"ya! Gong Yoo geumanhaeeee. Neon jinjjaaaaaaa!!!! hajimaaaaa!!!"
yak! teriakan itu yang aku tunggu. Teriakan yang sejak tadi aku tunggu ketika aku mulai menggodanya! haha aku berhasil lagi membuatnya menoleh ke arahku. Dia mulai mengejarku yang mulai berlari keluar ruangan.
Aku sengaja memperlambat lariku karena tidak tega melihatnya berlari menggunakan sepatu hak tingginya itu. Aku membiarkan dia menangkapku dan merebut dokumen yang kuambil dari mejanya. Haha lihatlah wajah sebalnya itu, sungguh mengerikan.
"ya! Gong Yoo! Min Jung! Berhentilah bermain! kalian bermain seperti anak SMA saja"
WooBin meneriakiku. Kepalanya terlihat menyembul dari balik penyekat meja kerjanya.
"ya Woobin-ah! panggil aku noona! dasar anak kecil.."
Min Jung mengepalkan tangannya dan mengarahkannya ke WooBin. Haha kiyeowooo. Aku juga ikut mengepalkan tanganku ke arah WooBin dan menjulurkan lidahku. Dia terlihat sebal.
Min Jung kemudian kembali menoleh ke arahku. Wajahnya masih terlihat sebal. Aku memundurkan sedikit tubuhku. Kadang, perempuan ini bisa berbuat ekstrim ketika sudah merasa sangat sebal padaku. Aihh, apa yang akan dia lakukan padaku sekarang?
"ya micheoseo?? ahhh tingkahmu ke kanak-kanakan sekali. Apa kau tidak sadar kalau bulan depan umurmu sudah 29 tahun??"
Min Jung kembali berteriak padaku.
"sampai kau menggodaku lagi, aku akan pindah dari ruangan ini. Arasseo???" suaranya mulai terdengar pelan ketika aku tidak menjawab perkataannya.
"ahh arasseo arasseo, kau tidak boleh pindah ruangan"
Aku menatap Min Jung dengan khawatir. Apa suaraku terdengar seperti merengek? ahh kenapa nadaku seperti itu tadi. Hmm tak apalah, lagi pula Min Jung sudah biasa mendengar rengekanku.
Aku menggandeng tangannya dan mengajaknya kembali duduk di meja kerjanya.
Diruangan besar itu hanya ada aku, Min Jung dan WooBin. Para marketing yang lain sedang keluar kantor untuk menemui customernya. Hanya kami bertiga yang tidak mempunyai schedule untuk bertemu customer hari ini.
Meja kerjaku yang tepat berada di sebelah meja kerja Min Jung membuatku sering menyembulkan kepalaku melalui pembatas meja untuk sekedar melihat apa yang Min Jung lakukan.
Aku menggandengnya dan kemudian memegang kedua pundaknya mengisyaratkan untuk duduk. Aku berdiri menatapnya karena dia menunjukkan wajahnya yang menyebalkan lagi. Hmm mungkin bukan wajah menyebalkan, karena aku yang menyebalkan bukan dia. Tapi wajah cemberutnya itu menurutku sangat menyebalkan saat ini. Dia tidak balik menatapku walau aku sudah memegang tangannya. Itu tandanya marahnya padaku akan cukup lama.
Memang tadi aku sengaja menggodanya karena dia menolak membicarakam tentang kenapa dia tidak mengangkat telephoneku tadi malam dan malah terus berkutat pada dokumen-dokumen di atas meja kerjanya.
Aku mulai membungkukkan badanku dan.berlutut di depannya. Aku maraih tangannya lagi. Dan akhirnya dia melihat wajahku.
"mwoeya? kenapa kau marah sekali. Biasanya kau tidak semarah ini ketika aku meenggodamu?"
"karena kau menyebalkan"
Wajahnya kembali cemberut ketika menatapku
"wae? biasanya aku lebih menyebalkan dari ini?"
"aku tadi benar-benar sedang berkonsentrasi dengan dokumen ini. Dan kau malah menggodaku. Kau kan tau kalau aku tidak sepintar dirimu yang bisa langsung menghafal berkas-berkas ini dalam sehari. Sekarang aku sudah lupa bahkan satu kalimat di dokumen perjanjian ini saja aku sudah lupa"
"araseo mianhae. Aku akan membantumu nanti"
Dia tidak menatapku. Matanya kembali melihat ke arah bawah. Ke arah tanganku yang sedang memegang erat tangannya
"ya! kau masih marah?"
aku mengangkat dagunya dengan tanganku karena dia tidak kunjung menatapku. Dia mengelengkan kepalanya pelan dengan bibir yang masih cemberut. Aku memperhatikan bibir merah tipisnya itu. Jantungku seketika berdegup kencang. Ahh sadarlaaaah Gong Yoo! dia masih marah.
"aku benar-benar akan membantumu untuk menghafal dokumenmu itu nanti. Jinjjaru! biasakah kau tidak cemberut lagi sekarang? Aku tidak mau melihatmu pulang dengan wajah yang masih menerikan seperti sekarang ini"
Aku mengeluarkan jurus merayuku saat ini. Sepertinya jurusku mempan karena dia sudah mulai sedikit menyunggingkan senyumnya padaku.
"kau sudah tidak marah?"
dia menggelengkan kepalanya pelan.
"kalau begitu...... Popo"
aku mendekatkan wajahku ke arahnya. Mengisyaratkan dia untuk menciumku. Aku memejamkan mataku. Entah kenapa aku memejamkan mataku. Babo cheorom!
Min Jung mencium bibirku dengan cepat dan kembali memundurkan badannya. Seketika aku membuka mataku.
Dia mencium bibirku? biasanya ketika aku mengatakan itu dia hanya akan mencium pipiku. Tapi sekarang dia mencium bibirku.
Aku nenatap matanya. Wajahnya terlihat memerah. Mungkin dia juga malu karena telah mencium bibirku. Mataku beralih ke arah bibir merahnya itu. Jantungku kembali.berdegup kencang. Ingin sekali aku melumat bibir tipisnya itu.
Aku kembali menatap matanya. Wajahnya terlihat lebih merah dari sebelumnya. Aku mendekatkan wajahku lagi. Aku mulai menyentuh bibinya dengan bibirku. Entah kenapa aku tiba-tiba merasakan tekanan pada bibirku. Aku memiringkan wajahku untuk bisa lebih untuk menghindari tabrakan pada hidung kami yang sama-sama mancung.
Bibirku kubuka sedikit ketika kurasa nafasku hampir habis karena bibir kami sama sama menutup ketika bersentuhan. Aku membuka bibirku yang masih menempel pada bibirnya. Ah dwaeseo! aku tidak perlu bernafas. Aku kembali menutup bibirku, kali ini bibir bawahnya sudah ada di dalam mulutku. Aku melumatnya dengan hati-hati. Mencoba untuk tidak menyakiti bibirnya. Mataku masih terpejam. Menikmati sentuhan tangan perempuan yang kucintai itu sudah berada ditengkukku.
***
"ayo kita pulang"
sepertinya Min Jung kaget mendengarkan suaraku yang tiba-tiba. Dia memeriksa jam tangannya sebentar kemudian merapikan dokuken-dokumen yang sejak tadi dibacanya. Aku masih duduk di kursiku menunggu dia bersiap-siap dan merapikan mejanya.
"kajja!"
Tubuhku langsung beranjak membuntutinya dari belakang. Melewati WooBin yang masih berkutat dengan laptopnya.
"aku pulang dulu WooBin-ah"
Dia menepuk pundak WooBin yang terlihat sangat serius memperhatikan layar laptopnya.
"nee"
WooBin menjawabnya tanpa menolehkan wajahnya kearah Min Jung. Ahhh ingin sekali rasanya aku menjitak kepala anak songong itu.
Kami berjalan keluar ruangan melewati lorong kantor yang sudah terlihat sepi. Kamu berdua memasuki lift. Aku menarik pinggang Min Jung dan mendekatkannya ke arahku. Aku terus berjalan di sampingnya dengan tangan yang masih melingkar dibelakang pinggangnya.
"Min Jung-ah, apa nanti malam kau tidak akan mengangkat telephoneku lagi?"
"ya! kanapa kau mulai membahas ini lagi? apa mau ku pukul kepalamu??"
mata Min Jung melotot, dia mengarahkan kepalan tangannya ke depan wajahku.
Aku tersenyum melihatnya begitu. Tubuhku yang selalu ingin dekat dengannya sepertinya mengirim pesan ke otakku untuk merapatkan lingkaran tanganku ke punggungnya.
"Sepertinya nanti malam kau tidak bisa menelfonku. gwaenchana?"
aku bisa melihat kekhawatiran tersirat dari wajah perempuanku itu.
"arasseo, popo"
Dia mengecup bibirku lagi. kali ini bukan ciuman kilat seperti yang pertama dia lakukan ketika aku meminta dia menciumku. sekitar 5 detik bibirnya menekan bibirku dengan lembut. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan ciumannya yang lembut dan sangat nyaman itu.
Ternyata di lantai 1 masih ramai dengan para karyawan yang berjalan menuju pintu keluar. Min Jung tiba-tiba menghentikan langkahnya sejenak. Matanya tertuju pada seorang laki-laki dengan jas berwarna hitam yang sedang melihat ponselnnya berdiri depan lobby.
Aku melepaskan tanganku yang melingkar di pinggangnya
Dia berjalan dengan cepat menuju lelaki yang berdiri tidak jauh dari kami.
"anyeonghaseo"
Aku membungkukan sedikit tubuhku.untuk menyapanya. Lelaki itu tersenyum dan balik menyapaku.
Aku melihat lelaki itu merengkuh pinggang Min Jung seperti yang ku lakukan tadi.
Ya. Dia adalah suami dari perempuan yang aku cintai. Lebih tepatnya, aku mencintai seorang perempuan yang sudah mempunyai suami. Sejak pertama mengenal perempuan itu, sebenarnya aku sudah tau kalau dia mempuyai suami. Entah kenapa aku tetap mencintainya, sampai sekarang.
Dia sudah pernah melarangku untuk mencintainya. Tapi dia sepetinya benar-benar menyerah pada pesonaku. Haha, membuatku tersenyum.ketika.mengingat-ingat perjuangan dia menghindariku yang setiap hari menyatakan cinta padanya.
Tak apa, yang penting sekarang dia juga mencintaiku. Dan mencintai suaminya kurasa.
***