Wedding Dress
Part – 1
Author : tiara ekha (@khaiicheen)
Lenght : twoshoot
Cast :
- Nam Woohyun (Infinite)
- Kim Hyeri (OC)
- Shin Jinhee (OC)
- And the other cast that you can find by your self
Summary :
Menjadi desainer gaun pengantin adalah impianku. Karena pada saatnya nanti, aku juga ingin menggunakan gaun bewarna putih gading itu dengan namja yang sangat kusayangi..
*****
#Woohyun INFINITE berpacaran dengan seorang gadis putri seorang Profesor salah satu Universitas ternama Seoul.
#Woohyun, Main Vocal INFINITE sudah menjalin hubungan dengan seorang gadis selama 2 tahun.
#Main Vocal INFINITE, Woohyun tengah persiapkan pernikahannya.
Nam Woohyun, main vocal dari group idol papan atas INFINITe dikabarkan tengah mempersapkan pernikahannya dengan seorang gadis yang merupakan p utri seorang profesor salah satu Universitas ternama di Seoul.
Keduanya dikabarkan sudah berpacaran sejak 2 tahun terakhir. Woohyun menambatkan pilihannya pada seorang gadis sederhana dan dewasa bermarga Shin. Dikabarkan, sikap dewasa dan tenang yang dimiliki gadis itu yang mampu meredam sifat ceplas-ceplos seorang Woohyun menjadi berkurang.
*****
“Ada apa denganmu, Hye-ya?” tanya Minrae, seorang gadis mungil berambut sebahu pada sahabatnya, Kim Hyeri.
“Gwenchana, Rae-ya. Aku mungkin hanya kelelahan karena belakangan ini banyak pasangan pengantin yang kuhandle.” Balas Hyeri lalu bangkit dari kursinya, mengecek kalender kerjanya untuk melihat dengan siapakah pasangan manakah ia akan bertemu hari ini.
Kim Hyeri, seorang desainer muda untuk sebuah butik pakaian pengantin ternama di pusat kota Seoul. Ini adalah cerita gadis bermarga Park itu dengan salah satu gaun pengantin rancangannya. Gaun pengantin untuk pernikahan mantan namjachingunya, seorang idol papan atas, Nam Woohyun.
JINHEE & WOOHYUN
Kedua nama itulah yang terpampang di kalender kerja miliknya. Calon pasangan pengantin yang berhasil membuatnya lelah belakangan ini. Bukan hanya kelelahan fisik, tapi juga keleahan batin.
“Kau akan bertemu dengan pasangan siapa hari ini, Hye-ya?” tanya Minrae dari meja kerjanya.
“Jinhee dan Woohyun.” Balas Hyeri tidak bersemangat. Ahn Minrae, gadis itu melihat ada perubahan air muka yang signifikan diwajah sahabatnya itu. Mendadak lemah dan tidak tampak senyuman disana.
“Gwenchana, Hye-ya?” ujar Minrae perhatian.
“Molla.” Balas Hyeri. Nampak buliran air mata mulai keluar dari kedua mata beningnya.
*****
Minrae POV
Aku menghampiri gadis itu, sahabat sekaligus keluargaku disini. Gadis ceria yang beberapa bulan belakangan ini kehilangan keceriaannya, kehilangan senyumnya dan kehilangan impiannya. Aku mengenalnya sejak 2 tahun lalu, saat kami bertemu dalah sebuah pagelaran fashion dikota yang tidak pernah mati, New York. Saat itu kami masih berstatus sebagai mahasiswa sebuah sekolah fashion disana. Kami menjadi akrab karena kami berasal dari negara yang sama, Korea. Dan ketika kami lulus setengah tahun yang lalu, kami memutuskan untuk bekerja disini, DeFluer Bride, butik pakaian pengantin milik sepupuku.
Semua aura semangat dan keceriaan darinya perlahan menghilang sejak ia bertemu dengan pasangan calon pengantin Shin Jinhee dan Nam Woohyun, 3 bulan yang lalu. Keduanya adalah klien ekslusif butik kami mengingat status Woohyun sebagai idol papan atas di negaraku ini.
“Tidak perlu dilanjutkan kalau kau merasa tidak mampu, Hye-ya. Aku bersedia menggantikanmu.” Ujarku lalu memeluknya. Ia kembali menangis, aku tahu. Rasa sakitnya tidak akan hilang walaupun ia terus menangis.
Aku mengerti bagaimana perasaannya hancur ketika harus bertanggung jawab terhadap gaun pengantin pernikahan mantan namjachingunya sewaktu sekolah menengah itu. Mantan kekasih yang masih sangat disayanginya hingga hampir 7 tahun setelah hubungan keduanya berakhir.
“Aku tidak tahu seberapa banyak rasa sakit itu kau rasakan, tapi kau boleh menyerah kalau memang kau merasa tidak mampu melakukannya. Aku akan mengatakan pada Yoora eonni untuk mengalihkan pekerjaanmu ini padaku.” Ujarku lagi.
Ia bangkit. Melepaskan pelukanku dan mengusap air matanya. “Tidak perlu, Rae-ya. Aku masih bisa melakukannya.” balasnya.
“Kau yakin?” Ia mengangguk lalu merapihkan buku sketsa miliknya kedalam tas dan beranjak pergi untuk menemui kedua calon pengantin itu.
“Aku pergi dulu, Rae-ya. Annyeong.” Pamitnya.
*****
Sebuah mini galery menjadi tempat pilhan Jinhee dan Woohyun untuk bertemu dengan sang desainer gaun pernikahan mereka, Kim Hyeri. Teman sekaligus yeoja yang pernah sangat berarti dalam hidup Woohyun ketika ia bersekolah dulu dan juga yeoja yang meninggalkannya menuju negara sahabat demi memilih kelanjutan studinya. Gadis yang sudah ingin Woohyun lupakan dari hidupnya, dari rasa sakit yang pernah dialaminya.
“Apa kau benar-benar menyukai gaun rancangannya, Jinnie-ya?” tanya Woohyun. Ekspresi gusar tampak diwajah tampan laki-laki itu.
“Nde, waeyo oppa? Kan kau sendiri yang menyarankanku untuk mendatangi butik itu. Apa ada masalah?” tanya Jinhee bingung.
“Anniyo. Kalau kau memang yakin ya sudah, aku ikut saja dengan pilihanmu itu.” balas Woohyun.
“Waeyo oppa? Katakan saja kalau memang ada yang kau tidak sukai. Aku tidak masalah jika harus membatalkannya. Selagi persiapannya belum terlalu jauh.” Ujar Jinhee.
“Dwesso. Lanjutkan saja. Lagipula kau akan kau juga sudah meminta rancangannya. Tidak enak juga kalau dibatalkan.” Jawab Woohyun.
Tidak lama, Hyeri datang. Gadis itu datang dengan membawa beberapa contoh gambar desain gaun pengantin buatannya dan beberapa contoh bahan yang akan digunakan nantinya. Jinhee melambaikan tangannya pada gadis bermata sipit itu. Ini adalah pertemuan ketiganya dan kedua bagi Woohyun. Karena pada pertemuan pertama Jinhee dan Hyeri sebulan yang lalu, Woohyun tidak sempat menemani Jinhee dan hanya memberikan kartu nama butik kenalan manager Infinite kepada gadisnya itu. Barulah pada pertemuan kedua, Woohyun menemani Jinhee dan betapa kagetnya ia ketika kembali bertemu dengan Hyeri. Hal yang sama juga dengan apa yang Hyeri rasakan.
Woohyun’s flashback
“Kau sudah memilih desain gaun yang kau inginkan, Jinnie-ya?” tanya Woohyun pada sang gadis sambil membolak-balik halaman majalah wedding yang ada di tangannya.
“Sudah, sudah ada beberapa yang menjadi pilihanku. Makanya hari ini aku mengajakmu kesini untuk mendiskusikannya bersama.” Balas Jinhee sambil melihat beberapa gaun pengantin yang tergantung dalam jajaran hanger.
“Jadi kau belum menentukannya? Lalu kunjunganmu kesini kemarin untuk apa?” tanya Woohyun bingung.
“Untuk membicarakan mengenai konsep dan memilih gaun untuk prewedding dan juga memilih desainer yang akan bekerja sama dengan kita. Kemarin ia tidak bisa langsung memberikan desainnya untukku, karena aku pun masih bingung dengan model yang kuinginkan. Lebih tepatnya juga aku ingin meminta masukan darimu, oppa.” Balas Jinhee.
“Ya, tanpa harus meminta pensetujuanku pun aku setuju dengan pilihanmu sayang.” Ujar Woohyun ketika Jinhee sudah berada di sampingnya.
“Tapikan ini pernikahan kita berdua, oppa. Bukan hanya aku atau kau saja. Jadi aku tidak ingin memasukan opiniku saja dalam pilihanku, tapi juga opini darimu.” Balas gadis berkacamata itu.
Kesibukan Woohyun dari aksi menutupi hubungan dan rencana pernikahannya dari media memang menyita banyak waktu namja itu, maka baru kali ini ia bisa menemani sang gadis untuk mempersiapkan hari spesial keduanya nanti. Untungnya, Jinhee sudah memahami apa yang menjadi pekerjaan calon suaminya itu. 2 tahun keduanya anggap cukup untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain, sebelum akhirnya memutuskan untuk meresmikan hubungan keduanya dalam ikatan pernikahan. Melangkahi sang leader, Sunggyu untuk memulai perjalanan baru dalam hidup keduanya itu.
“Ah, oppa. Itu dia eonni yang akan menjadi desainer kita nanti.” Ujar Jinhee. “Eonni.” Bangkit gadis itu lalu menghampiri sang desainer, Hyeri.
“Annyeong, Jinhee-ya.” Sapa Hyeri. “Mana namja beruntung yang akan menjadi calon suamimu?” tanya gadis itu lalu mengikuti langkah Jinhee menghampiri sang kekasih yang masih duduk di sofa.
Betapa kagetnya Woohyun ketika melihat yeoja yang akan menjadi desainernya itu melangkah bersama Jinhee. Yeoja dimasa lalunya yang sudah lama ia lupakan dan tidak ingin ia temui lagi. Kekagetan yang sama pun menerpa Hyeri, ia kaget dengan klien, calon pengantin pria yang ada di hadapannya saat ini. Namja di masa lalunya yang masih ia sayangi hingga saat ini.
“Oppa, kenalkan, ini Hyeri eonni. Dia desainer yang akan mendesain gaun yang kuinginkan.” Ujar Jinhee. “Dan, eonni. Ini calon suamiku, Nam Woohyun.” Lanjutnya.
Ekspresi canggung tampak jelas di wajah keduanya. Tatapan keduanya bertemu. Mencoba menelusup pada cerita lama yang pernah mereka lalui sebelum akhirnya membuat keduanya berpisah. Rasa marah itu kembali berkecamuk di hati namja bersuara lembut itu, malas dan enggan untuk menyapa kembali gadis dihadapannya itu. Dan rasa bersalah pada perasaan Hyeri ketika bertemu Woohyun kembali. Hingga akhirnya, memilih untuk berpura tidak mengenal satu sama lain adalah pilihan yang keduanya ambil.
“Annyeonghaseo. Kim Hyeri imnida. Aku desainer yang akan bertanggung jawab pada baju pengantin kalian.” Kenal Hyeri. Sebuah senyum memaksa tersungging di wajahnya.
“Nam Woohyun imnida.” Balas Woohyun dingin. Jinhee, gadis itu masih belum menangkap kecanggungan yang terjadi diantara keduanya.
Flashback end
*****
Woohyun POV
Kenapa harus dia? Kenapa harus gadis itu? Aku memang yang menyarankan Jinhee memilih butik ini, butik kenalan managementku, karena beberapa kali memang Infinite pernah bekerja sama dengan tempat ini sebagai model ataupun penujang penampilan kami di acara award. Tapi yang kutahu, dulu tidak ada gadis itu disni. Memang, sejak 6 bulan yang lalu management melakukan penggantian desainer untuk penampilan kami dengan memilih butik lain. Dan 6 bulan lalu itulah aku terakhir berkunjung kesini.
Betapa kagetnya aku ketika melihatnya pada pertemuan kami kemarin. Pertemuan untuk membicarakan desain gaun yang diinginkan oleh Jinhee. Memang sudah terhitung cukup lama kami tidak bertemu, mungkin 7 tahun, atau lebih. Sejak ia meninggalkan aku demi untuk lebih memilih melanjutkan pendidikannya di negara sahabat. Meninggalkanku dengan setumpuk rasa sakit dan kecewa. Lebih mementingkan egonya dibandingkan hubungan kami waktu itu.
Ya, dia adalah yeoja dimasa laluku. Yeoja yang pernah menjadi paling berarti bagiku setelah eomma selama 2 tahun. Dia yang menyemangatiku dan selalu menyuruhku untuk tetap berlatih saat masa trainee dulu. Tapi, ia juga yeoja paling egois yang pernah kukenal. Dengan sebelah pihak, ia memutuskan hubungan yang pernah terjalin diantara kami ketika ia akan pergi meninggalkanku waktu itu. Tanpa alasan yang kuat ia memintaku menyudahinya. Satu alasan kuat menurutnya, jarak. Ia tidak mau menjalani hubungan jarak jauh denganku dan lebih memilih untuk mengakhiri semuanya tanpa memikirkan betapa aku masih menyayanginya waktu itu, betapa aku sakit ketika itu. Aku ingin melupakannya dan juga tidak ingin menemuinya. Tapi saat ini, aku bertemu lagi dengannya. Di hadapanku saat ini yeoja itu sedang membahas desain gaun pengantin yang sudah diminta Jinhee.
“Oppa, menurutmu yang mana yang lebih baik. Gaun dengan model berlengan atau sedada dengan tambahan bolero nantinya?” ujarJinhee memcah lamunanku.
“Hmm, terserahmu saja sayang. Model berlengan juga bagus. Seperti yang Sunhee tunjukkan kemarin.” Balasku. Aku mendapati mata itu menatapku. Ah, aku malas dengan situasi ini.
“Baiklah.” balas Jinhee. “Eonni, sepertinya aku lebih memilih desainmu yang ini. Desain awal yang kau berikan padaku. Dress dengan model berlengan ini lebih terlihat elegan dan simple ketika akan digunakan nanti.” Balas Jinhee.
Rencana pernikahan kami akan dilaksanakan 1 bulan lagi, waktu yang kami miliki untuk menyiapkannya sangat terbatas, terlebih aku juga harus berkejar-kejaran dengan media dan netizen.
“Ah, baiklah. Aku rasa juga memang ini yang paling cocok denganmu dan juga dengan keinginan calon suamimu.” Ujarnya. Ada sedikit kesan sedih tersirat dari nada bicaranya. “Lalu bagaimana dengan anda, Woohyun-ssi. Jas seperti apa yang ingin kau kenakan nanti?” lanjutnya.
“Maaf, anda tidak perlu repot-repot dengan desain jas yang ingin kugunakan nanti. Aku sudah memilikinya dan sudah ada desainer lain yang mengerjakannya.” Balasku dingin.
“Ah, Josunghamnida. Baiklah kalau begitu. Aku rasa pekerjaanku sudah selesai setelah kau memilih desain gaun dan bahan yang kau inginkan. Aku pamit kalau begitu.” Pamitnya.
“Eonni, kau tidak ingin makan bersama kami? Ayo ikut saja. Sekalian kau sudah ada disini.” Ajak Jinhee.
“Jinnie-ya, sepertinya kita harus membatalkan rencana makan siang kita. Sungyeol baru saja mengirimiku pesan untuk segera kembali ke perusahaan. Ada yang perlu kuurus bersama yang lain disana.” Ujarku bohong. “Dan terima kasih atas bantuan anda, Hyeri-ssi. Kalau anda ingin kembali silahkan, karena kami juga akan segera kembali.” Lanjutku. Sebenarnya aku sudah malas. Malas melihatnya, karena dengan melihatnya lagi, semua yang sudah ku kubur dalam-dalam itu seakan menyeruak kembali ke permukaan.
Bisa kulihat ekspresinya menjadi kaku. Datar. Mungkin ia kaget dengan apa yang aku katakan tadi. Tidak seperti Nam Woohyun yang pernah dikenalnya dulu. Kim Hyeri, tau kah kau apa yang membuatku seperti ini? Kau. Batinku.
“Oppa, ada apa denganmu?” ujar Jinhee. “Eonni, mian. Sepertinya kami juga harus segera kembali. Dan jangan masukan apa yang Woohyun oppa katakan kedalam hati. Ia hanya sedang kelelahan saja.”
“Gwenchana, Jinhee-ya. Aku mengerti. Ya sudah, aku pamit kalau begitu.” Pamitnya. “Woohyun-ssi, aku pamit.”
Aku tidak merespon. Aku sibuk dengan secangkir kopi di hadapanku yang sudah mulai mendingin. Mengambil kunci mobil yang ada di dekatnya dan bersiap keluar dari tempat ini, keluar mencari angin segar dari segala kekesalan yang ada.
“Jinnie-ya, ayo kita ke mobil.” Ajakku.
*****
Jinhee POV
Apa yang salah sebenarnya hari ini? Tidak, bukan hanya hari ini, tapi sejak beberapa hari yang lalu, sejak aku mengenalkan Woohyun oppa pada Hyeri eonni, desainer gaun pernikahan kami. Wajah lelah dan gusar selalu jelas nampak di wajahnya belakangan ini. Memang, ia sedang menghindari kerjaran para netizen dan juga media dari pemberitaan mengenai hubungan dan rencana pernikahan kami yang mulai tercium oleh publik. Tapi aku rasa bukan itu masalahnya, ada yang lain. Karena terkadang aku melihat ada rasa sakit dari manik mata namja ini.
"Oppa, gwenchana? Sepertinya kau terlihat tidak sedang dalam keadaan baik." ujarku. Aku menatapnya yang sedang fokus pada jalanan kota Seoul yang sudah mulai ramai ini. Tapi sekali lagi aku lihat, tatapannya kosong. "Oppa.." panggilku.
"Ah, mian. Maafkan aku, Jinnie-ya." ujarnya kembali ke alam sadarnya.
"Gwenchana? Kau terlihat lelah." balasku.
"Nan, gwenchana." balasnya. "Mau makan dimana kita hari ini?"
"Makan siang?" ia menbangguk. "Bukankah kau bilang Sungyeol oppa menyuruhmu kembali ke kantor tadi?" tanyaku bingung.
"Tidak jadi. Sungyeol menghubungiku lagi tadi." aku tahu ia berbohong, karena tidak ada stupun bunyi ponsel terdengar sejak kami berada di mobil ini.
"Kita ke apartemen saja, oppa. Kita makan disana. Aku akan memasak untukmu." ujarku.
Sepertinya ada yang disembunyikan namja tampan disampingku ini. Oppa, apa yang kau pikirkan? Ceritalah padaku.
*****
Hyeri nampak tertunduk lesu di meja kerjanya. Ia sudah kembali dari pertemuannya dengan pasangan calon pengantin yang membuat pekerjaannya terasa semkin lelah ini beberapa jam yang lalu. Saat ini hanya ada gadis itu di ruang kerjanya. Jam kerja di butik DeFluer sudah berakhir sejak sejam yang lalu. Minrae sahabatnya ijin untuk pulang lebih awal karena ia memiliki janji dengan kekasihnya yang baru saja menyelesaikan wajib militer.
Pandangan gadis bermarga Kim itu membuaram, genangan air mata yang sudah muncul seminggu belakangan ini kembali menyeruak untuk mengalir di pipi mungilnya. Memandang fotonya bersama namja yang masih di cintainya sewaktu sekolah dulu. Foto yang tidak pernah ia keluarkan dari dalam dompetnya.
"Sesakit ini kah yang kau rasakan dulu, Hyun-ah?" ujar gadis itu lirih. Mengingat bagaimana hubungan keduanya harus berakhir. Kesalahan terbesar dalam hidup Hyeri. "Semua memang karena keegoisanku."
Ia kembali memandangi 2 lembar foto yang berada di hadapannya saat ini. Mengingat semua cerita yang pernah terjalin diantara keduannya. Segala cerita manis yang pernah muncul dalam hidupnya dengan pria bersuara lembut itu kembali bermunculan dalam memorinya. Memori manis yang selalu ia simpan dalam sudut otak yang terdalam. Tersimpan rapih agar semuanya itu akan selalu menjadi menyenangkan ketika diingat.
Disaat yang sama namun tempat yang berbeda. Woohyun tengah menunggu sang kekasih selesai mencuci piring kotor yang baru saja merka gunakan untuk makan malam. Pandangan namja itu menerawang jauh kearah langit yang sedang dilihatnya dari balkon apartemen yang akan menjadi rumah mereka nanti. Desahan nafas berat terdengar dari mulutnya. Sakit, mungkin hal itu yang tengah dirasakan oleh namja itu.
"Oppa-ya, kau sedang apa disini? Udara cukup dingin. Kenapa kau tidak menunggu di dalam saja?" ujar Jinhee lalu memeluk kekasihnya itu dari belakang.
"Melihat bintang malam ini sambil menunggumu." balas Woohyun hangat. Menarik tangan gadis yang memeluknya itu agar mengeratkan pelukannya.
"Oppa.." panggil Jinhee lalu melepaskan pelukannya dan membuat Woohyun berbalik menghadap gadis itu.
"Wae?"
"Kalau ada masalah ataupun sesuatu yang mengganjal pikiranmu, ceritakanlah padaku. Jangan memendam sendiri." ujar Jinhee lalu menatapWoohyun hangat.
"Pastinya sayang. Aku akan selalu bercerita kepadamu kalau aku memiliki masalah. Membgi bebanku bersamamu dan membagi segakanya denganmu." balas Woohyun lalu merangkul gadis berkacamata itu dalam pelukannya.
"Kau yakin?" Woohyun mengangguk. "Tapi sepertinya itu sedang tidak kau lakukan." lanjut Jinhee mendekap kedua pipi Woohyun hangat.
"Jigeum? Nan gwenchana. Aku sedang tidak memiliki masalah saat ini. Kau tidak perlu khawatir, Jinnie-ya."
"Geotjimal. Matamu tidak bisa berbohong oppa. Katakanlah.." ujar Jinhee meyakinkan.
"Jinjja?"
Woohyun, namja ini semakin mencintai dan menyayangi Jinhee. Gadis yang akan menemannya dalam sisa hidupnya kelak dalam hitungan hari lagi. Gadis yang mampu menyembuhkan lukanya dan membuatnya kembali menjadi seorang Woohyun yang ceria, Woohyun yang dapat merasakan apa yang disebut dengan jatuh cinta lagi. Haruskah ia menyimpan semuanya dari gadis ini? Menutupnya rapat-rapat agar rasa sakit itu tidak menyeruak lagi?
*****
7 tahun yang lalu...
Senyuman dan tawa tidak pernah sirna dari pasangan kekasih yang sudah menjalani kencan sejak 2 tahun yang lalu. Seorang namja yang cukup populer di sekolah itu yang terkenal dengan kepiawaiannya menyanyi. Suara merdu nan lembutnya mampu menyihir setiap pasang telinga yang mendengarnya, terlebih didukung dengan ketampanan yang cukup. Nam Woohyun. Dan seorang gadis yang juga tak kalah populer karena bakatnya yang luar biasa dalam melukis, mendesain dan merancang sebuah pakaian. Kim Hyeri.
"Kau akan latihan lagi hari ini?" tanya Hyeri ketika keduanya ssdang menikmati makan siang mereka di kantin sekolah.
"Seperti biasa. Tapi aku lelah. Ingin rasanya beristirahat saja seharian dan pergi bersamamu." balas Woohyun.
"Eiys, itu sama saja namanya. Untuk apa kau berlibur satu hari dengan alasan ingin beristirahat tapi pergi juga denganku. Andwe, lebih baik kau latihan saja." balas Hyeri.
"Sehari saja." ujar Woohyun.
"Tidak bisa. Lagipula aku juga memiliki beberapa jadwal untuk mempersiapkan pagelaran fashion yang tempat kursusku akan adakan. Mian." balas Hyeri. Woohyun hanya mengangguk. Ia mengerti, memang kalau gadisnya itu sedang meniti karirnya untuk menjadi seorang desainer kenamaan di masa depan.
"Ndee, arraso. Aku mengerti bagaimana kesibukanmu ini. Tapi tidak apa, kalau itu memang demi impianmu nanti."
Namun, mungkin itu adalah keakraban dan keromantisan yang terakhir kali terjadi sebelum keduanya menjadi tidak seromantis itu lagi. Menjauhkan keduanya satu sama lain, karena keegoisan dan kebohongn salah satu dari mereka.
"Hye-ya, ini semua tidak benar kan?" seru Woohyun mennyakan kabar yang baru saja di dengarnya dari teman-temannya.
"Mian oppa." balas gadis itu menunduk. Semua pemberitaan mengenai dirinya yang sudah tersebar seantero sekolah memang benar.
"Tapi kenapa kau melakukan ini? Tidak, tidak. Ini semua pasti bohong kan?" tanya Woohyun lagi. Namja itu masih tidak percaya dengan berita yang baru saja di dengarnya.
Seperti godam yang menimpanya dalam sekali pukulan, baru saja 2 hari yang lalu Hyeri meminta hubungannya dengan gadis itu berakhir. Dengan alasan Hyeri akan melanjutkan studinya di New York karena gadis itu berhasil mendapatkan beasiswa dari tempat kurusunya. Tapi Woohyun sama sekali belum memutuskannya. Ia masih berusaha meyakinkan gadis itu untuk tetqp bersamanya. Namja itu masih sangat menyayangi Hyeri dan tidak masalah dengan hubungan jarak jauh yang harus mereka jalani kalau Hyeri pindah ke New York.
"Hye-ya, jawab pertanyaanku. Katakan kalau itu tidak benar kan? Kim Hyeri, Jaebal" ujar Woohyun meninggi. Ia sudah tidak bisa menahan emosinya karena gadis dihadapannya ini tak kunjung memberikan jawaban.
"Hyun-ah, jeongmal mianhae." balas Hyeri. Suara tangis mulai terdengar di sela nada bicaranya.
"Maaf? Maaf untuk apa? Bukan maaf yang aku butuhkan saat ini, Hye-ya." Woohyun frustasi.
Ia tidak mau, bukan, ia tidak siap kalau saja apa yang di dengarnya dari teman-temannya itu adalah benar. Sebuah kebenaran yang telah memukulnya telak. Menghantamkan rasa sakit yang teramat sangat. Rasa sakit yang lebih dari sekedar kebohongan dan dikecewakan, pengkhianatan.
"Hye-ya, jaebal. Katakan kalau semua itu tidak benar. Itu hanya omong kosong saja kan? Aku yakin, kau tidak mungkin melakukannya." seru Woohyun memncoba meyakinkan dirinya sendiri.
Tidak ada suara ataupun jawaban yang keluar dari gadis berambut hitam, calon desainer yang duduk dihadapan Woohyun saat ini. Hening. Tidak ada suara sampai akhirnya Woohyun meninggalkannya.
"Hyun-ah, chankam." ujar gadis itu lirih, menahan Woohyun dengan menarik tangan namja itu. Woohyun berbalik. Menatap mata gadis yang disayanginya itu dengan mata sembab.
"Wae? Kau ingin mengatakan kalau itu tidak benar kan?" ujar Woohyun tak kalah lirih.
"Hyun-ah, mian." kata-kata itu lagi.
"Kim Hyeri. Jaebal, bukan itu yang ingin kudengar darimu. Bukan kata itu." seru Woohyun kembali frustasi.
"Hyun-ah, mian. Jeongmal mianhae." ujar Hyeri lagi. "Mian karena semua itu benar. Benar kalau aku menjalin hubungan dengan Hyokwang disaat aku juga mdnjalani hubungan denganmu." isak gadis itu. Mengakui memang sakit dan kejujuran itu memberikan efek yang lebih sakit.
Praang!!! Hancur, seketika itu juga Woohyun merasa dunianya sudah hancur. Hancur dengan pengkhiatanan yang dilakukan oleh kekasihnya. Menduakan dirinya dengan teman mereka sendiri. Kakinya terasa lemas, membuatnya terududuk dilantai. Melemahkan tubuhnya dan memburamkan pandangannya. Genggaman tangan Hyeri juga sudah terlepas diari pergelangan tangannya.
"Hyun-ah, jeongnal mianhae. Ini semua salahku dan aku mengakuinya. Aku nyaman berada di dekatnya. Hyokwang bisa memberikanku waktunya untukku disaat aku membutuhkan seorang teman yang bisa kuajak berbagi. Satu hal yang aku tidak bisa banyak dapatkan darimu." ujar Hyeri."Maafkan aku tidak bisa menahan itu, Hyun-ah."
Seperti tamparan langsung di wajahnya. Namja itu juga memang mengakui, kala belakangan ini memang ia tidak bisa memberikan banyak waktunya lagi pada Hyeri. Tidak bisa menjemputnya lagi kalau ia pulang gerlambat dari tempat kursus. Menemaninya menghabiskan waktu di akhir pekan atau sekedar makan bersama sepulang sekolah. Jadwal latihannya sebagai trainee memang sedang menggila. Tapi setiap kali ia bertanya pada gadis itu, Hyeri berkata tidak apa-apa. Ia bisa mengerti dengan apa yang sedang Woohyun lakukan, mengejar impian namja itu untuk menjadi seorang bintang. Sama seperti apa yang Hyeri lakukan. Maka tidak pernah terbersit sedikitpun di benak Woohyun kalau Hyeri akan sampai melakukan ini semua.
*****
Sejak itulah akhirnya Hyeri memutuskan sepihak hungan mereka. Tidak pernah ada kata 'iya' dari mulut Woohyun atas permintaan Hyeri itu. Ia hanya meninggalkan Hyeri jauh, membiarkan gadis itu pergi dengan pilihannya dan keputusannya. Rasa sakit atas pengkhiatan itulah yang membuatnya merasa tidak perlu memberikan jawaban apapun atas permintaan putus dari Hyeri itu. Woohyun memilih untuk membenci gadis itu, melupakannya dan tidak ingin bertemu dengannya lagi. Dalam hal apapun dan kesempatan apapun. Ia memutus akses komunikasinya dengan gadis itu.
"Woohyun-ah, apa yang terjadi? Semuanya berjalan dengan lancar bukan?" tanya sang leader menghampiri namja itu di depan komputer kerja miliknya. Woohyun tengah menyelesaikan arrasement lagu ciptaannya untuk Jinhee di hari pernikahan mereka nanti.
"Semuanya berjalan lancar, hyung. Hanya tinggal menunggu waktunya saja." balas Woohyun.
"Lalu kenapa kau terlihat muram seperti itu? Takut dengan waktu yang semakin dekat? Keyakinan dirimu hilang?" tanya Sunggyu lagi.
“Anniyo.” balas Woohyun.
Keduanya terdiam cukup lama sebelum hal itu Woohyun rasa perlu ia sampaikan pada leader sekaligus sahabatnya di group itu.
"Hyung, aku bertemu denganya lagi. Ia desainer gaun Jinhee nanti."
"Nugu?"
"Hyeri.." balas Woohyun lemah. Ekspresi itu muncul lagi. Raut sakit hati yang pernah muncul diwajah sahabatnya ini 7 tahun yang lalu.
"Jeongmal?" tanya Sunggyu tidak percaya. Karena yang ia tahu, gadis itu sudah lama meninggalkan Korea dan tak kunjung kembali. "Tapi bukankah kau menggunakan butik DeFleur milik Yoora noona kan?"
"Nde, dan dia adalah salah satu desainer yang bekerja disana sekarang." balas Woohyun.
"Tapi aku tidak pernah melihatnya kalau kita melakukan pemotretan disana."
"Iya, terakhir kali kita kesana memang gadis itu belum bekerja disana. Beberapa bulan setelahnya baru ia bekerja disana. Setelah ia menyelesaikan pendidikannya." jelas Woohyun.
"Kau masih menyayanginya? Atau.."
"Tidak hyung. Sudah lama perasaan itu kubuang untuknya. Tidak ada lagi. Aku hanya menyayangi Jinhee saat ini. Hanya gadis itu." potong Woohyun.
"Lalu?"
"Entahlah, hyung. Semua yang sudah ku kubur dalam-dalam dulu menyeruak, muncul kembali. Membuka kembali luka lama yang sudah sangat tidak ingin kuingat lagi. Rasanya perih, hyung kalau mengingatnya lagi. Kau tahukan?" balas Woohyun. Frustasi, namja itu terlihat seperti itu lagi. Mengacak rambutnya kacau.
"Arraso. Tapi kalau boleh aku memberikanmu saran, bertemulah berdua saja dengannya. Bicarakan semuanya, ini sudah cukup lama, Woohyun-ah." ujar Sunggyu. "Apa Jinhee sudah mengatahui hal ini?" tanya Sunggyu.
"Nde, ia sudah mengetahuinya hyung. Ia yang menyadari kalau ada sesuatu yang berbeda diantara aku dengan Hyeri setelah kami bertiga bertemu bersama lagi beberapa waktu yang lalu."
"Lalu bagaimana repsonnya?"
"Ia sangat dewasa, hyung. Tidak cemburu atau apapun lainya. Ia mendengarkan semua ceritaku dan mengatakan kalau itu adalah bagian dari masa laluku." balas Woohyun.
"Melegakan. Kita, kau, aku dan Myungsoo memang berungung mendapatkan mereka. Gadis-gadis yang selalu dewasa dengan pemikirnnya dan selalu memahami apa yang kita lakukan." balas Sunggyu. "Temuilah, Hyeri dan katakan juga pada Jinhee kau ingin menemuinya." saran Sunggyu.
"Molla, hyung. Akan ku fikirkan lagi." balas Woohyun.
*****
Hyeri POV
3 minggu lagi, deadline yang harus kuselesaikan untuk membuat gaun pengantin milik Jinhee. Membuat gaun pengantin untuk calon istri namja yang masih sangat kusayangi hingga saat ini. Sisa waktu yang masih dapat kugunakan sebelum aku melihat gaunku ini mereka kenakan di hari bersejarah dalam kehidupan keduanya yang mungkin juga menjadi hari terakhirku untuk dapat menyayanginya. Menyayanginya sebelum statusnya yang berubah. Tapi haruskah aku mengakuinya? Bertemu pandang saja ia sudah enggan denganku.
Penyesalan memang selalu datang terlambat. Aku tahu, kalau diingat kembali mungkin memang aku yang menyebabkan semua kekacauan ini. Membuatnya marah dan jauh dariku. Kesalahan terbesar dan terbodoh yang pernah kulakukan. Membagi hati dan perasaaku untuk Woohyun dengan namja lain. Aku sangat menyesalinya, karena pada akhirnya aku sadar. Perasaanku dengan Hyokwang adalah sebuah kenyamanan saja, bukan sayang dan kenyamanan seperti yang pernah Woohyun berikan padaku.
Dan aku pun merasakan bagaimana rasanya di duakan, seperti yang Woohyun rasakan. Mungkin ini yang disebut dengan karma. Aku menyesalinya, karena sesungguhnya memintanya menyudahi hubungan kami itu pun berat bagiku. Aku masih menyayanginya saat itu, masih dan sampai saat ini.
“Jeongmal Mianhae. Aku masih menyayangimu, Hyun-ah.” Ujarku dalam hati.
Kubuka lagi lembaran desain gaun yang telah dipilih oleh Jinhee. Desain gaun lamaku yang tidak pernah kuberikan pada siapapun. Desain gaun pengantin impianku. Gaun pengantin yang juga menjadi pilihan Woohyun.
Flashback
“Apa yang sedang kau buat, Hye-ya?” ujar Woohyun menghampiri gadisnya itu. Namja itu tengah mendapatkan waktu libur satu hari dari latihannya dan kebiasaannya adalah mengunjungi apartmen mini tempatku tinggal untuk menemaniku.
“Rancangan gaun.” balasku
“Gaun pernikahan lagi?” aku menangguk. “Whoa, kau benar-benar kreatif, sayang. Sepertinya kalau aku sudah sukses nanti dan menikah denganmu, aku tidak perlu menyewa jasa seorang desainer untuk membuat gaun pernikahan kita.” ujarnya lalu menarik lembar kertas sketsaku.
Gaun berekor pajang dengan model sedikit berlengan dan potongan rendah di bagian belakang, serta bordiran etnik disudut ekor gaunku. Simple. “Hmm, tentunya. Bagaimana kalau desain yang ini saja yang akan aku gunakan?” ujarku lalu menunjuk gambar yang tengah dipegang olehnya.
“Apapun pilihanmu, aku menyukainya.” Ujar Woohyun lalu menarik bahuku dalam pelukannya.
Flashback end
Ketika aku bertemu dengan Jinhee pertama kali, ia meminta rancangan gaun yang simple dan elegan, aku langsung terfikir untuk membuatkan desain yang hampir serupa dengan gaun impianku. Karena setelah mengobrol lebih jauh tentangnya dan bagaimana karakteristik sang calon suami, aku menemukan satu kemiripan dengannya. Ya, keinginan akan konsep dari pernikahan dan gaun pengantin yang hampir sama.
Namun, karena kesibukanku yang juga harus menghandle beberapa pasangan pengantin yang lainnya, aku tidak sempat untuk membuatkan gadis itu desain baru. Semalam sebelum pertemuan keduaku dengannya dan juga pertemuanku kembali dengan Woohyun, aku membuka kembali buku-buku desain lamaku dan menemukan desain gaun ini. Ya, aku fikir akan menggunakan desain itu lebih dulu dan beberapa desain lainnya untuk dijadikan desain kotor gaun pernikahannya.
Tapi, ternyata gaunku itulah yang menjadi pilihannya. Pilihan akhirnya dengan Woohyun. Entah Woohyun mengingatnya atau tidak, tapi itu adalah rancangan gaun pengantin yang menjadi pilihannya dulu, setiap kali kami bercanda membahas mengenai pernikahan. Perasaan sesak itu kembali muncul, menyeruak naik kedalam permukaan hatiku. Entahlah, tapi kalau boleh memilih. Bolehkan aku mundur dari tanggung jawabku ini? Sulit rasanya membuat gaun itu, gaun impianku dengan Woohyun, tapi orang lain yang akan memakainya. Mengertikah kalian?
Lamunakku terpecah, ketika sebuah nomor yang tak kukenal muncul dilayar.
“Yobboseo..” sapaku dengan suara yang masih terdengar menahan tangis.
“Bertemu di Fork Cafee jam makan siang Jumat ini.” Ujar si penelpon. Suara yang masih sangat kuingat. Suara yang selalu kurindukan untuk di dengar langsung 7 tahun ini.
Sambungan terputus. Aku belum sempat membalasnya. Otakku tersihir seketika ketika mendengar pria itu berbicara padaku. Mungkinkah ini kesempatan ku untuk bertemu dengannya?
*****
________________________________________________________________________________
Selamat membaca para readers :)
Semoga kalian bisa masuk kedalam alur cerita ini ketika kalian membacanya..
Mohon Comment, Like and Love nya yaa :)
Dan jangan sungkan untuk membaca ff lain buatanku dengan judul When Love Bring You Back :)
Best Regrads,
tiara ekha - @khaiicheen