“Mwo?” Eunji melirik Jiyeon sekilas sebelum memandang kembali jalan di depannya. Mobil yang berhasil dia pinjam dari sang kakak kini sedang meluncur pergi ke markas Mr. Kang. “Apa kau sedang bergurau?”
Jiyeon menggeleng seraya menjawab, “Aku bersungguh-sungguh dengan niatku, Eunji-ah.”
“Yaa, Jiyeon-ah…kau boleh saja mengutarakan perasaanmu ke Kim Myung Soo, tetapi jika kau memintanya untuk menjadi kekasihmu…” Eunji diam sebentar sebelum melanjutkan ucapannya dalam gumaman pelan. “…apa tidak terkesan murahan?”
“Murahan?” Dahi Jiyeon berkerut tanda tersinggung. “Aku hanya memintanya untuk menjadi kekasihku. Kenapa hal seperti itu disebut murahan?”
“Jiyeon-ah, ada baiknya kaum pria yang melakukan hal itu. Kaum wanita hanya tinggal menunggu saja sampai…”
“Sampai Kim Myung Soo memintaku untuk menjadi kekasihnya? Begitu maksudmu?” sela Jiyeon menginterupsi. “Percayalah, Myung Soo tidak akan melakukannya. Dia terlalu pasif untuk ukuran seorang pria. Kau tahu? Aku sudah menciumnya, aku yang lebih dulu menciumnya. Dan dia…hanya diam.”
Eunji nyaris menabrak seorang ibu yang sedang menggandeng anaknya di pinggir jalan karena fokusnya mendadak buyar akibat ucapan Jiyeon. Eunji spontan keluar dari mobil untuk meminta maaf kepada ibu itu. Saat kembali masuk ke dalam mobil, Eunji menggerutu, “Micheosseo?”
“Wae? Bukan salahku jika kau nyaris menabrak Ahjumma tadi,” ucap Jiyeon mencoba membela diri.
“Bukan itu,” ucap Eunji agak keras. ” Bisa-bisanya kau mencium Myung Soo lebih dulu. Sejak kapan kau kehilangan urat malumu, Jiyeon-ah? Kau baru mengenalnya belum lama dan keberanianmu untuk lebih dulu menciumnya benar-benar…”
“Benar-benar apa?” tanya Jiyeon menunggu ucapan Eunji yang tiba-tiba terhenti. Tanpa disadari keduanya sudah dekat dua puluh meter dari markas Mr. Kang. Eunji yang tak kunjung menjawab tiba-tiba langsung memutar arah mobilnya. Jiyeon yang benar-benar bingung dengan sikap Eunji, spontan menoleh ke belakang untuk melihat sesuatu yang Eunji lihat. Dengan agak keras tiba-tiba Jiyeon berkata,”Berhenti!”
“Aniyo, Jiyeon-ah,” ucap Eunji agak bergetar. “Kau tidak boleh melihatnya. Lebih baik kita kembali ke rumahku…”
“Aku bilang berhenti, Eunji-ah!” Tangan Jiyeon sudah membuka pintu mobil, membuat Eunji mau tak mau memberhentikan mobil.
Seketika Jiyeon menghambur keluar dan perlahan berjalan menuju markas Mr. Kang. Disana, tepat di depan pintu gerbang markas Mr. Kang, Kim Myung Soo sedang asik terbenam di dalam pelukan seorang wanita. Bibirnya pun ikut larut ke dalam bibir sang wanita yang Jiyeon kenal sebagai kekasih saudara angkatnya, Tao.
Kakinya mendadak melemas bersamaan dengan hilangnya hangatnya perasaan cinta yang beberapa detik lalu masih mendebarkan hatinya. Cintanya untuk Kim Myung Soo mendadak sirna bersamaan dengan perihnya perasaannya saat ini. Kim Myung Soo begitu menikmatinya dan Jiyeon dapat melihatnya dengan jelas. Bahkan kehadirannya yang tidak begitu jauh dari mereka seperti tidak disadari.
Dengan langkah berat, Jiyeon berbalik dan berjalan menuju mobil.
**
Baegi, salah satu anak buah Gaza yang mengambil pekerjaan tambahan sebagai anak buah Tuan Bae, ayah dari Bae Suzy, kini sedang sibuk memperhatikan bagaimana mesranya kedua insan di ujung sana saling berbagi kehangatan. Sampai-sampai kehadiran Park Jiyeon yang berada tidak jauh dari Kim Myung Soo dan Bae Suzy, tidak disadarinya.
“Berita baru buat Tuanku,” gumam Baegi seraya tersenyum licik. “Gaza-nim pasti akan segera memberiku bonus karena berhasil mendapatkan berita tak terduga seperti ini. Kim Myung Soo dengan Mr. Kang. Sangat menarik.”
**
Suzy melepaskan bibirnya dari bibir Myung Soo dengan perlahan.
“Aku mencintaimu,” ucap Suzy tiba-tiba, membuat Myung Soo sedikit terbelalak dengan ungkapan perasaan Suzy yang begitu jujur padanya.
Myung Soo pun tersenyum sekilas seraya bertanya, “Bagaimana bisa kau mencintai pria miskin sepertiku.”
“Aku tidak perduli dengan hal itu,” ucap Suzy. “Bagaimana caramu membuatku tersenyum sepanjang hari ini, itu yang aku pikirkan. Dan caramu menciumku…itu yang paling penting.”
Belum sempat Myung Soo membalas ucapan Suzy, ponsel Suzy berdering dari dalam saku jaket bulunya. Saat tahu bahwa Huang Zitao yang menghubungi ponsel Suzy, Myung Soo spontan mundur perlahan beberapa langkah.
Dengan ekspresi datar, Myung Soo berkata, “Selamat malam, Suzy-ssi. Terima kasih untuk hari ini.”
Suzy hanya bisa diam dan menatap kepergian Myung Soo ke dalam dengan perasaan kecewa.
**
Myung Soo terkejut saat Eunji memakinya ketika dirinya tiba di depan rumah Eunji untuk menjemput Jiyeon.
“Chankamman!” Myung Soo berhasil menahan pagar rumah Eunji yang hendak ditutup. “Jelaskan padaku, Eunji-ssi. Aku benar-benar tidak mengerti maksud ucapanmu.”
“Begini,” ucap Eunji yang terlihat berusaha menahan emosinya. “Ada baiknya untuk beberapa hari ini kau tidak bertemu dengan Jiyeon. Jika kau tanya kenapa, aku hanya bisa menjawab ‘Pikir sendiri apa yang telah kau lakukan kepada sahabatku itu’. Jika kau tidak kunjung mendapatkan jawabannya, cukup tahu saja pria seperti apa kau selama ini. Aku dan bahkan Jiyeon ternyata sudah salah menilaimu, Kim Myung Soo. Terima kasih untuk membuat sahabatku terpuruk malam ini.” Eunji berhasil menggebrak pintu pagarnya tepat di depan wajah Myung Soo yang kini masih terdiam, antara terkejut dan bingung.
Suasana kembali sepi dan awan diatas kepala Myung Soo mulai berubah warna. Tetes demi tetes air hujan mulai membasahi jalan dan tubuh Myung Soo yang kini sedang berdiri di pinggir jalan hendak menuju markas Mr. Kang.
“Jiyeon…” gumam Myung Soo tanpa sadar. “Apa yang sudah aku perbuat padanya? Dia masih baik-baik saja saat aku mengantarnya ke rumah Eunji. Salahku dimana?” Pertanyaan satu ini semakin menggantungi pikiran Myung Soo. Bahkan dia tidak perduli dengan dirinya yang sudah basah kuyup. Dan tepat saat dirinya berhenti di depan etalase toko pakaian wanita, dia melihat betapa cantiknya wajah Bae Suzy menghiasi kaca jendela toko. Dan hal yang paling menarik untuk dilihat dari wajah Suzy adalah bibirnya yang berhasil Myung Soo rasakan malam ini. Seperti mendapat pencerahan, Myung Soo membelalakan matanya. Tanpa banyak berpikir, Kim Myung Soo berlari kembali ke rumah Eunji.
Hujan semakin deras dan Kim Myung Soo masih mencoba meneriakkan nama Jiyeon maupun Eunji agar pintu pagar ini dapat terbuka dan dirinya bisa bertemu dengan Jiyeon. Tetapi yang dia dapatkan hanyalah suara petir yang menyala.
“Jebal…buka pintunya,” gumam Myung Soo sudah habis harapan. Suaranya nyaris habis dan tubuhnya menggigil kedinginan. Dan pada saat itu pintu gerbang terbuka perlahan. Bukan Eunji yang ada dibaliknya, melainkan Park Jiyeon.
Jiyeon berdiri di ambang pintu dengan payung di atas kepalanya. Matanya terlihat merah dan sembab sementara ada ekspresi lain yang terlihat mengasihani Myung Soo yang sudah basah kuyup.
“Jiyeon-ssi,” ucap Myung Soo pelan dengan bibir sedikit bergetar. Buku-buku jemarinya yang terlihat mulai memutih kini memegang erat jemari Jiyeon yang terasa hangat. “Mari kita bicara sebentar.”
Jiyeon tak kunjung menjawab. Perasaannya masih terasa sakit akibat keadaan yang berlangsung beberapa menit yang lalu di depan markas Mr. Kang. Perasaan cinta yang perlahan tumbuh di hati Jiyeon untuk Myung Soo memang tidak bisa diremehkan. Jiyeon benar-benar terpesona pada sosok Myung Soo dengan segala masalah dan kehidupannya yang dia ketahui. Dan sekarang, perasaan cinta dan pesonanya pada petinju satu ini sedang diuji.
“Eunji melarangku untuk bertemu denganmu dengan alasan karena aku sudah menyakitimu,” ucap Myung Soo. “Jawab aku, Jiyeon-ssi, apa benar…aku telah menyakitimu?”
Jiyeon hanya diam dengan ekspresi yang begitu menyiksa perasaan Myung Soo saat ini.
“Jebal, jawab aku, Jiyeon-ah…” pinta Myung Soo dengan nada memohon. “Mencium Suzy….itukah yang membuatmu marah padaku?”
Lama Jiyeon tidak bersuara, sampai akhirnya setetes air mata jatuh di pipi Jiyeon. “Aku cemburu. Aku tidak suka melihatmu mencium wanita lain.”
“M-mwo?” Wajah Myung Soo terlihat sangat terkejut atas jawaban yang Jiyeon berikan.
“Jika kau mencintai artis itu, aku akan mencoba menerimanya. Tetapi aku butuh waktu dan perlu jauh darimu. Benar kata Eunji, melihatmu hanya akan memperburuk perasaanku. Sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi. Terima kasih untuk waktu-waktu bersama denganmu yang sudah kau berikan padaku,” ucap Jiyeon sebelum menutup pintu pagar kembali. Sedangkan Kim Myung Soo? Dia masih terdiam di tempatnya berdiri saat ini. Seakan-akan dia perlu waktu lama untuk mencerna kata-kata perpisahan dari Jiyeon. Sudah terlambat, pintu sudah tertutup dan Jiyeon sudah masuk ke dalam. Hubungannya dengan Jiyeon resmi rusak malam ini. Dan semua itu terjadi karena keterpesonaannya dengan sosok Bae Suzy.
**
Satu minggu kemudian…
“Gumawo, Jiyeon-ah,” ucap Minho yang rasa senangnya malam itu tak dapat dibendung lagi. “Akhirnya kau mau datang untuk melihatku bertanding. Aku berjanji aku akan membawa piala kemenangan untukmu.”
“Jangan banyak berjanji, lakukan saja!” timpal Eunji membuat Minho mencibir.
“Kau selalu berhasil merusak citraku di depan Jiyeon,” gerutu Minho seraya menjitak pelan kepala Eunji.
“Ingat! Jika kau kalah kau harus mentraktirku makan selama satu minggu,” ucap Eunji mengingatkan pasal perjanjian mereka kemarin siang.
“Araseo, aku mengingatnya dengan sangat baik di kepalaku,” ucap Minho seraya menunjuk kepalanya.
“Lalu Jiyeon-ah, apa kau tidak berencana untuk menyemangati Minho sebelum pertandingan di mulai?” tanya Eunji kepada Jiyeon yang sedaritadi hanya berdiam diri.
“Um…aku yakin, kau pasti bisa menang pada pertandingan kali ini,” ucap Jiyeon seraya berusaha menunjukkan senyumnya. “Semangat, Minho-ah!”
“Ne, gumawo, Jiyeon-ah,” ucap Minho penuh senyum.
Dan pertandingan pun di mulai satu jam kemudian disaat semua penonton sudah memenuhi bangku tribun. Ada Eunji dan Jiyeon yang mengambil tempat duduk paling dekat dengan pintu masuk. Ada Bae Suzy yang datang entah untuk menyemangati siapa, karena Tao dan Myung Soo dipastikan akan ikut serta pada pertandingan malam ini. Dan jika ada Tao, sudah pasti ada kedua orang tua angkatnya. Park Jin Hee dan Lee Na Ran duduk di tribun atas seberang. Eunji yang tahu akan hal itu sudah menyiapkan hoodie dan kaca hitam untuk Jiyeon.
Pertandingan kali ini adalah pertandingan besar pertama yang Myung Soo rasakan. Mr. Kang sudah duduk di bangku spesial utama. Posisi duduknya sangat strategis bagi Park Jin Hee untuk mengintainya. Lee Na Ran yang sedang duduk disampingnya berkali-kali bertanya mengapa Jin Hee memilih tempat duduk yang posisinya paling tidak enak untuk menonton. Malam ini Jin Hee hadir tidak untuk menonton pertandingan Tao, perhatiannya hanya terfokus pada satu orang, yaitu. Mr. Kang.
Sejak kehadiran MC di tengah-tengah ring tinju, itu menandakan bahwa pertandingan sudah dimulai. Huang Zitao, Kim Myung Soo maupun Choi Minho belum tampil karena petinju-petinju besar yang lebih dulu dihadirkan di pertandingan pertama. Setelah dua pertandingan dilalui, kini waktunya Tao dan Minho yang dipasangkan sebagai rival diatas ring tinju malam ini. Pertandingan terasa menegangkan dan lagi-lagi Minho berhasil mengalahkan Tao. Tao benar-benar depresi dengan prestasi tinjunya yang semakin lama semakin menurun. Apalagi malam ini sang kekasih tak kunjung datang untuk memberikan support padanya, paling tidak itulah yang Tao tahu. Suzy jelas datang tetapi tidak untuk mendukung Tao. Suzy berhasil bersembunyi dibalik penyamarannya sebagai seorang namja yang memilih posisi duduk jauh dari jangkaua mata Tao maupun kedua orangtua angkatnya.
Pertandingan dilanjutkan dengan hadirnya Kim Myung Soo yang dipasangkan Hong Dae Kwang, petinju yang pengalamannya setara dengan Myung Soo, hanya saja permainannya lebih buruk dari Myung Soo, membuat dirinya berkali-kali jatuh karena pukulan Myung Soo. Kim Myung Soo pun dinyatakan menang. Pertandingan terus bergilir, sampai akhirnya, yang tidak disangka-sangka oleh siapapun, Choi Minho dan Kim Myung Soo bertemu di babak final. Keduanya sama baiknya dalam hal tinju, walaupun pengalaman Minho jauh lebih banyak daripada Myung Soo.
Keduanya sudah berada di atas ring. Tatapan bersahabat dari Minho kepada Myung Soo sirna sudah saat Minho tahu bahwa Myung Soo telah menyakiti Jiyeon. Sebelum pertandingan di antara keduanya dimulai, Minho berkata, “Kau lihat disana?” Minho menunjuk tribun tempat Jiyeon dan Eunji berada. “Park Jiyeon. Dia hadir. Untukku.”
Myung Soo yang tidak pernah merasa memiliki masalah dengan Minho, cukup terkejut mendengar ucapan Minho yang terkesan menyombongkan diri dan ketus.
“Apa maksudmu bicara seperti itu?” tanya Myung Soo.
“Aku hanya ingin memperingatkanmu, Myung Soo-ssi,” jawab Minho. “Seharusnya kau bisa menahan diri untuk tidak menyakiti Jiyeon. Walaupun aku tidak suka dengan caramu, tetapi keadaan ini sedikit menguntungkanku. Sekarang aku punya celah untuk memilikinya.”
Ucapan terakhir Minho sukses terngiang di telinga Myung Soo sepanjang pertandingan berlangsung. Ronde pertama Myung Soo kalah, begitu juga dengan dua ronde selanjutnya. Dan Gongchul, tidak seperti biasanya, hari ini dia hanya sekadarnya menyemangati Myung Soo. Berbeda dengan Sunggyu yang begitu antusias memberikan semangat untuk sahabatnya satu itu.
Pada ronde keempat, Minho melepaskan pelindung giginya di tengah-tengah pertandingan berlangsung.
“Aku tidak butuh pelindung gigi itu,” ucap Minho dengan nafas berderu keras. “Karena aku tahu, malam ini akulah pemenangnya. Aku tidak mau kalah untuk yang kedua kalinya darimu, apalagi di hadapan Jiyeon, wanita yang kucintai.”
Setiap ucapan yang keluar dari bibir Minho ternyata memberikan pengaruh negatif untuk pikiran Myung Soo. Berkali-kali Myung Soo dijatuhkan oleh Minho. Suzy yang melihat pertandingan semakin sengit, mulai ketakutan Myung Soo akan berakhir kalah. Ketakutan yang Suzy rasakan ternyata dirasakan juga oleh Sunggyu bahkan Jiyeon, walaupun dengan alasan berbeda. Sunggyu dan Jiyeon tahu apa yang akan terjadi jika Myung Soo kalah. Mr. Kang adalah sumber ketakutan mereka berdua.
Pertandingan terakhir pun tiba. Myung Soo sudah tidak ada harapan, sementara Minho semakin yakin bahwa malam ini dia mampu memegang janjinya kepada Jiyeon.
“Aku tahu apa yang akan terjadi jika aku berhasil mengalahkanmu,” ucap Minho kepada Myung Soo yang sedang tergeletak tak berdaya di lantai ring. “Mr. Kang, kemungkinan besar akan membunuhmu. Jika saja kau tidak menyakiti Jiyeon, mungkin aku akan sedikit berbaik hati untuk mengalah padamu. Walaupun aku tahu bagaimana rasanya mengalah pada seseorang yang sudah berhasil memenangkan hati seorang wanita yang kucintai. Mianhae, Myung Soo-ah. Aku berubah terlalu banyak, dari pria baik menjadi pria yang sedikit terobsesi dengan kemenangan. Mianhae…” Pukulan terakhir Minho menobatkan dirinya menjadi pemenang. Dan Myung Soo tergeletak tak berdaya atas kekalahannya.
**
Jiyeon berusaha untuk melupakan bagaimana mirisnya kekalahan yang Myung Soo dapatkan beserta dengan konsekuensi yang dia dapat dari Mr. Kang. Suzy pasti mampu melindungi Myung Soo, pikir Jiyeon. Sementara Minho, jujur saja Jiyeon turut merasa senang atas kemenangan Minho. Pria itu tulus akan janji yang dia lontarkan padanya, Jiyeon tahu itu. Kemarin, selain berjanji dengan Eunji, Minho juga berjanji jika dia menang dia akan mengajak Jiyeon untuk melakukan makan malam pertama mereka dan Jiyeon setuju akan hal itu. Jadi, kemungkinan besok malam dia akan dijemput oleh Minho untuk datang ke salah satu restoran yang pernah Minho datangi bersama dengan kedua orangtuanya.
Tribun sudah semakin sepi, Jiyeon dan Eunji adalah orang terakhir yang keluar dari tribun tepat saat seseorang yang mereka kenal menghadang mereka. Keduanya terkejut dengan kehadiran Gaza bersama dengan anak buahnya di belakangnya.
“Anak nakal,” gumam Gaza diselingi senyum liciknya. “Sudah lama tidak bertemu, Jiyeon-ah.”
Jiyeon hanya diam sementara Eunji membisiki sesuatu di telinganya, hanya saja Jiyeon tidak merespon dengan baik. Sikap yang Jiyeon tunjukkan saat ini seakan-akan pasrah jika malam ini dia harus dibawa Gaza ke rumah orang tua angkatnya. Dan benar dugaan Eunji, tiba-tiba Jiyeon berkata, “Ne, Ahjussi. Sudah lama kita tidak bertemu. Aku lihat Appa dan Eomma di tribun seberang sedang menyaksikan Tao.”
“Geurae,” ucap Gaza. “Dan aku tepat berada tidak jauh darimu sejak pertandingan di mulai.”
Eunji menelan ludah lengkap dengan ekspresi ketakutannya.
“Jadi bagaimana, Jiyeon-ah?” tanya Gaza. “Kau ingin pulang ke rumah secara baik-baik atau….”
“Aku akan ikut pulang dengan Appa dan Eomma,” sela Jiyeon membuat Eunji spontan terbelalak lebar. “Dimana mobil mereka?”
“Mereka sudah pulang daritadi,” jawab Gaza. “Kau bisa ikut denganku. Dan kau….” Tiba-tiba Gaza menunjuk Eunji. “Kau cari jalan pulangmu sendiri.”
Jiyeon pun pergi di bawa Gaza tanpa menoleh kebelakang, ke arah Eunji yang masih bingung dengan jalan pikiran Jiyeon yang tiba-tiba berubah drastis. Tidak lama setelah Jiyeon dan kumpulan Gaza pergi, Minho pun muncul dengan wajah berseri-seri.
“Dimana Jiyeon?” tanya Minho. Dia memegang sesuatu di tangannya, kalung medali dan sebuket bunga.
“Dibawa Gaza,” jawab Eunji lemah.
“Mwo?” Minho terkejut bukan main. “Dibawa Gaza? Dan kau diam saja?”
“Dia yang mau,” jawab Eunji membela diri. “Dia aneh, berubah menjadi sangat aneh sejak Myung Soo menyakitinya. Anak bodoh.”
“Dia yang mau kembali ke rumah?” gumam Minho dengan dahi berkerut.
“Kita tidak bisa berbuat apa-apa jika Jiyeon sudah mengambil keputusan seperti itu,” ucap Eunji.
Dengan wajah penuh kekecewaan, Minho bergumam, “Lalu bagaimana dengan acara makan malam kita, Jiyeon-ah?”
**
Kediaman Keluarga Park…
Park Jin Hee menatap Jiyeon yang kini sedang duduk di depannya, berada di dalam dekapan Lee Na Ran.
“Eomma senang akhirnya kau mau kembali,” ucap Na Ran sementara kedua tangannya menggenggam erat tangan Jiyeon, seperti enggan melepaskannya.
Sementara Na Ran sibuk melepas rindu, Jin Hee masih diam di tempatnya dengan wajah kaku dan keras.
“Appa.” Jiyeon memutuskan untuk lebih dulu membuka percakapan. “Aku kembali.”
“Untuk pergi meninggalkan kami lagi?” tanya Jin Hee dengan nada ketus, terkesan marah.
“Yeobo, Jiyeon kembali dengan baik-baik. Tolong jangan merusak suasana dengan pertengkaran,” pinta Na Ran dengan ekspresi memohon.
Jin Hee pun menghela nafas panjang sebelum bertanya, “Apa yang membuatmu akhirnya ingin kembali ke rumah ini?”
Jiyeon terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab, “Aku merasa sudah terlalu banyak membantahmu. Kau memang bukan ayah kandungku, tetapi aku tidak bisa begitu saja menghilangkan jasa-jasamu yang telah membesarkanku.”
Na Ran pun tersenyum seraya mengecup dahi Jiyeon.
“Selamanya kau adalah anak kami,” ucap Na Ran.
“Mulai detik ini, aku akan ikuti semua perintahmu, seperti dulu…disaat aku masih selalu menuruti semua ucapanmu,” ucap Jiyeon dengan ekspresi pasrah. Entah apa yang Jiyeon pikirkan saat ini, bahkan dia sempat berpikir untuk kembali mengikuti les pianonya yang sempat terputus.
“Aku senang mendengarnya,” ucap Jin Hee. Wajahnya tidak sekaku sebelumnya. Bahkan ada sedikit semburat senyum pada sudut bibirnya.
“Aku bersedia jika kau memasukkan aku kembali ke latihan Paran Seonsaengnim,” ucap Jiyeon menambahkan. “Dan aku pun akan selesaikan kuliahku dengan baik.”
Jujur saja Jin Hee agak terkejut melihat perubahan Jiyeon yang begitu tiba-tiba. Tetapi Jin Hee ingat ucapan sang istri, jangan merusak suasana dengan pertengkaran. Dan bahkan maksud tujuan Jiyeon kembali ke rumah adalah baik.
“Tetapi tolong, Appa. Hanya satu permintaanku, aku tidak ingin hidupku dikawal oleh anak buahmu,” ucap Jiyeon meminta. “Aku…ingin hidup normal seperti biasanya.”
“Asal kau tidak berpikir untuk berbuat yang macam-macam,” ucap Jin Hee menyetujui.
Setelah perbincangan singkat, Jiyeon pun naik ke atas ke dalam kamarnya. Sementara itu Tao datang dengan wajah kusut.
“Kau baru pulang setelah berhasil untuk yang kedua kalinya di kalahkan oleh para pecundang itu?” tanya Jin Hee yang wajahnya kembali mengeras dan kaku saat mendapati Tao duduk di hadapannya.
“Suzy tidak ada disana, Appa,” jawab Tao beralasan. “Aku butuh dia untuk menyemangatiku.”
“Persetan dengan wanita itu,” ucap Jin Hee seraya mengibaskan tangannya tanda tidak perduli. “Kau perlu tahu bagaimana busuknya wanita itu.”
“Apa maksudmu, Appa?” tanya Tao tidak mengerti.
“Tanya saja pada kekasihmu itu, apa yang telah dia lakukan bersama dengan Kim Myung Soo,” jawab Jin Hee, membuat Tao spontan terbelalak ditempat.
“K-Kim Myung Soo?” geram Tao. “Manusia satu itu….s-saeki!”
“Lupakan wanita itu dan segera putuskan hubungan. Kau perlu fokus dengan karier tinjumu. Ingat, Tao…aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk membawamu ke pelatihan tinju besar di New York,” ucap Jin Hee memperingatkan. “Daripada kau urusi artis itu, lebih baik kau bantu aku jaga Jiyeon. Dia sudah pulang. Walaupun dia bilang dia akan kembali seperti dulu, tetapi aku tidak yakin. Anak itu tidak mungkin merubah pikirannya secepat itu. Pasti ada sesuatu di balik semua sikapnya yang berubah.”
“Appa, aku tahu persis kenapa Jiyeon bisa berubah begitu banyak. Bahkan dia berani melawan semua perintahmu,” ucap Tao dengan geraman rendah. “Kim Myung Soo. Kurasa Jiyeon sudah jatuh hati pada Kim Myung Soo,”
“Aku tahu anak itu pasti akan menemui petinju amatiran itu selama dirinya kabur dari rumah,” ucap Jin Hee yang kini sama emosinya dengan Tao.
“Appa, biarkan aku…sekali ini saja mengambil alih tugas Gaza Ahjussi,” pinta Tao sementara kedua tangannya kini terkepal erat. “Aku mampu memisahkan jarak antara Jiyeon dengan Myung Soo. Dia sudah mengambil kekasihku dengan lancang, aku ingin membalasnya sedikit saja, Appa.”
Jin Hee terlihat berpikir, sampai akhirnya dia berkata, “Jika kau berhasil menjauhkan Jiyeon dari petinju amatiran itu, Appa akan memberikanmu sesuatu. Sesuatu yang bernilai lebih daripada kekasihmu itu.”
“Tenang saja, Appa,” ucap Tao menatap tajam sang ayah.
“Jiyeon-ah,” batin Jin Hee di dalam hati. “Aku memang akan menarik semua anak buahku untuk berhenti mengawasimu. Tetapi sebagai gantinya, Tao-lah yang akan mengintaimu. Dengan cara apapun, kau tidak boleh berhubungan dengan anak Oh Hani. Dan sementara Tao mengawasimu, aku akan mengawasi Kang Han Bok. Bagaimana cara dia mengkhianatiku, aku akan membalasnya.”
**
Jiyeon menatap langit-langit kamarnya dengan mata sendu. Wajah Kim Myung Soo memang tidak mudah hilang dari benaknya, biarpun seberapa keras dia berusaha untuk melupakan sosok petinju satu itu. Tiba-tiba, dengan gumaman rendah, Jiyeon berkata, “Wajarkah aku bersikap seperti ini? Bukan suatu kewajiban bagi Myung Soo untuk menerima cintaku. Tetapi…” Bayangan Kim Myung Soo yang sedang mencium Suzy kembali menghiasi pikirannya. “…aku cemburu…aku cemburu…” Air mata pun menetes membasahi pipinya.
Sementara itu Na Ran datang untuk membawakan susu hangat dan terkejut melihat Jiyeon menangis di atas ranjang.
“Jiyeon-ah, wae irae?” tanya Na Ran seraya mengusap kepala Jiyeon. “Apa ada sesuatu yang sudah terjadi padamu belakangan ini?”
Awalnya Jiyeon enggan bercerita, tetapi Na Ran terus mendesaknya. Setelah Na Ran menutup pintu kamar Jiyeon rapat-rapat, Jiyeon pun mulai berani bercerita. Mendengar semua pengakuan Jiyeon tentang perasaannya kepada Kim Myung Soo, membuat perasaan Na Ran bercampur aduk menjadi satu. Jujur saja, pasal hubungan Jiyeon dengan Kim Myung Soo, Na Ran baru tahu. Belakangan ini Jin Hee memang jarang menceritakan berita tentang Jiyeon sewaktu di luar sana.
“Jiyeon-ah,” ucap Na Ran setelah Jiyeon selesai bercerita. “Lupakan Kim Myung Soo. Lupakan pria yang sudah menyakitimu. Jujur saja, aku tidak suka jika ada pria yang berani mempermainkan perasaanmu.”
“Aku sedang berusaha melupakannya, Eomma,” ucap Jiyeon terisak pelan. “Maka dari itu aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Aku tidak mau melihatnya lagi. Karena setiap aku melihatnya, entah mengapa kejadian malam itu terbayang lagi di benakku.”
Na Ran pun memeluk Jiyeon dengan sangat erat. Dengan pelan Na Ran bergumam, “Kau masih memiliki kami yang sangat menyayangimu.”
**
Kediaman Mr. Kang…
Sunggyu menahan tangan Myung Soo saat Myung Soo hendak pergi menuju ruangan Mr. Kang.
“Kupikir ada baiknya kau tidak menemui Mr. Kang malam ini,” ucap Sunggyu ketakutan. “Kau baru saja mengecewakannya malam ini. Paling tidak kau tunggu sampai esok…”
“Menunggu justru akan semakin memburuk perasaanku,” ucap Myung Soo yang sudah sangat siap menerima konsekuensi atas kekalahannya hari ini.
Tiba-tiba Sungjae dan anak buah Gongchul yang lain muncul dan berkata, “Jika Mr. Kang menyakitimu, kami tidak akan tinggal diam.”
“Gumawo,” ucap Myung Soo. “Tapi aku tidak ingin membawa kalian semua ke dalam masalahku. Aku sudah mengecewakannya. Dan aku akan menerima semua akibat dari …” Ucapan Myung Soo terhenti saat dirinya melihat Gongchul datang dan langsung naik ke lantai dua untuk menghampiri Mr. Kang. Tanpa banyak bicara Myung Soo pun menyusulnya, diikuti Sunggyu di belakangnya.
“Bagaimana, Gongchul-ah?” tanya Mr. Kang yang sedang duduk di bangku kebesarannya. Myung Soo di balik pintu ruangan Mr. Kang berusaha menahan diri untuk tidak masuk sementara Gongchul sedang berbicara dengan Mr. Kang. “Kau sudah menemui Oh Hani?”
“Sudah,” jawab Gongchul seraya mengusap keringat yang muncul di dahinya.
“Oh Hani?” bisik Sunggyu yang sedang mencuri dengar bersama dengan Myung Soo. “Untuk apa Gongchul-Hyung menemui ibumu?”
Myung Soo hanya meletakkan jarinya di bibirnya, menyuruh Sunggyu diam sementara mereka terus mencuri dengar.
“Kalau begitu waktunya mengasingkan dia,” ucap Mr. Kang, membuat mata Myung Soo spontan terbelalak lebar. “Setelah kita berhasil membuat Myung Soo kalah, kini waktunya kita jalankan rencana selanjutnya.”
“M-mwo?” Mata Sunggyu pun ikut terbelalak menyadari bahwa kekalahan Myung Soo malam ini memang sudah direncanakan.
“Aku ingin kau membeli lebih pil halusinasi yang kau masukkan ke dalam minuman Myung Soo hari ini,” ucap Mr. Kang. “Aku akan membuat Myung Soo kembali kalah pada pertandingan selanjutnya.”
“A-apa maksudnya ini?” tanya Sunggyu dengan suara bergetar. “Mereka….Gongchul-Hyung, bersekongkol untuk menjatuhkanmu.”
Kedua tangan Myung Soo terkepal erat saat ini sementara mata dan ekspresi wajahnya menampakkan kekecewaan yang begitu dalam pada sosok yang selama ini dia anggap sebagai Hyung terbaiknya.
“Pantas….” geram Myung Soo pelan. “Hari ini Gongchul-Hyung tidak begitu antusias menyemangatiku di balik ring. Dia…dan Mr. Kang, memang sengaja ingin menjatuhkanku. Gongchul-Hyung….sengaja menerima kerja sama dengan Mr. Kang karena ingin menjatuhkanku.”
To Be Continue