home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > I See You (ISY)

I See You (ISY)

Share:
Author : aikishi
Published : 09 Sep 2014, Updated : 18 Nov 2015
Cast : Airin, Luhan, Kei, and others
Tags :
Status : Ongoing
2 Subscribes |6702 Views |4 Loves
I See You (ISY)
CHAPTER 1 : Meeting You

Suara deburan ombak memenuhi telingaku. Aku selalu menyukai hal ini. Sorak sorai anak-anak yang bermain di bibir pantai, suara canda tawa pasangan yang tengah dilanda cinta, aroma laut yang selalu menyejukkan, dinginnya air yang menyentuh ujung kakiku. Aku kembali menghirup nafas dalam, mencoba memenuhi rongga paru-paruku dengan aroma yang sangat aku sukai ini. Aku berdiri diam di pinggir pantai di waktu mendekati matahari akan tenggelam. Semua orang menikmati warna jingga yang memenuhi ufuk barat, mengambil banyak foto siluet diri berlatar tenggelamnya matahari, mengabadikan momen tersebut dengan berbagai macam cara; sementara aku hanya berdiri diam, disini, di titik yang sama setiap harinya. Menutup kelopak mataku, merasakan terpaan angin di wajahku, menikmati aroma laut, merasakan gelitik air di kakiku. Tanpa dapat kutahan sebuah senyum tersungging di bibirku. Seperti biasa. Namun hari ini terasa berbeda, aku merasa ada seseorang yang berdiri di sisiku. Siapa?

sunset nya indah sekali ya?”, tegur pria itu. Aku hanya diam, tak menjawab.

“Aku selalu melihatmu berdiri disini, apa kau menyukai sunset sepertiku?”, pria itu kembali mencoba membuka percakapan. Aku masih hanya diam.

“Aku baru satu minggu di sini, selama satu minggu ini aku selalu melihatmu berdiri disini, memandang ke arah matahari terbenam. Jadi kupikir, kamu pasti menyukai warna langit ketika matahari tenggelam. Maaf kalau aku terkesan tidak sopan, aku hanya sedikit penasaran dan ingin mengenalmu. Boleh aku tahu siapa namamu?”, Tanya pria itu lagi. Aku menghela nafas panjang dan berbalik. Pergi menjauh.

“Hei, maaf. Aku tidak bermaksud buruk. Namaku Luhan, aku penyuka matahari tenggelam. Karena aku selalu melihatmu disini, aku bermaksud untuk bertukar cerita tentang sunset di berbagai daerah yang pernah aku kunjungi. Aku punya beberapa foto, kalau kau mau melihat. Aku hanya ingin mengenalmu. Tidak bolehkah?”, pria itu berusaha mensejajari langkahku. Aku masih berjalan menjauh.

“Hei, tunggu. Paling tidak, beritahukan aku namamu”, pria itu menepuk pundakku.

Aku berhenti berjalan. Perlahan aku membalik tubuhku kea rah pria itu.

“Namaku Ai. Airin. Aku bukan penyuka matahari tenggelam, aku tidak pernah tahu seperti apa warna langit saat matahari tenggelam. Karena aku tidak bisa melihat. Tapi, terima kasih sudah menyapaku. Selamat tinggal, Luhan”, jawabku.

Aku melangkah menjauh, hingga sebuah tangan meraih lenganku lembut seperti biasanya.

“Siapa pria itu?”, Tanya Kei, kakakku.

“Entahlah, Nii-chan”, jawabku. Aku melingkarkan tanganku di lengannya. Lengan yang selalu membuatku merasa dilindungi.

“Dia tampan. Kau yakin tidak ingin mengobrol lebih lama dengannya?”

“Aku lelah, ayo pulang”, aku berusaha mengalihkan percakapan.

Kei membimbingku ke mobilnya, membukakan pintu, membantuku mengenakan seatbelt, dan lima menit kemudian mobil sudah melaju meninggalkan tempat itu.

***

-Luhan POV-

“Dia wanita yang cantik, menarik. Siapa namanya?”, seseorang menepuk bahuku dari belakang.

“Minseok! Sejak kapan kau berada disini?!”, aku terkejut mendapati sahabatku berdiri di belakangku sambil ikut menatap mobil yang baru saja melaju membawa Airin.

“Astaga Luhan! Kau benar-benar tidak sadar? Aku bahkan sudah disini sejak omong kosongmu tentang sunset tadi!” , dia tertawa dengan lebar. Aku hanya bisa merona malu.

“Kalau kau disini, jangan-jangan yang lain…!”, aku menoleh ke segala arah, mencoba mencari-cari seseorang, ah, banyak orang.

“Tenang saja, mereka semua sudah di penginapan. Kelelahan, sepertinya mereka ingin segera mendekam dalam selimut dan tidak berbuat apa-apa. Lagipula, pemotretan sudah selesai dari tadi kan? Justru kau yang aneh, masih sempat-sempatnya merayu wanita!”

“Aku tidak merayunya, aku hanya ingin mengenalnya. Sudah satu minggu kita berada di pulau ini dan aku selalu mendapatinya berdiri disana. Jadi, aku berusaha menegurnya. Itu saja”, aku berusaha membela diri.

“Hahaha kau tidak perlu membela diri seperti itu. Aku percaya kepadamu, kok. Ayo, kembali ke penginapan! Aku lapar, semoga mereka masih menyisakan makan malam untuk kita.”, Minseok berjalan menjauh menuju mobil kami. Aku pun mengikuti di belakangnya.

Sesampainya di dalam mobil pun aku masih bertanya-tanya, siapa pria yang tadi bersama Airin? Mereka kelihatan sangat akrab sekali, bahkan Airin memeluk lengannya dengan sangat mesra. Mungkinkah, pacarnya?

Bayangan Airin yang memeluk lengan pria yang-kadar-ketampanannya-beberapa-tingkat-dibawahku itu membuatku sedikit kesal. Apa yang dilihat Airin dari pria itu?!.

“Wanita yang tadi di pantai itu benar-benar sangat cantik. Proporsi tubuh, wajah, dan tinggi badannya sempurna. Belum lagi rambut hitamnya yang panjang terurai, seperti manekin yang hidup. Kau mengenalnya, Luhan? Coba kau bujuk dia untuk menjadi model di pemotretan kali ini, mungkin dia malah bisa menarik perhatian lebih banyak orang!”, ujar Manajerku dengan menggebu-gebu.

“Aku juga berpikiran sama denganmu, hyung. Sayangnya, dia buta. Padahal aku yakin dia bisa menjadi model yang terkenal”, Minseok menjawab bahkan sebelum aku sempat berpikir. Aku menoleh ke arahnya. Darimana dia tahu kalau Airin buta?

“Aku berada dalam jarak yang cukup dekat untuk mendengar percakapan kalian, ingat? Kau saja yang tidak memperhatikan”, ujarnya santai. Dia memang selalu bisa membaca apa yang ada di pikiranku.

“Ah, sayang sekali. Padahal dia kandidat yang sempurna untuk dijadikan seorang model. Sungguh disayangkan sekali.”, Manajerku menggelengkan kepalanya berkali-kali.

Aku larut dalam pikiranku sendiri. Menatap ke luar jendela mobilku, memandangi langit yang dipenuhi bintang. Indah. Ah, benar. Airin tidak dapat melihat. Aku lantas terpikir, bagaimana rasanya menjadi Airin yang tidak pernah menyaksikan ini semua? Dia yang selalu berada dalam kegelapan, tidakkah dia kesepian?

***

-Airin POV-

“Kenapa ramai sekali hari ini, nii-chan?”, tanyaku kepada Kei.

“Ah, ada serombongan dari Korea yang hari ini menyewa salah satu penginapan kita. Mungkin mereka tengah menggunakan aula untuk makan malam. Kenapa? Terlampau bising untukmu ya? Aku bisa saja menyuruh mereka diam. Tapi, kau harus tanggung jawab kalau ibu mengomel ya, karena aku sudah mengusir tamunya!”, ujar Kei bergurau. Aku hanya tertawa.

“Biarkan saja, lagipula terlalu sepi juga tidak menyenangkan. Nii-chan, tolong antar aku ke kamar ya? Aku ingin segera membersihkan tubuhku lantas tidur”

“Baiklah,tuan putri”

Kei membimbingku menuju kamar tidurku yang terletak di lantai dua. Sayangnya, keinginanku untuk segera tidur harus aku batalkan. Ketika aku melewati aula, aku mendengar suara ibu memanggilku dan Kei, mengajak bergabung. Mau tidak mau, demi kesopanan, Kei mengajakku untuk menyapa mereka terlebih dahulu.

“Ah tuan-tuan, perkenalkan ini anak-anakku. Ini Kei -anak tertua di keluarga ini- dan adiknya, Airin. Mereka yang membantuku mengelola penginapan ini. Kei, Ai, tolong temani mereka sebentar selama ibu mengambil sesuatu.”, ujar Ibu sambil berjalan keluar.

“Ah sungguh tampan dan cantik sekali kalian! Tidak berminat menjadi model? Apalagi Airin, sungguh sangat sempurna sekali kalau menjadi model kami, pasti banyak orang yang tertarik. Mau mencoba menjadi modelku tidak?”, seru seorang pria.

“Maaf, saya tidak tertarik. Terima kasih”, ujarku sehalus mungkin.

“Kenapa tidak? Kamu memiliki tubuh dan wajah yang sempurna bagi seorang model, pasti dalam waktu singkat akan banyak tawaran yang masuk untuk menjadikanmu model”, pria itu masih berusaha merayu.

Aku hanya menjawab dengan tersenyum sopan, mencengkram lengan Kei. Entah kenapa, aku merasa tidak nyaman. Kei yang tahu bahwa aku merasa tidak nyaman kemudian berpamitan kepada orang-orang disana dan membawaku berjalan keluar, membantuku meniti tangga menuju kamarku. Sayup-sayup, aku masih bisa mendengar suara dari aula itu.

“Nyonya, kenapa anda tidak membujuk putri anda untuk menjadi model saja? Saya rasa dia bisa menjadi orang yang sangat terkenal”

“Ah, terima kasih pujiannya. Tuan berlebihan memujinya”, aku mendengar suara ibu sayup-sayup dari aula tersebut.

“Saya tidak berlebihan nyonya. Saya rasa semua orang yang ada di aula ini setuju bahwa dia sangat sempurna untuk dijadikan model.”

“Dia tidak bisa melihat, tuan”, aku mendengar ibu menjawab singkat. Sejenak, seperti ada yang menekan tombol mute di ruangan tersebut.

“Benarkah? Sayang sekali ya, nyonya. Aku ikut menyesal.”, suara tuan itu memecah keheningan.

“Ai, kita sudah di depan kamarmu. Kamu mau aku temani masuk atau..?”, Kei membuatku berhenti mendengarkan percakapan di aula tersebut.

“Tidak usah, nii-chan”, Aku tersenyum kepada Kei.

“Baiklah. Selamat malam, adikku tersayang”, ujarnya sambil mencium keningku.

“Selamat malam, nii-chan”, aku balas memeluknya hangat.

Terima kasih untuk selalu ada disisiku’, batinku menambahkan.

Aku memasuki kamar tidurku, menguncinya, dan mulai bersiap-siap untuk tidur. Aku bertukar pakaian dengan baju tidur yang lebih nyaman, mengenakan lotion, kemudian berbaring di atas kasurku. Aku sudah mengenal tiap sudut kamarku, jadi aku tidak mengalami kesulitan untuk melakukan hal itu. Saat aku akan memasuki alam tidurku, aku mendengar suara langkah kaki di lorong depan kamarku, mungkin orang-orang yang tadi berpesta sudah kembali ke kamar masing-masing.

sayang sekali ya, dia buta. Ternyata benar, memang tidak ada orang yang sempurna di dunia in. Kasihan sekali dia’, sayup-sayup aku mendengar percakapan orang-orang itu. Aku tahu, mereka membicarakanku.

Namaku Airin. Aku seorang gadis yang buta, namun bukan berarti hidupku tidak sempurna. Aku memiliki keluarga yang menyayangiku. Aku memang tidak bisa menikmati pemandangan seperti orang lain, aku memiliki cara lain dalam “memandang” sesuatu. Namun, bukan berarti aku tidak sempurna. Aku hanya berbeda. Dan itu tidak membuatku harus dikasihani.

***

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK