_A CHILD’S DIGNITY_ [MARRIED? Are U Kidding Me?!]
Jiyeon dan Jonghyun duduk berhadapan dengan Dojin ahjussi dan guru Seo. Mereka seperti tersangka yang sedang di interogasi.
“Apa yang terjadi?” tanya Dojin
“Tidak terjadi apa-apa, ahjussi,” jawab Jiyeon.
“Kau kabur dari rumah kan? Lalu kenapa ke rumah ku? Apa kalian berpacaran?”
“Aniya!” jawab Jiyeon dan Jonghyun bersamaan.
“Jadi apa yang kalian lakukan dalam satu tempat tidur?” tanya guru Seo.
Jiyeon melirik tajam Jonghyun. Ini semua gara-gara Jonghyun. Kenapa namja itu memindahkannya ke tempat tidur. Dan kenapa juga harus lupa kalau ada Jiyeon di kamarnya. Tentu saja hal itu menimbulkan kesalahpahaman.
“Kami hanya tidur di tempat tidur yang sama. Tapi tidak terjadi apa-apa,” jawab Jonghyun. Ia juga merutuki dirinya kenapa bisa melupakan Jiyeon.
“Bagaimana ini? Mereka berdua sama-sama tidak mengakuinya,” keluh guru Seo.
Ceklek! Terdengar suara pintu terbuka. Tampaklah Lee Jungrok dan Park Min Suk – oragtua Jiyeon. Jungrok memang tidak perlu menekan bel karena kode tempat tinggal 4 sekawan itu sama. Tentu saja Jungrok dengan mudah masuk ke apartemen Dojin.
“Yasudah,kalau memang tidak terjadi apa-apa. Ayo kita pulang, chagi,” ajak ibu Jiyeon, Min Suk.
“Shiro!” tolak Jiyeon. Ia masih marah pada kedua orangtuanya itu.
“Baiklah, kalau kau tidak mau pulang. Kau masih tetap ingin tinggal disini kan? Kalau begitu kau dan Jonghyun harus menikah agar tidak timbul kesalahpahaman.”
“Mwo? Menikah? Yang benar saja. Aku sudah bilang tidak terjadi apa-apa. Kalau pun terjadi apa-apa, aku akan mengejarnya sampai ke ujung dunia.”
Semua terkejut dengan ucapan Jiyeon. Jiyeon tersadar dengan ucapannya yang pasti akan semakin menimbulkan kesalahpahaman. “Maksudku…. Pokoknya tidak terjadi apapun tadi malam. Kau lihat sendiri aku masih berpakaian lengkap saat terbangun tadi kan, guru Seo?”
Guru Seo tampak berpikir, benar juga apa yang dikatakan Jiyeon. Tapi itu kan tidakmenjamin tidak terjadi sesuatu tadi malam.
“Geure, pulanglah kerumah. Ibumu panik saat tau kau pergi. Dia menangis semalaman,” jelas Jungrok – ayah Jiyeon.
“Tapi, kalian harus berjanji tidak akan bertengkar lagi. Tidak ada perceraian. Kalau tidak, aku jamin kalian semua tidak akan pernah menemukanku lagi,”
“Ne, eomma janji tidak akan bertengkar dengan appamu. Memang eomma yang salah, mulai sekarang, eomma akan percaya sepenuhnya pada appamu,”
“Baiklah, aku akan pulang. Tapi tunggu sebentar…”
Jiyeon menarik tangan Jonghyun dan membawa namja itu keluar. Mereka berbicara di depan pintu apartemen. Kebetulan memang letak apartemen berada paling ujung, jadi tidak akan ada orang yang terlalu mendengar percakapan mereka.
Dug!
Jiyeon menendang kaki namja itu, membuat Jonghyun meringis kesakitan.
“Yaa!!”
“Itu adalah hukuman untukmu. Gara-gara kebodohanmu semuanya jadi berantakan,” ucap Jiyeon.
“Tapi tidak sepenuhnya buruk kan? Orangtuamu juga sudah berbaikan,” Jonghyun berusaha membela dirinya.
“Kenapa kau memindahkanku ke atas tempat tidur? Apa jangan-jangan kau memang ada niat buruk padaku ya?” Jiyeon menatap curiga.
“Mwo? Aku itu hanya kasihan padamu. Aku tidak tega melihatmu tidur dibawah.”
Jiyeon tetap menatap tajam Jonghyun dengan mata sedikit terpicing, “Yaa! Jangan melihatku seperti itu? Kalau memang terjadi sesuatu kau pasti merasakannya kan?”
Jiyeon tampak berpikir, benar juga apa yang dikatakan Jonghyun. “Geure. Keunde tetap saja kau bodoh Lee Jonghyun!”
“Yaa! No—“
Pintu apartemen terbuka, tampak lah ayah dan ibu Jiyeon keluar sambil membawa koper Jiyeon.
“Ayo pulang. Sudah cukup pertengkaran kalian,” Jungrok menarik tangan puterinya itu.
***
Saat perjalanan pulang, Jiyeon membicarakan masalah Woo Bin pada ayahnya. “Appa. Bisakah appa mempekerjakan 1 orang di Coffee Shop mu?” tanya Jiyeon.
“Bisa saja. tapi siapa?”
“Kim Woo..”
“Kim Woo? Maksudmu Kim Woo Bin teman kecilmu yang suka membuat onar itu?”
“Ne..”
“Untuk apa dia bekerja?”
“tentu saja untuk menghidupi dirinya. Kedua orangtuanya juga sudah meninggal kan. Kau tau itu, Appa.”
“Kalau begitu selama ini ia bekerja kan? Lalu kenapa sekarang tidak bekerja? Mengundurkan diri atau—”
“Ia dipecat.”
“Wae?”
“Karena kesalahpahaman. Sudahlah Appa. Mau tidak memberinya pekerjaan?”
“Ya sudah. Nanti atau besok suruh dia datang.”
“Jinjja? Gomawo appa.” Jiyeon yang duduk dibelakang memajukan tubuhnya dan mencium pipi ayahnya itu.
“Keunde, pacarmu itu sebenarnya Jonghyun atau Woo Bin?” tanya ibunya.
“Mwo? Mereka berdua bukan pacarku. Kami hanya berteman. Sebagai teman kan harus saling membantu.
Ibunya hanya manggut-manggut mendengar penjelasan puterinya itu.
***
Keesokan harinya, seperti biasa Jiyeon menyambangi kelas Woo Bin.
“Kemana Kim Woo?” tanya Jiyeon pada Jonghyun karena tampak bangku di samping namja itu tidak ada penghuninya.
“Molla, dia tidak masuk.”
Jiyeonmengambil ponselnya, “Aku sudah meneleponnya. Tapi tidak diangkat,” ucap Jonghyun. Namja itu segera mengerti maksud Jiyeon mengambil ponsel pasti untukmenelepon Woo Bin.
“Jinjja? Tapi aku kan belum. Siapa tau dia mengangkatnya karena aku yang menelepon.”
Woo Bin tetap tidak menjawab panggilan teleponnya. Jiyeon menghela nafas lalu keluar dari kelas itu. Saat hendak kembali ke kelasnya, Jiyeon melihat seekor hamster lucu di halaman sekolah. Karena terlihat lucu, Jiyeon mengejarnya bermaksud menangkap hamster itu.
Tidak lama setelah Jiyeon keluar dari kelas Jonghyun, namja itu juga keluar. Ia melihat sekeliling mencari Jiyeon. Siapa tau Jiyeon belum jauh. Dan memang benar, gadis itu tampak mengejar sesuatu. Jonghyun pun memanggilnya, tapi Jiyeon tidak mendengarnya. Jonghyun pun berlari ke arah Jiyeon. Dan Jiyeon sendiri juga semakin jauh mengikuti arah kemana larinya hamster. Sampai akhirnya ia berhenti di aula yang berada di sisi barat sekolah. Jiyeon melihat sekeliling, “kemana perginya hamsteritu?’ gumamnya.
“Yaa!! NO..!” teriak Jonghyun yang tampak terengah-engah. Akhirnya Jonghyun tidak perlu lagi mengejar Jiyeon.
“Wae?” tanyaJiyeon.
“Apa kau membawa buku catatan Matematika? Bisakah aku pinjam punyamu? Aku lupa membawanya,”
“Ani, obseo,” sebenarnya Jiyeon membawanya, hanya saja ia masih kesal pada namja ini.
“Jinjja? Kau tidak bohong kan?”
Jiyeon menundukkan kepalanya. Seketika matanya membulat melihat ada seekor kecoak didekat sepatunya. “KECOAK!!” teriaknya.
Hal yang tidak terduga terjadi, Jonghyun tampak ketakutan dan memeluk Jiyeon bahkan namja itu seperti ingin memanjat tubuh gadis itu. “Yaa!! Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku Lee Jonghyun!!” teriak Jiyeon.
Namun namja itu semakin merapatkan tubuhnya sehingga mereka berdua jatuh dengan posisi Jonghyun menindih tubuh Jiyeon.
“APA YANG KALIAN LAKUKAN LEE JONGHYUN!!! LEE JIYEON!!” teriak suara seorang yeoja yang tidak lain adalah guru Seo yang kebetulan lewat dan melihat kejadian itu lalu menyalah artikannya.
***
Guru Seo mengajak kedua murid itu keruangannya. Guru cantik itu menghela nafas sejenak.“Baiklah, aku hanya ingin mengatakan nanti malam keluarga Lee Dojin akan datang kerumahmu, Lee Jiyeon. Kalian boleh pergi.”
Jonghyun dan Jiyeon saling berpandangan tidak mengerti. “Kenapa masih disini? Kembali kekelas kalian!” titah guru Seo.
Kedua pelajaritu pun segera pergi dengan beberapa pertanyaan di kepala mereka. Kenapa terlihat aneh? Hanya itu sajakah yang dikatakan guru Seo? Dan untuk apa nanti malam keluarga Dojin kerumah Jiyeon?
Guru Seo menyandarkan tubuhnya di kursi lalu memijit pelan tengkuknya. Murid sekaligus anak tirinya itu benar-benar membuatnya stress.
--o0o--
Pulang sekolahJonghyun dan Jiyeon mampir ke rumah Woo Bin. Woo Bin membuka pintu sambil menguap, terlihat dia seperti baru bangun tidur.
“Kau? Kau barubangun tidur?” tanya Jiyeon tidak percaya.
“Masuklah..”
Jiyeon dan Jonghyun pun masuk ke rumah yang terletak di atas atap itu atau yang lebih dikenal dengan rooftop. “Apa yang kau lakukan sampai baru bangun jam segini Kim Woo-ya? Sampai harus membolos”
“Aku baru pulang jam 6 pagi, aku ngantuk sekali Yeon-ah.”
“Apa yang kau lakukan sampai harus pulang jam 6 pagi? Apa kau bekerja?”
“Ne.”
“Mwo? Jadi kemarin itu kau bohong padaku?”
“Mian..”
“Aish.. Kan sudah ku bilang kau akan bekerja di Coffee Shop ayahku,”
“Hheheh.. mian aku hanya tidak sabar saja,”
“Besok datanglah ke coffee shop ayahku. Kau diterima bekerja disana.”
“Jeongmal?” tanya Woo Bin dengan nada tidak percaya.
“Eoh..”
“hhhh. Gomawo Jiyeon-ah..” Woo Bin hendak memeluk Jiyeon tapi gadis itu segera mendorong tubuh Woo Bin. “Kau itu bau. Mandi sana. Kami akan menyiapkan makan siang.”
Jiyeon dan Jonghyun menghabisakan waktu mereka sampai sore di rumah Woo Bin.
***
Sampai di apartemen, Jonghyun heran melihat ayahnya dan ibu tirinya tampak rapi. “Cepat mandi dan berpakaian rapi,” titah ayahnya.
“Keunde, kita mau kemana?” tanya Jonghyun.
“Kau lupa tadi di sekolah aku sudah mengatakan keluarga Lee Dojin akan mendatangi keluarga Lee Jungrok,” jawab guru Seo.
Jonghyun hanya menganggukkan kepalanya lalu pergi ke kamarnya untuk berbenah diri.
Sama halnya dengan Jonghyun, saat Jiyeon pulang ayah dan ibunya tampak rapi. “Kenapa baru pulang? Cepat mandi dan dandan yang cantik,” titah ibunya.
“memangnya ada apa?”
“jangan banyak bertanya, lakukan saja,” dari nada bicara ayahnya tampak akan terjadi sesuatuyang buruk. Jiyeon segera masuk kekamarnya dengan tampang bertanya-tanya.
--o0o--
Keluarga Dojin tiba di kediaman Jungrok. Mereka makan malam terlebih dahulu sebelum masuk ke inti acara. Jiyeon mencoba bertanya pada Jonghyun apa yang terjadi dengantatapan matanya, tapi namja itu hanya menggedikkan bahunya pertanda ia juga tidak mengerti ada apa sebenarnya.
Selesai makan, kedua keluarga itu menuju ruang keluarga. Guru Seo mengeluarkan sebuah amplop besar berwarna coklat dari tasnya dan memberikannya pada suaminya – Dojin.
“Baiklah, aku Lee Dojin akan melamar puterimu- Lee Jiyeon untuk putera ku.”
“MWO?!” teriak Jiyeon dan Jonghyun bersamaan dengan mata membulat sempurna. Tapi orang tua Jiyeon dan Jonghyun seperti tidak menggubris anak-anak mereka itu.
“Aku terima lamaran puteramu,” jawab Jungrok.
“APPA!” teriak Jiyeon.
Dojinmengeluarkan surat catatan pernikahan dari dalam amplop cokelat yang diberikan istrinya tadi. “Ini, tanda tangan lah Jonghyun-ah,”
“Appa! Igemwoya? Menikah? Aku tidak mau,” tolak Jonghyun.
“Ahjussi, menikah? Apa kau sedang bercanda? Eomma, Appa, apa maksud ini semua? Apa ini karena kejadian waktu itu? Bukankah kita sudah melupakannya?” tanya Jiyeon bertubi-tubi.
Dojin menghela nafas sejenak, “YiSoo sudah menceritakan semuanya yang tadi terjadi disekolah. Kalian—“
“Ahjussi, tidak terjadi apapun tadi disekolah. Kami hanya terjatuh bersama,”
“Sudah banyak yang terjadi diantara kalian. Aku hanya tidak ingin kalian bertindak semakin jauh. Kami hanya mencoba untuk melindungi kalian.” jelas Dojin. Pria paruh baya itu hanya tidak ingin Jonghyun seperti dirinya di masa lalu. Kalau terjadi sesuatu pada Jiyeon, lalu gadis muda itu pergi membawa aib karena tidak mau membebani Jonghyun. Seperti ibu Jonghyun dulu, Dojin jadi teringat masa lalunya. Ia tidak mau kejadian seperti itu terulang pada puteranya.
Jonghyun menatap ayahnya. Sepertinya ia paham maksud dari pria paruh baya itu. Namun yang terjadi pada dirinya dan Jiyeon hanya salah paham, kenapa tidak ada yang mengerti?
“Kalian tenang saja. pernikahan ini akan dirahasiakan. Tapi, kalau kalian ingin mengatakannya pada dunia juga tidak apa-apa. Toh kalian yang akan menanggungnya. Kalian juga akan tetap tinggal dirumah masing-masing. Setelah kalian lulus sekolah baru bisa tinggal bersama,” Ibu Jiyeon akhirnya bersuara.
“Ayo tandatangani Jonghyun-ah,” Dojin memasukkan pena ke tangan Jonghyun.
Jiyeon menatap tajam satu persatu orang-orang di sekelilingnya itu. Hatinya begitu sesak. Bagaimana mungkin mereka memaksanya menikah? Bahkan ia dan Jonghyun masih berstatus pelajar. Dan semua ini karena kesalahpahaman konyol yang dikaitkan satu sama lain. Mata Jiyeon tampak memerah, rasa kesal, kecewa, marah, semua bercampur baur begitu saja.
Jiyeon menatap Jonghyun yang masih mematung dengan pena menggantung di tangannya. Jiyeon tersadar, ini semua karena namja itu. Seandainya saja Jonghyun saat itu tidak memindahkannya ke tempat tidur dan tidak melupakannya yang sedang bersembunyi, seandainya namja itu tidak ketakutan pada kecoak. Pasti semua ini tidak akan terjadi.
“Jebal Jonghyun-ah,” pelas ayahnya.
Jonghyun menatap Jiyeon, ia bingung haruskah menyetujui pernikahan ini. Tidak ada jawaban dari tatapan Jiyeon. Malah gadis itu terlihat muak melihatnya.
‘Mianhe, Jiyeon-ah’ batin Jonghyun. Namja itu pun menandatangi surat catatan pernikahan tersebut.
“nah, sekarang kau tandatangi disini Jiyeon-ah,” Dojin menunjukkan kolom tempat yang harus ditandatangi Jiyeon. Jiyeon masih mematung.
“Ayo tanda tangan chagi. Eomma mohon,” Jiyeon menatap wajah ibunya yang tampak memelas. Membuatnya tidak tega. Jiyeon dengan kasar merebut pena dari tangan Jonghyun dan menandatanginya. Lalu pergi begitu saja.
Brak!!
Jiyeon membanting pintu kamarnya dan menangis sejadi-jadinya.
***
Esoknya, saat jam istirahat Woo Bin heran karena biasanya Jiyeon pasti menyambangi kelasnya.Tapi sudah 10 menit tidak ada tanda-tanda kemunculan Jiyeon. Jadi dia memutuskan ke mendatangi kelas Jiyeon. Sebenarnya Jonghyun tidak mau ikut karena ia masih merasa bersalah bersalah pada Jiyeon tapi Woo Bin terus menarik-narik tangannya seperti bocah yang merengek minta dibelikan permen.
Sampai disana, Jiyeon juga tidak tampak dikelas. “Chogi, Jiyeon tidak masuk ya?” tanya Woo Bin pada siswa yang duduk dekat pintu masuk.
“Jiyeon? Maksudmu Lee Jiyeon?”
“Ne, murid baru pindahan dari Jerman itu.”
“Ah, tadi aku lihat dia keluar. Sepertinya ke kantin.”
“Geure, gomawo,”
Woo Bin dan Jonghyun segera ke kantin dan memang benar gadis itu ada disana. Jiyeon tampak mengaduk-ngaduk ramyeonnya tanpa nafsu untuk melahapnya. Woo Bin berjalan mengendap-endap, berniat untuk mengganggu Jiyeon. Woo Bin mencolek bahu kanan Jiyeon dan tetap menjulurkan jari telunjuknya di atas bahu Jiyeon sehingga saat Jiyeon menoleh jari itu mengenai pipinya. Jiyeon tidak menggubrisnya dan kembali mengaduk-ngaduk ramyeon. Woo Bin melakukan hal itu lagi di bahu kiri Jiyeon.
“geumanhe,” hanya itu yang Jiyeon katakan saat telunjuk Woo Bin mengenai pipi kirinya. Jiyeon meminum jus stroberinya dalam sekali teguk. Dasar Woo Bin, kali ini dia mencolek bahu kanan, lalu bahu kiri Jiyeon. Gadis yang berusaha sabar itu akhirnya naik pitam.
Brak!!
Ia menggebrak meja sehingga sontak beberapa siswa melihat ke arahnya. Bahkan Woo Bin mengelus dadanya yang terkejut dengan kelakuan Jiyeon yang tidak biasa. Jiyeon menatap tajam Woo Bin lalu pergi begitu saja.
"Yaa!!! Lee Jiyeon! kau kenapa?!" Woo Bin hendak mengejarnya, namun Jonghyun memegang bahu Woo Bin, “Biar aku saja. Kau makan ramyeon itu, sayang kalau dibuang,” ucap Jonghyun. Woo Bin yang memang lapar menuruti saran sahabatnya itu.
Jonghyun pun mengejar Jiyeon. Ia tahu, gadis itu pasti masih tidak terima dengan pernikahan mereka. Jiyeon duduk di pinggir kolam buatan yang berada di belakang sekolah. Jonghyun menghampirinya dan duduk di sebelah gadis itu.
“Kau marah?” tanya Jonghyun.
“Ne.”
“Padaku?”
“Pada semuanya,”
“baiklah aku minta maaf.”
Jiyeon menolehkan kepalanya dan menatap Jonghyun, “Mudah sekali kau meminta maaf dengan semua yang sudah terjadi,”
“jadi aku harus bagaimana?”
Jiyeon melihat sekeliling takut ada yang mendengar percakapan mereka. “Yaa!! Aku masih tidak percaya kalau aku sudah menikah dan ini semua karenamu. Karena kebodohanmu.”
“Arra. Kau pikir aku mau jadi seperti ini. Aku ini namja, terlalu muda menikah di usia 19 tahun.”
“tapi sepertinya kau tidak ada beban sama sekali,”
“Aku mencoba untuk menerimanya. Ani, aku hanya mencoba untuk menganggap semua ini tidak pernah terjadi. Kau tetap temanku, bukan istri. Aku tidak pernah menganggap status kita sebagai suami istri. Itulah yang aku tanamkan dalam otakku. Lagipula tidak ada yang tau pernikahan ini kecuali kedua orangtua kita. Kita juga tinggal dirumah masing-masing. Jadi apa yang harus dikhawatirkan,” jelasJonghyun.
Jiyeon mencoba mencerna ucapan Jonghyun. Benar juga apa yang dikatakan Jonghyun. Ini hanya status dimata orangtua mereka. Dan pada kenyataannya ia dan Jonghyun hanya teman semata. Jiyeon menarik kedua sudut bibirnya membentuk seulas senyuman. Baiklah, ia akan mencoba berpikiran seperti Jonghyun.
Jonghyun menyodorkan jari kelingkingnya ke arah Jiyeon. Gadis itu mengernyit bingung. “teman selamanya,” ucap Jonghyun.
Jiyeon pun mengerti dan mengaitkan kelingkingnya ke kelingking Jonghyun, “Yagso?”
“yaksoghe,”
Keduanya pun saling melempar senyum.
-o0o-