Na Ra berjalan dengan langkah lebar meninggalkan klab malam itu. Tidak peduli dengan nafasnya yang terengah-engah karena lelah dan emosi yang bercampur jadi satu.
"Brengsek! Kris Wu brengsek!" gadis itu menutup pintu mobilnya rapat dan mengumpat sekeras-kerasnya.
Dia mengusap kasar bibirnya dengan punggung tangan. Baiklah tidak munafik, dia memang sedikit menikmati ciuman tiba-tiba yang Kris lakukan tadi. Tapi mengingat apa yang sebelumnya dia lihat-Kris dengan dua wanita murahan di kedua sisinya, gadis itu tiba-tiba merasa jijik. Na Ra yakin benar bibir si brengsek Kris Wu tadi pasti sudah menjelajahi bibir-bibir wanita itu sebelumnya, dan membayangkan hal itu bahkan membuatnya mual. Gadis itu menggeram kesal lalu segera melajukan mobilnya kembali ke apartemennya.
***
Na Ra's Office
"Hei, Jung Sajangnim memanggilmu di ruangannya." Ujar salah seorang staff yang duduk paling dekat dengan Na Ra.
Gadis itu sedikit menegang.
Tamat riwayatmu, Lee Na Ra. Batinnya.
Na Ra beranjak dari kursi kerjanya dan segera menuju ke ruangan atasannya. Gadis itu berkali-kali menatap pintu ruang atasannya dengan perasaan tak tentu, ia sudah mendekatkan tangannya ke arah pintu lalu kemudian menjauhkannya lagi. Ia sudah hampir berbalik saat tiba-tiba seseorang memanggil namanya
“Lin... Apa yang kau lakukan disini?” seorang pemuda imut dengan taro bubble tea di tangannya memanggil gadis itu dengan nama chinesenya.
“Arghhh... Kenapa mengagetkanku?”
“Aku tidak mengagetkanmu Lin Chao Xin xiaojie, salah sendiri kau melamun.” Pemuda itu menjulurkan lidahnya. Dengan cepat Na Ra merebut bubble tea dari tangan pemuda itu dan menyedotnya habis.
“Lin!!!!!”
“Jangan berteriak Xiao Lu, kau bisa membuatku tuli.” Na Ra berbicara dengan nada santainya.
‘’Hey... Kau harus menggantinya.’’
‘’Dasar rusa, kenapa pelit sekali?’’
‘’Kau selalu seenaknya sendiri!’’ Lu Han mengerucutkan bibirnya kesal.
“Baiklah-baiklah aku akan menggantinya... Tsk! Seperti anak kecil saja.’’
‘’Booo~ kau juga... By the way, apa yang kau lakukan disini?”
Perdebatan dengan Lu Han sempat membuat Na Ra lupa apa tujuannya berada di depan ruang atasannya kali ini.
“Ya Tuhan Xiao Lu, akkk... Bagaimana ini? Sepertinya aku bisa dipecat!”
“MWO????”
“Shhhh... Kau berisik sekali!” Na Ra menutup mulut Lu Han dengan tangannya.
“Hmmmppp... Lepphmmpashhhhkan!” Lu Han memukul tangan Na Ra agar melepaskannya.
“Kau ingat aku mendapatkan tugas maha penting tempo hari?” ekspresi Na Ra berubah menjadi serius dan menegang.
“Tentu saja, mewawancarai Kris Wu, itu tugas errr... Seperti yang kau katakan maha penting, jadi bagaimana kau berfikir jika kau akan dipecat?”
“Aku gagal Lu.” Na Ra menundukkan kepalanya, begitu pasrah dengan nasib yang akan menimpanya.
"Gagal?"
"Well... Tidak sepenuhnya tapi aku tidak bisa memberikan hasil yang maksimal, Kris Wu itu arghhh... Dia membuatku frustasi."
“Sudah, sudah... Kau jangan berfikir yang tidak-tidak, aku akan membantumu mencarikan pekerjaan lagi, bagaimana?”
“Jadi kau benar-benar mengharapkan aku dipecat, ya?” Na Ra menatap tajam Lu Han.
“He...he...he... Tidak, ah! Kenapa malah jadi terus berdebat? Cepat sana hadapi Jung Sajangnim!”
Na Ra menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kasar, dia memberanikan diri untuk memasuki ruangan atasannya. Gadis itu terlebih dahulu mengetuk pintu setelah berkali-kali menggigiti kukunya sendiri, begitu tegang.
"Masuk." Suara atasannya terdengar dari luar, dan sekali lagi Na Ra menarik nafasnya dalam-dalam.
“Eoh, Lee Na Ra? Masuklah.” Jung Sajangnim menyapa gadis itu dengan senyum diwajahnya.
“Jadi, apa kau akan memberikan laporan wawancaramu dengan Kris Wu hari ini? Kau masih punya waktu tiga hari lagi sebenarnya.”
“Anyimida Sajangnim, saya-”
“Apa kau gagal menemuinya?”
“Anyimida.”
“Lalu?”
“Saya berhasil mewawancarainya-“
“BRAVO! BRAVO!” Jung Sajangnim menepuk-nepukkan tangannya begitu gembira.
“Tapi, saya rasa pekerjaan saya kali ini akan membuat Anda kecewa.” Na Ra memilih untuk segera jujur, tidak ada gunanya mengulur waktu, ia sudah begitu siap untuk dipecat.
“Memangnya kenapa?”
“Saya tidak bisa menyelesaikan wawancara saya secara sempurna, Kris Wu bilang dia tidak suka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang membosankan. Ia bahkan mengatakan jika majalah kita mungkin akan segera bangkrut jika majalah kita selalu melakukan hal yang membosankan seperti itu dan-“
“Kris Wu berbicara hal itu padamu? Demi Tuhan Lee Na Ra?” diluar dugaan Jung Sajangnim terlihat jauh lebih antusias bukan marah, padahal jelas-jelas Kris sudah melecehkan majalah mereka.
‘’Kau hebat sekali, Na Ra-yya!‘’
‘’Ne?’’
‘’Kau tahu? Aku sudah begitu pesimis bahwa kau bisa saja gagal mewawancarai Kris Wu. Aku sudah menyuruh sekitar tujuh orang staff-ku untuk mewawancarinya, tapi mereka berakhir dengan surat pengunduran diri di mejaku keesokan harinya. Aku rasa Kris bukan tipe orang yang ramah dan tentu saja dia bukan sosok yang banyak bicara. Jadi Lee Na Ra selamat, kau luar biasa!’’
Dan Na Ra seperti sedang mengikuti Ice Bucket Challenge saat itu dimana berember-ember air es disiramkan ke kepalanya, ia tidak bisa berfikir dengan benar kali ini. Dia baru saja gagal (walaupun tidak sepenuhnya) dan dia mendapatkan pujian bertubi-tubi dari atasannya.
DUNIA SUDAH GILA !
"Aku akan memberikanmu tugas baru Na Ra-yya." Jung Sajangnim menatap lurus gadis di depannya.
"Apakah berhubungan dengan Kris Wu lagi?" Na Ra bertanya ragu.
"Oh tidak tentu saja, sudah cukup kau berhubungan dengan Kris Wu. Kali ini kau harus meliput sebuah pertandingan moto GP di Jepang."
"Maksud Anda di Motegi? The Twin Ring Circuit?"
"Persis! Kau memang pintar."
"Jadi, kau setuju?"
"Tentu saja Sajangnim." Gadis itu tersenyum.
Asalkan tidak berhubungan lagi dengan si sialan itu, ke ujung dunia pun akan aku lakukan. Batinnya.
"Bagus, kau akan berangkat bersama Lu Han empat hari lagi."
"Ne, Sajangnim."
**
Kris Wu' house
Kris menyusuri tangga memutar dirumahnya menuju sebuah ruangan yang hanya bisa dimasuki oleh dia dan timnya. Sebuah rungan yang cukup luas dengan deretan wine dari berbagai negara tertata rapi di sisi-sisi dindingnya. Serta sofa besar berwarna coklat tua dilapisi bantalan berwarna putih yang menyerupai tempat tidur berukuran king size dengan rongga-rongga di kanan kirinya untuk menaruh wine yang bertengger manis di tengah ruangan.
Kris sengaja memesan khusus sofa ini. Sofa ini biasanya selalu dipakainya saat ia malas untuk beranjak kemana-mana. Di sudut ruangan ada sebuah meja billiard lengkap dengan segala perlengkapannya.
Ruangan itu sangat luas dengan tirai putih di setiap jendelanya yang besar. Dilihat dari luasnya ruangan, tempat itu memang sangat nyaman untuk berbagai macam kegiatan.
Kris merebahkan tubuhnya di sofa putih kesayangannya, membuka sebuah Vingt du Medoc dan menuangkannya pada gelas tinggi di sisinya. Ia mengosongkan gelas itu dalam sekali teguk dan menuangkannya lagi sampai lima kali.
Sudut-sudut bibir pria berkulit pucat itu tertarik, membuat sebuah senyuman yang jarang dilihat orang. Ia kembali mengingat kejadian semalam dimana bibirnya beradu panas dengan bibir gadis yang baru saja ditemuinya, Lee Na Ra.
Kris mengalihkan pandangannya pada tangan kanannya yang kemarin malam menyentuh dan menekan lembut payudara gadis itu. Ia tersenyum kembali, seperti seorang idiot.
"Shittt!" detik berikutnya ia memaki, lebih kepada dirinya sendiri.
"Apa terlalu banyak meminum wine membuat otakmu menjadi tidak waras?" Yixing yang entah sejak kapan datang menyindir sikap bodoh Kris.
"Tsk! Shut up!"
Yixing menyeringai, senyum yang kemarin ditunjukkannya pada Na Ra sangat berbanding terbalik dengan senyum yang ditunjukkannya pada Kris. Senyum malaikat yang mematikan.
"Jadi bagaimana produk terbarumu?" ekspresi Kris mendadak serius.
"Aku berhasil mendapatkannya."
Yixing menunjukkan sebuah koper silver yang dibawanya, lalu menekan beberapa kombinasi angka dan membukanya. Di dalam koper itu berisi bubuk putih halus seperti tepung.
Kris menyeringai memandangi isi koper yang ditunjukkan Yixing.
"Nice job! Kapan kita bisa mulai menggunakannya?"
"Sabarlah sedikit. Aku dengan susah payah mendapatkannya dari Colombia dan kau hanya memujiku dengan dua kata tidak penting itu?"
Kris menaikkan sebelah alisnya, menatap dingin Yixing.
"Colombia masih di bumi, jika Colombia terletak di Mars, baru aku akan memujimu lebih jauh."
"Kau memang tidak pernah berubah, Yifan!"
"Kau juga, terlalu banyak bicara seperti biasanya. Jadi bisa kau katakan kapan kita bisa menggunakannya?" Kris bertanya tidak sabar.
"Besok. Aku rasa kita bisa menggunakannya besok. Scopolamine akan sangat sempurna untuk menjadi senjata ampuh saat kita menguras beberapa harta pejabat koruptor di negeri ini. Orang-orang itu akan dengan sukarela memberikan semua yang kita inginkan. Deposito, uang, simpanan, berlian, semuanya Kris. Apa itu tidak keren? Sialan-sialan seperti mereka memang pantas mendapatkannya." Yixing menepuk dadanya, bangga akan rencana perampokan mereka.
"Bagaimana cara kerjanya?" Kris menunjuk scopolamine di depannya.
"Kita cukup menaruhnya di sisi pendingin udara dirumah atau kantor mereka dan booom... Saat mereka menghirupnya, mereka akan lupa dengan apa saja yang mereka kerjakan."
Kris mengangguk mengerti, sementara Yixing mengeluarkan empat lembar foto laki-laki setengah baya.
"Kim Jong Gun, Goo Soo, Seo In Ha, dan Sa Tae Kwon. Masing-masing adalah pejabat paling korup di masing-masing departmen. Mereka tidak segan-segan mengambil uang yang menjadi hak rakyat untuk kepentingan pribadi mereka. Membeli perabotan mewah, perhiasan, menonton tennis exclusive dan lain sebagainya. Dengan scopolamine ini kita tidak perlu jauh-jauh ke Swiss untuk membobol rekening mereka karena mereka akan dengan senang hati mentransferkan semua uang mereka kemari."
Yixing mengeluarkan beberapa buku tabungan berwarna biru, buku tabungan dengan nomor registrasi palsu.
Jangan tanya bagaimana Yixing mendapatkannya, dia pernah menempuh pendidikan hukum di Stanford University. Jadi, segala hal yang menyangkut tentang pemalsuan dokumen sudah ia kuasai betul.
Kris baru akan membuka suaranya saat suara berisik yang berasal dari luar ruangan itu terdengar begitu jelas. Tidak lama suara pintu yang di buka dengan keras membuat keduanya memandang malas ke arah pintu.
Dua orang dengan kaus abu-abu dan kemeja hitam berebut memasuki ruangan dimana Kris dan Yixing berada.
"Aku dulu!" laki-laki dengan kulit agak gelap berteriak.
"Zitao! Aku dulu!" laki-laki lain yang berkulit putih tidak mau kalah.
"AKU DULUANNNNN!" mereka berteriak bersamaan membuat Kris kembali memijit pelipisnya.
Yixing mendekat ke arah mereka dan menarik lengan lelaki dengan kulit gelap itu lebih dulu.
"Yay! Aku menang!" dia berteriak gembira sambil menjulurkan lidahnya pada Chanyeol-si laki-laki dengan kulit putih.
"Sialan kau! Itu karena Yixing Hyung membantumu!"
"Tetap saja aku menang!" Tao melipat kedua tangannya di depan dada.
"Apa kalian tidak bisa berhenti bertengkar?" Yixing menunjuk mereka dengan jarinya.
"Jika kalian masih ingin ribut aku akan dengan senang hati menendang kalian keluar dari rumahku." Kris berkata dengan nada datarnya seperti biasa, tanpa sedikitpun beranjak dari tempat duduk nyamannya.
Tao dan Chanyeol langsung terdiam, menunduk sekaligus takut melihat kekesalan leader mereka.
"Yeol, apa kau sudah mengurus apa yang Zitao bawa kemarin?"
Chanyeol langsung berbinar begitu Kris memanggil namanya.
"Tentu sudah Hyung, aku sudah meletakkanya di tempat yang aman dimana tak seorangpun tahu."
"Kau yakin?"
"Tentu saja!"
Kris berjalan menuju ke sebuah lemari besi di belakangnya. Ia menekan beberapa kode dan lemari besi itupun langsung terbuka.
"Jadi tempat aman dimana tak seorang pun tahu itu, disini?" Kris membuka lebar-lebar lemari besinya dan menunjuk ke dalam 'barang' yang sedari tadi mereka bicarakan. Chanyeol melongo, tidak menduga jika Kris bisa menebaknya.
"Hehe... Maaf, Hyung." Chanyeol menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
"Terlalu mudah ditebak." Kris menutup kembali lemari besinya setelah sekali lagi menatap deretan pistol-pistol yang tertata rapi disana, hasil 'belanjaan' Tao setelah seminggu berada di Belgia, Jerman, dan Amerika.
"Bagaimana menurutmu, Hyung? Apa hasil 'belanjaku' oke?" Tao menatap Kris dengan tatapan seperti anak berusia lima tahun.
Penampilan Tao memang tampak 'sangar', dengan telinga bertindik, hidung mancung dan mata tajam. Tapi siapa sangka jika pria dengan tinggi badan 184cm itu begitu ke kanak-kanakan dan manja, terutama pada Kris.
Jangan terburu-buru meremehkan Tao, dia memang manja dan kekanak-kanakan, tapi jika sudah merujuk pada pekerjaanya dia adalah sosok yang disegani, jual-beli senjata illegal adalah keahliannya, sama seperti Chanyeol. Hanya saja Chanyeol bertampang sedikit kalem, dan terkadang terkesan bodoh karena senyum yang selalu terpatri diwajahnya. Si Happy Virus sekaligus Death Virus.
Mereka berdua adalah salah satu penembak jitu dalam tim mereka, tentu saja semua anggota The Host Team adalah ahli menembak. Tapi khusus Chanyeol dan Tao, mereka sering diberi tugas untuk mengeksekusi lawan mereka dengan senjata api.
"Kerjamu lumayan Tao." Kris menjawab singkat-seperti biasa.
"Hanya lumayan???" Tao meninggikan suaranya, kecewa dengan jawaban Kris.
"Tao hentikan!" Yixing berusaha menenangkan Tao.
"Tapi Hyung!"
"Dasar bocah!" Suara Kai menginterupsi rengekan Tao.
"Kau si hitam tiba-tiba muncul dan mencercaku!" Tao menunjuk sengit pada Kai.
"Memang kau bocah!" Kai tidak mau kalah.
"Apa kalian akan berdebat sampai kiamat?" Kris bersuara, kesal dengan tingkah bodoh anak buahnya.
"Hyung, empat hari lagi, Motegi." Kai memilih mengatakan hal lain.
"Jangan memberikan informasi setengah-setengah"
"Koichi Sinagawa akan ada di Motegi empat hari lagi, dia akan menonton pertandingan Moto GP disana. Dia akan ada di tribun VVIP sebelah timur. Aku mendapatkan informasi ini dari sekretaris pribadinya langsung."
"Kau tidak tidur dengan sekretaris si Sinagawa kan, Kai? " Chanyeol melirik Kai.
"Well, apa salahnya bersenang-senang sedikit? Dia bukan tipeku, tapi apa aku bisa membiarkan seorang gadis yang hanya mengenakan sebuah dress super pendek dengan potongan dada rendah datang begitu saja ke apartemenku dan merengek minta ditemani? Itu seperti seekor harimau yang mengabaikan seonggok daging segar, kan? Aku tidak sebodoh itu." Kai menyeringai.
"Kau menjijikan!" Tao begidik ngeri.
"Jangan sok suci kau Zitao, aku bahkan tahu kau meniduri Ji Ae si penari striptis itu."
"Cukup!" Kris kembali menghentikan perdebatan konyol mereka.
"Aku tidak peduli dengan kehidupan seks kalian. Kalian harus tetap fokus pada tugas kalian masing-masing. Kai, bagaimana dengan para bodyguard-nya?"
"Sinagawa adalah bos heroin besar dengan jaringan hampir seluruh Asia, tentu saja dia tidak akan pergi kemana-mana sendirian. Akan ada sekitar empat bodyguard di dekatnya, lalu dua lainnya berjarak sekitar lima meter darinya."
"Hanya itu?" Kris semakin tidak sabar.
"Iya Hyung. Aku sudah memperhitungkannya, kita tidak bisa menyerangnya saat dia berada di mobil atau dalam perjalanan, itu akan menarik perhatian banyak orang."
"Aku tahu. Satu-satunya jalan adalah saat race moto GP berlangsung. Motegi... Motegi..." Gumam Kris.
Pria itu mengitari sofa putihnya dan berjalan menatap jendela. Ia kemudian berbalik dan menyetel layar datar di depannya, sekilas layar datar itu tampak seperti tv biasa tapi kemudian dengan kendali dari smartphone-nya, Kris memperbesar peta Motegi, berkali-kali lipat sampai cukup jelas bisa melihat setiap sisi bangunan dan sirkuit itu.
"Ada dua bangunan perkantoran yang mengelilingi Motegi. Chanyeol, kau pergi ke gedung sebelah timur. Segera ke atap gedung itu. Kau bisa membawa HK 416 kesayanganmu. Jarak gedung itu tidak lebih dari 1km, jadi HK 416 sangat sempurna untukmu besok. Dan kau Zitao, kau pergi ke gedung sebelah kiri. Jarak gedung di sisi barat tidak ada 700 meter, kau tahu apa yang harus kau gunakan."
Chanyeol dan Tao mengangguk bersamaan.
"Kai, kau bersamaku besok. Kita harus bisa berada satu tribun dengannya. Rencana B, jika kemungkinan mereka gagal menembak dari jarak jauh maka kita yang akan turun tangan. Kau pegang ini.‘’ Kris melemparkan FN FNP-45, sebuah pistol dengan putaran 14-16 peluru buatan Belgia.
Pandangan Kris beralih pada Yixing yang masih berdiri di sebelah Tao.
‘’Yixing, kau atur semua dokumen kita. Dan ingat, bayar salah seorang teknisi untuk memanipulasi sebuah kecelakaan disana hingga semua atensi penonton akan ada pada kecelakaan itu. Kita hanya punya waktu sekitar tujuh menit. Ingat, dia harus langsung mati. Tidak ada kata gagal." Insting kepimpinan Kris begitu kuat sehingga tidak ada seorang pun yang akan membantah begitu ia berbicara.
***
4 days later...
Motegi, Jepang
Suasana balapan kelas utama Moto GP yang akan segera di mulai begitu panas, berbanding terbalik dengan cuaca disana yang mendung dan sebentar lagi dipastikan hujan akan mengguyur sirkuit dengan julukan Twin Ring Circuit itu.
Kris sudah berada di tribun VVIP, tepat di sisi Koichi Sinagawa yang diapit oleh empat orang bodyguard-nya. Tangan sebelah kanan mafia heroin itu memegang cerutu mahal dan tangan sebelah kirinya melingkar pada seorang gadis keturunan Eropa yang jauh lebih tinggi darinya.
Sesekali Kris sibuk melirik pada sosok mangsanya itu, lalu ia menggunakan teropongnya, berpura-pura melihat ke arah sirkuit dimana balapan kelas utama akan segera dimulai. Tapi sejujurnya, ia meneropong ke arah gedung bertingkat yang mengapit sirkuit tersebut.
Sementara itu Chanyeol sudah bersiap dengan HK 416 di dalam koper yang dibawanya, ia melakukan penyamaran sebagai petugas reparasi lift. Dengan kostum khas seorang teknisi ia dengan mudah memasuki gedung yang dikenal bernama Takigawa itu. Tentu saja setelah Yixing memberinya ID palsu agar tak seorangpun menaruh curiga padanya. Saat melewati CCTV yang terpasang di setiap sisi gedung ia melebarkan payung hitam yang dibawanya, tentu saja tujuannya jelas agar wajahnya tidak terlihat di kamera.
Sesampainya di atap gedung, Chanyeol segera meneropong posisi Koichi yang tepat menghadap ke arahnya. Pemuda jangkung itu tersenyum puas lalu mengambil posisi tiarap, bersiap melakukan misinya.
‘’Hyung, Jupiter is ready.’’ Chanyeol memberitahukan melalui alat komunikasi yang tersambung ke setiap member The Host Team.
Kris dan Kai hanya mengangguk dan mengerling sekilas, mereka sedang berpura-pura menjadi orang asing yang tidak saling mengenal.
Tao berjalan menggunakan tangga darurat menuju atap gedung. Sama seperti Chanyeol, ia menyamar sebagai teknisi. Hanya saja, ia menyamar sebagai teknisi Air Conditioner. Melewati CCTV di gedung yang bernama Fujishu itu, ia menurunkan topinya dalam-dalam memastikan kamera juga tidak bisa mendeteksi wajahnya.
Ia segera mengeluarkan senjata yang sudah menjadi 'sahabatnya' F2000 Assault Riffle. Pemuda dengan kulit agak gelap itu meneropong sekali lagi, memastikan bahwa tembakannya tidak akan meleset nanti.
“Perfecto.” Ia berbisik saat dilihatnya posisinya bisa dengan pas menembak kepala Koichi.
“Hyung… Pluto is ready. Eh kenapa namaku Pluto? Itu kan planet yang sudah dihapus dari sistem tata surya! Kau, Kkamjong sialan kenapa memberiku nama Pluto?” Tao bahkan masih sempat berdebat mengenai kode yang mereka gunakan.
“Tao, apa ini saat yang tepat untuk bertengkar? Gunakan nama apapun yang kau suka!” Yixing membalas pesan Tao.
“Gunakan nama itu, aku akan membelikanmu Hanwoo dengan porsi paling besar nanti.” Dengan suara menggeram, Kris berusaha membujuk Tao. Walaupun bagi orang asing tentu saja itu kalimat Kris lebih seperti ancaman bukan bujukan.
“Ne, arasseo Hyung.” Dengan suara seperti anak kecilnya ia memekik tertahan. Tapi detik berikutnya ia langsung stand by pada posisinya, bersiap mengeksekusi mangsa.
***
Dengan tergesa-gesa, Lee Na Ra yang hari itu menggunakan kemeja putih besar dengan celana jeans biru itu sedikit berlarian menuju tribun khusus pers. Luhan yang tak kalah panik hanya terus mengekori gadis dengan tinggi semampai itu sambil tak henti-hentinya menggerutu dalam bahasa Cina yang juga dikuasai Na Ra.
“Xiao Lu, shut up! Kau seperti ibu-ibu yang selalu merengek karena harga kebutuhan pokok naik!” Na Ra mendesis kesal.
“Lin, ini benar-benar merepotkan! Lain kali kau terima saja wawancara dengan Kris Wu atau CEO terkenal lain, dan kau akan berada di runagan ber-AC yang wangi. Disini errr... Panas sekali.”
“Xiao Lu!!!”
“Oke-oke aku diam.” Luhan membuat gerakan menyelotip mulutnya begitu ia melihat tatapan galak Na Ra.
Saat kamera Na Ra akan membidik ke arah para rider yang sedang melakukan warm lap, ekor mata Na Ra menangkap sosok brengsek yang beberapa hari lalu sempat di hajarnya, Kris Wu. Dan sialnya pemuda itu juga sedang memandang ke arahnya, dengan tatapan terkejut yang walaupun hanya sepersekian detik diperlihatkannya itu, selanjutnya keterkejutan itu berubah menjadi seringaian yang memuakkan bagi Na Ra.
“Itu Kris Wu!!!” Luhan justru menunjuk ke arah Kris dengan suara kencang, membuat gadis-gadis yang tadinya sedang berkonsentrasi menonton GP mengalihkan pandangannya pada Kris. Mereka bahkan menjerit keras, seolah Kris adalah sosok selebriti papan atas yang kebetulan ada di antara mereka.
Kris tersenyum mendapati tatapan lapar gadis-gadis disekitarnya, walaupun tentu saja senyuman itu amat sangat palsu. Na Ra ingin sekali melayangkan tinju hingga membuat wajah tampan Kris dipenuhi lebam.
Tapi, hari ini Kris dengan setelan kemeja putih polos dilapisi tuxedo berwarna hitam, senada dengan celana yang dikenakannya, dia tampak luar biasa tampan. Sayangnya dia kelewat brengsek dan Na Ra benci itu.
“Shhh... Lulu fokus pada pekerjaanmu!” Luhan mengangguk begitu teriakan Na Ra terdengar jelas di telinganya, pemuda dengan wajah super imut itu kembali fokus pada tugasnya.
Na Ra juga kembali menuliskan beberapa hal dalam book note yang dibawanya, ia sudah memasukkan kamera kesayangannya ke dalam tas. Tugas Luhan adalah sebagai fotografer dan Na Ra adalah sebagai orang yang melakukan liputan. Gadis itu memang selalu membawa kameranya kemana-mana karena memang hobinya adalah fotografi.
Kris dan Kai saling bertukar pandang begitu balapan memasuki lap ke 17, waktu yang sudah mereka sepakati untuk melancarkan aksi.
Gerimis mulai turun mengguyur Motegi, satu per satu rider memasuki pit stop untuk mengganti motor mereka, mengganti motor berarti perubahan rencana. Rahang Kris tampak menegang, ia sudah memegang Beretta 92 yang tersembunyi dibalik tuxedo hitamnya, dan Kai sudah hampir mengeluarkan FN-FNP 45 pemberian Kris, mempersiapkan kemungkinan terburuk, Plan B.
Namun tiba-tiba sebuah suara benturan terdengar begitu keras.
Rider dengan nomor 67 tergelincir dan menabrak sekumpulan rider yang sedang berduel sengit, semua orang bergegas berdiri untuk melihat apa yang terjadi. Kris menyeringai, hanya butuh beberapa detik dan-
"DOOR... DOOOR..."
Terdengar dua tembakan yang membuat semua orang sontak menjerit keras, disana Koichi Sinagawa terkapar dengan darah yang mengucur dari dada dan kepalanya. Gadis keturunan Eropa disampingnya bahkan tak sempat menjerit saat darah dari kepala Koichi mengenai wajah putihnya, ia pingsan begitu saja. Koichi tampak seperti paus besar yang menggelepar dan kemudian tidak ada gerakan sama sekali. Dia sudah mati.
“Mission complete.” Terdengar suara Tao dan Chanyeol secara bersamaan.
Orang-orang disana semakin panik, mereka berlarian menyelamatkan diri. Mereka takut jika tembakan lain mungkin akan ditujukan pada mereka dan mereka akan mati seperti Koichi.
Kai memandang malas ke arah mayat Koichi yang dikerumuni oleh para bodyguard-nya, pemuda itu berbalik dan pergi meninggalkan lokasi.
Kris sudah akan melakukan hal yang sama, ia tidak tertarik untuk melihat lebih jauh pemandangan yang ada di depannya, asalkan Koichi mati maka ia tidak peduli lagi. Tapi baru saja ia berbalik, suara teriakan seseorang membuatnya mengurungkan niatnya untuk segera pergi dari sana.
“Luhan! Xiao Lu, kau dimana? Lulu Luhan!” teriakan itu berasal dari Lee Na Ra, gadis yang nampak sedang pontang panting mencari rekan kerja sekaligus sahabatnya.
Race Moto GP dihentikan saat seorang petugas mengibarkan bendera merah pertanda bahaya. Hujan semakin deras mengguyur Motegi.
Na Ra masih sibuk berusaha berjalan diantara kerumunan orang-orang yang berteriak sekaligus berlarian.
Kris menguatkan hatinya untuk tidak peduli dan melangkahkan kaki meninggalkan tribun VVIP itu.
BUGGH
“Auchhhh!” teriakan Na Ra kali ini lebih keras, gadis itu terjatuh. Tangannya bahkan sempat terinjak oleh beberapa orang.
Kris memejamkan matanya rapat-rapat dan menggeram, ia melihat betapa payahnya gadis itu dari kejauhan. Entah apa yang dipikirkannya, pemuda itu berlari melompati pagar pembatas antara tribun VVIP dengan tribun pers. Tinggi badannya yang di atas rata-rata memudahkannya untuk menjangkau tempat tujuannya.
Selama beberapa detik Kris memandangi Na Ra, ia cukup heran kenapa gadis itu tidak menangis. Normalnya seorang gadis akan menangis begitu ia mendapati sebuah pembunuhan yang terjadi tepat di depan mata kepalanya, belum lagi fakta bahwa ia juga terpisah dari temannya.
Tanpa sepatah katapun Kris menarik lengan Na Ra. Gadis itu menatap ke arah Kris dan meronta-ronta.
‘’Lepaskan aku! Lepaskan! Apa yang kau lakukan? yak…Kris Wu!’’ Kris berbalik dan menatap tajam Na Ra, dan seperti sebelumnya di balas dengan tatapan tajam dari gadis itu.
‘’Kau ikut aku! Disini berbahaya!’’
‘’Aku tidak bisa pergi temanku pasti nanti mencariku, lagipula untuk apa aku ikut denganmu ? Aku tidak mempercayaimu!’’ mereka saling berteriak karena hujan sudah semakin deras, membuat suara mereka tenggelam.
‘’Kau harus percaya padaku sekarang, please.’’ tatapan Kris melembut, dan Kris Wu memohon, demi langit dan bumi ini pertama kalinya ia lakukan sepanjang hidupnya.
Begging is definitely isn’t his style.
Seperti terkena kutukan imperius akhirnya Na Ra menuruti Kris, mengikuti kemana pemuda itu menariknya.
**
Gadis bermarga Korea Lee itu membisu di dalam Lexus LFA milik Kris. Pemuda itu berkali-kali melirik ke arah spion dan dengan asal mengambil sebuah jaket di jok belakang mobilnya.
Dan dengan pandangannya ia mengatakan ‘pakai ini’. Kris tidak terlalu suka banyak bicara terlebih lagi ia sedang sibuk menenangkan detak jantungnya yang bertalu-talu.
Pemuda itu segera menepikan mobilnya di sebuah hotel bernama Migawa disana. Migawa tentu saja bukan hotel sembarangan. Hotel itu adalah salah satu hotel terbaik dan termewah di Motegi.
“K-kenapa kemari?” Na Ra akhirnya membuka suara setelah sama-sama terdiam sepanjang perjalanan.
“Memangnya kau punya rumah disini?” Kris bertanya enteng.
Pemuda itu segera menekan angka 15 dimana kamar yang disewanya berada. Ia dan teamnya memang menyewa kamar di Migawa Hotel.
Kris langsung membuka pintu saat ia sampai di kamar 1504, salah satu kamar Royal Suite di hotel itu.
Na Ra masih terdiam di depan pintu saat Kris sudah masuk jauh ke dalam kamar.
“Kau mau sampai kapan berdiri disana?”
‘’Aku mau pulang !’’
‘’Kau mau jalan kaki ke Korea?’’
‘’Micheosseo?’’ Na Ra meninggikan nada bicaranya.
‘’Well… Cuaca seperti ini maskapai mana yang akan melakukan penerbangan? ‘’ Kris bertanya skeptis, membuat Na Ra mati kutu.
Lalu dengan langkah ragu-ragu Na Ra memasuki kamar itu, Kris memandang Na Ra dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia menelan susah payah salivanya saat melihat penampilan gadis di depannya. Lee Na Ra dengan rambut basah dan sekujur tubuh yang juga basah tampak seksi di mata Kris. Belum lagi bra merah yang Na Ra kenakan tercetak jelas karena kemeja putihnya basah, ia kembali terbayang saat tangannya menyentuh benda kenyal yang ada di balik bra merah milik Na Ra, hal itu benar-benar membuatnya hampir gila.
Kris hampir saja ingin menerjang gadis itu saat itu juga dan mengajaknya bercinta sampai besok saat didapatinya gadis itu menggigil, bibirnya sudah berubah biru karena kedinginan. Pemuda itu langsung mengurungkan niatnya saat itu juga. Ia bahkan lupa jika sekujur tubuhnya juga basah.
‘’Kau, ganti bajumu.’’ Kris menunjuk Na Ra dengan jari telunjuknya, dan oh..sejak kapan Kris peduli pada orang lain selain anggota The Host Team.
‘’Aku tidak membawa baju ganti.’’ Na Ra menjawab jujur.
‘’Well, aku tidak keberatan jika terus menatapmu dengan kondisi seperti ini, apa lagi jika kau dengan sukarela melepaskan kemeja putihmu itu. Errr… Aku tidak sabar melihat benda dibalik bra merahmu.‘’ Kris menatap nakal dada Na Ra, gadis itu sontak segera menutup dadanya dengan kedua tangannya.
‘’Brengsek!’’
Kris menyeringai mendengar umpatan Na Ra, gadis lain tentu akan dengan sukarela menyerahkan tubuh mereka padanya tapi gadis di depannya justru memakinya saat ia menggodanya, walaupun tentu saja ia begitu menikmati saat ia menggoda Na Ra dan membuat pipi gadis itu bersemu merah.
Sangat manis. Pikirnya.
‘’Kau cepat mandi, aku akan membelikanmu pakaian.’’
Belum sempat Na Ra membantah, Kris segera kelar dari kamar itu. Berada dalam satu kamar yang sama dengan Na Ra bisa membuat otaknya semakin gila.
***
20 minutes later…
Tak butuh waktu lama Na Ra keluar dari kamar mandi hotel itu dengan jubah mandinya, Kris sudah mengganti pakaiannya yang tadi basah dan kini ia duduk dengan santai sambil menyesap kopi panasnya. Jari-jarinya dengan lihai menari di atas layar ponselnya, tampak sibuk menghubungi beberapa orang.
“Ya Tuhan ponselku!” Na Ra bergegas mengambil tasnya dan mencari-cari ponselnya, beruntung tasnya berbahan anti air dan sisi sialnya ponsel Na Ra habis baterai.
“N-neo…kau punya charger ponsel tidak?’’ ragu-ragu gadis itu bertanya pada Kris yang masih sibuk dengan ponselnya.
“Yak!’’
“Kau berbicara denganku?’’ Kris mendongakkan kepalanya dan menatap Na Ra.
“Tentu saja memangnya ada berapa orang disini?’’
“Aku punya nama.’’
Na Ra menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kasar.
‘’Kris, bisa aku pinjam charger ponselmu?’’
“Kau tidak memerlukan ponselmu dan kau tidak perlu khawatir, aku sudah menghubungi temanmu yang bernama Luhan itu.’’
“Bagaimana kau tahu?’’
“Apa itu sesuatu yang penting? Cepat ganti pakaianmu. Jubah mandimu membuat gairahku memuncak.’’ Kris menunjuk pada beberapa goodie bag berwarna hitam yang ia taruh di ranjang.
Na Ra sudah akan membuka mulutnya untuk memprotes Kris saat pemuda itu berbicara mendahuluinya.
“Aku tidak mau menerima protes apapun, jika kau masih mau mendebatku maka aku akan dengan sukarela mengulang ciuman panas kita tempo hari.’’ Nada bicara Kris begitu santai membuat kepala Na Ra panas.
Apa otak pemuda itu apa hanya dipenuhi dengan seks? Menjijikan! Batin Na Ra.
Gadis itu segera menyambar salah satu goodie bag dan kembali ke kamar mandi untuk mengganti baju. Di dalam kamar mandi Na Ra memaki Kris. Pemuda itu membelikannya sebuah kaus orange dengan belahan punggung super rendah, juga sebuah hot pants berbahan jeans. Ia merutuki kebodohannya karena hanya menyambar asal sebuah goodie bag, seharusnya ia mengambil semua goodie bag yang ada tadi.
“Merde!!! Kris Wu est fou, vraiment!” (Shit, Kris Wu is really crazy!)
Gadis itu keluar dari kamar mandi dengan tatapan tajam dan kesal pada Kris yang masih sibuk dengan ponselnya. Sebenarnya Kris menyadari bahwa Na Ra sudah keluar dari kamar mandi, ia hanya berpura-pura tidak tahu dan begitu penasaran dengan ekspresi gadis itu.
“Are you fuck kidding me, Kris?”
“Kau akhirnya menyebutkan namaku tanpa aku harus memintanya.” Kris tersenyum sumringah.
“Apa kau tidak bisa membelikan pakaian lain yang lebih layak untukku?”
“Kau mau pakai atau memilih untuk telanjang saja? Aku benar-benar tidak keberatan melihat tubuh polosmu dan mungkin kita bisa sedikit bermain disana. ” Kris menunjuk ranjang di belakang Na Ra.
‘’You wish!’’ Na Ra kembali memaki Kris dan berbalik, melihat sisi goodie bag lain yang Kris bawa tadi, dan matanya membulat sempurna saat pakaian lain yang dibelikan Kris jauh dari kata layak.
Kris membelikannya beberapa lingerie dengan berbagai motif, singkatnya… Pakaian yang ia kenakan saat ini adalah yang paling layak.
Sementara itu Kris berkali-kali memijit pelipisnya dan bergerak gelisah di kursinya saat ia melihat punggung mulus Na Ra dari belakang. Pemuda itu begitu menyukai saat punggung gadis itu terekspos jelas. Belum lagi saat Na Ra bergerak, hot pants super pendek yang dikenakannya semakin terangkat, membuat belahan pantat gadis itu sedikit terekspos.
‘’Tonight will be so damn special.’’ Kris menyeringai dan berjalan menghampiri Na Ra.
Na Ra masih sibuk menggerutu saat Kris berdiri tepat di belakangnya. Telunjuk pemuda itu terangkat dan dengan santainya menyusuri punggung terbuka gadis itu.
Na Ra bergidik geli. Dengan gerakan refleks gadis itu menangkap pergelangan tangan Kris, lalu memutar tubuhnya hendak membanting tubuh Kris. Tapi sayang, gerakannya kalah cepat dengan gerakan tangan Kris. Tangan kiri pemuda itu sudah menangkap tangan Na Ra, mengunci kedua pergelangan tangan gadis itu.
Kris lagi-lagi menyeringai. Dengan sekali gerakan, pemuda itu menarik dan membenturkan tubuh Na Ra ke tubuhnya sendiri. Lalu tanpa basa-basi menyerang bibirnya. Na Ra memberontak, mencoba menarik pergelangan tangannya yang digenggam erat oleh Kris. Tapi semakin gadis itu memberontak, semakin Kris mengeratkan cengkeramannya.
Kris menggigit-gigit kecil bibir Na Ra, kemudian melepaskan tautan bibir mereka. Nafas Na Ra berderu, beruasaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Pemuda itu tersenyum, merasa puas akhirnya bisa merasakan bibir manis gadis itu lagi yang beberapa hari ini sudah membuatnya gila.
Kris kembali mendekatkan wajahnya. Kali ini mencium bibir Na Ra lebih lembut hingga gadis itu mulai berhenti memberontak. Membuat pemuda itu melepaskan cengekaramannya di pergelangan tangan gadis itu.
Na Ra membalas lumatan bibir Kris sembari mengalungkan kedua tangannya di tengkuk pemuda itu. Membalikkan tubuh mereka dan mendorong Kris hingga pemuda itu terhempas di atas ranjang.
Na Ra menumpukan lutut kanannya di atas ranjang. Tangannya menyusuri dada Kris, terus turun hingga hampir menyentuh pusat tubuh pemuda itu. Tapi kemudian berhenti, dia menegakkan tubuhnya lagi lalu menyeringai.
"Aku bukan wanita jalang." Ujarnya merubah ekspresi seringaiannya menjadi tatapan membunuh pada Kris.
"Terima kasih bajunya. Aku akan mengembalikannya padamu kapan-kapan." Ujar gadis itu dingin lalu berbalik, meraih tas, ponsel dan high heels nya.
"Sial!" Geram Kris.
Gadis itu keluar, menutup pintu kamar hotel itu dengan keras, dan sedikit berlari sebelum pemuda itu mengejarnya. Dia memakai high heels nya di depan lobi, lalu dengan tergesa-gesa memberhentikan sebuah taksi yang kebetulan lewat. Kembali ke hotel dimana dia dan rekan kerjanya-Luhan menginap.
***
"Lin?" Pekik Luhan saat membuka pintu kamarnya.
"Kukira kau tidak akan pulang? Tadi temanmu meneleponku, dia bilang kalau kau-"
"Dia bukan temanku!" Na Ra memotong tegas kata-kata Luhan.
Luhan hanya mengerjapkan matanya berkali-kali.
"Bukan temanmu? Lalu kau? Bajumu?"
"Stop it, Lu! Kau membuatku pusing. Aku ke kamarmu hanya ingin memastikan bahwa kau sudah pulang dan dalam keadaan baik-baik saja. Aku akan menceritakannya padamu besok pagi. Sekarang yang aku butuhkan adalah istirahat. Jadi, selamat malam." Ujar gadis itu kemudian kembali ke kamarnya yang berada persis di sebelah kamar Luhan.
Luhan hanya mengendikkan bahunya. "Well... Selamat malam, Lin!" ujarnya sedikit berteriak.
***
TBC
don't forget to visit www.belleciousm.wordpress.com and www.sjloveme.wordpress.com