal yang terjadi pada Lee Sooyeon, dan dia berharap banyak, semoga tidak ada yang lebih parah dari Amnesia. Ataupun semoga Amnesia nya tidak berefek pada sesuatu yang membahayakan gadis itu. Dia hanya ingin bahwa Sooyeon benar-benar sembuh dan hidup normal, seperti yang gadis itu jalani sebelum bertemu Jongin.

Melihat gadis itu yang masih membisu, membuat Jongin cukup nekat untuk mendekatkan wajah mereka. Sumpah, itu dekat sekali sampai sampai Jongin dapat mencium aroma feromon yang tercampur dengan obat obatan pada leher Sooyeon, membuatnya nyaris nekat untuk melakukan apapun yang ia inginkan. Salahkan homonnya yang sering gila apabila didekat Sooyeon. Tapi, gadis itu malah mendorongnya kasar lebih dulu dan…

‘plak.’ Suara decitan antara kulit dengan tulang memenuhi ruangan, membuat Jongin reflek memegang pipinya.

“Kau bukan kekasihku. Aku sama sekali tidak mengenalmu.” Sooyeon berkata pelan, terdengar ketidak mengertian dari suaranya yang lemah. Gadis itu melihat kearah telapak tangannya dan Jongin yang masih memegang pipinya secara bergantian. Sungguh, dia tidak bermaksud menampar pria yang masih tidak dia ketahui namanya tersebut, meskipun mengaku sebagai kekasihnya. Tapi disaat yang bersamaan, sebanyak apapun dia ingin berkata maaf, dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi. Gadis itu menggigit bibirnya kuat, menatap bersalah kearah pria yang terlihat masih shock dengan perbuatan tidak sopannya tersebut.

“Ah, sepertinya kau butuh istirahat.”

Jongin berkata datar, suaranya terdengar dingin dan menusuk, mukanya memerah bukan main, terlihat marah. Sooyeon menundukkan kepalanya dalam dalam, tidak tahu harus berbuat apa hingga suara pintu ruangan yang tertutup terdengar oleh indranya. 

Ini membuat kepalanya menjadi semakin pusing. Ketika pertama kali dia bangun, dia sama sekali tidak terbiasa dengan cahaya, seperti cahaya merupakan musuh yang paling ia benci. Kepalanya pusing bukan main, dokter datang dan mengecek tubuhnya, melepaskan beberapa alat bantu yang tidak diperlukan lagi. Tapi jujur, dia sama sekali tidak ingat siapapun. Tidak ingat apapun. Dan itu ingin membuatnya merasa…hilang.

Jongin memasuki ruang dokter dengan tangan kanan yang masih tertempel di pipinya, tidak lepas menyentuh bagian sana sejak Sooyeon membuat pipinya terasa panas seketika. Bukan karena rasanya sakit, sungguh. Tenaga perempuan itu masih terlalu lemah untuk melukai wajahnya, tapi tetap saja rasanya tidak enak. Mungkin ini tentang ketidakterimaannya, atau hal lain yang lebih baik tidak usah ia pikiurkan.

“Nona Lee Sooyeon mengalami Retrograde Amnesia. Tidak bisa mengingat hampir seluruh memori masa lalu dalam kurun waktu tertentu .” Dokter menjelaskan, membuat dahi Jongin berkerut kebingungan. Apa ini Retrograde Amnesia?

 

“Apa ada benturan pada kepalanya?”

Dokter mengangguk, membenarkan pertanyaan Jongin “Ya. Kepala membentur sesuatu yang sangat keras, mengenai bagian otak yang bekerja membentuk memori. Pasien mengalami gegar otak, tidak parah. Tapi harus ada penanganan khusus dan mungkin untuk beberapa hari pasien harus menginap lebih lama untuk mengetahui apa saja yang janggal.”

“Dan bisa saja pasien tidak mengalami Retrograde Amnesia tapi Selective Amnesia

 “Apa Selective Amnesia itu?”

“Pasien gagal mengingat kembali beberapa memori tetapi tidak semua memori..”

Mungkin Jongin harus lebih rajin membaca buku ataupun disertasi kesehatan. Karena sungguh, dia sama sekali tidak menduga bahwa operasi pada kepala gadis itu dapat menyebabkan amnesia.

“Ini permanen atau sementara?”

“Tergantung perawatan yang diterima pasien. pasca trauma dimana pasien bisa mengingat kembali dalam waktu 2 sampai 3 bulan, tapi saya menemukan penyebab lain yang berkemungkinan menjadi alasan ketiga kenapa nona Lee Sooyeon mengalami Amnesia.”

 

Jongin diam, menunggu dokter yang berumur sekitar 40an ini melanjutkan laporannya. “Apakah nona Lee Sooyeon pernah mengalami kejadian yang dapat menyebabkan trauma psikologis?”

Deg! Pertanyaan itu seperti menusuk tepat di ulu hati Jongin.   Ya, tentu saja. Dan aku sendiri merupakan penyebab utamanya. 

Jongin menaikkan satu alisnya, butuh penjelasan lebih. “Jadi?”

Dissociative Amnesia, bisa jadi disebabkan karena masalah psikologis.  Penderita tidak hanya kehilangan memorinya tapi juga tidak ingat siapa identitas dirinya. Kondisi ini dapat terjadi pada kondisi trauma psikis yang amat sangat. Kondisinya dapat membaik secara perlahan, tapi ingatan tentang trauma psikis yang menjadi pencetus sulit untuk dihilangkan.”

Damn it! Jongin mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Dia bersalah, sangat bersalah. Wajar apabila Sooyeon menamparnya tadi, mungkin hatinya mengingat hal kejam yang diperbuat Jongin, sehingga secara tidak langsung membuat gadis itu membencinya. Jongin marah bukan karena Sooyeon menamparnya, tapi dia marah karena gadis itu terlihat akan meninggalkannya, secara sengaja, sebentar lagi. Perbuatannya tadi menunjukkan bahwa meskipun dia tidak ingat, Jongin tetap akan selalu menjadi orang yang ia benci…dan akan ia tinggalkan.

---

Lee Sooyeon terkejut ketika menemukan beberapa orang dalam ruangannya ketika dia membuka mata. Sudah malam hari, dia tertidur kurang lebih selama 7 jam, jadi wajar jika kepalanya terasa semakin berat.  Dia sempat berpikir bahwa orang-orang yang berada dalam ruangannya ini hanya delusinya semata.

“Sooyeon,” Baekhyun memanggil dengan suara nya yang hangat ketika mendapati Sooyeon menatap aneh kearahnya. Mereka menunggu dari sore tadi, lumayan lama, tidak mau mengganggu waktu istirahatnya. Setidaknya kondisi Sooyeon bisa membuat Baekhyun mengeluarkan nafas lega, gadis itu sadar pada akhirnya, ketika dia sempat berkali-kali merasa bahwa tidak mungkin ada harapan lagi.

Tidak ada lagi kabel elektroda yang tersambung pada titik elektrokardiograf di dadanya, selang NGT yang tersambung ke lambung, alat bantu pernafasan, dan bedside monitor yang memekakkan telinga. Lee Sooyeon terlihat jauh lebih baik sekarang…dan dia sadar. “Aku sangat merindukanmu.” Baekhyun langsung memeluk tubuh kurus Sooyeon, sementara gadis itu memilih diam dan membiarkan Baekhyun memeluknya, tidak mau kejadian seperti tadi siang terulang kembali, dia yang menampar orang lain tiba-tiba, tanpa alasan yang jelas pula. Mungkin ketidakingatannya pada banyak hal membuatnya nyaris gila.

Baekhyun mau tidak mau melepaskan pelukannya pada tubuh Sooyeon, kemudian dengan suara tenang dia bertanya, “Sooyeon, kau tidak ingat apapun?” Mereka sudah mendapat penjelasan tentang kondisi gadis itu dari dokter, untuk sekarang semuanya baik-baik saja, kecuali ingatannya yang terganggu total.

Tanpa menggunakan suara, dia menggeleng ringan, membuat tatapan sedih dari Baekhyun beserta Sehun tiba-tiba terarah kepadanya.

“Aku Baekhyun apa kau mengingatku?” tanya Baekhyun perlahan. Untuk yang ini, demi Tuhan, Sooyeon sampai memejamkan matanya erat-erat sebentar, berharap bisa mengingat sesuatu, sedikit saja, apapun itu. Tapi...

“Baek-hyun...?” ucapnya ke udara.

“Ya.. apa kau mengingatku?”

Sekali lagi Sooyeon memejamkan matanya. Ya, sepertinya ia pernah mendengar nama itu. Ayolah Sooyeon, jika kau mengingatnya kau akan merasakan sakit itu.

“Aku mengingat nama itu, tapi tidak dengan wajahnya...”

Mata Baekhyun membulat ketika Sooyeon masih mengingat namanya, walau hanya namanya saja.

“Ya.. aku, Byun Baekhyun...”

Sooyeon mengerjap-ngerjapkan matanya perlahan, berharap bisa mengingat wajah seseorang yang bernama Baekhyun. Tapi sayangnya dia belum bisa mengingatnya.

Sooyeon mengigit bibirnya. “Maaf...” ucapnya lemah.

“Ah.. tidak apa-apa... kau masih bisa mengingat namaku.. lalu apa kau mengenalnya?” Baekhyun menunjuk lelaki yang berada disebelahnya dengan tubuh tegap, kulit berwarna putih. Dan menyapanya. “Hi. Lee Sooyeon.. Aku Oh Sehun”.

Sooyeon tersenyum. “Oh Sehun..?” ia mencoba kembali mengingat tetapi dengan nama yang berbeda ‘Oh Sehun’.  Sedikit saja, apapun itu. Tapi... Tapi tidak ada.

Sooyeon menggeleng lemah. “Maaf...”

Sehun dan Baekhyun kemudian mengerti kondisi Sooyeon sekarang.

“Ah... dimana laki-laki itu?” tanya Sooyeon.

“Siapa?”

“Kulitnya tan, tinggi, ada belahan didagunya, matanya tajam, rahangnya tegas, dia berkata bahwa dia kekasihku…” Sooyeon mengungkapkan itu semua dengan polos sambil mengingat pria yang menemuinya pertama kali selain dokter ataupun suster.

Sehun menatap Sooyeon tidak percaya, begitu juga dengan Baekhyun yang mendengar pendeskripsian gadis itu.

“Maksudmu Kim Jongin?”  Baekhyun yang berjalan di belakang Sehun memotong, suaranya tinggi, tidak sesantai tadi, “apa yang si brengsek itu lakukan lagi kepadamu?” pertanyaan Baekhyun membuat Sooyeon menjadi takut. Gadis itu mengulum bibirnya, nafasnya memburu, tidak berani melihat kearah mereka. Tiba-tiba, dia merasa terancam.

“Kau tahu, dia yangmembuatmu menjadi seperti ini, Sooyeon. Jangan dekat-dekat dengannya lagi. Dia yang mem….”

“Baekhyun, cukup.” Sehun mengingatkan, tangannya menepuk ringan bahu Baekhyun agar pria itu berhenti mengeluarkan emosinya, itu jelas jelas membuat Sooyeon ketakutan. Melihat ini membuat Sehun menyadari satu hal paling penting, mereka kalah cepat dengan Kim Jongin dan untuk ukuran Sooyeon yang tidak ingat apa-apa, Jongin pasti berhasil mempengaruhinya…banyak.

“Jangan percaya pada laki-laki itu. Dia benar benar orang jahat yang akan menyakitimu lagi.”

Apakah Sooyeon benar benar harus mempercayai mereka?

---

“Hey.. kau tidak tidur semalaman?” tanya Sehun yang baru saja datang menemui Jongin sedang istirahat makan.

“Tidur, sebentar.” Jongin berkata malas, matanya terasa sangat berat tapi sayangnya tidak bisa terpejam lama. Dari semalam Jongin tetap berada di rumah sakit, tidak pergi kemana-mana, menginap disana, masuk keruangan gadis itu ketika Sooyeon sudah tertidur dengan nyenyak. Jongin tentu tahu  bahwa Baekhyun sudah menemui Sooyeon, mungkin memperingati gadis itu agar tidak dekat-dekat ataupun menghindari Jongin.

“Tidak berminat bertemu dengannya lagi karena dia menamparmu? Ayolah Jongin, aku tidak lupa jika kau seperti orang gila selama dia sekarat. Sekarang, ketika gadis itu sudah bangun, kau malah mengabaikannya. Dasar brengsek.”

“Bukan aku yang tidak mau menemuinya, dia tidak mau bertemu denganku.”

“Ah.. apa kau tahu, dia sama sekali tidak mengenalku, tapi dia mengingat nama Baekhyun hanya saja wajahnya tidak..”

Jongin seketika berhenti memakan jajangmyeon, dan menatap lurus ke arah Sehun berada.

“Why?” tanya Sehun bingung karena Jongin menatapnya aneh.

“Oh ya. Dia tadi mencarimu..” lanjutnya.

“Apa yang kau bicarakan tadi benar?” Jongin bertanya balik, kali ini wajahnya sangat serius dari sebelumnya.

Sehun mengangguk pelan dan masih melihat Jongin dengan raut muka bingung.

Tanpa menghabiskan makanannya, Jongin dengan cepat beranjak pergi meninggalkan Sehun tanpa satu katapun setelah Sehun menjawab pertanyaannya.

“Ada apa lagi ?” tanya Sehun dengan nada kesal.

Jongin berlari menuju kamar Sooyeon. Jongin yang membuka pintu ruang rawat Sooyeon secara hati-hati. Sumpah, gadis itu seperti tidak ada kerjaan karena matanya terbuka dan terus melihat kelangit-langit plafon.

Jongin mengulum bibirnya yang terasa kering, “Apa yang dikatakan oleh Baekhyun?” tembaknya langsung.

“Dia bilang kau penjahat.” Balas Sooyeon santai.

"Dan kau percaya?" 

“Tidak.” Gadis itu berkata lugas. “Mungkin mereka benar.” Lanjutnya, menghindari mata Jongin yang menatapnya penuh intimidasi. “Tapi mungkin juga mereka berbohong. Aku tidak tahu.”

“Apa yang kau ingat dari Baekhyun?”

Sooyeon harus kembali mengingat nama itu. “Hanya namanya saja yang tidak asing bagiku...”

“Dan apa kau sama sekali tidak mengingatku? Atau setidaknya mengingat namaku, Kim Jongin?”

 

 

o000o

Gimana ya kalo Sooyeon bener-bener gak inget sama Jongin?

Btw gimana chapter ini? hehe please leave comment. Thankyou

-AAWD

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK