“Kau ingin mengakhiri hidupmu dengan cara seperti itu?” tanya Kim Myung Soo kepada seorang yeoja yang hendak terjun bebas dari ketinggian gedung yang sedang mereka pijak satu lantai saat ini.
Si yeoja, hidung dan pipinya merah merona. Dia terlalu banyak menangis sehingga perlu beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan Myung Soo.
“Jangan cegah aku,” ucap si yeoja sesenggukan.
Myung Soo hanya diam seraya menatap si yeoja, sebelum akhirnya dia maju perlahan menghampiri.
“Jangan mendekat!” ucap si yeoja lagi, kini dengan nada memperingatkan.
“Aku…” Myung Soo mengeluarkan sesuatu dari dalam mulutnya sebelum menunjukkannya kepada si yeoja. “…hanya ingin membuang ini.”
Si yeoja meringis jijik saat menatap gumpalan permen karet di tangan Myung Soo.
Setelah membuang permen karet di tangannya, Myung Soo berkata, “Semoga kau sukses….membunuh dirimu sendiri.” Lalu Myung Soo pergi meninggalkan si yeoja yang kini berwajah bingung.
**
Dua puluh tahun yang lalu, seorang ibu muda melahirkan dua anak kembar. Satu yeoja dan satu namja. Keduanya sama lucu dan menggemaskan. Tidak ada yang tahu bahwa takdir mengharuskan keduanya berpisah. Si ibu muda butuh uang untuk membayar biaya rumah sakit dan tanpa pikir panjang dia rela menjual anak perempuannya kepada orang lain.
Dua puluh tahun kemudian, si kembar yang tersisa tumbuh menjadi namja tampan dan menawan. Hanya saja kehidupan kerasnya bersama ibunya membuat wajah dan tubuhnya harus mendapatkan banyak goresan luka. Kim Myung Soo, nama si kembar yang tersisa itu. Dan kini dia menjadi seorang petinju.
Di suatu tempat lain, seorang pianis muda yang selalu merasa tertekan dibawah aturan sang ayah yang sangat keras. Dia cantik dan terbiasa dididik untuk menjadi seseorang yang berwibawa yang kelak mampu membawa nama baik untuk kedua orangtuanya. Park Jiyeon sudah terlalu jengah dengan kehidupannya. Sampai pada akhirnya dia harus mengetahui suatu fakta yang mampu membuat dirinya terpuruk.
“Kau bisa pergi darisini kalau kau mau,” ucap sang ayah dengan ekspresi dingin. “Akhirnya kau tahu, bahwa kau bukan anak kandungku.”
“Yeobo,” isak sang istri di sebelahnya. Dia tak kuasa mendengarkan semua ucapan yang keluar dari bibir suaminya yang dapat menyakiti sang anak.
“Aku hanya ingin memiliki anak yang mau menuruti semua ucapanku,” sambung sang ayah. “Bukankah kau sudah jengah dengan semua aturan yang kuberikan kepadamu?”
Park Jiyeon, ditempatnya berdiri saat ini, berusaha keras menjaga keseimbangan tubuhnya yang mendadak melemah.
**