Picture of You
Author : Nuevelavhasta
Genre : romance, school life, slice of life
Rate : T, PG-15
Casts : Kim Myung Soo a.k.a L INFINITE, Choi Min Rin (OC), INFINITE’s member, and another OCs
Disclaimer : This fanfic is belong to me and the characters are belong to theriselves. Don’t do any plagiarism in any form or karma will fvkk you up
Ehm! Ini fanfic remake dari author. Dulu pernah author bikin dan publish dengan pen-name yang beda di salah satu fanpage di facebook. Itu dulu, waktu author masih baru nyemplung di dunia fanfic jadi masih keliatan ancur. Nah, makanya author sekarang coba bikin lagi dari awal ^^ (meski tau mungkin keliatan masih ancur since I’m an amateur.lol) Ma, hope you guys enjoy it!! And thennnnn...sorry for the typo(s)!! Maklumi jari author yang kadang suka kepleset, atau auto correct dari laptop author sendiri.
Happy reading~!!
Upacara penerimaan murid baru. Dua tahun lalu.
Kim Myung Soo terlambat. Ia tiba di aula sekolahnya ketika semua murid baru sudah berbaris rapi dan ia langsung merangsek ke dalam barisan sekenanya. Beruntung dirinya tidak diseret oleh guru kedisiplinan dan menerima skor atau hukuman di hari pertamanya menjadi murid SMA. Nafasnya terengah dan ia bisa merasakan beberapa bulir keringat jatuh menuruni badannya yang tinggi di balik seragamnya padahal awal musim semi masih menyisakan dingin.
Myung Soo menghembuskan nafasnya cukup keras sambil memejamkan matanya sebentar. Tangan kanannya yang bebas ia gunakan untuk menyeka keringat yang mulai mengalir di pelipisnya. Perlahan, nafasnya kembali normal. Ini semua terjadi karena ia ketinggalan bus dan harus berlari menuju sekolah. Ia kesiangan setelah semalam asyik membaca manga dan menonton anime yang baru update seminggu sekali. Ia pikir ia bisa bangun pagi dan berangkat sekolah dengan mulus. Tapi nyatanya tidak. Ia meneirma konsekuensi yang lain.
Di depan panggung, guru-guru duduk dalam barisan yang rapi. Guru-guru dan karyawan di panggung terbagi menjadi dua blok, dengan podium untuk kepala sekolah berada di tengah dan lebih maju ke depan. Myung Soo baru menyadari jika kepala sekolah sudah berada di podium dan memberikan pidato sambutannya.
Tidak ada yang spesial dari kepala sekolahnya yang baru ini. Seorang pria paruh baya dengan rambutnya yang mulai memutih berpadu dengan apik dengan rambutnya yang masih hitam, setelan jas warna navy blue dengan kemeja putih dan dasi warna senada dengan jas yang bermotif garis-garis miring, kacamata frame tipis yang bertengger di hidung elangnya, dan tubuhnya yang terbilang masih tegap dan kelihatan bugar. Mata kepala sekolah menatap tajam kepada para siswa namun juga lembut melalui kacamatanya.
Sambutan yang beliau sampaikan bagi Myung Soo terasa membosankan. Sangat membosankan. Satu gagasan lalu muncul di kepala Myung Soo. Mungkin akan lebih baik jika ia dihukum daripada harus mendengarkan pidato membosankan di sini. Kepala Myung Soo lalu celingukan melihat sekitarnya. Ada siswa yang memperhatikan dengan serius―biasanya adalah mereka yang berada di barisan depan, ada juga yang sibuk mengobrol dengan teman di sebelahnya dalam nada yang rendah dan hampir berbisik, kadang mereka tertawa atau tersenyum kecil. Seminimal mungkin tidak menimbulkan suara gaduh jika tidak ingin ditegur atau diseret oleh guru kedisiplinan.
Namun ada pula yang asyik sendiri. Bermain dengan sepatu baru mereka, atau jam tangan mereka, atau berusaha agar mata mereka tetap kelihatan terjaga. Myung Soo bisa melihat raut-raut kebosanan di wajah beberapa siswa. Ia tidak sendiri rupanya. Bahkan yang paling susah untuk dipercaya ialah ada siswa yang memejamkan matanya! Myung Soo tidak tahu apakah siswa itu benar-benar tertidur atau tidak, tapi kepalanya yang menunduk membuatnya terlihat memperhatikan dengan seksama.
Mata Myung Soo kembali menyisir sekitarnya. Aula sekolah barunya ini sangat luas, merupakan gabungan dari lapangan basket dan tempat untuk pertunjukkan kesenian. Lantai tempatnya berpijak merupakan lapangan basket.
“Ah! Sonsaengnim!” seruan kecil di barisan di samping Myung Soo menarik perhatian Myung Soo.
Seorang guru kedisiplinan yang mengenakan kaus dan celana training warna putih-hitam tengah menatap galak pada gadis yang baru saja dirangsekkan ke barisan paling belakang, sejajar dengan Myung Soo.
Dilihat dari penampilannya, Myung Soo yakin guru kedisiplinan itu adalah guru olahraga. Tubuhnya tidak begitu tinggi tapi terlihat tegap dan kokoh walau perutnya mulai kelihatan menyembul sedikit. Garis wajahnya terlihat tegas ditambah matanya yang menatap nyalang pada gadis yang terlambat tadi. Wajahnya juga kelihatan bersih tanpa tambahan kumis atau jenggot.
“Mwohaneun geoya, eoh?! Upacara penerimaan murid baru sedang diadakan tapi kau malah asyik mondar-mandir di taman seperti gergaji! Baru hari pertama kau sudah berani melanggar aturan, bagaimana dengan hari-hari berikutnya, huh?!” maki guru tadi dengan nada tidak terlalu keras tapi cukup menarik perhatian beberapa siswa untuk menoleh ke sumber keributan.
“Aku mohon perhatiannya,” suara kepala sekolah menyela dengan dehemannya yang khas saat beliau mengetahui apa yang terjadi di barisan paling belakang itu.
“Apa kalian lihat-lihat?! Perhatikan kepala sekolah yang sedang bicara!” guru kedisiplinan itu berseru keras. Tangannya ikut bergerak-gerak mengisyaratkan para siswa untuk memperhatikan ke depan.
Kaget dengan kegalakan guru kedisiplinan itu, siswa yang tadi menoleh ke belakang langsung kembali memusatkan perhatian mereka ke depan. Kepala sekolahpun bisa melanjutkan pidatonya dengan tenang. Tapi tidak dengan Myung Soo. Ia masih penasaran apa yang akan terjadi pada gadis itu sehingga ia mencuri pandang kearah gadis itu. Sesekali melirik dan menoleh sedikit atau hanya melihat melalui sudut matanya. Telinganya ia pasang baik-baik.
“Aku tidak mondar-mandir, sonsaengnim. Aku berburu foto,” bela gadis itu dengan sedikit erangan. Guru kedisiplinan tadi pasti tidak mempercayai perkataannya.
Apa? Berburu foto? Mata Myung Soo melebar dan ia benar-benar menoleh kearah gadis itu. Baru Myung Soo sadari jika sebuah kamera using berwarna hitam tergenggam di tangan gadis itu. Jauh berbeda dari miliknya yang merupakan model terbaru. Hadiah masuk SMA dari ayah dan ibunya. Ya, Myung Soo juga menyukai dunia fotografi.
“Aish! Aku tidak menerima semua alasanmu! Entah itu kau berburu foto atau serangga aku tidak peduli! Yang kutahu adalah kau berusaha membolos dari upacara ini!” bentak guru kedisiplinan sambil berkacak pinggang. Air ludahnya sempat muncrat keluar membuat gadis itu harus mundur beberapa langkah agar tidak terkena cipratannya.
“Tapi pemandangan di luar tadi cukup bagus―”
“Aku tidak peduli!” gertak guru kedisiplinan itu lagi dengan suara lebih keras. Matanya langsung mendelik pada anak-anak yang menoleh kearahnya. Sepertinya guru itu sangat ahli dalam membuat ciut nyali seseorang.
Gadis dengan rambutnya yang cukup bergelombang itu terlihat mengerucutkan bibirnya. Sepertinya ia menggumamkan beberapa keluhan. Atau makian, mungkin.
“Apa kau bilang, heh?!” tanya guru kedisiplinan galak.
Gadis itu masih mengerucutkan bibirnya dan menatap guru kedisiplinan agak ragu tapi berani. “Aku hanya bilang masih beruntung aku hadir dalam upacara ini,” ujarnya dengan ekspresi tanpa dosa.
Myung Soo melongo. Gadis di sampingnya ini benar-benar punya nyali! Atau rasa takutnya sudah hilang menguap begitu saja?
Guru kedisiplinan tadi berdecak dengan galaknya. “Aish! Dasar bocah sialan satu ini, kurang ajar sekali kau!” umpatan-umpatan lain menyusul keluar dari mulut guru itu. “Siapa namamu?” tanyanya kemudian.
Gadis itu membuka mulutnya ingin menjawab. Tapi belum sempat ia melakukannya, guru kedisiplinan itu menarik bahunya. Gadis itu sedikit kaget mengira guru itu akan menghajarnya. Tapi ternyata guru itu hanya ingin membaca name-tagnya. Myung Soo bisa melihat name-tag gadis itu tidak terpasang sempurna dan terlalu tinggi.
“Choi Min Rin.” Baca guru tadi. “Akan kuingat itu,” pungkasnya sebelum berbalik pergi.
Myung Soo masih menoleh kearah gadis itu. Lalu pandangan mereka bertemu. Myung Soo terkesima pada bola mata hitam yang menatapnya. Begitu dalam seakan bisa membawanya ke dimensi lain. Mata gadis itu besar, tidak kecil seperti milik orang Korea pada umumnya. Double eyelid yang dimiliki gadis itu membuat Myung Soo berpikir apa gadis itu melakukan operasi kelopak mata.
Keduanya bertatapan tanpa bicara satu patah katapun. Gadis itu juga tidak terkejut. Ia balik menatap Myung Soo dengan tatapan yang sulit diartikan. Bukan tatapan benci, tidak suka, heran, senang, terpesona, atau datar. Hanya gadis itu yang tahu apa arti tatapan matanya.
“Annyeong!” akhirnya gadis itu bersuara. Ia menyapa Myung Soo terlebih dahulu diiringi senyuman tipis.
Myung Soo baru saja membuka mulutnya untuk membalas. Namun satu kilatan blitz yang menusuk retina matanya membuatnya urung membalas. Gadis itu gila! Dengan beraninya ia memotret Myung Soo di saat seperti ini.
“Barisan paling belakang. Apa yang kalian lakukan? Apa dengan lampu blitz barusan?” suara kepala sekolah di podium yang menggelegar membuat semua mata tertuju pada Myung Soo dan gadis itu.
Myung Soo segera menunduk. Ia merasa tidak nyaman diperhatikan dengan cara seperti ini. Ia lalu menoleh pada gadis di sampingnya. Gadis itu tersenyum singkat sebelum ikut menunduk. Tubuhnya membungkuk sedikit menunjukkan permintaan maafnya. Kemudian Myung Soo melihatnya. Senyuman dan tawa tertahan dari gadis di sampingnya.
To be continued - go to the next chapter ^^