Bertahun-tahun bersahabat bukan membuat Kim Jongin dan Park Jiyeon semakin akur seperti layaknya sahabat biasanya, mereka malah kerap kali bertengkar, walau hanya karena masalah-masalah kecil yang tidak jelas asal-usulnya dari mana. Namun, itulah mereka yang memiliki cara tersendiri untuk saling menyayangi sebagai sepasang sahabat.
Di sini—di tempat mereka tinggal, cerita tentang sepasang sahabat ini dimulai. Letak kedua rumah mereka yang saling bersebelahan dan balkon kamar mereka yang saling berhadapan, membuatnya terlihat seperti takdir yang telah didisain Tuhan. Bertahun-tahun berlalu dari TK, SD, dan SMP—keduanya selalu satu sekolah, walau tidak dipertemukan dalam satu kelas.
Semua hubungan pasti punya perawalan, begitu juga dengan sepasang sahabat ini. Diawali dari keduanya yang berumur 5 tahun, tepat saat keduanya masuk TK.
“Jongin-aa, sekarang waktunya kau belajar. Eomma pulang dulu ne, jaga dirimu baik-baik sayang! Pergilah, bergabung dengan teman-temanmu di sana!”
Anak lelaki bernama Jongin itu masih saja berdiri di hadapan ibunya, dari wajah sendunya terlihat sekali ia terlalu takut untuk pergi dan jauh dari ibunya. Ia tidak terbiasa dengan suasana seperti ini, banyak hal buruk yang menggangu pikirannya, sehingga membuat dirinya takut.
Menyadari kondisi anaknya, sang ibu menyamakan tingginya dengan anak lelaki satu-satunya itu, sambil mengelus puncak kepala anaknya, sang ibu memberi pengertian,”Jongin-aa kelak kau akan menjadi peria dewasa seperti ayah, biasakan dirimu dalam keadaan seperti ini, seiring waktu berjalan akan banyak tantangan yang kau hadapi, semangkin dirimu tumbuh tinggi, akan semakin berat tantangan itu. Dan yang terpenting Eomma di sini, sebagai orang yang akan sangat bahagia melihatmu bisa melaluinya. Jadilah peria yang tangguh dan bertanggung jawab tuan Kim!”lalu sang ibu mencium kening anak lelakinya itu, dan tersenyum tulus—meyakinkan.
Di tengah keramaian hiruk-pikuk orang di TK Hyewa, Jiyeon mengguncangkan tangan sang ibu yang menggandengnya, ”Eomma, lihatlah! Anak laki-laki itu dicium oleh eomma-nya, dasar anak manja ahahahahaha…
Sang ibu reflek menutup mulut anak perempuannya itu dengan salah satu tangnyannya,“Jiyeon-aa diamlah! Kau ini, tidak bisakah bersikap manis seperti layaknya anak perempuan.”
“Iss, Eomma lepaskan!”Jiyeon menjauhkan tanggan sang ibu dari mulutnya,”Sudah sana, Eomma pulang saja! Aku bisa masuk sendiri.”kesal Jiyeon lalu berlari menjauh dari ibunya.
“Dasar, anak itu.”sang ibu menyusul anaknya, setelah tersusul, langsung saja ia genggam tangan mungil anaknya lagi.
“Yaa eomma, lepaskan! Aku bisa berjalan sendiri.”Jiyeon mengguncang tangan ibunya.
“Nyonya Park?”suara lembut menghentikan aktivitas kedua ibu dan anak itu.
Ibu Jiyeon menoleh, masih dengan menggengam tangan mungil anaknya,”Nyonya Kim?”kejutnya dan membalas senyuman ramah sang pemilik suara merduh yang ternyata adalah Nyonya Kim tetangga sebelahnya.
Nyonya Kim dan Nyonya Park kini saling cipika-cipiki, sedangkan kedua anak mereka yang lepas dari genggaman tangan mereka saling memandang. Jiyeon melihat anak lelaki dari keluarga Kim itu dengan sinis, sedangkan Jongin membalas padangannya dengan wajah datarnya yang sulit diartikan.
Jiyeon baru sadar, ternyata lelaki manja yang diejeknya tadi adalah tetangganya sendiri—Kim Jongin. Dia lebih manja dari yang kuduga rupanya, batin Jiyeon.
Semenjak saat itu Jongin dan Jiyeon terkadang sering pergi dan pulang besama, tentunya dengan didampingi ibu mereka masing-masing. Namun keakraban diantara mereka belum terjalin, masih ada perasaan malu di diri Jongin yang pada dasarnya memiliki sifat pemalu dan kurang mudah bergaul, karena ia selalu bergantung pada ibunya. Jauh berbeda dengan Jiyeon yang biasa saja, ia hanya canggung untuk memulai sesuatu dengan orang yang terlalu pendiam seperti Jongin.
Tapi waktu tidak pernah berhenti berputar untuk banyak perubahan yang akan muncul tanpa diduga. Sifat Jongin yang tidak seperti layaknya seorang anak lelaki membuatnya sering dikerjai teman-temannya saat TK. Jiyeon yang selalu melihatnya dikerjai awalnya diam saja, tapi jiwa pahlawan di hatinya tidak bisa dibohongi. Dan Jiyeon yang kuat juga sangat berani itu pun, menolong Jongin yang terbilang lemah.
Keramaian menyeruak di taman bermain TK Hyewa, semua murid sibuk bermain dengan temannya masing-masing. Namun hal yang berbeda diantara mereka, ada salah seorang anak lelaki yang kini menangis ketakutan karena dikelilingi oleh sekumpulan anak nakal seumurannya.
“Yaa, banci. Apa yang bisa kau lakukan hanya menangis? hahahaha…” ejek salah satu di antara sekumpulan anak nakal itu.
“Angkat wajahmu! Aku ingin melihat seberapa cantiknya dirimu saat kau menangis hahahaha…..”seru anggota yang lainnya.
Karena anak malang yang digangunya hanya menangis dan tidak menggubris perkataannya, ia mendekati anak malang itu,“Yaa, apa kau tuli? Angkat wajahmu! Kubilang, angkat wajahmu!!!”lalu mendorognya hingga terjatuh membentur pasir.
Sekumpulan anak nakal itu tertawa melihat si anak malang yang terjatuh, dan beberapa di antara mereka menimpuknya dengan pasir—masih sambil tertawa.
“Berhenti!”teriak salah satu di antara mereka yang tubuhnya paling besar.
Serempak semuanya berhenti dan memperhatikan anak yang tubuhnya penuh lemak itu.
Sang anak bertubuh besar itu mendekati si anak malang. Setelah dirasanya cukup dekat, ia pun berjongkok demi mensejajarkan diri dengan si anak malang, yang terlentang sampai kedua tangan harus menjadi penopang. Kemudain diangkatlah dagu si anak malang dengan tangan gemuknya, lalu ia perhatikan wajah si anak malang yang berlumur pasir dan berlinang air mata itu.
”Kau sangat cantik saat sedang menangis Kim-jong-in Agasshi.”lembutnya sambil mencubit hidung si anak malang.
Namun, sebuah bola kaki membentur kepala botak anak bertubuh besar itu. Hingga ia mimisan dan pingsan di samping si anak malang yang adalah Kim Jongin.
Melihat hal itu, Jongin semakin ketakutan lalu menangis, sementara sekumpulan anak nakal lainnya menoleh ke arah sumber bola kaki itu berasal. Dan mereka menemukan seorang gadis manis yang menatap sinis ke arah mereka. Ia adalah…
“Park Jiyeonnnn..”teriak mereka serempak, penuh amarah.
Tanpa aba-aba, langsung saja Jiyeon berlari dan menendang satu persatu anak-anak nakal itu, dengan jurus Taekwondo yang selama setahun ini digelutinya. Alhasil, sepuluh anak nakal yang terdiri dari enam anak lelaki dan empat anak perempuan itu, terkapar lemah di atas pasir coklat TK Hyewa. Kini hampir semua murid TK Hyewa yang tadinya sibuk dengan aktivitas bermain mereka masing-masing, mengelilingi Jiyeon yang begitu tangguh di mata mereka.
Jiyeon mengibaskan rambutnya yang dikuncir satu dan tidak lupa merapikan poni yang menutupi dahinya. Lalu ia menghela nafas, dan berkata,”Siapapun yang berani mengganggu Kim-Jong-in, berarti siap berhadapan dengan Park Jiyeon. Awas saja!”lalu menerawang ke semua murid yang menatapnya tidak percaya.
Selama ini Jiyeon selalu menutupi keahlian Taekwondonya, karena pesan sang ibu. Namun, kali ini ia sudah tidak tahan lagi, ibu pasti mengerti jika semua ini demi menolong Jongin yang lemah.
Karena perbuatannya, setelah istirahat Jiyeon tidak boleh mengikuti pelajaran. Kini ia dihukum jongkok—dengan mengangkat kedua tangannya yang terkepal—di luar kelas. Sedikit ada rasa penyesalan di hatinya, namun apa yang dirasakannya saat ini belum seberapa dengan kesakitan yang dirasakan Jongin selama setahun bersekolah di sini, itu yang membuat Jiyeon menerima segala konsekuensinya. Gadis ini benar-benar kasihan pada Jongin.
Sebuah tangan dengan susu coklat dalam gengamannya, sukses membuat kepala Jiyeon mendongak melihat siapa pemilik tangan itu. Jiyeon terkejut menatap Jongin yang menunduk di hadapannya—enggan membalas tatapan binggung Jiyeon.
“Gomawo.”kata singkat dari mulut Jongin kini membuat senyum terukir di wajah cantik Jiyeon. Lalu diraihnya susu coklat pemberian Jongin, dan tanpa pikir panjang Jiyeon langsung menyedotnya dengan penuh nikmat—masih dengan posisi jongkok.
Ketika menyadari Jongin malah duduk di sampinya, Jiyeon menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke sebelah kiri,”Kau tidak kembali ke UKS? Kau kan masih harus istirahat.”
Tanpa disadari kini mereka—Jongin dan Jiyeon—saling memandang. Mendengar pertanyaan Jiyeon, Jongin menggeleng, dan berkata,”Aku juga ingin dihukum bersamamu, ini kan juga salahku.”entah mendapat keberanian dari mana Jongin berbicara selancar itu, dengan masih memandang Jiyeon.
“Kalau begitu ini hukuman untukmu.”Jiyeon mengulurkan tangan kanannya yang mengenggam susu coklat pemberian Jongin tadi.
Melihat itu, Jongin mengerutkan dahinya bingung.
“Aku susah meminum susu coklat ini, kalu sambil menjalankan hukuman. Jadi, bantu pegangkan ini untukku!”Jiyeon menggoyang-goyangkan pergelangan tangannya, agar Jongin mengerti.
Berhasi, Jongin akhirnya mengerti, ia pun mengambil susu coklat dari tangan Jiyeon, dan menyodorkannya tepat di hadapan Jiyeon yang kembali menaikan tangan yang telah dikepalkannya terlebih dahulu. Kemudian, Jiyeon mulai menyedot susu coklat dari tangan Jongin.
Jiyeon dengan sengaja sedikit melirik ke arah Jongin di sampinya, ia melihat senyuman yang selama ini jarang dilihatnya dari anak lelaki pemalu itu. Jiyeon sadar sesungguhnya Jongin adalah anak lelaki yang manis dan lucu. Hanya saja, Jongin tidak punya rasa percaya diri yang tinggi, maka banyak yang meremehkannya atau mungkin mereka iri pada apa yang dimiliki Jongin. Dan meski banyak yang mengejek Jongin ‘banci’. Di matanya, Jongin tetaplah seorang lelaki tangguh, buktinya Jongin tidak pernah mengadu kepada siapa pun, yang bisa saja membantunya. Kau itu hebat Jongin, puji Jiyeon dalam hati.
Dari situlah cerita tentang keduanya saling mengait dan terukir, kini sudah sebelas tahun semuanya berlalu. Karena sebuah proses kedewasaan banyak yang telah berubah, Jiyeon yang tadinya berpenampilan amatlah cuek, sekarang menjadi lebih manis dan cantik. Ia sadar, sekuat apapun, ia tetaplah seorang wanita normal. Namun, walau Jiyeon lebih terlihat feminim sekarang, dia tetap Jiyeon yang selalu punya cara berbeda dalam menyayangi sahabatnya Kim Jongin.
Berbeda dengan Jiyeon, Jongin seperti ultraman. Laki-laki lemah itu berubah seratus-delapan-puluh-derajat dari sebelumnya. Kim Jongin yang tadinya selalu dikerjai saat TK, sekarang menjadi lelaki populer yang dikagumi banyak orang. Namun di mata Jiyeon, Jongin tetaplah lelaki pemalu dan tertutup, yang harus dilindungi.
to be continued...