_A CHILD’S DIGNITY_ [Escape]
Bel pulang berbunyi, itu tandanya hukuman untuk Jiyeon dan Jonghyun telah berakhir. Mereka ke kelas masing-masing untuk mengambil tas. Jonghyun dan Woo Bin izin terlambat masuk kerja karena mereka akan membantu ayah Jonghyun menyiapkan lamaran kejutan untuk guru Seo.
Sedangkan Jiyeon tidak bisa langsung pulang. Saat ia dihukum bersama Jonghyun ternyata teman-temannya mengerjakan latihan yang diberikan guru Matematika dan harus selesai hari ini juga. Terpaksa ia sendirian mengerjakan latihan di kelas. Sejak ia dihukum sampai mengerjakan latihan, ponselnya yang berada dalam tasnya bergetar beberapa kali.
Jiyeon merenggangkan otot-otatnya yang terasa kaku. Hari ini benar-benar melelahkan. Ia ke ruang guru dan menyerahkan tugasnya. Jiyeon memeriksa ponselnya. Ada 2 pesan masuk dari ayahnya, pesan pertama 2 jam yang lalu dan pesan ke dua 45 menit yang lalu. Belum sempat ia membuka isi pesan, ponselnya berdering. Ia segera mengangkat panggilan dari ayahnya itu.
“Yeoboseo… Aku masih disekolah, Appa. Wae? …. Mana aku tahu, kenapa Appa tidak memberitahuku tadi pagi…. Ani, mereka tidak memberitahuku…. Jadi bagaimana? Apa aku harus tetap kesana…. Baiklah.”
Jiyeon melihat supir yang sedang menunggunya di luar gerbang sekolah. Ibunya memang menyuruh supir menjemput puterinya itu agar Jiyeon cepat sampai ke tempat diadakannya lamaran Dojin ahjussi dan guru Seo.
Sampai disana, dari kejauhan Jiyeon melihat Dojin sedang berlutut dengan sebelah kakinya dan tangannya memegang tangan guru Seo. Mereka terlihat romantis sekali. Tidak jauh dari mereka ada beberapa orang yang tidak asing bagi Jiyeon berkumpul memberikan tepuk tangan untuk pasangan itu. Sepertinya Jiyeon melewati acara sakral itu. Jiyeon menghampiri Jonghyun dan Woo Bin dari belakang dan mendengar sedikit percakapan dua namja itu.
“Kau bilang cinta pertamamu direbut oleh teman ayahmu. Kau tahu, cinta pertamaku direbut oleh ayah temanku,” ucap Woo Bin sedikit berbisik.
Jiyeon menyahut, “Mworago? Jangan bilang kau menyukai guru Seo. Aigoo~ kalian ini benar-benar aneh. Kenapa harus menyukai wanita yang umurnya diatas kalian?” Jiyeon menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali dengan ekspresi cengo.
Jonghyun dan Woo Bin berbalik lalu menatap tajam Jiyeon. Lalu kedua saling melirik dan tersenyum yang lebih mirip seringai membuat Jiyeon bergidik ngeri. Tiba-tiba saja Woo Bin membekap mulut Jiyeon dan menyeretnya menjauh dari kerumunan orang-orang yang tengah berbahagia melihat pasangan yang sebentar lagi akan menjadi suami isteri itu.
Sementara itu Jungrok, ayah Jiyeon menoleh kebelakang. “Ada apa?” tanya Minsuk.
“Sepertinya tadi aku mendengar suara puteri kita?”
Minsuk pun ikut melihat kebelakang, “Benarkah? Ya, mungkin saja itu memang Jiyeon. Collin dan Woo Bin juga tidak keliatan, padahal tadi kan mereka ada dibarisan paling belakang. Sudahlah, biarkan saja mereka.”
One week later
Ayah Jonghyun - Lee Dojin dan Seo YiSoo (guru Seo) mengucapkan janji pernikahan didepan altar dengan lancar. Dan ternyata bukan Dojin dan YiSoo saja yang menikah. Im Taesan dan Hong Sera juga melangsungkan pernikahan di hari yang sama dan di gereja yang sama. Jadilah hari itu adalah pernikahan terbesar. Semua tamu bertepuk tangan dan tampak bahagia, kecuali Woo Bin. Namja itu sepertinya belum ikhlas menerima pernikahan guru Seo yang merupakan cinta pertamanya itu. Jiyeon menarik tapi lebih terlihat seperti mencubit sebelah pipi Woo Bin agar namja itu tersenyum.
Saat resepsi, Jonghyun kembali bernyanyi dan kali ini ia duet bersama Jiyeon menyanyikan lagu “All For You” yang pernah di populerkan Seo In Guk dan EunJi A-Pink. Sambil bernyanyi, Jiyeon berjalan ke arah Woo Bin dan menarik namja itu agar ikut bernyanyi bersama mereka. Sepertinya salah menyuruh Woo Bin ikut bernyanyi. Suara namja itu lebih baik disimpan saja. -__-
Musik berganti, irama slow dan mendayu-dayu membuat beberapa pasang tamu tampak berdansa. Sedangkan ketiga remaja itu hanya duduk berpangku tangan melihat orang-orang yang tengah berdansa. Sejujurnya mereka merasa bosan. Beberapa pasangan tampak berciuman mesra. Jiyeon melihat Meahri-Yoon dan Dojin-YiSoo berciuman. Ia mengkhawatirkan kedua sahabatnya itu terluka dan kebetulan ia duduk diantara dua namja itu. Jadi, ia langsung mengangkat kedua tangannya untuk menutup mata Jonghyun dan Woo Bin. “Jangan dilihat,” ucapnya.
Jonghyun dan Woo Bin menepis tangan gadis itu. “Enak saja. Kau bisa melihatnya. Masa kami tidak,” protes Woo Bin.
“Aku cuma khawatir kalian akan menangis melihat cinta pertama kalian yang sedang bermesraan,”
“Tsk. Menangis? Kau pikir kami selemah itu, eoh?” protes Jonghyun.
“Yah, mungkin saja,” jawab Jiyeon.
“Bagaimana ya rasanya?” tanya Woo Bin sambil terus melihat pasangan-pasangan yang asik berdansa mesra.
“Rasa apa?” tanya Jiyeon dan Jonghyun bersamaan.
“Kisseu…” jawab Woo Bin sambil mengusap-usap bibirnya dengan ibu jari.
“Mwo? Jadi kau belum pernah—” pekik Jiyeon.
“Memangnya kau pernah?” tanya Woo Bin langsung memotong kalimat Jiyeon.
“Te..tentu saja pernah,” jawab Jiyeon terbata-bata.
“ah, dari nada bicaramu aku tau kau berbohong. Bagaimana kalau kita mencobanya?” ajak Woo Bin. Jonghyun membulatkan matanya, ia tidak menyangka Woo Bin seagresif itu.
Pletak!!
Jiyeon memukul kepala Woo Bin dengan sendok. “Aku tidak sudi menciummu.”
Woo Bin mengusap-usap kepalanya. “Yaa!! Aku bercanda, bodoh! Aku juga tidak sudi. Lebih baik aku mencium Collin.”
Jonghyun bergidik ngeri mendengar ucapan Woo Bin.
“Gila! Kalian jangan jadi abnormal karena patah hati. Segeralah bertobat.” Jiyeon melenggang pergi meninggalkan dua namja itu. Perutnya minta di isi makanan lagi. Jonghyun hendak mengikuti Jiyeon, namun tangannya di tarik Woo Bin. “Jonghyun-ah, kajima..” ucap Woo Bin dengan sedikit manja. Jonghyun segera menepis tangan Woo Bin, “Kau memang sudah gila Kim Woo Bin,” ia segera berlari menyusul Jiyeon.
“Hahahah…” Woo Bin tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya karena berhasil menggoda temannya itu.
***
Hari tampak cerah karena musim gugur telah tiba. Jonghyun dan Woo Bin terlihat tengah sibuk melayani pembeli yang memesan makanan. Tiba-tiba segerombolan preman datang dan mengacak-acak restoran tempat Jonghyun dan Woo Bin bekerja. Ternyata 3 diantara namja yang berpenampilan seperti preman itu adalah namja yang dulu pernah mencoba memalak Jiyeon dan Jonghyun (baca Part 2). Mereka datang karena ingin balas dendam dan membawa teman-teman mereka yang merupakan preman jalanan. Akhirnya Jonghyun, Woo Bin dan orang-orang itu terlibat perkelahian. Semua pembeli akhirnya keluar karena takut.
Manajer restoran cepat saji itu berhasil menghentikan perkelahian dengan ancaman akan melaporkan mereka semua ke polisi. Manajer itu juga meminta nomor kontak wali mereka untuk meminta uang ganti rugi karena restoran itu kini sudah berantakan tidak karuan. Jonghyun tidak mau memberikan kontak ayahnya. Pasti ayahnya akan memarahinya habis-habisan. Ia berjanji akan mengganti semua kerusakan tanpa melibatkan ayahnya. Ia bahkan bersedia tidak digaji.
“Tentu saja kau tidak digaji. Mulai sekarang kalian aku pecat. Aku tidak mau mempunyai pekerja anarkis seperti kalian.”
Walau Jonghyun dan Woo Bin sudah mengatakan yang sebenarnya, manajer itu tidak peduli. Ia akan melaporkan mereka ke kantor polisi kalau tidak mau ganti rugi.
“Chogiyo. Aku yang akan mengganti rugi untuk Jonghyun dan Woo Bin,” tiba-tiba seorang gadis berseragam sekolah masuk menengahi perselisihan itu.
“Jiyeon..” ucap Jonghyun dan Woo Bin bersamaan. Jiyeon tersenyum pada dua temannya itu.
“Nuguya?” tanya manajer dengan sinis.
“Aku Lee Jiyeon, teman mereka. Aku akan mengganti rugi kerusakan yang terjadi. Tapi hanya untuk 2 temanku ini.” Jiyeon menyerahkan kartu kreditnya pada manajer berambut klimis itu.
“Andwae Jiyeon-ah..” cegah Woo Bin.
“Baiklah. Tapi mereka tetap tidak bisa bekerja disini lagi.”
“Algyeseumnida..”
“Yaa!! Kau tidak perlu melakukan ini,” teriak Jonghyun.
“Gwenchanna..”
***
Jiyeon, Jonghyun, dan Woo Bin tampak makan ramyeon instan di depan sebuah mini market.
“Aku akan mengganti uangmu, Jiyeon-ah,” ucap Jonghyun.
“Tidak perlu..” tolak Jiyeon.
“Tidak, aku akan tetap menggantinya”
“Aku juga akan menggantinya..” sambung Woo Bin.
“Yaa!! Kalian itu temanku. Mana mungkin mungkin aku tega melihat kalian di penjara. Dan kau, Lee Jonghyun. Bukankah kau tidak mau Dojin ahjussi tau kau bekerja paruh waktu. Sudahlah, kalian tidak usah bekerja lagi. Fokus sekolah saja.”
“Tentu saja kau mudah mengatakan itu karena kau puteri konglomerat, tidak perlu bekerja. Sedangkan aku, aku bekerja agar tetap bisa sekolah. Aku akan mencari pekerjaan lagi,” jelas Woo Bin.
“Kau mau bekerja dimana?”
“Dimana saja asal menghasilkan uang.”
Jiyeon teringat bukankah ayahnya punya Coffee Shop. Nanti ia kan meminta ayahnya agar menerima Woo Bin bekerja disana. “Bagaimana kalau di Coffee Shop milik ayahku?”
“Jeongmal? Tentu saja aku mau.” Woo Bin tampak antusias dan senang. Ia memeluk Jiyeon. “Ternyata kau baik juga gadis pelit.”
“Lalu, bagaimana denganku?” tanya Jonghyun.
“Kau tidak perlu bekerja. Apa Dojin ahjussi kurang memberimu uang saku? Baiklah, nanti aku bilang padanya untuk menambah uang sakumu,”
“Apa hak mu mengatakan itu pada ayahku?”
“Aku? Aku puteri temannya.”
“hah..” Jonghyun hanya menghela nafas, gadis ini memang tipe orang yang suka ikut campur.
Ponsel Jiyeon berdering, ia segera mengangkatnya, “Yeobseo… Mwo? Arraseo. Aku akan segera pulang, ahjumma”
Jiyeon menarik tangan Woo Bin, “Kim Woo-ya, kau bisa mengantarku pulang kan? Aku harus cepat sampai rumah?”
“Apa yang terjadi?”
“Sudahlah, nanti akan aku ceritakan. Kami diluan Jonghyun-ah.”
“Ne.”
--o0o--
Tidak jauh dari tempat Jiyeon, Jonghyun, dan Woo Bin. Dua pasang mata dari dalam sebuah mobil mengamati anak-anak itu. Mereka adalah Dojin dan YiSoo yang kebetulan lewat. YiSoo tampak terkejut saat melihat Woo Bin memeluk Jiyeon. Memang mereka tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan ketiga remaja itu.
“Omo! Apa mereka berpacaran?” gumam YiSoo.
“Siapa?” tanya Dojin.
“Jiyeon dan Woo Bin.”
“Mana ada orang berpacaran ingin diganggu? Apa anakku disana menjadi obat nyamuk?”
“Mungkin saja Collin menyukai Jiyeon.”
“Apa terlihat seperti itu? Dari wajahnya tidak terlihat kalau Jonghyun mengalami cinta sepihak.”
“Benar juga. Kau memang berpengalaman tentang cinta sepihak, Lee Dojin.”
“Bukankah kau yang mengajariku Seo YiSoo?”
“Aish.. jangan mengejekku lagi,” YiSoo memukul lengan namja yang sekarang sudah resmi menjadi suaminya itu.
“Dojin-ah, lihat itu. Mereka meninggalkan Collin sendirian.”
“Pasti terjadi sesuatu. Lihatlah wajah Jiyeon yang panik.”
“Yasudah, ayo panggil Collin. Biar dia pulang bersama kita.”
“Yaa! Kita ini baru mau pergi makan malam. Kenapa malah pulang? Atau kau berniat mengajak Jonghyun makan malam bersama kita? Aku tidak mau. Aku ingin berdua bersamamu, sayang.”
“Kau kejam sekali Lee Dojin. Dia itu puteramu,”
“Tapi dia bukan anak kecil lagi. Dia bisa pulang sendiri.”
“Oh, iya. Apa setiap hari dia pulang malam?”
“Ne, katanya ada les tambahan disekolah. Kau seharusnya tau itu.”
“Les tambahan?” YiSoo tampak berpikir. Seingatnya kalau pulang sekolah, Jonghyun pasti langsung pulang bersama Woo Bin.
“Wae?” tanya Dojin.
“Ah.. ani.”
Dojin pun menghidupkan mesin mobilnya. Pergi ketempat tujuannya bersama istri tercinta untuk makan malam romantis.
***
Woo Bin menghentikan motornya di depan pagar rumah Jiyeon yang menjulang tinggi. Jiyeon segera turun dari motor dan melepas helm lalu memberikannya pada Woo Bin. Terdengar suara orang berteriak dari dalam rumah Jiyeon. Woo Bin mengerti, pasti ini yang membuat Jiyeon panik dan segera pulang kerumah. Pasti orangtua gadis itu bertengkar lagi.
“Baiklah. Aku masuk dulu. Terima kasih sudah mengantarku, Kim Woo-ya.”
“Apa aku perlu mengantarmu sampai kedalam?”
“Ani. Kau pulang saja. Sejujurnya aku malu kau mendengar pertengkaran orangtuaku.” Jiyeon menunduk lesu. Woo Bin memegang bahu gadis itu untuk memberikan kekuatan.
“Kau tidak perlu malu. Aku kan temanmu. Baiklah, aku pulang.” Woo Bin menghidupkan mesin motornya lalu pergi.
Jiyeon buru-buru masuk kedalam rumahnya. Ruang tamu tampak berserakan. Lee Jungrok-ayahnya tengah duduk bersender di dinding sedangkan ibunya tidak terlihat. Mungkin sedang berada di kamar. Jiyeon melihat sebuah kertas di atas meja. Ia mengambilnya, lalu membaca isinya. Jiyeon meremas kuat kertas yang ternyata adalah surat perceraian yang sudah ditandatangi ibunya, tapi tidak untuk ayahnya. Tanpa basa-basi ia merobek kertas itu dan melemparnya begitu saja. Lalu ia masuk kekamar, mengambil koper dan memasukkan beberapa bajunya. Ia berniat pergi dari rumah, setidaknya kalau ia kabur orangtuanya akan berpikir ulang untuk berpisah. Ia juga meninggalkan ponselnya. Jiyeon membuka pelan pintu kamarnya, melirik kiri kanan dan melihat bahwa ayahnya sudah tidak ada lagi di tempat tadi. Ia segera keluar dari rumah.
Jiyeon menuju telepon umum, ia hendak meminta bantuan Woo Bin.
“Kim Woo-ya, ini aku Jiyeon. Kau sedang apa?” tanya Jiyeon.
(“A..aku sedang belajar.”)
“Jinjja? Ya sudah, aku tidak akan mengganggumu.”
Jiyeon menutup sambungan teleponnya. Ia menghela nafas, tidak mungkin ia menganggu Woo Bin dengan masalahnya. Apalagi namja itu sepertinya sudah sedikit berubah. Hal yang sangat jarang dilakukan Woo Bin, yaitu belajar.
Padahal yang sebenarnya adalah Woo Bin sedang bekerja di sebuah club malam saat Jiyeon menghubungi dirinya. Ia tidak mau Jiyeon tau dan memarahi dirinya kalau bekerja sampai pagi apalagi di club. Memang Jiyeon menjanjikan akan mempekerjakan dirinya di Coffee shop milik ayahnya. Tapi, Woo Bin tidak bisa menunggu sampai besok. Apalagi tadi orangtua Jiyeon sedang bertengkar hebat. Mustahil Jiyeon bisa berbicara tentang pekerjaan dirinya dalam situasi seperti itu.
Akhirnya, Jiyeon terpaksa menghubungi Jonghyun.
“Jonghyun-ah, ini aku Jiyeon. Apa Dojin ahjussi dan guru Seo ada disana?”
(“Ani. Mereka sedang keluar. Wae?”)
“Kapan pulangnya? Apa lama?”
(“Mulla, sepertinya lama”)
“Baiklah.”
Jiyeon langsung menutup sambungan telepon, lalu menyetop taxi. Ia akan bersembunyi sementara di rumah Jonghyun. Dan mungkin saat ini Tuhan sedang berpihak padanya karena Dojin dan Guru Seo sedang tidak ada di apartemen.
Ting!
Jiyeon memencet bel apartemen tempat tinggal Jonghyun. Begitu pintu terbuka, Jiyeon melirik-lirik kedalam rumah Jonghyun. Sedangkan Jonghyun heran kenapa Jiyeon datang malam-malam begini dan membawa koper.
“Jonghyun-ah, Dojin ahjussi dan Guru Seo benar-benar belum pulang kan?” tanya Jiyeon.
“Belum. Wae?”
Tanpa menjawab pertanyaan Jonghyun, Jiyeon menarik kopernya dan masuk kedalam apartemen itu. “Dimana kamarmu?”
“Kamarku? Yaa! Sebenarnya kau mau apa?”
“Sudahlah, tunjukkan dulu kamarmu. Nanti akan kuceritakan. Disini tidak aman. Bisa saja tiba-tiba mereka pulang dan melihatku.”
Jonghyun semakin bingung, tapi akhirnya ia bersama Jiyeon masuk ke kamarnya.
“Aku butuh kamarmu sebagai tempat persembunyian,” jelas Jiyeon.
“Mwo? Jangan bilang kau kabur dari rumah?”
“Memang aku kabur dari rumah.”
“Keunde wae?”
“Orangtuaku, mereka bertengkar lagi. Aku tidak tahan.”
“Tapi kenapa harus disini?”
“Aku tidak tau lagi harus kemana. Aku tidak membawa banyak uang. Dan aku yakin setelah ini pasti eomma akan memblokir semua kartu kreditku. Aku mohon Jonghyun-ah. Tolong sembunyikan aku. Dan jangan katakan pada ayahmu dan guru Seo kalau aku ada disini. Mereka pasti akan memberitahukannya pada orangtuaku.” Jiyeon memohon dengan wajah semelas mungkin.
“Baiklah. Tapi kau tidak boleh cerewet dan jangan pernah mengangguku. Dan yang pasti kau tidak boleh tidur dikasurku. Aku tau kau anak orang kaya yang terbiasa hidup mewah. Tapi, untuk kali ini, belajarlah hidup sederhana.”
“Arraseo. Aku akan tidur dibawah. Aku tidak akan mengganggumu. Kau tenang saja, kau pikir aku semanja itu. Kau belum mengenal siapa aku, Lee Jonghyun.”
-o0o-
Jonghyun tersentak bangun. Ia melirik kebawah, melihat Jiyeon yang tengah tidur lelap. Ia kasian melihat gadis itu tidur hanya beralaskan karpet. Jonghyun merentangkan kedua tangannya di atas kasur. ‘Cukup lebar, aku tidak akan kesempitan kalau dia tidur disini’, batin Jonghyun.
Jonghyun pun turun dari kasur dan mengangkat tubuh Jiyeon dan perlahan membaringkannya ke kasur dan menyelimutinya. Jonghyun pun membaringkan tubuhnya disebelah Jiyeon dan kembali terlelap.
***
Tok..tok..!!
Terdengar suara ketukan pintu, dan dengan malas Jongyun bangkit dari tidurnya dan membuka pintu kamarnya. Ia lupa kalau Jiyeon ada di kamarnya dan harus menyembunyikan gadis itu.
“Ayo bangun. Sudah pagi, kita akan—“ guru Seo yang kini sudah menjadi ibu tiri Jonghyun menghentikan kalimatnya tepat saat Jiyeon terbangun. Jiyeon duduk sambil menguap, ia mengerjapkan matanya perlahan, sesaat kemudian matanya membulat sempurna melihat guru Seo ada di ambang pintu.
--TBC--