Di sebuah toko music, Chanyeol mengenakan salah satu headphone yang tersedia dan mulai memilih lagu yang ingin didengarnya.
“Kenapa kau membawa ku ke sini?” tanya Nana pada Chanyeol. Namun, Chanyeol tak mendengarnya. Nana pun meniup poninya. “Ya!”
Chanyeol menonggak kepalanya dan tersenyum. Kemudian ia pun menyuruh Nana duduk, dan segera dituruti oleh Nana. Ketika Chanyeol ingin memasang headphone ke telinga Nana, gadis itu dengan cepat menghindari.
“Mwoya?”
“Aish, bersantailah sedikit!” Chanyeol pun memasang headphone ke telinga Nana. Nana hanya memandang Chanyeol dengan heran.
“Aku tidak mendengar apapun?”
Chanyeol pun menekan player untuk memasang CD itu. "Semoga hati dan pikiranmu tenang” ucapnya dengan tersenyum.
Nana pun bergumam ketika ia mendengar lagu yang dipilih Chanyeol. “Yiruma,” kemudian, matanya berdalih pada Chanyeol yang memandanginya tersenyum dengan heran. Sesaat kemudian Chanyeol menghilangkan pandangannya dan menikmati musik yang didengarnya.
Nana pun menghilangkan pandangannya ke arah Chanyeol dengan melipat kedua tangannya di dada dan menyandarkan punggungnya di kursi. Menutup mata seolah-olah menikmati lagu itu dan melupakan masalahnya.
Sepuluh menit pun berlalu. Chanyeol beranjak dari duduknya dan mulai memilih CD yang ingin dibelinya. Nana mengikutinya, ia pun melihat-lihat, langkahnya terhenti dan pada satu CD.
“Kau ingin membelinya?” tanya Chanyeol tiba-tiba.
“Ani! Apa kau sudah selesai di sini?”
“Uhm,”
“Lalu sekarang kita akan ke mana?” tanya Nana cuek.
“Aigoo. Ku pikir setelah mendengar lagu itu kau akan ramah dan santai padaku, ternyata sikap dinginmu susah sekali dihangatkan!”
“Hhe, kau pikir itu sebuah mantra, aku hanya menikmatinya.”
Tiba-tiba ponsel Chanyeol Bergetar
1-Message
“Kau bersamanya? Apa sudah ada perubahan? Jika sudah hubungi aku,”
Chanyeol membacanya pun tersenyum “Eobseo, Arasseo, kau jangan menghubungiku dulu?” balas Chanyeol.
Nana melihatnya curiga. Tidak lama Chanyeol membalas pesannya, ponselnya berdering dan ketika ia melihat name caller ID tampak ada keraguan di wajah Chanyeol.
“Siapa? Kau tidak ingin mengangkatnya? Apa itu Lizzy? Apa dia selalu menghubungimu setiap saat?” ucap Nana dengan dingin dan banyak tanya.
“Aish, jinjja. Ini bukan Lizzy” Chanyeol pun mengangkat teleponnya.
“Yeoboseyo, Oh, Sehun-ah, Wae?”
“……………………..”
Wajah Chanyeol pun seketika berubah datar dan melihat Nana, terlihat Nana memutar-mutar rambutnya dengan jari nya.
“Oh. Nanti ku hubungi lagi”
“Apa sudah selesai? Sekarang tujuanmu ke mana?”
“Ke kafe. Kita istirahat sebentar?”
“Apa kafe itu lagi? Shireo. Bagaimana jika Lizzy juga di situ?”
Chanyeol pun mengangguk membenarkan ucapan Nana. “Lalu kita akan ke kafe mana? Aku tidak tau kafe yang enak kecuali tempat kemarin”
“Baik lah, kalau begitu kau ikuti aku saja”
“Ke mana?”
***
“Noona, annyeong,” sapa seorang pemuda yang tampan.
“Annyeong” balas Nana dengan ramah.
Mata pemuda itu pun berdalih ke arah Chanyeol yang menghampiri Nana.
“Waahh,, akhirnya kau kemari membawa––”
“Jangan berpikir yang macam-macam buatkan minuman kesukaanku sekarang.” Nana pun membuka ponselnya.
“Hyung, kau ingin pesan apa?” tanya pemuda itu dengan ramah pada Chanyeol.
“Sama kan saja dengannya,” Chanyeol pun melirik Nana. Nana pun membalas lirikkan itu dengan malas.
Pemuda itu melirik Nana dengan tatapan menggoda. Nana yang merasa dilihat pun “Apa? Kau ingin ku pukul?”
“Hhe.. Hyung apa kau merasa nyaman berada di dekatnya?”
“Ya! Seo Kang Joon! Kapan kau akan mengantar pesananku?” ucap Nana dengan kesal.
“Sedikit lagi selesai. Apa aku boleh ikut bergabung dengan kalian?”
“Bo…..”
“Andwae!” Nana memotong perkataan Chanyeol. “Kembali bekerja!”
“Arasseo. Hyung semoga kau betah bersamanya”
“Hhe,” Chanyeol hanya membalasnya dengan tersenyum.
“Ga,” tangan Nana mengibas-ngibas mengusir Kang Joon. Chanyeol tersenyum melihat Nana , Ia pun tampak memikirkan sesuatu.
***
Bayangan diri Nana samar-samar memantul di kaca mobil. Langit di luar terlihat hitam kelam. Nana memandang ke luar tanpa benar-benar memandang sesuatu. Ketika Chanyeol mengantarnya pulang. Keningnya berkerut samar. Bayang-bayangan jelas berkelut dalam benaknya. Sesampainya di depan rumahnya, Nana langsung keluar dari mobil Chanyeol tanpa basa-basi. Chanyeol menyusulnya keluar dari mobil.
“Apa itu caramu berpisah dengan seorang laki-laki?”
Nana berhenti ketika hendak membuka gerbang rumahnya “Oh, Wae? Apa kau berharap aku menciummu dan mengatakan ‘terimakasih hari ini hari yang menyenangkan’. Kau bercanda?!” ucap Nana ketus.
Mata Chanyeol berdalih ke arah pintu rumah Nana. “Baiklah berarti aku yang harus melakukan itu. Terimakasih, hari ini hari yang menyenangkan untukku, karena bersamamu, untuk ciumannya nanti saja. Masuklah ayahmu sudah menunggu,”
Nana pun melihat ke arah pintu “Aish. Itu oppa-ku. Silahkan pergi,” Nana pun masuk ke dalam tanpa memperdulikan Chanyeol yang masih berada di situ.
“Nanti aku akan menghubingimu,” teriak Chanyeol ketika menuju mobilnya. Nana hanya mengibas-ngibas tangannya mengusir Chanyeol dengan membelakanginya.
***
“Huufftt, hari ini adalah hari yang melelahkan,” pikir Nana sambil menelan pil terakhir yang ada di telapak tangan kirinya, lalu ia merangkak ke atas ranjang, dan membaca buku.
knock,,knock,,knock
Setelah mengetuk pintu 3x seseorang itu masuk.
“Ada apa?”
“Apa harimu menyenangkan?”
“Apa maksudmu?”
“Aigoo, siapa laki-laki itu?”
“Bukan siapa-siapa?” jawab Nana dengan mata tetap membaca buku.
“Apa kau sudah coba memulainya?” godanya.
Nana menutup Bukunya dan menatap tajam orang itu “Ya! Lee jong Suk”
“Neo?”
“Aku lelah. Aku mau tidur, silahkan keluar!”
Namun, Jong Suk tak menggubrisnya dia terus menggoda adik kecilnya itu.
“Oppa, aish,” ucap Nana dengan cemberut kesal.
“Hhaha. Arasseo arasseo. Jalja Na dongsaeng, saranghae” Jong Suk pun keluar dan mematikan lampu kamar Nana.
***
“Bagaimana, Hyung? Apa dia sudah membaik padamu?”
“Belum.”
“Apa kau tetap mau menjalankan rencanamu?”
Chanyeol terdiam sesaat dan menimbang-nimbangi keputusannya.
“Jangan kau tunda-tunda lagi. Ingat, ini sudah tanggal berapa, waktumu tinggal dua minggu lagi. Aku tidak bisa banyak membantumu lagi, memangnya kau kira orang tuaku tidak curiga padaku yang selalu minta uang kepada mereka?! Gadis itu satu-satunya harapanmu. Memangnya kau punya ide lain? Merampok bank? Kepalamu bisa dipenggal kalau kau tidak bisa melunasi hutangmu.”
Chanyeol menelan ludah. “Aku mengerti. Aku tidak akan minta bantuanmu lagi. Gomawo, Sehun-ah” Chanyeol mencoba tersenyum.
“Aku bukannya tidak mau membantu. Selama ini aku selalu membantumu. Berapa pun yang kau minta aku selalu bisa membantumu, tapi itu juga uang orang tuaku. Mereka lama-lama mulai curiga padaku.”
Chanyeol menatap kalender yang tergantung di depan dinding kamar apartemen Sehun. Ia menghela napas panjang menahan semua amarah yang berkecamuk di dadanya “Aku sudah punya rencana, Geokjong hajima.”
“Oh, lebih baik begitu! Jangan sampai gadis itu lepas darimu! Ingat hyung, dia itu satu-satunya harapanmu.”
Chanyeol tidak menjawab, ia mengutak-atik ponselnya.
***
Drrtt..drrtt
“Siapa yang menghubungi malam-malam begini?” gerutu Nana. “Yeoboseyo”
“Kau sudah tidur?”
“Nuguseyo”
“Na? Hhe Chanyeol imnida.”
Nana kaget. Ia mengeluarkan dirinya dari dalam selimut dan melihat ponselnya. Kemudian, ia meletakan ponselnya ke telinga kembali. “Bagaimana kau mendapatkan nomorku?” tanya Nana lagi.
“Tsk.Tidak susah untukku mendapatkannya, kau tidak perlu tahu”
“Ada urusan apalagi kau menghubungiku di tengah malam begini?”
"Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam, jaljayo”
“Terkutuklah kau, Park Chanyeol!” Nana pun mematikan ponselnya. “Aish. Sepertinya aku akan bermimpi buruk malam ini. Pft.”
***
Bunyi piring samar-samar yang berdenting membuat Nana terjaga. Matanya terbuka dan ia memandang ke sekeliling kamarnya yang gelap. Ia menggapai beker di meja samping tempat tidurnya “Hampir Jam 6. Ah aku hanya tidur 4 jam. Apa insomnia ini akan berlangsung terus, semua ini gara-gara laki-laki itu, aish,”
Nana turun dari ranjang dan berjalan ke arah jendela. Ia menyibak tirai tebal dan memandang langit yang masih gelap.
“Sudah dua minggu terakhir ini aku tidak bisa tidur nyenyak,” Nana menarik nafas dan merasa dadanya sesak. Bunyi samar yang menandakan kegiatan di dapur lantai bawah membuat Nana tenang.
“Selamat pagi, Ibu.” Nana pun langsung membantu ibunya.
“Tidurmu nyenyak?”
“Oh,”
Ibu memandangnya.
“Geokjong hajima.” Nana pun meyakinkan ibunya.
“Annyeong,” Jongsuk yang baru bangun pun keluar dari kamar dan melanjutkan tidurnya di meja makan.
“Oppa. Bantu aku susun piring ini dan meletakkan lauk-pauk ini di atas meja, jangan lanjutkan lagi tidurmu, kau ini kebiasaan sekali”
“Kau kan bisa sendiri,”
“Aish, jinjja. Ya! Kau ingin ku siram dengan air” ucap Nana dengan kesal.
Jongsuk berangkat dari duduknya dan menangkup pipi Nana. Ia mengamati adiknya dengan seksama. “Matamu sedikit bengkak,” ucapnya dengan dahi berkerut “Kau baik-baik saja? Tidurmu nyenyak? Apa insommu kumat lagi?”
“Aku baik-baik saja. Tidurku pun nyenyak, bahkan sangat nyenyak,” Nana memberi setumpuk piring ke arah Jongsuk “Letakkan ini di atas meja,”
Jongsuk pun hanya tersenyum dan menuruti adiknya.