Note : Sorry karena aku terlalu lama update part ini. Jujur aja aku sedikit susah ngedapetin feel-nya di part ini. Tapi setelah kemarin seharin dengerin Eternal Sunshine, akhirnya part 12 ini bisa selesai juga. Thank you banget buat kalian yang selalu nungguin FF ini. Selamat menikmati ceritanya, dan aku harap kalian semua suka dengan part kali ini ya.. Dan yang terakhir, aku saranin kalian untuk bacanya sambil dengerin Eternal Sunshine nya Kyuhyun, biar feel-nya makin dapet hahaha. Ya sudah segini aja cuap-cuapnya. Enjoy the story ^^
***
Aku mencoba membuka mataku sedikit demi sedikit. Tapi rasanya begitu sulit. Mataku benar-benar terasa sakit. Aku mengerjap beberapa kali, menyesuaikan mataku dengan cahaya terang yang langsung menusuk begitu saja ke dalam kedua retinaku.
Aku mencoba bernafas. Tapi rasanya juga begitu sesak, seperti ada sebuah beban berat yang sengaja di tempatkan tepat di atas dadaku hingga aku kesulitan bernafas. Aku meronta, mengumpulkan seluruh tenagaku yang tersisa untuk mencoba bangun. Dan entah mendapat kekuatan darimana, aku berhasil.
Aku membuka kedua mataku yang benar-benar terasa berat ini, seolah ingin tetap terus terpejam. Lagi, aku kembali mengerjap-ngerjapkan mataku hingga akhirnya terbiasa dengan cahaya itu dan terbuka sempurna.
Perlahan aku mulai menggerakkan tubuhku, mencoba mengangkat punggungku agar aku bisa duduk. Dan lagi-lagi, entah mendapat kekuatan dari mana, aku berhasil. Aku mencoba duduk dengan tegak. Kedua tanganku berada di sisi tubuhku, bertumpu pada… Rumput?
Aku menunduk. Benar… Aku sedang duduk di atas rumput hijau yang terlihat segar, kedua tanganku bahkan terasa sedikit basah saat menyentuh rumput-rumput hijau itu.
Aku kembali mengangkat wajahku dan mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Dan aku baru menyadari jika aku sedang berada di sebuah padang rumput hijau yang begitu luas. Mataku bahkan tak dapat menemukan ujungnya.
Apa aku tertidur disini? Bagaimana bisa aku sampai dan tertidur disini?
Aku mengerutkan keningku, mencoba mengingat sesuatu tapi tidak berhasil. Sudahlah, aku menyerah. Tidak apa jika aku tidak dapat mengingat bagaimana bisa aku sampai disini.
Perlahan aku mulai mencoba berdiri. Aku menikmati semilir angin yang datang menyapa wajahku dengan lembut. Aku memejamkan mata. Ini benar-benar menyejukkan dan nyaman. Aku tidak keberatan jika harus berlama-lama berada disini.
Kubuka lagi kedua mataku, lalu menengadah menghadap ke arah langit. Langitnya tampak begitu indah, menampakan warna biru cerah yang sempurna dengan beberapa kumpulan awan tebal di berbagai sudutnya.
Aku tersenyum, lalu mulai melangkahkan kakiku. Aku tidak tahu harus kemana sebenarnya, tapi biar aku mengikuti kemana langkah kaki ini membawaku saja. Lagipula, hanya ada padang rumput yang luas saja di sini. Jadi, aku tidak akan mungkin tersesat, kan?
Aku terus melangkah menyusuri padang rumput hijau ini. Walaupun belum juga menemukan ujungnya, tapi aku senang. Kedua kakiku pun sama sekali tidak terasa lelah, meskipun aku sudah berjalan cukup jauh.
“Hea Ae-ya…”
Aku menghentikan langkahku saat mendengar sebuah suara yang tidak asing mengusik gendang telingaku. Aku memutar tubuhku ke arah kiri, dan melihat sosok itu berdiri disana dengan senyum menawannya seperti biasa.
“Cho Kyuhyun?” aku menggumamkan namanya sembari tersenyum.
Kyuhyun berdiri disana dengan kemeja putih dan celana panjang yang juga berwarna sama-putih. Aku semakin tersenyum lebar saat menyadari bahwa pria itu mengenakan pakaian yang serasi denganku. Aku mengenakan dress putih berlengan pendek sepanjang lutut yang begitu pas ditubuhku. Dan aku juga baru menyadari bahwa kami sama-sama tidak memakai alas kaki saat rasa dingin mulai menggelitik di telapak kakiku.
Aku memandang Kyuhyun dengan tatapan sayang. Ya, dia memang pria yang kusayangi. Aku begitu mencintainya.
“Kau mau pergi kemana?” Kyuhyun bertanya dengan lembut.
Aku menunjuk ke arah padang rumput luas tak berujung di sebelah kananku. “Aku ingin sampai pada ujungnya.”
Kyuhyun menggeleng. “Jangan kesana. Kembali saja denganku, ya?”
Kyuhyun mengulurkan tangan kanannya ke arahku. Aku ingin meraih dan mengikutinya kemanapun dia pergi, tapi aku juga sangat ingin sampai pada ujung padang rumput ini. Entah kenapa, rasa penasaranku begitu besar.
“Tapi, aku ingin kesana.” Ujarku yang terdengar seperti rengekan. Aku memang terkadang manja padanya.
Kyuhyun menggeleng. “Jangan. Kalau kau pergi kesana, kau tidak akan pernah bisa kembali lagi kesini. Kau tidak akan pernah bisa bertemu lagi denganku, sayang. Kemarilah, kita pulang bersama.” Kyuhyun menggerakkan jemarinya, memberi tanda padaku untuk segera mendekat padanya.
Tapi, apa yang dikatakannya tadi? Jika aku pergi kesana, aku tidak akan pernah bisa kembali lagi? Benarkah itu? Atau aku harus mencobanya sendiri? Tapi, bagaimana jika kata-katanya benar? Bagaimana jika aku tidak bisa kembali dan tidak akan pernah bertemu dengan Kyuhyun lagi?
Aku berpikir sejenak, lalu menggeleng pelan. Aku tidak mau. Aku masih ingin terus melihat wajah Kyuhyun. Aku masih ingin terus bersama dengan pria yang begitu kucintai. Aku tidak mau jika aku tidak bisa melihatnya lagi.
Aku tidak akan bisa jika hidup tanpanya. Karena dia adalah bagian dari jiwaku.
Aku tersenyum lagi padanya, memperlihatkan senyuman termanisku padanya. Aku mulai berjalan ke arahnya. Tangannya masih terulur, aku pun melakukan hal yang sama, mengulurkan tanganku ke arahnya. Aku semakin dekat dengannya. Begitu pula dengan uluran tangan kami.
Hingga akhirnya aku sampai. Aku berhasil sampai di hadapannya dan menyatukan jemari kami. Kyuhyun menggenggam tanganku begitu erat. Seakan-akan takut jika genggaman tanganku di tangannya akan lepas dan aku akan pergi meninggalkannya. Aku tidak tahu kenapa dia melakukan ini, biasanya dia tidak pernah menggenggamku terlalu keras seperti ini. Tapi tidak apa, selama yang menggenggam tanganku adalah Kyuhyun, sekeras atau sekencang apapun genggaman itu walaupun sampai melukai tanganku sendiri, aku tidak apa-apa.
Kyuhyun menatapku lembut saat sebuah angin yang cukup kencang berhembus ke arah kami. Dan aku bersumpah aku mendengar bisikan seseorang yang suaranya terdengar sangat mirip dengan suara Kyuhyun.
Tapi, bagaimana bisa? Kyuhyun bahkan sedang tersenyum di hadapanku saat ini.
Aku mencoba memasang pendengaranku sekali lagi saat sebuah angin kencang lainnya kembali datang. Dan saat itulah, aku mendengar jelas sebuah kalimat…
Kembalilah, sayang. Kumohon kembalilah.
Dan di detik berikutnya, aku merasa seperti terjatuh dari atas tebing dan terhempas ke dalam jurang yang sangat dalam.
Dan aku bisa merasakan jika mataku mulai terasa berat lagi. Kyuhyun hilang, aku tidak tahu kemana perginya dia. Yang aku tahu, aku hanya ingin tidur dengan nyenyak saat ini.
***
A Cemetary
Kyuhyun berlutut di hadapan sebuah pusara. Matanya tak pernah lepas memandang tulisan yang tertera di batu nisan itu. Perlahan air matanya turun tak lagi mampu untuk di tahannya.
“Kenapa harus seperti ini?” lirihnya.
“Apa aku memang pantas mendapatkannya? Tapi sungguh, rasanya benar-benar sakit. Rasanya seperti aku tidak akan pernah sanggup menerima semua kebencian itu. Rasanya seperti lebih baik aku ikut denganmu.”
Pria itu menarik nafas dalam.
“Kenapa kau pergi meninggalkanku begitu cepat? Aku masih membutuhkanmu. Aku harus bagaimana? Apa yang harus aku lakukan?”
Matanya sudah tak mampu melihat dengan jelas karena air mata yang terus mengalir deras membuat pandangannya mengabur.
“Eomma… Aku sangat membutuhkanmu saat ini.”
***
Seoul Hospital
“Tuan, kita sudah sampai.”
Kyuhyun mengangkat wajahnya, menatap supir pribadinya dan mengangguk. Pria itu menolehkan wajahnya ke arah pintu masuk rumah sakit. Hatinya terasa bergetar.
Kyuhyun menghembuskan nafas, seolah ingin membuang sebagian beban berat yang kini bertumpu di pundaknya. Pria itu mulai melangkah turun. Dia masih belum tahu apa yang terjadi di dalam. Anggap saja dia jahat, tapi dia memang tidak ingin tahu sebenarnya, karena apapun itu, pasti akan terdengar sangat menyakitkan untuknya. Dia hanya ingin berada disana.
Pria itu keluar dari lift dan menarik nafas panjang sebelum berbelok ke lorong dimana ruangan yang saat ini menjadi tujuannya berada. Sesaat kemudian, Kyuhyun mulai melangkah lagi. Dia melihat semua orang yang dikenalnya berdiri disana.
Pakaian mereka pun masih sama dengan yang mereka kenakan beberapa jam yang lalu, sama sepertinya. Pakaian yang sama dengan yang mereka kenakan untuk menghadiri pemakaman Ibunya.
Raut wajah mereka juga tak terlihat lebih baik daripada raut wajahnya. Membuat kepalanya mulai terasa berputar. Tidak, dia harus kuat. Dia tetap memaksa kakinya untuk terus mendekat kesana. Mencoba menekan perasaan sakit di dadanya yang membuatnya ingin berteriak kencang.
Hingga sosok pria paruh baya bertubuh tinggi dan berwajah asing menoleh ke arahnya. Menatap matanya dengan raut wajah yang benar-benar terlihat murka.
Kyuhyun tak mempedulikannya. Dia tetap melangkah mendekati mereka, hingga di detik berikutnya, pria asing itu maju dengan langkah cepat. Tangan kanannya yang terkepal mulai terangkat, tangan kirinya menarik kerah kemeja Kyuhyun dengan kasar. Dan dengan sekali gerakan, pria itu mengayunkan kepalan tangannya ke wajah Kyuhyun dengan keras, hingga sudut bibir Kyuhyun robek dan sedikit mengeluarkan darah segar.
Kyuhyun hanya diam. Tidak cukup. Satu pukulan keras ini bahkan tidak cukup untuk menebus semua kesalahan yang telah dilakukannya.
“Devoss!” pekik wanita paruh baya yang sejak tadi hanya berdiri disana sambil menangis.
“Satu luka saja yang tidak bisa disembuhkan di tubuh putriku, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Tidak akan pernah.” Ujar pria itu lalu menghempaskan tubuh Kyuhyun dengan kasar dan berlalu pergi meninggalkan tempat itu.
Kyuhyun memandang ke depan. Melanjutkan langkahnya mendekati wanita yang tidak pernah berhenti menangis sejak tadi. Pria itu berlutut, menjatuhkan tubuhnya di kaki wanita itu.
“Maafkan aku. Kumohon maafkan aku.”
Wanita itu semakin terisak. “Jangan seperti ini. Jangan memaksaku untuk memaafkanmu dan tidak membencimu. Karena itu adalah dua hal yang tidak akan pernah terjadi untuk saat ini. Menyingkirlah.” Ujarnya tanpa menatap Kyuhyun.
Siwon menatap Kyuhyun dengan perasaan iba. Dia berjalan mendekati Kyuhyun dan membantu pria itu berdiri, membantu Kyuhyun menyingkir dari kaki Ibu Hea Ae dan membawanya sedikit menjauh.
“Dari mana saja kau? Kenapa baru datang?”
“Aku ke makam Eomma.” Jawab Kyuhyun serak.
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
Kyuhyun diam. Mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, benar-benar membuat hatinya serasa tertohok. Membuat rasa benci untuk gadis bernama Shin Rye Mi mulai menggerogoti hatinya.
“Aku membawanya pulang ke rumah. Tapi saat kami masuk, Rye Mi ada disana.”
“Rye Mi ada disana? Apa yang kau lakukan?” desis Siwon tertahan.
Kyuhyun menggeleng cepat. “Aku bahkan tidak tahu jika dia ada disana, Hyung. Aku bersumpah, aku benar-benar sudah tidak berhubungan lagi dengannya! Aku sedang mengusir Rye Mi saat Hea Ae pergi membawa mobilku.”
“Gadis gila itu. Dia benar-benar terobsesi denganmu.” Siwon menghela nafas frustasi.
“Hyung, bagaimana keadaan Hea Ae?” tanya Kyuhyun dengan suara bergetar.
Siwon menatap Kyuhyun, pria itu menggigit bibirnya cemas, lalu menggeleng.
“Kami juga belum tahu. Tim dokter yang menangani Hea Ae belum keluar sejak tadi, operasinya belum sele-“
Siwon menghentikan kata-katanya dan menoleh saat pintu ruangan tempat dimana operasi Hea Ae dilakukan terbuka, tiga orang pria dan satu orang wanita yang merupakan tim dokter ahli keluar dari sana.
Mereka membuka masker yang masih menutupi wajah mereka, kemudian menyeka peluh yang terlihat membanjiri dahi mereka dengan punggung tangan.
Ibu Hea Ae dengan segera mendekat ke arah mereka, di susul oleh Ayah Kyuhyun, serta Ahra dan suaminya.
“Bagaimana keadaan putriku?” tanya Ibu Hea Ae.
Salah satu dokter yang terlihat paling tua menghela nafasnya, tapi masih berusaha menampakan senyumnya untuk menenangkan mereka semua.
“Operasi pertamanya berhasil, kalian tidak perlu khawatir,” ujarnya. “Tapi, saat ini dia dalam keadaan kritis. Kami akan terus memantau keadaannya, jika dia sudah tidak dalam keadaan kritis dan tubuhnya tidak mengalami penolakan terhadap penanganan saat operasi pertama tadi, kami akan segera melakukan operasi kedua secepatnya.”
Ahra menutup mulut dengan tangannya, menahan isakannya yang terdengar semakin keras dan memilukan.
“Lakukan apapun, lakukan apapun yang bisa kalian lakukan untuk menyelamatkan menantuku.”
“Kami berusaha sebaik mungkin, Tuan Cho. Kami akan berusaha semampu kami.”
Dokter wanita yang sejak tadi hanya diam, kemudian berdeham.
“Maaf, kami tahu ini bukan saat yang tepat. Tapi kami harus memberi tahu lebih awal hal terburuk yang sudah menimpanya,” dokter cantik itu memberi jeda sesaat sebelum melanjutkan kata-katanya. “Nyonya Hea Ae, kehilangan bayi yang di kandungnya. Tidak ada hal yang dapat kami lakukan untuk bisa menyelamatkan bayinya, benturan yang dialami pada bagian perutnya benar-benar keras. Kami turut berduka cita.”
Kyuhyun menelan salivanya yang terasa sangat pahit dengan susah payah. Lagi, sebuah beban berat lagi-lagi seperti ditimpakan ke pundaknya hingga rasanya dia tidak mampu lagi untuk berdiri.
Pria itu jatuh terduduk begitu saja. Air mata kembali mengalir di kedua pipinya untuk yang kesekian kali. Hancur. Hatinya benar-benar terasa hancur, bahkan lebih dari itu. Jika ada kata paling buruk yang bisa menggambarkan keadaan hatinya saat ini, dia akan menggunakannya.
“Kalau begitu, kami permisi dulu. Berdoalah pada Tuhan, hanya kuasanya yang dapat menyelamatkan nyonya Hea Ae dan mengangkatnya dari kondisi kritisnya saat ini.” Ujar dokter lainnya, kemudian melangkah pergi, disusul oleh ketiga dokter lainnya.
Siwon membalikan tubuhnya menghadap Kyuhyun, sedikit terkejut saat melihat Kyuhyun sudah jatuh terduduk di lantai. Pria itu membantu Kyuhyun untuk bangun, dan mendudukannya di kursi tunggu yang ada di dekat mereka.
Kyuhyun hanya menunduk, membiarkan air matanya terus menerus mengalir.
“Aku selalu membuatnya terluka. Bahkan di sela-sela kebahagiaan kecilnya memiliki bayi kami, aku melukainya dan lagi-lagi membuatnya kehilangan kebahagiaannya. Jika saja aku tidak egois dengan memaksanya untuk pulang ke rumah kami, hal ini mungkin tidak akan pernah terjadi. Jika saja aku tidak pernah melakukan semua hal bodoh ini, kami pasti masih baik-baik saja sampai saat ini. Aku tidak bisa jika harus menanggung kebenciannya padaku lebih dari ini. Aku memang egois, tapi aku sungguh tidak akan sanggup. Apa aku harus benar-benar melepaskan Hea Ae, Hyung?” suara Kyuhyun sudah benar-benar serak dan bergetar.
Siwon kembali menatapnya, kali ini menampakan ekspresi tak percayanya akan kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Kyuhyun.
“Kau bodoh atau apa, Cho Kyuhyun? Kemana saja kau selama ini? Kau selalu membuatnya sulit untuk pergi darimu padahal kau tahu jika dia sudah terluka banyak karenamu. Dan sekarang saat dia terbaring lemah hampir mati, kau dengan mudahnya mengatakan akan melepaskannya? Apa kau pernah memikirkan bagaimana perasaannya? Kenapa selalu memikirkan dirimu sendiri? Disini bukan kau yang paling menderita! Demi Tuhan, dia sedang membutuhkanmu, Cho Kyuhyun!” pekik Siwon frustasi.
“Tapi aku sudah terlalu banyak menyakitinya, Hyung.”
“Benar! Kau sadar itu, kan? Jika kau sadar akan hal itu, kau harusnya siap menerima kebenciannya, brengsek! Berhentilah jadi laki-laki pengecut! Berhentilah bersembunyi di balik kesedihanmu! Selesaikan semuanya! Masalahmu dengan Hea Ae tidak akan pernah selesai jika kau tidak mulai menyelesaikannya dari akar masalahmu.”
Kyuhyun mengangkat wajahnya, menatap Siwon dengan pandangan tak mengerti.
“Temui Rye Mi, katakan padanya kalau sebenarnya kau tidak mencintainya. Katakan padanya kalau selama ini kau hanya terjebak dalam masa lalumu yang kau pikir belum selesai dengannya. Katakan padanya bagaimana perasaanmu saat kau hampir saja kehilangan istrimu. Tegaskan padanya jika sebenarnya memang sudah tidak ada apa-apa lagi di antara kalian sejak hari dimana dia meninggalkanmu,” Siwon menarik nafas sejenak. “Dan memohonlah padanya agar dia tidak mengganggumu dan Hea Ae lagi.”
***
At Church
Kyuhyun menarik nafas dalam-dalam. Dia melangkahkan kakinya turun dari kursi penumpang setelah menyuruh supir pribadinya untuk menunggu sebentar.
Pria itu berjalan dengan langkah berat menuju ke sebuah pintu kayu besar berwarna coklat tua. Ada pahatan-pahatan rumit yang terukir indah di seluruh pintu itu. Dia memegang kedua gagang pintunya, kemudian mendorongnya, membuka pintu itu dengan perlahan.
Ada perasaan membuncah di dalam hatinya. Darahnya berdesir hebat, mengalir deras dari ujung kakinya hingga ke kepalanya. Membuat wajahnya terasa memanas hingga sekumpulan air bening menggenang di pelupuk matanya.
Kyuhyun menarik nafas, mencoba menenangkan hatinya yang terasa meronta-ronta ingin keluar. Mencoba menenangkan perutnya yang mulai bergejolak membuatnya mual. Mencoba menenangkan syaraf-syaraf di otaknya yang tiba-tiba menegang, membuatnya merasa pusing.
Kyuhyun melangkah masuk ke dalam. Dia menyentuhkan ujung-ujung jarinya di deretan bangku kayu yang berjejer rapi di sana. Pria itu memejamkan matanya sesaat, membawanya kembali pada kenangan-kenangannya dulu. Kenangan indah pernikahannya dengan Hea Ae. Ya, kenangan saat mereka mengucapkan sumpah sehidup semati di atas altar di gereja ini.
Pria itu terus melangkah hingga sampai di bagian depan gereja. Dia menatap gambar Jesus yang menyatu dengan kaca besar di diding gereja yang terletak persis di hadapan tempatnya berdiri saat ini.
“Cho Kyuhyun?” sapa seorang pria paruh baya dari arah samping kiri Kyuhyun.
Kyuhyun menoleh. “Pastor?”
Pastor itu mengerutkan keningnya, merasa terkejut dengan penampilan Kyuhyun saat ini. Pria itu benar-benar terlihat berantakan. Sangat berbeda dengan saat pria itu melangsungkan pernikahannya disini.
Pastor itu mendekati Kyuhyun, lalu tersenyum. “Apa kabar? Sudah lama sekali rasanya saat aku melihatmu menikah disini.”
Kyuhyun menunduk. “Aku sedang tidak baik-baik saja.”
Pastor itu menatap iba Kyuhyun, kemudian menepuk pundaknya. “Mau membuat pengakuan dosa? Setidaknya, supaya hatimu terasa lebih tenang.”
Kyuhyun menatap pastor itu lalu mengangguk. Pendeta itu tersenyum lagi dan mengajak Kyuhyun berjalan ke sisi kiri gereja. Disana terdapat sebuah bilik berukuran sedang, terbagi menjadi dua bagian dengan pembatas di tengahnya. Bilik itu mempunyai dua pintu, masing-masing di bilik sebelah kanan dan bilik sebelah kiri. Bilik itu pun seluruhnya terbuat dari kayu yang juga berwarna coklat tua. Pahatan-pahatan yang terdapat pada dinding dan pintu bilik itu hampir mirip dengan yang ada di pintu depan gereja tadi. Hanya saja, pahatan-pahatan yang ini lebih sederhana dan ada beberapa lubang mengikuti arah pahatan tersebut yang sengaja dibuat di dinding bilik itu, sehingga masih memungkinkan untuk bisa melihat ke dalam bilik meskipun tidak terlalu jelas.
Pastor itu masuk ke dalam pintu bilik sebelah kanan, sedangkan Kyuhyun ke dalam pintu bilik sebelah kiri. Di dalamnya terdapat satu bangku di masing-masing bilik, dengan pemisah kayu berukiran sama seperti ukiran yang ada bagian luar dinding bilik yang menyambung dengan meja kayu kecil yang menempel pada kayu pemisah itu. Di tengahnya terdapat sebuah kotak persegi kecil yang pintunya dapat di geser, hanya cukup untuk mengulurkan tangan kesana.
Kyuhyun menelan salivanya. Pria itu tidak duduk, melainkan menyingkirkan kursi yang tersedia di dalamnya, dan memilih untuk berlutut di depan meja kecil itu, lalu membuat tanda salib di dirinya dan menyatukan kedua tangannya di atas meja.
Pastor itu juga membuat tanda salib di dirinya. Kemudian mengangguk saat Kyuhyun menatapnya, mempersilahkan Kyuhyun untuk memulai pengakuan dosanya.
“Pastor, pengakuanku yang terakhir adalah, sejujurnya aku tidak mengingatnya.” Ujar Kyuhyun. Dia menarik nafas sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Aku mengaku kepada Tuhan yang mahakuasa, kepada Pastor dan seluruh umat Tuhan yang kudus, bahwa aku telah berdosa dengan pikiran dan perkataaan dengan perbuatan dan kelalaian.” Pria itu berhenti sejenak. Dia menundukan kepalanya dalam, kemudian mulai menangis terisak.
“Khususnya bahwa aku, telah menyia-nyiakan istriku. Dia begitu baik, dia begitu setia. Tapi aku…” Kyuhyun lagi-lagi berhenti, pria itu menangis semakin keras disana.
“Tapi aku mengkhianatinya, aku berselingkuh dengan gadis yang dulu pernah hadir dalam kehidupanku. Dia sudah berkali-kali mengingatkanku, tapi aku selalu mengabaikannya. Hingga aku semakin terjebak dalam masa laluku yang seharusnya tidak pernah kuingat lagi.” Kyuhyun berhenti lagi, nafasnya mulai tersengal-sengal karena dia menangis.
“Sungguh aku tidak pernah berniat untuk menyakitinya, aku menyayanginya. Aku mencintainya. Aku bahkan dengan egoisnya tetap memintanya untuk tinggal dan tidak membiarkannya pergi saat dia mengatakan ingin pergi dariku. Dia mengajukan surat cerainya padaku lewat pengacara keluarganya, tapi aku menolaknya. Hingga kemarin, saat pemakaman Ibuku, dia datang menemuiku. Dia memelukku dengan seluruh kasih sayangnya. Dia mengatakan padaku jika dia masih menyayangiku, dia masih mencintaiku, walapupun dia tetap bersikeras meminta untuk tetap berpisah denganku. Aku membawanya pulang ke rumah kami, tapi saat kami masuk, gadis itu, gadis yang menjadi selingkuhanku, dia berdiri disana. Tapi sungguh, demi Tuhan sejak saat dimana istriku pergi, aku sudah tidak pernah lagi menemui gadis itu. Saat itu aku mengusirnya, tapi aku tidak memperhatikan jika ternyata istriku pergi membawa mobilku. Dia pergi dalam keadaan kacau.” Kyuhyun berhenti sejenak saat dadanya terasa sesak, sulit bernafas.
“Hingga beberapa menit kemudian, aku mendapat telepon dari Ayahku. Ayahku mengatakan jika dia mengalami kecelakaan. Dia memacu mobilnya begitu kencang, hingga kehilangan kendali.” Pria itu semakin menunduk dalam. Membiarkan air matanya berjatuhan mengenai lantai bilik.
“Sekarang dia dalam keadaan kritis. Dan hal terburuknya adalah, kami kehilangan calon bayi kami. Aku tidak tau harus mengatakan apa padanya saat dia bangun dari komanya nanti. Aku tidak sanggup jika harus melukainya lebih banyak lagi. Semua kebahagiaannya seakan hilang karena kesalahanku. Aku menyesal, aku sungguh menyesal.” Kyuhyun terisak semakin keras, bahunya bergetar hebat.
“Aku menyesal atas semua dosaku, aku hanya ingin memohon pengampunan. Aku hanya ingin istriku memaafkanku. Aku benar-benar takut jika dia semakin membenciku. Apa yang harus aku lakukan, Pastor? Apa yang harus aku lakukan?”
Pastor itu ikut menitikan air matanya dalam diam. Masih tergambar dengan jelas dalam ingatannya, bagaimana pria di hadapannya ini begitu bahagia saat dia menikah dengan istrinya. Istrinya yang begitu cantik, sosok yang benar-benar sempurna untuk mendampinginya.
“Anakku, Cho Kyuhyun… Tuhan mendengar semua pengakuan dosamu, dan percayalah bahwa Tuhan pasti akan mengampunimu. Kau masih mencintai istrimu?”
Kyuhyun mengangguk kuat sembari tetap menunduk.
“Tuhan membenci perpisahan. Kalian sudah dipersatukan dalam nama Tuhan, dan tidak akan ada yang bisa memisahkan kalian kecuali kematian. Kau sudah berjanji pada istrimu untuk tetap bersamanya dalam susah dan senang, kan? Jadi, tetaplah berada disisinya dan jangan pernah lepaskan genggaman tangannya. Kalau kau merasa bahwa genggaman tangannya mulai mengendur, berbaliklah, tunjukan senyumanmu padanya, biarkan dia melihat kebahagiaannya lagi, biarkan dia melihat bahwa kebahagiaannya yang sebenarnya berada di dalam pancaran raut wajah bahagiamu.”
Kyuhyun tak menjawab. Pria itu hanya terus menangis terisak disana. Pastor itu menggeser pintu kecil yang ada di tengah kayu pembatas dan mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Kyuhyun, menggenggamnya erat.
“Berdoalah anakku. Berdoalah dari hatimu yang paling dalam pada Tuhan. Berdoalah agar Tuhan memberi kesempatan pada istrimu untuk tetap hidup, dan memberimu kesempatan satu kali lagi untuk meminta maaf pada istrimu dan memperbaiki semuanya. Namamu dan istrimu, juga akan selalu ada disetiap doaku. Aku mendoakanmu, anakku.”
***
Rye Mi’s Apartment
Rye Mi sedikit berlari menuju ke ruang depan. Seseorang menekan bel apartemennya berkali-kali, membuatnya menggumamkan umpatan-umpatan kecil pada orang yang tak mengenal kata sabar itu. Gadis itu langsung membuka pintu apartemennya lebar-lebar tanpa melihat intercom lebih dulu.
“Siap-” bibir gadis itu terkatup rapat saat mendapati sosok yang saat ini sedang berdiri di hadapannya sembari menunduk.
“Oppa?”
Kyuhyun mengangkat wajahnya. Pria itu menampakkan senyumnya, walaupun jelas terlihat jika senyum itu adalah senyum yang terpaksa.
“Boleh aku masuk?” tanyanya.
Rye Mi menahan nafasnya sesaat, lalu mengangguk mengiyakan. Gadis itu menyingkir dari pintu, membiarkan Kyuhyun masuk ke dalam, lalu menutup pintu apartemennya.
Kyuhyun menyecahkan tubuhnya di sofa ruang tv, pria itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, menemukan beberapa botol wine dan vodka yang berserakan disana.
“Kau tidak membersihkan apartemenmu?”
Rye Mi menyeringai. “Aku terlalu sibuk memikirkanmu.”
Kyuhyun terdiam. Selama beberapa menit yang terasa lama, pria itu tetap diam. Hingga Rye Mi berdecak kesal dan memulai pembicaraan.
“Jadi, kau datang kemari hanya untuk diam?”
Kyuhyun menoleh, menatap Rye Mi yang berdiri menyandarkan tubuhnya pada sebuah pilar kecil di dekat ruang tv sembari melipat kedua tangannya di dada.
Kyuhyun menggeleng. “Hea Ae mengalami kecelakaan. Saat tempo hari kau muncul di rumah dan Hea Ae pergi membawa mobilku, dia mengalami kecelakaan.”
Kyuhyun menarik nafas berat. Rasanya sungguh sesak, setiap kali dia mengingat kejadian itu, paru-parunya seperti di remas kuat hingga nafasnya terasa sesak.
“Saat ini dia dalam keadaan koma. Dan kami juga kehilangan calon bayi kami. Kau tahu, saat mendengarnya mengalami kecelakaan dan dalam keadaan kritis, rasanya seperti jiwaku dicabut paksa detik itu juga. Aku tidak lagi memikirkan bagaimana caranya untuk menarik nafas saat itu. Aku bahkan tidak sanggup membayangkan bagaimana aku bisa bertahan hidup keesokan harinya jika dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Kau tahu, saat itu bahkan sempat terlintas di pikiranku, tidak apa-apa jika aku harus menanggung kebenciannya yang besar terhadapku. Tidak apa-apa asalkan dia masih bisa hidup dengan baik walaupun aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Tidak apa-apa jika dia meminta untuk pergi dariku lagi, karena aku akan membuat keinginannya terwujud. Tidak apa-apa aku menanggung semua penderitaanku sendiri asalkan dia mendapatkan kebahagiaannya yang lain.” Lanjutnya.
Rye Mi mendengus tak percaya lalu tertawa pelan. “Lalu apa tujuanmu datang kesini? Kau berharap aku akan menjenguknya dan mendoakannya agar cepat sembuh?” ujar Rye Mi sinis.
Kyuhyun memilih melanjutkan kata-katanya dan tak menghiraukan Rye Mi. “Pikiran-pikiran itu mungkin memang terlintas saat itu. Tapi tidak lagi untuk saat ini. Meskipun nantinya dia akan tetap meminta padaku untuk menyetujui perceraian kami, tapi aku akan berusaha sekali lagi untuk memberikan kebahagiaan padanya. Aku akan berusaha sekali lagi untuk mendapatkan kesempatan terakhir darinya. Karena aku sangat mencintainya. Ya, benar. Aku mencintainya, aku mencintai istriku, bukan kau.”
Rye Mi tertawa. Gadis itu tertawa hambar saat mendengar semua kalimat yang Kyuhyun lontarkan.
“Aku tidak menyalahkanmu atas semua yang menimpaku, menimpa Hea Ae, menimpa kami.” Kyuhyun bangkit dari kursi lalu berlutut, membuat Rye Mi menghentikan tawanya. Gadis itu menatap tajam Kyuhyun.
“Aku hanya ingin meminta maaf padamu. Maaf karena aku sudah membawamu dalam situasi ini. Maaf karena aku sejak awal tidak berkata jujur padamu. Maaf karena memang sudah tidak ada apa-apa lagi diantara kita, sejak hari dimana kau pergi meninggalkanku. Karena tepat pada saat itu, aku sudah menguburmu jauh. Sangat jauh hingga tanpa kusadari, aku sudah melupakanmu. Sangat jauh hingga saat kau kembali, aku tidak bisa lagi membedakan bahwa itu sudah menjadi obsesi sesaat dan bukan lagi cinta. Dan yang paling penting, aku datang kesini karena aku ingin memohon padamu, kembalilah ke Jerman, kembalilah ke kehidupanmu sebelumnya yang baik-baik saja. Aku yakin kau pasti bisa menemukan pria yang jauh lebih baik dariku, yang mencintaimu dengan tulus dan tidak menjadikanmu pelampiasan karena terbawa emosi masa lalu. Dan terakhir, jangan pernah menemuiku ataupun Hea Ae lagi. Biarkan kita mendapatkan kebahagiaan kita dengan jalan masing-masing.” Ujar Kyuhyun lagi.
Bibir Rye Mi kembali terkatup rapat, giginya bergemeretuk karena menahan emosi. Gadis itu mencoba menahan tangisannya hingga wajahnya memerah. Ini sebuah tamparan untuknya. Tidak tahu siapa yang harus disalahkan dalam masalah ini. Tapi satu yang gadis itu tahu, dia sudah kehilangan Kyuhyun Oppa-nya yang dulu.
Kyuhyun berdiri lalu berjalan mendekati Rye Mi. Pria itu mengecup kening Rye Mi lembut, seperti menegaskan sebuah perpisahan. Air mata Rye Mi tak mampu lagi dibendungnya. Gadis itu menangis dalam diam.
“Aku tidak akan menyuruhmu untuk berhenti menangis, kalau kau pikir itu dapat membuatmu merasa lebih baik. Terima kasih untuk semua pengorbanan yang telah kau lakukan.” Ujar Kyuhyun kemudian melangkah ke pintu apartemen Rye Mi.
Pria itu membuka pintu apartemen Rye Mi, lalu berhenti sejenak. “Dan tidak. Aku tidak akan pernah menyuruhmu untuk menjenguk atau mendoakan Hea Ae agar dia cepat sembuh. Kau tidak perlu melakukan itu karena aku yang akan melakukannya. Aku yang akan menjenguk dan menjaganya setiap hari. Dan aku yang akan berdoa pada Tuhan di setiap tarikan nafasku setiap detiknya, untuk kesembuhannya. Untuk kebahagiaannya.” Ujarnya lalu melangkah keluar dan menutup pintu apartemen Rye Mi rapat-rapat.
Tubuh Rye Mi jatuh merosot begitu saja pada pilar kecil tempatnya bersandar. Gadis itu tak lagi menahan suara tangisannya, dia menangis keras hingga bahunya bergetar hebat.
Akhirnya hari ini tiba juga. Hari yang ditakutinya sejak pertama kali dia meninggalkan Korea. Hari dimana akhirnya dia benar-benar kehilangan sosok pria yang bahkan hingga kini masih dicintainya.
Gadis itu mengeluarkan ponselnya dari saku celana, membuka aplikasi phonebook dan menekan tombol call.
“Appa? Aku ingin kembali ke Jerman. Secepatnya.”
***
Seoul Hospital
Kyuhyun membuka pintu ruang rawat Hea Ae. Pria itu tersenyum lalu melangkah masuk. Ruang rawat itu sepi. Kedua orang tua Hea Ae dan Ayahnya baru saja pulang.
Kyuhyun mengambil satu cup caffè americano berukuran sedang di dalam lemari pendingin yang terdapat di sudut ruang rawat VIP itu. Dia membutuhkan rasa pahit yang ada di kopi itu untuk membantunya tetap terjaga menemani Hea Ae.
Pria itu menyesapnya sedikit, lalu menaruh cup caffè americano itu di atas nakas. Dia mengambil sebuah buku yang juga terdapat di atas nakas tersebut, kemudian duduk di samping ranjang Hea Ae.
Buku itu berjudul The Purpose Driven Life. Dengan sampul berwarna coklat tua di sisi-sisinya, dan coklat muda dengan sebuah gambar pohon berwarna hijau di bagian tengahnya.
Kyuhyun mulai membuka halamannya. Membaca kalimat pertama yang terdapat disana. “It’s not about you,” kalimat yang begitu disukai Hea Ae di dalam buku favoritnya ini. “Aku akan membacakan lanjutannya untukmu.” Kyuhyun menatap wajah Hea Ae lalu tersenyum.
Pria itu mulai membuka lembaran demi lembaran buku itu hingga sampai pada halaman yang terakhir kali dibacanya untuk Hea Ae. Dia berdeham, lalu membacakan isi buku itu lagi. Sesekali melirik pada Hea Ae, memperhatikan wajah istrinya yang seperti mendengarkannya dengan tenang.
Kyuhyun membaca isi buku itu halaman demi halaman. Hingga beberapa menit kemudian, pintu ruang rawat Hea Ae terbuka. Pria itu menoleh dan mendapati Siwon berdiri disana.
“Kau sudah makan?” tanya Siwon.
Kyuhyun menggeleng. “Belum. Nanti saja.”
Siwon memasuki ruangan itu dan menutup pintunya. “Aku membawakan makanan untukmu. Makanlah dulu, setelah itu tidurlah. Aku yang akan menjaga Hea Ae.”
“Tidak perlu, aku tidak apa-apa.”
“Kau juga perlu istirahat. Kau pikir kau sekuat apa untuk tidak tidur setiap hari?”
Kyuhyun tersenyum mendengar kata-kata Siwon. Ya, dia bahkan sudah lupa bagaimana rasanya tidur untuk beberapa hari ini.
“Aku akan membacakannya lagi untukmu nanti.” Gumam Kyuhyun pada Hea Ae, lalu menutup buku itu dan menaruhnya kembali di atas nakas.
Pria itu bangkit dan berjalan ke arah sofa yang terdapat disana, lalu menyecahkan tubuhnya di sebelah Siwon.
“Kau butuh makan.”
Kyuhyun mengangguk, lalu membuka bungkusan makanan yang dibawa Siwon. Pria itu mulai menyantapnya dengan sedikit lahap.
“Kupikir kau tidak lapar.” Ejek Siwon membuat Kyuhyun terkekeh, tapi tetap melanjutkan makannya.
“Setelah ini tidurlah. Hea Ae tidak akan kenapa-kenapa jika kau hanya meninggalkannya untuk tidur sebentar.”
Kyuhyun lagi-lagi menggeleng. Pria itu menelan makanannya, meminum sedikit air putih di gelasnya, lalu menatap Siwon.
“Aku ingin menjadi orang pertama yang melihatnya membuka matanya. Jadi, aku tidak akan pernah tidur hingga hal itu terjadi.”
Siwon menghela nafas. “Bahkan untuk hal seperti ini pun kau tetap keras kepala.” Ujarnya.
Kyuhyun tak menjawab, hanya menanggapi kata-kata Siwon dengan senyumannya dan kembali menyantap habis makanannya.
***
Shim Enterprise
“Sajangnim, ada seorang tamu yang sedang menunggu Anda. Aku menyuruhnya untuk menunggu di dalam.” Ujar sekertaris pribadi Changmin saat Changmin baru saja muncul dari dalam lift setelah menyelesaikan rapatnya.
Changmin tersenyum. “Terima kasih.”
Pria itu berjalan santai membuka pintu ruang kerjanya. “Maaf membuatmu menunggu sedikit lama, Tuan-“
Changmin menghentikan kata-katanya. Pria itu sedikit terkejut dengan kehadiran tiba-tiba sosok Kyuhyun yang terlihat lusuh di ruangan kerjanya.
“Cho Kyuhyun.” Lanjut Changmin.
Pria itu berjalan mendekati sosok Kyuhyun dan duduk di kursi kerjanya. Menatap Kyuhyun yang juga tengah menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.
“Kau baik-baik saja? Kau terlihat sakit.” Changmin membuka suaranya, memecah keheningan yang terjadi di antara mereka.
“Aku tidak akan berbasa-basi.”
Changmin mendengus. “Ternyata kau masih tetap seorang Cho Kyuhyun yang arogan.”
“Terserah apa penilaianmu padaku, aku tidak peduli. Aku hanya ingin memberi tahu bahwa Hea Ae mengalami kecelakaan dan sekarang dalam keadaan koma.” Kyuhyun berhenti, memperhatikan raut wajah Changmin yang berubah menjadi tegang.
“Kecelakaan?”
“Aku tidak akan menceritakan detailnya padamu. Yang paling penting, tujuanku datang kesini adalah untuk mengatakan padamu bahwa aku akan berusaha mendapatkan satu kali lagi kesempatan dari Hea Ae untuk memperbaiki semuanya dan aku akan berusaha bagaimanapun caranya. Tapi, jika nantinya Hea Ae tidak bisa menerimaku dan tetap menginginkan perpisahan,” Kyuhyun menarik nafas sesaat. “Aku tidak akan menahannya lagi, aku akan melepaskannya.”
Changmin mengatupkan bibirnya. Tak menjawab Kyuhyun sama sekali. Pria itu hanya menatap lekat Kyuhyun yang kini sedang bangkit berdiri dari duduknya, berjalan menuju pintu ruang kerjanya.
“Kau memang pria yang benar-benar bodoh, Cho Kyuhyun. Satu kali kesempatan, hanya satu kali lagi. Jika dia tidak mau menerimamu lagi, aku yang akan membuatnya tidak akan pernah melihat padamu lagi.”
Kyuhyun memejamkan matanya sesaat lalu membuka pintu dan bergegas keluar dari sana tanpa menjawab kata-kata Changmin.
***
Seoul Hospital
Kyuhyun berlutut di hadapan patung Jesus yang menggantung di hadapannya. Pria itu memang selalu datang ke gereja kecil yang berada di sudut rumah sakit ini setiap hari. Menyisakan waktunya hanya untuk berdoa dan merenungkan semuanya sendiri.
“Tuhan, aku datang lagi. Ini sudah hari kelima Hea Ae dalam keadaan koma. Tidak kah kau merasa kasihan padanya? Dia sudah menderita cukup lama. Walaupun aku tidak akan pernah lelah menjaga dan berdoa untuknya. Tapi, kumohon. Kembalikanlah dia. Kembalikanlah dia pada kami. Kami merindukannya. Kami merindukan sosoknya yang ceria. Kami merindukan tawanya, suara lembutnya. Kami merindukan senyumannya.” Kyuhyun mulai terisak lagi. Air matanya berjatuhan di kedua tangannya yang menyatu di depan dadanya.
“Aku berjanji, aku berjanji aku tidak akan pernah menyakitinya lagi. Aku berjanji aku akan membuatnya selalu tersenyum jika dia bangun nanti. Meskipun itu berarti aku harus melepaskannya. Tapi aku berjanji, aku akan melakukannya, asalkan kau mengembalikannya pada kami.”
“Kyu?”
Kyuhyun menoleh, mendapati Siwon berdiri di belakangnya. Pria itu menghapus air matanya lalu berdiri.
“Kau sudah selesai berdoa?” tanya Siwon yang hanya dijawab anggukan oleh Kyuhyun.
“Aku dan Ahra akan pulang sekarang. Bibi dan Paman Devoss juga sudah pulang, mereka akan kesini lagi besok pagi. Kau tidak apa-apa kan menjaga Hea Ae sendirian?”
Kyuhyun lagi-lagi mengangguk. “Tidak apa-apa. Kalian pulanglah. Aku akan kembali dan menemani Hea Ae.”
Siwon tersenyum lalu mengajak Kyuhyun kembali ke ruang rawat Hea Ae. Ada perasaan kasihan yang begitu besar Siwon rasakan pada Kyuhyun. Siwon tahu, Kyuhyun selalu berdoa dengan tulus di gereja ini. Bahkan Siwon tahu, Kyuhyun selalu menangis dalam diam saat memandang Hea Ae yang berbaring tak berdaya di ruang rawat saat dia hanya sendirian.
Dan yang paling penting, Siwon tahu bahwa Kyuhyun sudah berubah. Beberapa hari yang lalu, dia mendapat pesan dari Hyukjae, yang mengatakan bahwa Rye Mi sudah kembali ke Jerman. Membuatnya tahu bahwa Kyuhyun sudah mengambil keputusan yang tepat, walapun mungkin sedikit terlambat. Tapi, tidak ada kata terlambat untuk menjadi lebih baik, bukan?
Ahra tersenyum menatap adik laki-lakinya yang sedang berjalan ke arahnya. Wanita itu memeluk Kyuhyun dengan penuh sayang. “Kau harus kuat, agar Hea Ae juga merasa kuat. Kau selalu tahu aku tidak pernah benar-benar bisa membencimu karena aku terlalu menyayangimu, Captain Cho.” Bisik wanita itu lembut. Membuat Kyuhyun membalas pelukan Ahra lebih kuat dan menjatuhkan wajahnya di pundaknya, menangis disana.
“Sudah jangan menangis, aku harus pulang sekarang.” Ahra menarik dirinya dan mengusap pelan pipi Kyuhyun. Lalu mendekati Siwon dan meraih lengannya, pergi meninggalkan Kyuhyun sendirian disana.
Kyuhyun berbalik, membuka pintu ruang rawat Hea Ae. Pria itu berjalan mendekati nakas di samping ranjang Hea Ae, mengambil baskom berisi air hangat yang sudah disiapkan Ahra tadi. Pria itu meraih satu kain bersih, lalu mulai membasuh tangan dan kaki istrinya dengan air hangat.
Pria itu melakukannya dalam diam. Sesekali melirik pada wajah Hea Ae yang begitu pucat. Sebuah selang besar masih terpasang di mulutnya yang terbuka. Selang lainnya yang lebih kecil terpasang di kedua lubang hidungnya. Perban putih pun masih menempel erat di kepalanya, menutupi luka dan rambut indahnya yang terpaksa dipangkas separuh untuk mempermudah operasinya saat kecelakaan naas itu terjadi.
Kyuhyun lagi-lagi menangis. Membayangkan bagaimana raut wajah terluka istrinya saat nanti bangun dan mendapati rambut indahnya yang sudah hilang separuh.
Pria itu cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya. Dia menuju ke kamar mandi dan membuang air bekas di dalam baskom tadi ke wastafel, lalu mencuci kain tadi hingga bersih dan meletakkan baskom dan kainnya di pinggir wastafel. Dia kembali mendekati ranjang Hea Ae, duduk di kursi yang tersedia di sebelah kanan ranjang.
Tangannya meraih jemari tangan kanan Hea Ae yang tidak terpasang alat penjepit di jarinya. Dia mengelusnya perlahan. Menikmati setiap detik yang baginya terlalu berharga untuk dilewatkan saat ini.
Kyuhyun menghela nafas berat. “Hei, apa kau tidak lelah terus saja berbaring seperti ini? Apa kau tidak bosan terus tinggal di rumah sakit ini?” ujarnya lalu tersenyum.
“Aku hanya bercanda. Aku hanya bosan karena kau terus saja diam seperti ini. Aku ingin melihatmu berbicara panjang lebar lagi. Aku merindukan kecerewetanmu. Kau tahu, aku tidak pernah makan dengan baik selama ini. Aku bahkan sampai terserang demam beberapa waktu yang lalu. Apa kau tidak mau memarahiku karena aku tidak menjaga kesehatanku dengan baik? Bangunlah, aku akan mendengarkan setiap kekesalanmu kali ini. Aku tidak akan menggodamu saat kau marah padaku tentang kesehatan lebih penting daripada pekerjaan. Bangunlah, aku merindukan suaramu.”
Kyuhyun menunduk, air matanya kembali mengalir.
“Aku menangis lagi. Menyedihkan, ya? Entah sudah berapa kali aku menangis seperti ini. Aku sendiri sudah berhenti menghitungnya. Kau pasti akan menertawakanku jika tahu aku banyak menangis belakangan ini. Seorang Cho Kyuhyun menangis, kau pasti akan tertawa terbahak-bahak saat melihatnya. Bangunlah, agar kau bisa menertawakanku hingga kau puas saat melihatku menangis, lalu menghapus air mata ini dengan jari-jarimu.” Kyuhyun tersenyum lagi.
“Bangunlah, kembalilah pada kami. Aku tidak akan memintamu untuk kembali padaku. Aku hanya akan memintamu untuk kembali hidup bahagia seperti sebelumnya. Aku berjanji padamu, jika kau bangun, aku berjanji tidak akan lagi menahanmu. Aku berjanji akan melepaskanmu jika kau memang sudah tidak bisa lagi bersamaku. Bukankah itu yang kau inginkan? Kau bilang, walaupun kita berpisah, masih tetap ada calon bayi kita yang bisa membuat kita tetap saling menyayangi. Tapi, sekarang calon bayi itu sudah pergi lebih dulu, kau pasti berpikir bahwa tidak ada lagi yang bisa membuat kita bertahan untuk saling menyayangi satu sama lain, kan? Aku berjanji, aku tidak akan pernah memberikanmu rasa sakit lagi. Jika kau ingin pergi, aku akan melepaskanmu. Biar aku yang menderita karena kehilanganmu, yang penting kau mendapatkan kebahagiaanmu yang baru. Jadi…” Kyuhyun menarik nafas sebelum melanjutkan kata-katanya.
“Kembalilah, sayang. Kumohon kembalilah.”
Kyuhyun menundukkan wajahnya di ranjang, menahan suara tangisannya yang mulai terdengar saat jemari Hea Ae bergerak sedikit menyentuh jarinya, seperti ingin menggenggamnya.
Kyuhyun tersentak kaget. Pria itu mengangkat wajahnya, menatap jemari Hea Ae yang bergerak sedikit. Hanya sedikit, tapi dia sangat yakin jika jemari Hea Ae bergerak.
Ternyata kau benar-benar mengabulkan doaku untuk membuatnya kembali pada kami. Tapi, kenapa aku masih merasa belum rela untuk melepasnya? Tuhan, inikah jalan terbaik yang kau pilihkan untuk takdir hidup kami?
***
TBC