“Oh–– Aku tidak––” Nana memutar bola matanya. “Oh, Tuhan. Park Lizzy, kau selalu sesuka hatimu mematikan teleponmu.” Nana melemparkan ponselnya ke samping dan menarik napas dalam-dalam. “Aku belum selesai bicara. Aku tidak bisa pergi kemana-mana hari ini.” Keluhnya dengan suara yang seperti sebuah gumaman serak.
Tanpa beranjak dari posisinya yang telentang di tempat tidur. Nana mengangkat sebelah tangan ke dada. “Sudah tidak terlalu sakit,” tetapi ia merasa napasnya belum terlalu lancar. Tangannya terangkat ke kening dan ia memejamkan mata, berusaha menenangkan diri dan mengatur napas. Lalu, ia bangkit dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Kakinya terasa lemah. Ia melirik tabung plastik kecil yang di letakkannya di meja kecil di samping tempat tidur.
“Aku sudah minum obat tadi, apa aku harus minum lagi?” Nana mendongak kepalanya dan mendesah pelan. “Baiklah, satu butir lagi,”
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
“Geureom,” kata Sehun sambil membuka pintu apartemennya dan melangkah masuk. “Apa semuanya berjalan lancar? Ingat, hyung, waktumu tidak lama lagi?”
“Ara,” sahut Chanyeol pendek dan mengempaskan diri ke sofa.
Sehun melangkah ke dapur dan mengambil air mineral dari dalam kulkas. Lalu menghampiri Chanyeol yang sedang duduk sambil memejamkan matanya.
“Sekarang apa yang akan kau lakukan? Kau harus bisa mendapatkannya?”
“Ara,” sahut Chanyeol sembari mendesah keras dan membuka matanya.
Sehun menatap Chanyeol sejenak, lalu menarik napas dan mengembuskannya dengan perlahan, seolah-olah menyerah.
Chanyeol menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan keras. Lalu ia menepuk pahanya. “Baiklah, aku harus pergi sekarang,”
“Kau akan ke mana?”
“Bukankah tadi kau bertanya apa yang harus aku lakukan sekarang?” Chanyeol berlalu pergi keluar dari apartemen Sehun
.
~
.
“Apakah kau tahu sudah berapa lama aku menunggu?”
Nana mengerenyit dahinya. “Mian,” katanya cepat. “Kenapa kau ingin sekali bertemu denganku hari ini? Apa tidak ada orang lain lagi selain aku?” Nana mendekati Lizzy kemudian duduk di sebelah Lizzy.
“Eobsseo” sahut Lizzy santai “Aku hanya ingin berdua denganmu saja hari ini,”
Nana menatapnya dengan tatapan tidak megerti. “Wae?”
“Setidaknya sebelum ujian akhir tiba aku ingin menenangkan pikiranku. Apa tidak boleh?”
“Maksudku–”
“Ah, Sungai Han memang indah di siang hari,” Lizzy merentangkan kedua tangannya ke udara. “Airnya mengalir tenang, mendamaikan, meskipun, sedikit silau, hhe” Lizzy tertawa ringan “Benar, ‘kan?” ia menoleh ke arah Nana.
“Oh, sudah lama sekali kita tidak seperti ini, semakin kita dewasa, kita jarang menghabiskan waktu berdua, hhe”
“Ya. Kau terlihat sangat pucat dan berkeringat? Kau sakit?” Lizzy memegang kening Nana. Tapi Nana menahannya.
“Aniya. Apa sangat terlihat pucat? Padahal aku hanya tidak memakai make up,”
“Gwaenchana?”
“Oh,” Nana meyakinkannya
“Gojitmal,”
Ting
Getaran ponsel Nana menyelamatkannya dari pernyataan Lizzy.
Kau di mana
“Siapa?” tanya Lizzy penasaran sambil melirik ke arah ponsel Nana.
“Ah,” Lizzy mendengus kesal. “Beginilah jika sudah mempunyai pasangan. Katakan padanya keberadaan kita. Aku juga akan menyuruh Baekhyun ke sini. Jadi kita melakukan double date,”
“Ye?”
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
“Kenapa kau tidak datang semalam?” tanya Gaeun pada Sehun yang mengunjunginya.
“Mianhae, aku sibuk dengan perusahaan ayahku,”
Gaeun mengangkat alis memandangi pemuda itu tanpa ekspresi.
“Baiklah, sebagai gantinya, hari ini aku akan menemanimu bekerja hingga selesai. Oh?” Sehun memakai aksi mata kucingnya. “Yagseok?” Sehun mengangkat jari kelingkingnya. “Atau bisa kita sebut berkencan?”
“Cih,” Gaeun hanya memberinya senyum geli.
“Ya,”
“Arasseo arasseo,” Gaeun mengaitkan jari kelingkingnya ke kelingking Sehun.
.
~
.
“Apa tidak ada yang bisa dihubungi?” tanya Luhan pada Eyoung.
“Oh. Gaeun menghabiskan waktu tenangnya di Bar? Lizzy dan Nana ponselnya tidak aktif?”
“Hm”
“Apa kita ke tempat Gaeun saja?” usul Eyoung.
“Kenapa kita tidak jalan-jalan saja? Sepulangnya barulah kita ke tempat Gaeun,”
“Ye? Jalan-jalan?” ucap Gaeun terbata-bata.
Luhan menoleh ke arahnya “Sungai Han? Eotte?”
~
“Apa yang kau ketahui tentang Gaeun?” Luhan memulai pembicaraan ketika mereka sudah berada di area Sungai Han.
“Apa?’ tanya Eyoung bingung.
Luhan terdiam sejenak. “Apa yang kau ketahui tentang Gaeun?” tanya Luhan sekali lagi. “Kau harus membantuku, Eyoung-ah.” Luhan menatap Eyoung dengan serius.
“Ye?” Eyoung–semakin–menatap Luhan dengan kening berkerut samar.
Luhan mengalihkan pandangannya ke Sungai Han.
“Kalian bersama sejak kalian kecil, dan kalian pasti saling memperhatikan sesuatu tentang diri kalian satu sama lain selama ini. Aku ingin mendekatinya, tetapi selama ini aku merasa tidak tahu apa-apa tentang dirinya.” Luhan menundukkan kepalanya.
Eyoung mengalihkan pandangannya dari Luhan. “Kalau kau memang menyukainya, kalau kau memang ingin mengenalnya lebih baik, kenapa kau tidak bertanya padanya secara langsung? Bukankah kalian juga berdua cukup dekat?” ucap Eyoung. Terdengar sedikit bergetar di ujung suaranya.
Luhan mendongakkan kepalanya dan tersenyum ringan. “Hhe. Aku–– aku tidak tahu? Aku tidak berani bertanya, takut menanyakan sesuatu yang tidak seharusnya ku tanyakan,” jawab Luhan jujur dan menatap Eyoung dengan bingung. “Aku tidak tahu bagaimana? Walaupun aku selalu terlihat tenang, riang, dan ceria, sebenarnya aku selalu merasa salah tingkah dan tidak yakin di depannya,”
Eyoung menarik napas dan mengembuskannya dengan perlahan. “Dia suka menonton film, dia suka musik ballad, dia pernah tinggal di Jepang selama 3 tahun. Ketika kembali ke Korea saat masuk sekolah menengah atas, dan dia menyukai kaki ayam, dan….” Eyoung tidak melanjutkan kata-katanya.
“Apa? Kenapa kau tidak melanjutkan kata-katamu? Apa lagi?” Luhan semakin penasaran.
“Itu saja. Aku hanya memberi informasi itu saja,” Eyoung tersenyum getir. “Selanjutnya, kau usahakan sendiri. Fighting,”
“Hem. Arasseo. Geureom, apa aku harus mengajaknya makan kaki ayam? Aku harus melakukan sesuatu yang bisa membuatnya terkesan.”
Eyoung tidak berkomentar. “Luhan, aku haus. Aku mau membeli minum dulu. Kau tunggu di sini saja, kau mau juga?”
“Tidak usah, sepertinya aku harus pergi sekarang, Aku harus memikirkan kata-kata yang tepat untuk menyatakan perasaanku padanya,” Luhan tersenyum cerah.
Eyoung tertegun menatap Luhan. “Kau ingin menyatakan perasaanmu padanya? Malam ini?”
“Oh. Terimakasih telah ingin menemaniku hari ini, dan juga atas informasinya. Aku pergi dulu,”
Eyoung tidak berkata apa-apa. Luhan berjalan pergi meninggalkannya. Ia menoleh sesaat.
“Doakan supaya aku sukses ala mini.” Katanya sambil tersenyum lebar. Kemudian melangkah pergi tanpa menunggu jawaban dari Eyoung dan tanpa menyadari bahwa Eyoung sama sekali tidak menjawab.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
“Nah, ada apa tiba-tiba mengajakku? Bukankah kau bilang hanya ingin berkencan dengan nana saja?” gerutu Baekhyun sembari menguap kecil.
“Itu karna Nana membawa Chanyeol Oppa. Jika tidak, aku juga tidak akan menyuruhmu ke sini,” sahut Lizzy ketus.
“Jadi, apakah aku mengganggu waktu kencan kalian?” tanya Chanyeol tiba-tiba.
“Oh. Sangat, sangat mengganggu,” sahut Nana yang berjalan di sebelah Chanyeol.
Chanyeol menatap Nana seakan tidak ingin disalahkan. “Lalu, kenapa kau membalas pesanku?”
“Itu Karna––” Nana menggerakan dagunya ke arah Lizzy. “Lizzy yang menyuruhnya,”
“Bearti aku tidak salah,” sahut Chanyeol enteng.
“Tsk. Lalu kau, apa kau tidak bisa sehari saja untuk tidak bertemu dengannya?” balas Lizzy.
“Sudah–sudah,” Baekhyun merangkul Lizzy menghalangi perang mulut antara Nana, Chanyeol dan Lizzy.
“Oh? Bukankah itu Eyoung?” seru Lizzy tiba-tiba.
“Kau benar,” sahut Baekhyun.
“Kenapa dia sendirian di sana?” mata Nana berkeliling mencari seseorang apakah ada orang di sekitarnya.
“Kita hampiri saja,”
.
Eyoung duduk di bangku yang berada di tepi Sungai, dengan tatapan kosong. perkataan Luhan sungguh menyakitkan hatinya.
Aku harus memikirkan kata-kata yang tepat untuk menyatakan perasaanku.
Eyoung menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menyadarkan diri.
“Apa yang harus aku lakukan? Aku harap tidak ada orang yang mengenaliku? Izinkan aku sendiri,” ucapnya lirih dan menenggelamkan wajah di lututnya.
Saat itulah, angkah Nana, Lizzy, Baekhyun dan Chanyeol pun terhenti. Mereka mengurungkan niat mereka untuk menghampiri Eyoung. Karena mereka telah mendengar lirihan Eyoung
“Ada apa dengannya?” bisik Lizzy pada Nana.
“Meolla?” Nana mengamati punggung Eyoung dengan penuh tanda tanya, dan hatinya tergerak untuk menghampiri Eyoung. “Biar aku saja yang menghampirinya? Kalian tunggulah di sini”
Chanyeol mencegat tangan Nana. “Biarkan dia sendiri dulu. Kau tidak dengar lirihannya? Kau lihat dia,” Chanyeol menunjuk Eyoung “Dia sedang menangis. Jika kau hampiri dia, maka yang dia rasakan bukanlah ketenangan, melainkan malu,”
“Kurasa Chanyeol-ssi benar? Sebaiknya kita tanyakan dia besok saja??” usul Baekhyun.
Nana lagi-lagi mengamati punggung Eyoung “Geurae,”
“Kita tinggalkan dia sendiri dulu. Sebaiknya kita jalan-jalan saja, Kajja”
“Aku lelah,” ucap Nana.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
“Jadi kau akan membantu ayahmu mengurus perusahaannya?” tanya Gaeun pada Sehun yang duduk di hadapannya sambil menyesap kopi.
Sehun mengangguk, lalu mendengus pelan. “Makanya tadi malam aku tidak bisa datang ke pesta orang tuamu, hhe,”
Gaeun menatap Sehun sejenak, lalu menggerutu. “Setidaknya memberitahuku,”
Sehun menyipitkan matanya dan menggoda Gaeun. “Jadi kau menunggu kedatanganku semalam?”
Gaeun juga menyipitkan mata mendengar kata-kata terakhir Sehun. tapi ia memutuskan untuk mengabaikannya.
“Oh.” Tiba-tiba Gaeun tersentak kaget, lalu cepat-cepat mengeluarkan ponsel yang bergetar tanpa suara dari saku celana jeans-nya. Ia melirik layar ponsel sekilas sebelum menempelkannya ke telinga.
“Oh, Luhan? Wae?––” Gaeun menyipitkan matanya, melirik Sehun sekilas, senyum lebar yang sama masih tersungging di bibir Sehun, lalu ia kembali berbicara di ponsel. “Oh, aku masih berada di barku. Wae?–– Jinjja?” mata Gaeun melebar. Tetapi tidak lama ia mengecilkan suaranya. Sehun pun terkejut dan hampir menumpahkan kopi yang hendak diminumnya. “Oh, nanti kuhubungi lagi jika aku sudah selesai?”
“Luhan? Siapa?”
“Temanku di sekolah. Wae?”
“Ani, apa yang dia katakan sehingga membuatmu begitu senang?”
“Eobsseo,”
“Tsk,” Sehun memalingkan wajahnya dan kembali menyesap kopinya.
.
~
.
“Kau masih memikirkan temanmu tadi?” tanya Chanyeol yang telah kembali dari membeli minuman.
Nana mengambil minuman dari tangan Chanyeol. “Oh. karena aku tidak ada disaat dia seperti ini. Sedangkan dia selalu ada untuk kami disaat kami sedang ada masalah,”
Chanyeol mengangguk kecil. “Kurasa dia tidak ingin ada yang ikut campur dengan urusannya?”
“Geurae?”
“Kau tidak enak badan? Wajahmu sedikit pucat?” sedetik kemudian telapak tangan Chanyeol yang dingin menempel di keningnya. “Tidak panas,” gumam Chanyeol dan menurunkan tangannya sebelum Nana sempat bereaksi.
“Aku–– aku memang tidak demam, ini karna aku tidak melapisi wajahku dengan make up saja,” katanya agak tergagap dan ia beringsut menjauh. Keningnya memang tidak panas, tetapi justru pipinya yang memanas dengan cepat, dan jantungnya yang malang juga berdebar keras dan cepat, “Kemana Lizzy dan Baekhyun pergi”
“Mereka bilang ingin pulang dulu,”
“Oh,”
“Kalau begitu, sebaiknya kita pulang juga,” seru Chanyeol yang sudah berdiri dari duduknya.
“Shireo,”
Chanyeol mengernyitkan dahinya.
“Aku ingin menikmati udara sore di Sungai Han, sudah lama aku tidak santai seperti ini,”
Chanyeol pun duduk kembali. “Baiklah, setelah itu kita pulang,”
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Chanyeol mengantar Nana pulang sampai di depan pintu gerbang rumahnya. Nana berdiri salah tingkah di depan Chanyeol, tidak tahu harus bersikap bagaimana padanya.
“Aku masuk dulu,” Nana berbalik melangkah, hendak membuka pintu gerbangnya. Tapi––
“Payungmu akan aku kembalikan.” ––Chanyeol menghentikan langkahnya.
Payung? Omo?
“Oh,”
“Aku pulang dulu,” Chanyeol pun bergegas pergi dari rumah Nana.
Nana mengamati punggung Chanyeol yang semakin jauh.
“Nugu?”
“Kkamjakkiya,” Nana tersentak kaget ketika kepala Jongsuk sudah berada dekat di telinganya “OPPA!!!!”
.
Tbc
.