home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Last Chance

Last Chance

Share:
Author : Dian1995
Published : 08 Oct 2014, Updated : 08 Oct 2014
Cast : Action, Romance
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |872 Views |0 Loves
Last Chance
CHAPTER 2 : Last Chance 2

“Aku menyerah .. Katakan padaku bahwa ini yang terakhir, Luhan!”

“Jika aku ingin melakukan ini setiap hari bagaimana?”

“Aku akan mati …”

 

 

--- --- ---

 

“Bodoh!!” Pria paruh baya itu mengusap dahi sampai bagian belakang kepalanya, secara frustasi. “Kenapa kau sebodoh itu, Baekhyun!”

Ia tampak tidak senang atas kepergian Baekhyun yang seakan meremehkannya. Baekhyun baru saja mengatakan hal yang baru pertama kali ini didengarnya. Sebuah penolakan, secara terang-terangan di hadapan semua anak buahnya. Bagaimana ia tidak marah? Baekhyun sedang berada di sebuah proyek yang sangat besar dengan keuntungan ratusan miliar dollar. Dan sekarang, ia bilang akan melepaskan proyek itu dan secara tidak langsung membiarkan polisi-polisi kelaparan itu mengendusnya dan membuatnya.. BOOOOOMM! Hancur, dan semua orang yang ada disana akan masuk ke dalam penjara. Dan semua hal itu hanya karena, seorang gadis!

Haruskah ia tidak semarah ini? Jika Baekhyun menolak membawa gadis itu ke markas mereka, otomatis korban incaran mereka yang sesungguhnya tidak akan secara sukarela masuk ke dalam perangkap.

“Aku akan membawanya pergi, sejauh mungkin. Dan jangan pernah mencari kami, atau rahasiamu selama ini akan terbongkar dalam hitungan detik!”

 

Ancaman itu serasa menohok hatinya. Seorang anak yang dibangga-banggakan hanya berakhir seperti ini. Membangkang. Selama ini ia hidup darimana jika tidak mengandalkan bisnis kotor ini?

“Cari mereka, hidup-hidup. Kalau kalian gagal, akan kutembak kepala kalian satu per satu!” Amarah itu serasa menjadi bumerang bagi puluhan pria kekar berjas hitam itu. Baekhyun sudah sangat sulit ditemukan jika sudah bersembunyi. Dan mungkin pekerjaan ini adalah pekerjaan terakhir untuk mereka, karena sang Bos Besar … tidak pernah bermain-main dengan perkataannya.

 

--- --- ---

 

Ji Yoo merasa sedikit kewalahan mengimbangi langkah lebar Baekhyun. Pria itu tampak seperti sedang dikejar seseorang, meskipun beberapa kali Ji Yoo menoleh kebelakang, dan tidak ada apapun disana.

“Baek! Kau kenapa?” Ji Yoo mengibaskan tangannya, marah. Untuk apa Baekhyun seperti dikerjar setan seperti itu? Bahkan Ji Yoo baru saja selesai menyantap makan siangnya yang diantar langsung oleh Luhan. Bisa dibayangkan kan bagaimana keadaan perut Ji Yoo sekarang?

“AKU TIDAK INGIN KAU CELAKA! DIAM DAN IKUTI SAJA AKU!” Suara Baekhyun sudah sangat mengundang orang untuk sekedar menoleh ke arah mereka berdua. Apalagi ini masih termasuk jam makan siang. Suasana di kampus pasti sangat ramai, karena tentu para siswa tidak akan menyia-nyiakan kesempatan istirahat yang sangat berharga untuk berdiam diri di dalam kelas.

“Seberapa penting pengaruhnya aku ikut denganmu? Aku bahkan tidak terlibat masalah yang parah. Kenapa aku harus mengikutimu?” Oh celaka, Ji Yoo tidak bisa membaca kilatan kemarahan yang terpancar di mata Baekhyun. Dan sekarang ia menanyakan hal yang tampaknya akan semakin membuat Baekhyun emosi? Ini tidak bagus kedengarannya.

“DIAM SAJA, KUBILANG!”

Tangan Baekhyun kembali menarik Ji Yoo kasar, dan mencengkeramnya dengan kuat. Karena Ji Yoo tahu Baekhyun tidak akan berbuat macam-macam padanya, akhirnya ia menurut saja kemana Baekhyun akan membawanya.

Enam puluh menit, dan sekarang mereka berdua mulai memasuki daerah perkampungan yang letaknya cukup jauh dari pusat kota Seoul. Tidak banyak rumah yang berjejer di sepanjang jalan. Hanya tampak rumah-rumah kecil di ujung bukit. Ada satu rumah yang menarik perhatian Ji Yoo. Rumah itu tampak mencolok karena kemewahannya dan bangunan itu berdiri kokoh di pinggir danau. Dindingnya didominasi oleh kaca transparan dengan tirai berbagai warna. Cukup menyenangkan kelihatannya, dan tanpa diduga mobil Baekhyun juga berhenti tepat di depan rumah itu.

“Untuk beberapa hari ini, kau akan tinggal disini!” Perintah itu terdengar seperti main-main di telinga Ji Yoo. Untuk beberapa hari ini, ia harus tinggal disitu? Hahahaha Baekhyun sudah gila!

“Apa kau gila Baek? Bagaimana jika ayah mencariku? Untuk apa aku tinggal disini!” Ji Yoo baru saja membuka pintu mobil Baekhyun, sebelum pria itu memberikan perintah yang terdengar cukup konyol. Dan sekarang ia membanting pintu mobilnya lagi. “Antar aku pulang, sekarang!”

“Tidak, aku tidak ingin kau dan Luhan mati sia-sia hanya karena ayahku. Pria konyol itu harus menghentikan hal gila ini secepatnya. Dan untuk saat ini, aku rasa kau aman berada disini.” Baekhyun memaksa Ji Yoo untuk menatap matanya, dan membuktikan bahwa ia memang sedang serius sekarang.

 

BRAAAAKKK!!

Mereka berdua seperti terpental ketika mobil itu terguncang, lalu terdengarlah alarm otomatis yang meraung-raung. Mobil mereka sengaja ditabrak dari belakang, dan Baekhyun sebenarnya tahu hal itu. Tapi ia tidak memperkirakan akan secepat ini.

“KUNCI PINTUNYA!” Baekhyun berteriak setengah panik. Pria-pria berjas di belakang mobilnya sudah mulai menggedor jendela, membuat Ji Yoo secara spontan menundukkan kepalanya hingga menyentuh lutut.

Baekhyun menyalakan mobilnya cepat, lalu memundurkannya. Ia sengaja melakukan itu, meskipun mobil dibelakangnya masih tidak bergeming dari tempatnya. Dan yang terjadi adalah, dua mobil yang terlibat pergumulan itu bergerak mundur, hingga saling berjejer menghadap jalanan. Kesempatan itu dipergunakan Baekhyun untuk kabur secepat mungkin.

Sekarang bukan hanya dua mobil yang saling berkejaran. Kini ada empat mobil hitam yang berkali-kali mencoba menubruk mobil Baekhyun. Membuat dua penumpang yang diliputi ketegangan itu berkali-kali terlempar dari tempat duduknya.

Namun ternyata, Baekhyun salah mengambil jalan. Mobilnya harus berhenti secara paksa ketika dihadapannya kini hanya ada sebuah tempok yang tinggi menjulang. Jalan buntu! Sial!

“Aaarrrrrrgh. Maafkan aku, Ji Yoo!”

Waktunya sudah datang, dari empat mobil di belakang mereka. Muncullah dua belas pria kekar berjas hitam. Tanpa menunggu waktu lama segera menggedor kedua sisi pintu mobil Baekhyun. Salah satu dari mereka membawa sebuah tongkat baseball. Dalam sekali ayunan sudah sanggup memecahkan kaca pintu disebelah Ji Yoo. Hingga gadis itu memekik ketakutan dan semakin menekan kepalanya mendekati lutut.

Pria itu mengitari mobil, lalu melakukan hal yang sama pada satu kaca mobil yang tersisa. Memaksa Baekhyun untuk membuka kuncinya. Dalam sekali hentakan, Ji Yoo sudah terseret keluar dari dalam mobil. Meskipun ia meronta, tetap saja kekuatannya masih kalah jauh.

Ji Yoo melihat tangan Baekhyun diikat, dan itu pemandangan terakhir yang bisa ia lihat. Karena selanjutnya, sebuah handuk putih berbau menyengat sudah diletakkan di depan mulut dan hidungnya. Yang ada hanya pandangan memudar dan semuanya seakan gelap.

 

--- --- ---

 

Tangannya diikat menempel pada punggung kursi, sementara badannya terduduk pada benda sialan itu. Saat ia mulai sadar, suasana sudah gelap. Hanya ada satu lampu remang yang dipasang sangat tinggi. Dan terkadang berkedip-kedip. Menciptakan suasana horor ketika dipadukan dengan dimana ia sekarang. Sebuah gudang kosong. Tampak sudah lama ditinggalkan.

“Kau berharap dia datang, Hah?”

PLAK!

Kesadarannya belum kembali secara penuh ketika tiba-tiba seorang pria menampar pipinya. Panas, itulah satu-satunya rasa yang menjalar di seluruh pipinya. Dan perasaan tertekan itu semakin membuat nyalinya ciut.

“Kenapa kau harus mengikatku disini? Apa salahku?”

Pria itu bahkan meludah, lalu memincingkan matanya. Menatap Ji Yoo dengan pandangan sinis.

“Untuk menangkap ikan dengan kualitas bagus, harus menggunakan umpan berkualitas bagus pula kan?”

Gadis itu tidak berniat meladeni pria gila di depannya ini. Namun dalam hatinya terus bertanya, menangkap ikan? Mereka akan menjebak siapa?

Pemikiran itu akhirnya terputus ketika rambutnya dijambak, lalu disentakkan kebelakang. Membuat kakinya tidak lagi menepak lantai. Dan diikuti beberapa tamparan yang bertubi-tubi, membuat kedua pipinya mati rasa.

“Atau setelah melihatmu mati, baru dia akan datang?”

Pria itu seperti tidak mempunyai hati nurani, terus saja menghujani Ji Yoo dengan tamparan dan pukulan. Seakan melampiaskan amarahnya.

“Kau tahu, gara-gara pria bodoh itu aku harus mendekam di penjara dan kehilangan anak dan istriku. Diusir dari rumahku sendiri seperti seorang pengemis. Tidakkah kau kasihan padaku? Bagaimana dengan pria bodoh itu? Hah? Dia bebas. Hahahaha, bebas dan tidak punya rasa bersalah.” Pria itu berteriak dan tertawa hampir secara bersamaan. Membuat Ji Yoo berulang kali menelan air liurnya. Ya, dia ketakutan sekarang. Berhadapan dengan seseorang yang sedang mencoba membalaskan dendamnya. Karena sekarang Ji Yoo tahu, orang yang dimaksud pria itu adalah, Luhan.

Sedikit banyak Ji Yoo mengerti bagaimana masa lalu Luhan yang sangat kelam. Berada dalam kelompok sindikat pengedar narkoba terbesar di Korea. Yang bisa saja mengorbankan sahabatnya sendiri jika memang keadaan sudah sangat gawat. Dan kemungkinan yang paling mendekati benar adalah, orang itu memang pernah berada dalam masa lalu Luhan. Dan menjadi orang yang dirugikan karena perbuatan Luhan.

Dan Ji Yoo menggeleng sebagai jawaban atas tuduhan itu. Mungkin Luhan memang brengsek dulu, tapi lihatlah sekarang. Dia telah benar-benar berubah.

 

--- --- ---

 

Luhan berjalan normal memasuki sebuah diskotik besar yang riuh oleh teriakan dan musik yang bersahutan. Matanya menyipit, mencari seseorang diantara manusia yang menyemut. Dan ketika itu pula, matanya menangkap sesosok pria paruh baya yang duduk di dalam sebuah ruangan kaca, sedang melambaikan tangan kearahnya.

Tidak perlu banyak berpikir lagi, Luhan segera masuk ke dalam ruangan itu.  Sesungguhnya ia sangat muak berada disana. Pengap, gelap, berisik, ramai dan tidak menyenangkan. Namun pemandangan yang tersaji setelah ia masuk, membuat ia meremas buku-buku jarinya sendiri.

“Brengsek!”

Itu terkesan seperti ia memaki dirinya sendiri, mengutuk kebodohannya yang amat sangat.

Orang itu, yang beberapa kali ia temui, sekarang dalam keadaan terikat tali pada kedua tangannya. Orang itu tertunduk seketika setelah tahu siapa yang sedang berdiri di depan pintu.

“BAEKHYUN, BRENGSEK KAU!” Amarahnya semakin memuncak seiring dengan langkahnya yang semakin mengikis jarak  antara pria itu dan Baekhyun. Pergerakannya sama sekali tidak ditahan oleh siapapun. Tapi, sebelum pukulannya tepat mengenai pipi Baekhyun –sebagai sasarannya-, seseorang telah lebih dulu memukul tengkuknya dengan sebuah kayu yang entah didapat dari mana.

Luhan roboh, diikuti pergerakan mulut Baekhyun yang seperti menanyakan tentang keadaannya. Ia tidak salah lihat kan? Bukankah Baekhyun berada di pihak lawan?

“Penawaran terakhir, kau ikut dalam proyek ini atau nyawa gadis itu sebagai gantinya?” Sosok paruh baya itu tampak berbeda, lebih menakutkan dari pada pertemuan terakhir mereka sebelumnya.

“KENAPA KAU BAWA DIA DALAM URUSAN KITA? HAH?” Entah jiwa liar siapa yang sekarang merasuki Luhan. Ia tampak sangat menahan agar seluruh amarahnya tidak meledak saat itu juga.  Tangannya bergerak merusak benda apapun yang berada dalam jarak pandangnya. Ia merasa marah pada Baekhyun, rasa penghianatan itu sungguh menusuk ulu hatinya. Pria yang mulai merebut seluruh perhatian Ji Yoo, ternyata seseorang yang juga telah memasukkannya kedalam perangkap.

“Tidak ada cara lain, karena kau telah menganggap aku bermain-main dengan perkataanku sendiri. Maka sekarang semua keputusan telah sepenuhnya berada di tanganmu.” Tuan Byun, pria paruh baya yang terlewat bengis itu melenggang pergi begitu saja sambil menyuruh dua anak buahnya untuk menyeret Baekhyun. Meskipun kini pikiran Luhan masih dipenuhi pikiran dimana dan bagaimana Ji Yoo sekarang. Namun dari sudut matanya, tampak Baekhyun menatapnya dengan pandangan memohon. Mulutnya menggumamkan beberapa baris kata yang seakan cukup nyaring untuk Luhan. Membuat pria itu tersentak.

“Hanya kau yang bisa menolongnya..”

 

--- --- ---

 

Chanyeol dan Luhan hanya bisa saling bersikutan ketika Tuan Kang berjalan mondar-mandir di depan mereka berdua. Ji Yoo belum kembali ke rumah dan tidak ditemukan dimanapun.

“Bilang bahwa kau akan mencarinya.” Chanyeol menyikut lengan Luhan lebih keras dari yang mereka berdua lakukan sedari tadi. Luhan sebetulnya ingin melakukan hal serupa, namun Tuan Kang mencegahnya. Dan lebih memilih meminta bantuan beberapa pengawal pribadinya.

“Paman, aku akan ikut mencarinya.” Ia sudah tidak bisa membuang waktu lagi. Pikirannya terlalu keruh untuk berpikir menggunakan logika. Dan tekad yang sudah ia buat dulu, bahwa ia tidak akan meninggalkan Ji Yoo pun akan ia buktikan sekarang.

Luhan tidak perlu menunggu Tuan Kang mengangguk atau memberinya izin. Toh calon mertuanya itu akan lebih merasa tenang jika Luhan sendiri yang ikut andil dalam pencarian.

“Panggil polisi, akan aku kirimkan alamat tujuannya!” Sebelum benar-benar pergi, Luhan membisikkan sesuatu yang bahkan membuat mata lebar Chanyeol semakin menjauhi ukuran normalnya.

Dan sekarang sisanya telah ia serahkan pada Chanyeol. Ini bukan lagi masalah sok keren dan sok pahlawan. Karena untuk melihat Ji Yoo dalam bahaya, sungguh sekalipun ia tidak akan pernah sanggup.

Mobilnya bergerak menembus pekatnya malam yang dingin. Melewati jalanan sepi yang sudah ia hapal diluar kepala, menuju sebuah bangunan tua yang telah ditinggalkan. Ia menghentikan mobilnya di sembarang tempat, tidak terlalu memikirkan bagaimana nasib benda berharga sembilan puluh dolar itu.

Matanya harus bekerja lebih keras saat mendorong sebuah pintu kayu besar disisi kanan bangunan itu. Tidak ada yang aneh, hanya ada balok-balok kayu yang ditata rapi yang mengisi hampir seluruh ruangan pengap itu.

“Aaaaaaaaaaaaahhh, TOLONG!”

 

--- --- ---

 

Pria itu sudah hampir menyerah jika saja instingnya tidak memandunya untuk mengerahkan seluruh tenaga. Empat pria berjas hitam sudah terkapar dengan wajah dan badan penuh lebam. Begitu juga dengan Baekhyun sebenarnya, namun daya tahan pria itu sudah membiasakan diri untuk harus berakhir dengan keadaan hidup. Apalagi ini menyangkut urusan perasaan. Ia sedikit gemetar. Dalam seumur hidupnya baru kali ini ia membangkang pada ayahnya sendiri. Dan itulah yang membuat sebuah beban seperti terangkat dari pundaknya. Setidaknya, mulai sekarang ia tidak harus mengikuti orang yang berjalan menuju tempat yang salah.

Langkahnya semakin tegap seiring dengan semakin dekatnya ia dengan markas besar kelompoknya. Matanya pun awas menatap sekeliling, seakan dengan tatapan itu ia bisa mengobrak-abrik semua benda yang berada disana.

Harusnya kemarin ia tidak bersikap pasrah ketika kedua tangannya diikat, dan dengan mata kepalanya sendiri ia melihat bagaimana mereka membawa Ji Yoo. Membuat gadis itu pingsan dan dilemparkan begitu saja ke dalam mobil. Harusnya ia mengerahkan seluruh kemampuan bela dirinya. Kalau akhirnya jadi seperti ini, sabuk hitam itu hanya akan menjadi sebuah gelar.

Ada beberapa kata ‘harusnya’ yang belum diteruskan, ketika ujung matanya menangkap sesosok gadis yang tertunduk lemas pada kursi. Seakan tubuh itu amat ringkih, dengan anak rambut yang ikut menjuntai bebas ketika kepalanya terkulai menunduk.

“APA YANG KAU LAKUKAN PADANYA?” Emosi itu sudah tidak bisa membuat Baekhyun berbicara dengan nada yang normal. Yang ada di pikirannya sekarang adalah, orang-orang yang sedang berada disana harus dihabisi. Atau paling tidak harus dibuat mencium lantai dengan tangan atau leher yang patah.

“Anda tidak bisa masuk tuan, Bos besar menyuruh kami untuk tidak membiarkan satu orangpun masuk!”

Persetan apa kata ayahnya. Ia sudah bosan hidup diatur, dikejar kenyataan, dan penuh kebohongan. Meskipun ia harus mengotori tangannya lagi, asalkan Ji Yoo selamat. Ia tidak akan keberatan. Sama sekali!

Langkahnya tidak ragu, terkesan sangat yakin. Pandangannya sudah terpaku pada sosok gadis itu. “Biarkan aku melihatnya”

Perintah itu bisa saja tidak diloloskan. Karena pengawal itu tahu, jika ia menghalang-halangi Baekhyun. Maka itu bearti ia membiarkan nyawanya sendiri berada di ujung tanduk.

“Ji Yoo..” Baekhyun menyentuh rahang gadis itu, turun hingga dagunya. Membuat gadis itu terjaga, dan mengangkat wajahnya. Memperlihatkan dua lingkaran biru gelap disudut bibir dan sepanjang tulang pipinya.

Baekhyun menghela nafas berat, kemudian melengos begitu saja. Seperti marah pada dirinya. Kenapa harus Ji Yoo? Kenapa harus gadis riang dan lugu ini? Kenapa juga harus gadis yang ia cintai? Kenapa?

“Aku akan meepaskanmu, tenang ya?”

“Euung? Baek?”

Kedua tangan Baekhyun bergerak melewati bahu Ji Yoo, membuat wajah gadis itu semakin menyentuh bahunya. Dan menciptakan sensasi aneh pada Baekhyun, seperti ada ribuan kupu-kupu yang terbang menabrak dinding perutnya.

“Apa ada yang sa- …”

“BAEKHYUN, APA KAU SUDAH GILA?”

BRAAK!

“Aaaaaaaaaaaaahhh, TOLONG!”

Tubuh Baekhyun jatuh menimpa beberapa balok kayu yang tersusun di belakang posisi Ji Yoo. Sedang ikatan tangan gadis itu belum sepenuhnya dilepas oleh Baekhyun.

Pria paruh baya itu menatap Baekhyun penuh dengan amarah, tangannya terkepal pada kedua sisi tubuhnya. Ia sama sekali tidak merasa khawatir tentang keadaan anaknya sendiri setelah tadi menyuruh anak buahnya memukul tengkuk Baekhyun dan mendorongnya. Tadinya ia hanya ingin bermaksud untuk menggertak, namun melihat bagaimana Baekhyun yang seperti orang bodoh menyerahkan dirinya pada seorang gadis lugu. Sungguh hal itu tidak bisa sejalan dengan nalar normalnya.

“Bawa dia menjauh dari sini. Target utama kita sudah datang.” Tuan Byun menelengkan kepalanya sedikit ke arah pintu. Perintahnya barusan  pasti langsung dilaksanakan anak-anak buahnya yang kini sudah mencapai jumlah puluhan. Kini Baekhyun diseret secara paksa oleh beberapa orang untuk keluar dari ruangan itu.

 

--- --- ---

 

“Aaaaaaaaaaaaahhh, TOLONG!”

Darah Luhan seperti berhenti ketika teriakan itu terdengar. Suaranya terdengar seperti putus asa, dan menyedihkan. Dan itu pasti berasal dari Ji Yoo.

Suara itu membawanya pada ruangan lain yang lebih gelap, dengan penerangan yang minim. Tapi bukan berarti ia tidak bisa melihat apapun. Disana, hanya sekitar lima belas langkah dari posisinya sekarang. Ada beberapa orang sedang bersusah payah menarik paksa Baekhyun yang tampak sedikit liar dengan memberikan pukulan ke segala arah.

Ponselnya bergetar karena sedang dalam mode silent. Menampilkan wajah Chanyeol pada layarnya. “Kau tahu gudang itu kan? Panggil polisi secepatnya!”

Luhan tahu jika ia bergerak sendirian, peluang membawa Ji Yoo dalam keadaan selamat mungkin hanya sebesar nol koma satu persen. Maka dari itu ia harus mendapatkan bantuan lebih banyak dari jumlah orang-orang yang ada disana. Dan melibatkan polisi adalah satu-satunya jalan, meskipun hal itu juga yang mengandung resiko paling besar.

“Aku datang!” Luhan menampakkan dirinya dari balik tumpukan balok kayu yang tinggi.

Dan teriakan itu yang membuat Tuan Byun tersenyum misterius. Kemudian mengomando salah satu anak buahnya yang bertugas membawa sebuah koper berukuran sedang berwarna hitam.

“Kau datang karena tertarik dengan penawaranku atau karena gadis ini?” Tuan Byun melakukan hal yang nyaris membuat Luhan menahan nafasnya untuk sesaat. Tangan kanan Tuan Byun bergerak menuju puncak kepala Ji Yoo, menarik anak rambutnya yang berantakan hingga membuat gadis itu berteriak kesakitan.

Dan hal itu pula yang membuat hati Baekhyun seperti remuk, tanpa sadar ia mulai menangis.

“Lepaskan gadis itu, lalu biarkan aku pergi secepatnya dari sini!”

Tuan Byun kembali menyeringai. “Ternyata opsi nomor dua yang membuatmu datang kesini? Sangat jauh dari perkiraanku. Kau ternyata sudah sedikit berubah. Karena gadis ini? Hah?”

“Aaaaaaahhh!” Ji Yoo menjerit lagi, beberapa helai rambut sudah tercabut dari tempatnya. Menyisakan rasa perih dan pusing yang datang secara bergantian.

“LEPASKAN TANGAN KOTORMU ITU DARI APAPUN KEPUNYAANKU!”

“Kalau aku membunuhnya bagaimana? Ternyata kau belum puas melihat satu garis panjang diperut gadis ini? Apa aku harus mengeluarkan isinya juga? Hahahahaha!”

Sialan, bukan hanya Luhan yang kaget. Tentunya Ji Yoo-pun juga sama. Jika Baekhyun berada dalam lingkaran orang-orang ini. Berarti kejadian itu secara tidak langsung juga turut melibatkan Baekhyun? Apa rentetan peristiwa-peristiwa itu sudah tampak menyambung?

“AYAH! CUKUP!”

Sementara Luhan masih bergumul dalam ketidakpercayaannya, Baekhyun menyela dari balik bahu dua pria kekar yang sepertinya sudah hampir menyerah atas perlawanan Baekhyun. Pegangan dari mereka mulai mengendur, dan tentu mereka tidak akan setega itu menyakiti anak Bos besar mereka kan?

“Ikuti perintahku atau dia mati!” Tuan Byun turun tangan sendiri untuk menyakiti Ji Yoo. Menamparnya, memukulnya, menendangnya. Seakan jika ia sendiri yang melakukannya, Luhan akan lebih merasa tertekan. Dan tentu usahanya kali ini begitu sangat berbuah manis.

“Aaaaaaaaaahh!”

“Kang Ji Yoo!”

Ji Yoo tidak bisa menghentikan aksi pria paruh baya itu karena ikatan ditangannya telah kembali diperbaiki, lebih kencang dari sebelumnya.

 “Aaaahhhhhh, tolong!”  air matanya beruraian lagi..

PLAK!

Sekali lagi, dan tamparan itu-pun serasa lebih panas dari sebelum-sebelumnya. Tuan Byun berbisik di telinga Ji Yoo.  “Jika kau berisik, maka dia tidak akan keluar dengan selamat. Begitu juga denganmu!”

Ji Yoo merasakan asin di sudut bibirnya, disertai rasa perih terbakar di sekitar wajahnya yang terlihat menjadi lebih lebam dengan warna merah bercampur biru tua.

“BRENGSEK KAU! KENAPA KAU BAWA DIA? INI URUSAN ANTARA AKU DAN KAU SAJA!”

“Dia mati atau kau ikuti kemauanku?”

Luhan bergeser menatap Ji Yoo yang mulai menangis. Menangkap pergerakan gelengan kepala dari gadis itu.

“Tidak Luhan, jangan membuat dirimu sendiri masuk ke dalam lubang yang sama!”

“Aku tidak akan melakukan hal kotor apapun, meskipun itu yang kau perintahkan!”

Final, dan membuat raut wajah Tuan Byun berubah menjadi yang seharusnya. Keji, penuh dendam, dengan tatapan merendahkan!

“Maka kau dan gadis ini akan mati disini!” Tuan Byun menyuruh kumpulan manusia tidak berhati ini untuk mengepung Luhan. Dan mulai mendaratkan pukulan-pukulan di seluruh tubuh Luhan. Sesekali menonjok perutnya, memukul punggungnya, dan menendang wajahnya.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk membuat Luhan terkapar, nyaris pingsan. Jika bukan karena ada Ji Yoo yang harus ia selamatkan, mungkin Luhan tidak akan bersusah payah untuk masuk ke permainan itu. Anak buah Tuan Byun dipilih karena ketahanan mereka dalam situasi apapun. Termasuk berkelahi dan mengeroyok orang..

“Luhan! Apa kau masih bisa bertahan?” Baekhyun tiba-tiba masuk dalam perkelahian itu. Setelah berusaha merobohkan beberapa orang yang paling sering menghujani Luhan dengan pukulan dan tendangan. “Berdirilah, bawa Ji Yoo pergi. Mereka, aku yang urus!”

Baekhyun menegakkan punggung Luhan, dan sudah melakukan kuda-kuda di depan Luhan. Memberikan sebuah celah sempit untuk Luhan berlari mendekati Ji Yoo.

Suara sirine mobil polisi yang kini membuat Baekhyun bisa sedikit menarik nafas. Karena perhatian dua belas lawannya itu terkuras pada raungan bunyi yang juga membuat beberapa orang yang hanya menonton –termasuk Tuan Byun yang dengan tega menyuruh anak buahnya untuk mengeroyok anak kandungnya sendiri- kini bergerak panik, mencari jalan keluar aman yang bebas dari kepungan pihak kepolisian.

“Baekhyun! Bawa Ji Yoo pergi!” Setelah melepas ikatan di tangan Ji Yoo dan membantu gadis ini untuk berdiri. Luhan berteriak memanggil nama Baekhyun. Yang sedang membereskan sisa lawannya yang setengah terkapar. Menendangnya, atau menjambak rambutnya. “Baekhyun, jika kau tetap disini, kau akan tertangkap oleh polisi! Cepat pergi!”

Baekhyun tampak bimbang, benar kata Luhan. Ia bukan orang benar yang datang kesini dengan tujuan mulia. Sebelum pendiriannya goyah, ia juga termasuk dalam sindikat organisasi terlarang itu. Dan pasti polisi sudah memasukkannya ke dalam salah satu daftar pencarian orang.

Rasa takut akhirnya menuntunnya mendekati Luhan dan Ji Yoo. Setelah menganggukkan kepala pada pria itu, Baekhyun menuntun Ji Yoo untuk keluar. Namun ada tatapan tidak rela yang terpancar dari sorot mata gadis itu. Tatapan tidak rela untuk meninggalkan Luhan sendirian.

“Pergilah, aku masih bisa menahan orang-orang ini sampai polisi datang. Aku akan menemuimu jika masalah ini selesai. Aku janji!” Luhan tahu arti pandangan itu. Dengan seulas senyum dan nada bicara halus, akhirnya Ji Yoo mau menuruti perintah Luhan.

Baekhyun dan Ji Yoo berjalan sedikit tertatih, karena keduanya sama-sama dalam keadaan penuh luka. Pikiran Ji Yoo masih saja diselimuti perasaan was-was meskipun Luhan telah menenangkannya dengan sebuah senyuman. Senyuman itu, seperti sebuah kesia-siaan jika Luhan tidak kembali seperti yang dijanjikannya tadi. Senyuman itu pula yang seperti memanggil Ji Yoo untuk sekedar menoleh, menuntut Luhan agar kembali dalam keadaan selamat. Dan saat itu pula semua kenangan-kenangan samar seperti berlarian menubruk tubuhnya, membuat pijakannya limbung. Karena dibalik bahu Luhan, seseorang tengah bersiap mengayunkan balok kayu besar kearah pria itu …

“LUHAN AWAAAAAAS!” Teriakan itupun yang membuat langkahnya kembali kuat, dan ia berlari menuju Luhan.

Di satu sisi, Luhan seperti waktu berhenti ketika Ji Yoo kembali berlari ke arahnya. Menarik pria itu untuk masuk ke dalam pelukannya dan memutar posisi mereka. Membuat Luhan melihat dengan jelas bagaimana balok kayu bertubrukan dengan bagian belakang kepala Ji Yoo. Balok kayu itu tidak mengenai tengkuknya, yang akan membuat gadis itu sekedar pingsan jika memang tempat itu yang bersinggungan dengan tajamnya balok kayu. Nyatanya tidak, suara mendengung itu terdengar jelas di telinga Luhan.

Ya, dengan jelas pula ia bisa merasakan cairan hangat berwarna merah itu mengalir menuju telapak tangannya yang mendekap punggung Ji Yoo.

Rasa perih yang Ji Yoo rasakan itu tidak akan sebanding jika sedetik saja ia tidak bertukar posisi dengan Luhan. Menyaksikan bagaimana pria pembawa kayu itu memukulkan benda keras itu pada seluruh tubuh Luhan. Sungguh jika itu terjadi, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

Mereka berdua ambruk. Karena Ji Yoo merasakan kakinya seperti sudah tidak menapak di lantai, dan Luhan yang merasa kejadian itu seperti hanya dalam mimpinya saja.

“Aku baik-baik saja..” Nafas Ji Yoo tersengal. Ia merasa seperti sudah melayang diantara tubuhnya sendiri dan udara di atasnya. Kepalanya tidak menyentuh lantai, karena diletakkan diatas pangkuan Luhan. “Kenapa menangis? Kau selamat, Luhan. Kau baik-baik saja!”

Air mata itu sudah semakin deras mengalir dipipi Luhan saat melihat Ji Yoo tersenyum. Celana dan pakaian Luhan sudah mulai berubah warna dan berbau anyir. Saat Ji Yoo hendak bangkit, Luhan dengan sigap menahan pergerakannya.

“Jangan bergerak, bodoh. Darahnya akan semakin deras!”

Ji Yoo tersenyum lemah. Akhirnya makian itu keluar lagi dari bibir Luhan. Makian yang tidak membuatnya merasa sakit hati ataupun terluka. Karena makian itu, adalah salah satu alasan kenapa ia tetap memberikan seluruh hatinya pada Luhan. Seluruh pandangannya kini hanya ada Luhan, karena pria itulah yang membuat seluruh dunianya seperti tertarik medan magnet yang sangat kuat.

“Ji Yoo!” Baekhyun ikut bersimpuh di depan Ji Yoo dan Luhan. Menyesali kebodohannya yang telah membiarkan Ji Yoo lari begitu saja. Dan sekarang akibat atas kelalaiannya itu, Ji Yoo celaka.

“Kau jangan jadi pria cengeng. Aku tahu kau tidak akan sejahat itu padaku, Baek! Hiduplah dengan baik seperti Luhan sekarang. Jangan masuk kedalam lubang yang menjerumuskanmu semakin dalam. Jika aku pergi, jangan menangis lagi. Aku bahagia melihat semuanya telah selesai.” Pandangannya sudah mulai kabur, hanya ada pendar-pendar cahaya yang sekarang memenuhi penglihatannya. Pendar-pendar cahaya itu mulai melebar, membentuk sebuah pintu yang bersinar. Menghisapnya kuat dan tanpa ampun. Samar, ia mendengar suara Baekhyun dan Luhan memanggil namanya, ditengah isakan putus asa mereka. Dan setelah itu, semuanya seperti kosong. Hilang dan melenyap.

 

 

--- --- ---

 

Luhan memakai jas hitam elegan miliknya. Yang bahkan belum pernah disentuhnya sejak lima tahun lalu. Jas itu hadiah dari Ji Yoo. Gadis itu mengatakan jika seorang pria akan tampak semakin mempesona jika tubuhnya dibalut sebuah jas. Dan sekarang ia telah memakainya, persis seperti yang gadis itu inginkan.

Membayangkan masa bahagia itu bersama Ji Yoo, membuat sebelah hatinya sakit. Lebih sakit daripada saat berdiri di depan peti mati milik gadis itu. Ya, Ji Yoo sudah bahagia berada di surga. Kematiannya yang begitu tragis bahkan masih terekam jelas di ingatannya. Meskipun kejadian itu sudah berlalu sejak empat tahun lalu.

Langkahnya mantap menapaki tanah basah yang ditutupi rumput-rumput liar berwarna hijau segar. Tujuannya kini adalah sebuah gundukan tanah dengan sebuah batu prasasti pada bagian atasnya. Mengukir sebuah tulisan latin yang indah. ‘Kang Ji Yoo

“Kau bahagia disana? Aku harap seperti itu, ya. Karena kau telah memilih jalanmu sendiri. Dasar bodoh. Aku yang tidak bahagia disini!” Luhan mengomel, persis seperti kebiasaannya setiap bertemu Ji Yoo. Namun kali ini ada yang berbeda. Ia sedang mengomeli sebuah gundukan tanah. Tampak seperti orang gila dihadapan orang, jika memang orang itu  tidak mengalami apa yang dialami Luhan. Kehilangan gadis yang mati-matian dipertahankan. Ketika perasaan cinta itu begitu merasuki isi pikirannya, ia harus rela kehilangan orang itu. Seorang gadis bodoh yang menyerahkan seluruh hatinya pada pria yang terlampau dingin.

“Aku datang dihari ulang tahunmu, membawa bunga krisan merah seperti yang kau minta setiap tahunnya. Apa kau masih tidak bisa kembali? Apa aku akan menjadi pria kesepian di sisa umurku ini?” Luhan meletakkan buket bunga krisan merah segar disisi kuburan Ji Yoo.

Ia pria kuat, maka karena itulah ia tidak menangis meratapi kepergian Ji Yoo. Mungkin lebih baik ia yang merana sendirian, dari pada harus membuat Ji Yoo yang terpuruk jika saat itu ia yang meninggal.

“Kau harus menungguku, ya? Kita akan bertemu lagi di surga. Akan aku kenalkan pada kedua orang tuaku. Ya? Apa jangan-jangan kau sudah mengenal mereka? Janji ya? Tunggu aku!”

Tatapan kasih sayang itu tidak berlangsung lama, buru-buru ia beranjak meninggalkan area makam itu karena matahari sudah meninggi dengan pancaran sinar yang begitu terik.

Ia juga harus melanjutkan perjalanannya untuk menemui seseorang yang juga tengah menantikan kehadirannya. Dan orang itu adalah, Baekhyun.

Mobilnya berhenti di depan sebuah penjara di pinggiran kota. Hawa kerinduan tentu saja sudah menyeruak emosinya sejak pagi hari tadi.

“Oh, Luhan-ssi. Kau sudah datang? Mari aku antar.” Seorang sipir penjara berpakaian biru laut itu seperti sudah sangat akrab dengan Luhan. Buktinya, tanpa ada perkenalan dari Luhan. Orang itu sudah menggiring Luhan menuju ruang tunggu. Tepat didepan sebuah jendela kaca yang berlubang kecil dan berjejer teratur.

“Bagaimana kabarmu?” Luhan membuka percakapan mereka. Dihadapannya kini tampak sosok Baekhyun yang menggunakan baju khas tahanan. Badannya yang sangat tidak terawat membuat Luhan mengerucutkan bibirnya. “Sudah berapa lama kau tidak makan? Kau tidak ingat pesan Ji Yoo? Hi-dup-lah de-ngan ba-ik! Apa kau tidak ingat?”

Setelah kejadian itu, Baekhyun dengan sukarela menyerahkan diri. Ikut menanggung beban yang seharusnya tidak dilimpahkan seluruhnya. Dan sekarang ia masih mendekam di penjara, beserta rasa bersalah yang terus menghantui hidupnya.

“Aku memikirkan kesalahanku dulu. Jika saja aku menahan tangannya, maka semuanya tidak akan seperti ini.”

“Ya, maka waktu itu aku yang akan mati bodoh! Ji Yoo tidak akan bisa hidup dengan baik jika tanpa aku disisinya. Kau harus mengakui itu.” Luhan menyerocos. Kemudian berhenti secara tiba-tiba. “Tadi pagi aku mengunjungi makamnya. Aku merasa ia sedang berbisik padaku. Memohon agar aku bisa membuatmu menjadi orang yang lebih baik lagi dari kemarin. Maka disinilah aku sekarang, aku anggap itu memang bisikan dari Ji Yoo. Mengingatkan dirimu yang masih takut akan bayang-bayang masa lalu. Percayalah, dia sudah sangat bahagia berada disana.”

Baekhyun menghembuskan nafasnya menyerah. Kemudian sedikit menyesal juga karena selama empat tahun belakangan ini ia selalu menyalahkan Tuhan sebagai dalang diantara semua kejadian-kejadian yang mengiringi seumur hidupnya. “Aku mengerti, setelah aku bebas satu tahun lagi. Aku akan hidup dengan sangat baik. Aku bertaruh bisa mengunggulimu, sahabatku!”

Senyuman itu seperti sebuah perasaan hangat yang mengalir mengisi aliran darah Luhan. Mereka telah menjadi sahabat. Dan berjanji akan terus menjadi sahabat sampai waktu yang benar-benar memisahkan mereka.

Tanpa mereka tahu, gadis manis berpakaian putih itu sedang tersenyum. Dan pada akhirnya semua memang telah kembali pada porsinya. Kebahagiaan, kesedihan, tawa, tangis, kejahatan, kebaikan. Semua akan bersisihan oleh sebuah perasaan yang berperan sangat dahsyat. Yaitu, cinta …

---End---

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK