“Chorong-ah,” gadis imut itu berhenti, lantas mengangkat alisnya tinggi-tinggi, kala seorang Baekhyun menghampirinya tergesa-gesa. “Apa?” sahutnya datar.
“Ayo pulang bersama?”
Dari sudut ekor matanya, Chorong melihat Luhan dan Baekhee bergandengan. Nyeri lambung Chorong tiba-tiba terasa ketika melihat pemandangan itu.
“Kau sudah berjanji kemarin,” desak Baekhyun
“Baekhyun, mian, aku harus ke toko buku dulu. Jadi, hari ini tidak bisa.”
“Kebetulan. Aku punya rencana ke toko buku. Kajja,”
Chorong menarik nafas panjang ketika Luhan dengan motornya melaju melewati mereka. Tak lupa dengan lambaian dari Baekhee. Hati Chorong sangat sedih melihat Luhan tidak melirik sedikit pun ke arahnya. Seluruh perhatiannya sudah terpaut pada Baekhee, anak yang baru pindah itu, pikirnya. Chorong pun mendadak ingat siapa Baekhyun. Baekhyun juga murid baru di kelasnya. pemuda itu sudah banyak menarik perhatian kaum hawa di kelasnya sejak ia pertama masuk, persis seperti kembarannya itu. Byun Baekhee, adalah kembaran Byun Baekhyun.
“Sekali lagi, maaf. Aku bisa pergi sendiri,” kata Chorong. Kemudian dia melangkah tergesa-gesa, meninggalkan Baekhyun yang tertegun menelan kekecewaan. Tetapi Baekhyun merasa tidak sakit hati dengan penolakan Chorong, karena mengerti mengapa gadis itu berbuat demikian.
.
** Song For Chorong **
.
Di toko buku, hati Chorong jadi sakit lagi. Ia tak menyangka sedikit pun akan menjumpai Luhan dan Baekhee di sana. Sial, itulah umpatan yang Chorong teriakan di dalam hatinya.
“Park Chorong? Waow, kau mau membeli buku juga? Mana Baekhyun? Bukankah tadi kalian berdua?” tanya Luhan.
Chorong bergeming sesaat, menelaah setiap gerak-gerik Luhan. Beberapa saat kemudian, Chorong mencoba tersenyum. Seharusnya ia memang tidak kaget lagi ketika melihat ketenangan Luhan. Saat itu juga, Baekhee menghampiri mereka berdua.
“Oh, Baekhee, kenalkan, Chorong, si kutu buku di sekolah kita,”
Kutu buku? Aish jinjja.
Lagi-lagi Chorong menyeringaikan senyum palsunya. “Hai, Aku Chorong,” tekadnya sudah bulat untuk tidak mengulurkan tangan ke arah gadis itu. Tapi tekad itu luntur seketika kala gadis yang sedikit mungil di hadapannya itu mengulurkan tangannya.
“Baekhee imnida. Uhm, apa Baekhyun tak ikut denganmu?”
“Ne? Ah, Hhe” setelah berjabat tangan, Chorong tersenyum kecut. “Kami berpisah di gerbang sekolah tadi,” Chorong mendelik ke arah Luhan.
Dia benar-benar berpengalaman, dan aku benar-benar gadis yang teramat bodoh.
“Apa kau sudah selesai?” tanya Luhan pada Baekhee.
Baekhee pun mengangguk mantap. “Kalau begitu, kami pulang dulu,” Baekhee menyentuh lengan Chorong sembari membuat senyuman yang manis pada Chorong.
Chorong hanya mengangguk dengan senyum pahit. Ia menyentuh lengannya yang disentuh oleh Baekhee, tiba-tiba ia tertawa kecil. “Michyeoso, berani-beraninya kau menyentuhku,” ucapnya datar. Ketika Baekhee dan Luhan pergi, ia pun jadi ingat, ketika Luhan masuk, suka jalan bersamanya.
Ah, begitu banyak kenangan manis yang kami ciptakan bersama. Inikah sebabnya mengapa aku begitu sulit melupakannya,
Keluh Chorong sambil membayar buku-buku yang dibelinya di kasir.
.
** Song For Chorong **
.
“Baekhyun selalu memperhatikanmu, kenapa kau tak pernah berlaku ramah di depannya?” kata Bomi sang sahabat sejati Chorong.
“Karena itulah aku tak mau menggubrisnya. Aku tak menyukai perhatiannya itu. Aku tak menyukai pamrihnya,” kata Chorong
Bomi menepuk pipi Chorong sambil tersenyum halus.
“Antara kau dan Luhan sudah selesai. Kisah lama itu harus kau tutup. Tidak mungkin kau menutup diri selamanya. Luhan tidak amat berharga untuk pengorbanan semacam itu.”
Chorong berhenti menyusun bukunya sambil menoleh kepada Bomi. Matanya memancarkan sinar yang amat tajam. “Barangkali begitu. Tapi aku merasa, antara aku dan Luhan masih ada sisa perhitungan.”
Bomi bergidik melihat sinar mata Chorong. Begitu menakutkan. Ia segera menggenggam lengan Chorong. “Omo, jangan berbuat nekad. Dendam tidak akan menyelesaikan persoalan.”
Chorong mengangkat bahu, dan Bomi tahu, rayuannya sia-sia saja. Chorong amat keras dalam pendirian. Sepeninggal Bomi, Chorong membuka laci mejanya. Dikeluarkannya selembar foto dari dalam bukunya. Di situ oa sudah memegang foto Luhan.
Aku menyukaimu. Amat menyayangimu, tapi kenapa…
Sudah empat bulan mereka berpisah, tapi tetap saja Chorong merasa baru kemarin sore Luhan datang ke hadapannya sambil membawa bunga mawar yang segar itu.
.
~
.
“Mianhe Chorong-ah, tapi seperti kau tahu, aku suka berterus-terang. Tidak ada lagi di antara kita yang pantas kita pertahankan. Aku menyukaimu tapi tak dapat mencintaimu. kau bukan gadis tipe idealku dan …”
.
~
.
Begitulah seterusnya. Chorong sudah tidak ingat apa lagi ucapan Luhan selanjutnya. Yang dia ingat Luhan menyerahkan kembang itu, mengecup keningnya kemudian melarikan motornya membelah kegelapan malam.
Ketika mereka menjalin kasih, banyak teman Chorong yang mengingatkan untuk berhati-hati, karena semua orang tahu siapa Luhan. Chorong pun tahu siapa pemuda itu, sebenarnya. Itulah sebabnya ia tidak begitu tertarik ketika Luhan mendekatinya pertama kali. Ia menduga, pendekatan Luhan hanyalah karena ingin membuktikan pada teman-temannya, bahwa ia pemuda nomor satu yang bisa menundukkan Chorong, si ‘Kutu Buku’, debu perpustakaan yang sering digelari patung es.
Cukup lama Chorong menguji Luhan. Tapi dasar Luhan berjiwa ulet, dia tak pernah putus asa, dan kini– “Oh,” bisik Chorong perih. “Mengapa penyesalan selalu datang terlambat?”
.
Tbc
.